[EN] Before the dead body is cremated or burried as is traditioned, there is a special and important ceremony called nyiramang layon (bathing the dead). This tradition exists in almost all religions. According to the Balinese, when the corpse is bathed, the family members and close relatives should come to offer their final respect and prayers. The corpse is put on the yard, on a special bed made of bamboo. After being bathed, it is dressed with new clothes. Then, the body is smeared with sandalwood pulp. On the chest, a special ornament made of coconut male flower buds called “sinom” is placed. There is also a special wrapping cloth drawn with protective insignia and holy alphabets. This sacred cloth is called “kajang”. On different parts of the dead body are placed “kuangens” (a small bunch of flowers on a cone made of banana leaves). The family members collect holy water from different temples and holy places to be sprinkled on the corpse. It will be best if the holy water of the Ganges is obtained and poured on the dead body.
The corpse is then wrapped with cloth and pandanus mat. If the dead person is unmarried, the color of the wrapping cloth is yellow. If the dead person is a householder, white cloth is used. If a holy person dies, there is a quite different procession for funeral.
The wrapped and tied corpse is then placed in the house until the cremation or burial day. On that day, the ties are cut by using special big knife called “pangentas”. This big knife is specifically designed for funerals and should not be used for any other purposes.
[ID] Sebelum jenazah dibakar atau dikuburkan sesuai tradisi yang berlaku, ada sebuah upacara penting yang disebut nyiramang layon (mendikan jenazah). Tradisi ini ada di hampir setiap agama. Menurut tradisi Bali, pada saat memandikan jenazah, sanak keluarga harus hadir untuk memberikan penghormatan terakhir. Jenazah diletakkan di sebuah balai bambu di natar rumah. Setelah dimandikan, jenazah dihias dengan pakaian yang baru. Kemudian, badannya dilumuri pasta cendana. Di bagian dada, sebuah ornamen bernama “sinom” (jalinan bunga kelapa) diletakkan. Ada pula kain penutup yang digambar dengan aksara suci. Kain ini disebut “kajang”. Di bagian-bagian tubuh jenazah diletakkan “kuangen” (rangkaian bunga dan daun pisang yang dibentuk corong). Sanak keluarga mencari air suci dari berbagai tempat suci dan melumurinya ke badan jenazah. Sangat baik jika ada air Sungai Gangga yang juga dipercikkan di badan jenazah.
Jenazah kemudian dibungkus dengan kain dan tikar pandan. Jika yang meninggal adalah seorang anak atau remaja yang belum menikah, kain yang dipakai biasanya berwarna kuning. Apabila yang meninggal adalah orang dewasa yang telah menikah, kain yang dipakai berwarna putih. Apabila seorang suci meninggal, prosesi upacara kematian dilakukan dengan cara yang cukup berbeda.
Jenazah yang telah dibungkus dan diikat lalu disemayamkan. Pada hari pembakaran atau penguburan, ikatan itu dilepas dengan sebuah pisau khusus bernama “pangentas”. Pisau besar bergagang panjang ini didesain khusus untuk upacara kematian dan tidak boleh digunakan untuk tujuan lain.
Enable comment auto-refresher