- Title of Work
- Smaradahana
- Type
- ⧼IdentificationMap-Kakawin⧽
- Photo Reference
- Dinas Kebudayaan Provinsi Bali
- Location
- Credit
- Mpu Dharmaja
- Reference
- Background information
Summary
In English
Talking about kakawin means talking about praises. According to Creese (2006) supported by Zoetmulder (1986), the writing of a kakawin was generally sponsored by the king. As a present leader makes a biography of all kinds of his achievements, the kings of the past also sponsored poets to portray the king's self-image through the adaptation of puranic stories. This causes the authenticity of the story of the purana to be blurred when composed in the form of kakawin. Indirectly, this is what causes the general public to think that the puranic records are only fictions.
In this kakawin, Bhatara Kama tries to disturb Bhatara Shiva's meditation. He uses flower arrows to make Lord Shiva's heart remember sexual intercourse. Realizing that his meditation was disturbed, Bhatara Siwa then opened his eyes and burned Kama and his wife, Ratih, to ashes. Because of this, Kama was known as Anangga or Antarangga, who has no gross body. They both enter the hearts of humans and demigods and make people interested in each other in feelings of love.In Balinese
Smaradahana maartos api
Maosin indik
Ring
In Indonesian
Berbicara tentang kakawin berarti sedikit tidaknya berbicara tentang syair puji-pujian. Menurut Creese (2006) yang didukung oleh Zoetmulder (1986), penulisan kakawin pada umumnya disponsori oleh raja. Sebagaimana layaknya seorang pemimpin masa kini yang membuat sebuah biografi tentang segala jenis prestasinya, raja-raja di masa lalu juga mensponsori para pujangga untuk menggambarkan citra diri raja tersebut melalui adaptasi kisah-kisah purana. Ini menyebabkan keaslian kisah purana menjadi kabur ketika digubah dalam bentuk kakawin. Secara tidak langsung, inilah yang menyebabkan kalangan umum menganggap bahwa kisah purana hanyalah fiksi.
Dalam kakawin ini dikisahkan Bhatara Kama mencoba mengganggu pertapaan Bhatara Siwa. Dia menggunakan panah bunga untuk membuat hati Dewa Siwa teringat pada hubungan suami-istri. Menyadari bahwa pertapaannya terganggu, Bhatara Siwa kemudian membuka mata dan membakar Kama dan istrinya, Ratih, menjadi abu. Karena itu, Kama dikenal sebagai Anangga atau Antarangga, yang tidak memiliki badan. Mereka berdua memasuki hati manusia dan membuat manusia tertarik satu sama lain dalam perasaan cinta.Text Excerpt
Bahasa Kawi/Kuno
yan ton manisni mukha sang kusumāstra putrī pañcéndryāmiṣaya marmma tekéng swacitta na hétuning marek angol manukup sakahyun
(Chapter 4 Verse 3)In English
In Balinese
Pikahyun Hyang
In Indonesian
Index
Enable comment auto-refresher