Sang Mong Nangtang Manusa
Summary
In English
In Balinese
Makejang
Rikala
We, gajah
Bangun
Ampurayang
I
Awak
I
Nunas
Ngoyong
I
Gelah
Alon-alon
Sang
Kenken
Inggih
Sang
Jani
Becat
He, manusa
I
Ampura
Men
Ipun
Pedihne Sang
Orahin
Ampura
Oh cai
Ketut
Ketut
In Indonesian
Suatu siang, harimau jalan-jalan di hutan. Saat itu ia melihat seekor gajah sedang berteduh di bawah pohon.
“Hai, gajah,” gertak harimau.
“Bangun, bangun, bangun. Cepatlah menyembah. Rajamu datang kenapa kau masih tidur. Tidak punya etika kau. Bangun, bangun, bangun!”
“Ampun paduka,” ucap gajah.
Gajah teringat akan temannya yang mati diterkam binatang belang itu. Ia tertidur bukan karena tidak hormat, namun karena sakit.
“Hanya tubuhmu yang besar namun kau bodoh dan penakut,” ledek harimau.
Gajah berusaha berdiri. Ia mengangguk-anggukkan kepalanya pertanda beri hormat. Dalam hati Gajah menggerutu, “Sombong sekali kau. Tunggu balasanku.”
“Mohon ampun paduka. Benar saya binatang bodoh, namun bukan penakut. Lihatlah punggung hamba,” jawab gajah sambil menunjukkan luka di punggung yang masih berdarah. “Hamba baru saja usai bertarung dengan manusia. Saya marah karena manusia itu merusak kerajaan tuanku. Bahkan manusia itu menantang paduka raja. ‘Siapa rajamu, ayo ke sini bertarung denganku. Akan kubunuh rajamu’. Seperti itu tantangan manusia itu. Saya terpancing dan marah untuk menjaga kewibawaan negeri ini. Saya bertarung dengannya karena dia menantang tuanku. Hamba kejar dan ringkus dengan belalai. Namun manusia itu cepat menghindar dan menyerang hamba dari belakang. Punggung hamba dilukai dengan kapak. Hamba marah dan berusaha mengejarnya lagi. Setelah bertemu lagi dia bilang hamba bukanlah tandingannya. Hamba disuruh pulang dan menyampaikan kepada tuanku. Sebab hanya tuankulah yang sepadan dengan kesaktiannya. Hamba takut menyampaikan tantangan ini kepada paduka. Biarlah hamba yang melawannya walaupun nyawa ini taruhannya. Ini adalah kewajiban hamba melindungi tuanku.”
“Jangan,” jawab harimau.
Gajah tersenyum karena telah berhasil membakar amarah harimau.
“Aku bangga dengan keberanianmu. Biarlah aku yang membinasakan manusia itu, sebab tantangannya ditujukan padaku. Kamu diam saja di sini,” kata harimau.
“Bersabarlah tuanku,” pinta gajah melanjutkan ceritanya. “Ketika hamba mengatakan kepadanya, hai manusia jagalah perkataanmu. Rajakulah yang terkuat dan terhebat, kau akan binasa. Manusia itu menjawab dengan suara tinggi, aku sudah terbiasa membunuh harimau!”
Harimau makin marah. Matanya mendelik, ekornya naik. Ia mengaum menunjukkan taring dan kukunya yang tajam.
“Bagaimana rupa manusia itu, cepat katakana!”
“Tubuhnya kecil. Berkaki dua, bertangan dua, larinya cepat. Setelah melukai hamba dia lari ke arah timur.”
Harimau melompat dan berlari meninggalkan tempat itu. Gajah cekikikan karena berhasil memperdayai harimau.
“Sekarang saatnya kau binasa. Memang kau hebat kuat, namun sombong. Kau akan binasa di tangan manusa. Rasain lu!”
Harimau berlari kencang. Setiba di tepi jurang, ia melihat lelaki tua mengangkut kayu bakar. Lelaki tua itu berkaki dua, bertangan dua, jalannya tegak. “Pastilah manusia,” pikir harimau.
“Hai, manusia,” gertak harimau. “Apakah kau manusia yang telah membinasakan banyak harimau? Apakah kau yang melukai gajah?”
Lelaki tua itu gemetar. Ingin berlari, namun harimau pastilah dapat mengejar dan memangsanya. Ia berusaha menenangkan diri, lalu menjawab perkataan harimau.
“Maafkan hamba paduka, saya hanyalah menusia bodoh dan lemah. Nama hamba Ketut Nyamprut. Pekerjaan hamba mencari kayu bakar di hutan ini. Hamba manusia lemah manalah mungkin mampu mengalahkan paduka yang maha kuat. Paduku terkenal perkasa,” ucap Ketut Nyamprut.
“Lalu, siapa manusia kuat yang mampu mengalahkan harimau itu?”
“Dia adalah teman hamba, namanya Putu Bagas. Dia adalah pemburu pemberani dan sudah banyak membunuh harimau.”
Amarah harimau berkobar-kobar. Ingin sekali ia segera bertemu pemburu bernama Putu Bagas itu.
“Beritahu temanmu itu agar segera datang kemari. Aku mau membuktikan padanya, akulah yang terkuat dan terhebat di hutan ini.”
“Maafkan paduka, jika hamba pergi dari tempat ini untuk mencari Putu Bagas, tidakkah paduka akan meninggalkan tempat ini. Setahu hamba, Putu Bagas manusia tangguh, tidak menyerah melawan musuh meskipun dia terikat.”
“Oh, kau tak usah ragu padaku? Jika seperti itu kekhawatiranmu, ikatlah aku agar tak bias pergi dari tempat ini. Aku tunggu pemburu sombong itu di sini.”
Ketut Nyamprut tersenyum. Benar tutur tetua, tak ada salahnya merendahkan diri, mengaku takut ataupun lemah. Terbukti harimau berhasil dikibuli. Ia bergegas mengambil seutas talu dan mengikat harimau di batang pohon. Ia lalu pergi mengangkut kayu bakar.
Sekembalinya ke hutan, Ketut Nyamprut tak mengajak serta Putu Bagas, pemburu yang hebat itu. Dia datang seorang diri membawa tombak. Tak lama kemudian, tombak itu menancap di leher harimau.
Enable comment auto-refresher