The Ngedeblag tradition is carried out at Kajeng Kliwon in Sasih Kalima or Kanem (around November to December) every year. According to Balinese beliefs, Sasih (month) Kanem is the worst month because usually during these months many tropical diseases appear. In the past, people were stricken with cholera (although historical records state that cholera was brought to Java and Bali by Europeans in the 1800s), malaria, and other tropical diseases that usually appear during the peak of the rainy season. In modern times, the population is attacked by dengue fever in many of these seasons.
Centuries of experience have perhaps formed a strong belief in Sasih Kanem as “sasih kaon”, or the month of bad luck and disaster. Therefore, Balinese people place Sasih Kanem as one of the most unlucky months in traditional Balinese astrology (wariga) beside Sasih Kasanga. The only type of ceremony performed at this sasih is cleansing rituals, which are related to nature and the bhutakalas, or spirits.
If you want to take part in the Haloween ceremony in a Balinese way, you should check out the Ngedeblag Ceremony. From the appearance of the participants, who are mostly young people, this ceremony is more like a Halloween celebration in Balinese style. The participants are covered in white chalk and make their faces as scary as possible. Wearing only kamben (lower cloth) and Balinese udeng (turban), they march on the streets of Kemenuh Village.
There is a division of duties as this procession takes place. Children aged 5 to 10 years carry palm fronds as a symbol of the forest, while teenagers 10 to 17 years old carry bamboo bells (kentongan). Adults carry any household furniture that can make sound if beaten. Thus, the process looks at first glance like the Pangrupukan tradition (see entry “Tawur Agung”). The women are in charge of bringing offerings which are offered at Pura Dalem Temple and at every intersection.
According to Hindu scriptures, people can get rid of disease, bacteria or viruses by ringing various utensils loudly and chanting mantras aloud as well. Loud noises will create vibrations in the air, which will dispel microscopic creatures including the "ghosts" that disturb the society. In addition, Balinese people believe that the crossroad or “catuspata” is a sacred place that becomes a dimensional intersection between the human dimension and the subtle-dimension.
A few days before the Ngedeblag is held, the residents hold a ceremony at Kahyangan Tiga and Kahyangan Alit temples in the village area. On the day of Ngedeblag, several sacred barongs in the village are paraded around the village. This is similar to a barong parade during a Ngerebeg ceremony (see entry “Ngerebeg”). In the procession, holy water is also brought. People can take it home to repell bad things.
This Ngedeblag tradition can be said to be an example of the tradition of rejecting evil reinforcements. Just like Haloween which is done at the height of the northern hemisphere autumn, these two traditions both aim to counteract bad things.
Tradisi Ngedeblag dilakukan pada saat Kajeng Kliwon di Sasih Kalima atau Kanem (sekitar bulan November hingga Desember) setiap tahunnya. Menurut kepercayaan masyarakat Bali, Sasih (bulan) Kanem adalah bulan paling buruk karena biasanya pada bulan-bulan ini banyak penyakit tropis bermunculan. Di masa lalu, masyarakat banyak terserang kolera (meskipun catatan sejarah menyatakan bahwa kolera dibawa ke Jawa dan Bali oleh orang Eropa pada abad kesembilan belas), malaria, dan penyakit-penyakit tropis lain yang biasanya muncul pada puncak musim hujan. Di zaman modern ini, penduduk banyak diserang demam berdarah di musim-musim itu.
Pengalaman berabad-abad barangkali telah membentuk kepercayaan kuat tentang Sasih Kanem sebagai sasih kaon, atau bulan kesialan dan bencana. Karena itu, masyarakat Bali menempatkan Sasih Kanem sebagai salah satu bulan paling tidak mujur dalam astrologi tradisional Bali (wariga) selain Sasih Kasanga. Satu-satunya jenis upacara yang dilakukan pada sasih ini adalah upacara ruatan atau pembersihan, yang terkait dengan alam dan para bhutakala, atau roh-roh halus.
Jika Anda ingin mengikuti upacara Haloween dengan cara Bali, Anda harus melihat Upacara Ngedeblag. Dilihat dari penampilan para pesertanya yang kebanyakan anak-anak muda, upacara ini lebih mirip sebuah perayaan Haloween dengan gaya Bali. Para peserta dilumuri kapur putih dan membuat wajah mereka seseram mungkin. Dengan hanya mengenakan kamben dan penutup kepala, mereka berjalan berarak-arakan di jalan Desa Kemenuh.
Ada pembagian tugas saat arak-arakan ini berlangsung. Anak-anak yang berusia 5 hingga 10 tahun membawa pelepah enau sebagai simbol hutan, sementara para remaja 10 hingga 17 tahun membawa kentongan bambu. Orang dewasa membawa segala perabot rumah yang bisa berbunyi jika dipukul. Jadi,prosesinya tampak sekilas seperti tradisi Pangrupukan (lihat entri “Tawur Agung”). Para wanita bertugas membawa persembahan yang dihaturkan di Pura Dalem dan di setiap perempatan.
Menurut kitab suci Hindu, orang bisa mengusir penyakit, bakteri atau virus dengan cara membunyikan berbagai peralatan dengan keras dan mengucapkan mantra dengan keras pula. Suara-suara keras akan menimbulkan vibrasi di udara, yang akan menghalau makhluk-makhluk mikroskopis termasuk para ‘hantu’ yang mengganggu masyarakat. Selain itu, masyarakat Bali percaya bahwa perempatan atau catuspata adalah tempat keramat yang menjadi persimpangan dimensi antara dimensi manusia dengan dimensi makhluk halus.
Beberapa hari sebelum Ngedeblag dilakukan, para warga menggelar upacara di Pura Kahyangan Tiga dan Kahyangan Alit di wilayah desa. Pada saat hari Ngedeblag, beberapa barong yang disakralkan di desa itu diarak keliling desa. Ini mirip seperti arak-arakan barong pada saat upacara Ngerebeg (lihat entri “Ngerebeg”). Dalam arak-arakan ini dibawa pula air suci yang bisa dimohon oleh warga untuk menolak hal-hal yang buruk.
Tradisi Ngedeblag ini bisa dikatakan sebagai salah satu contoh tradisi menolak bala. Sama seperti Haloween yang dilakukan pada puncak musim gugur belahan utara, kedua tradisi ini sama-sama bertujuan untuk menolak hal-hal buruk.
Enable comment auto-refresher