Balinese
Mandi miwah sane lianan nenten sida sakadi mangkin, ipun katahne patut lunga saking umah ngrereh toya sane kawastanin Kayehan, rikala rauh ring genah toya ipun nenten langsung polih toya, iraga patut nyantosang genah toya sane sampun wenten, utawi ring genah toya sane kawastanin toya sane sampun wenten, iraga patut nyantosang genah toya sane sampun wenten, utawi ring genah toya sane kawastanin toya sane sampun wenten, iraga patut nyantosang genah toya sane sampun wenten, sakadi sane kabaosang olih para janane sane sampun wenten ring jagat Bali.
English
bathing and so on can't be like now, they generally have to go far from home looking for a spring called Kayehan, when they arrive at the spring they don't immediately get water, moraka have to wait for the water or in ancient times it was called Belongan so that it is fully charged while waiting for them to usually clean the springs so that they are not obstructed by twigs and leaves, considering that it is very difficult to get ar, and kotka when cleaning, the blukar bushes upstream to be precise the main source of springs or what we often hear by the name Tama Beiji, they accidentally meet people and when they see his face he doesn't have Filtrom or Lips or the Balinese term Sing Misi Cungis Bibin and has blond hair, his previous parents believed that the figure they met was not human but Memedi, where the previous people really believed in places sacred such as tunnel springs, a runngan, the Balinese term for Klebutan, is believed to have guards or occupants, that's why the former parents often told their children not to play in the springs because the previous parents believed that it was Memedi who guarded or inhabited such places and if where they feel disturbed they will steal or prank the children to take them to nature, or what we very often hear with the term Engkobang Memedi.
Indonesian
mandi dan lain sebagainya tidak bisa seperti sekarang, mereka pada umumnya harus pergi jauh dari rumah mencan sumber mata air yang disebut dengan Kayehan, setibanya sampai ditempat mata air mereka tidak langsung mendapatkan air, moraka harus menunggu tempat air atau pada jaman dulu disebut dengan nama Belongan agar terisi penuh sambil menunggu mereka biasanya membersihkan sumber mata air agar tidak terhalang oleh ranting dan dedaunan mengingat sangat sulitnya untuk mendapatkan ar, dan kotka saat membersihkan, semak blukar sampai kehulu tepatnya sumber utama mata air atau yang sering kita dengar dengan nama Tama Beiji, mereka tanpa sengaja manjumpai orang dan ketika melihat wajahnya ia tidak memiliki Filtrom atau Letupan Bibir atau istilah Balinya Sing Misi Cungis Bibin dan berambut pirang, orang tua terdahulu meyakini bahwa sosok yang mereka jumpai itu adalah bukan manusia melainkan Memedi, dimana orang terdahulu sangat meyakini tempat-tempat sakral seperti sumber mata air trowongan, arungan, istilah balinya Klebutan, itu di yakini ada penjaga atau penghuninya, oleh sebab itu orang tua terdahulu sering mengatakan kepada anak-anaknya agar jangan bermain di sumber mata air kama orang tua terdahulu meyakini Memedi lah yang menjaga alau menghuni tempat tempat seperti itu dan jika keberadaan mereka merasa terusik mereka akan mencuri atau menjaili anak-anak untuk dibawa ke alamnya, atau yang sangat sering kita dengar dengan istilah Engkobang Memedi Rangkuman dari kisah atau Tutur Nak Tua tadi, kita disuruh oleh orang tua kita terdahulu kita harus menjaga hal hal penting yang ada disekitar kita seperti mata air, ekosistem alam karena air adalah sumber dan segala kehidupan yang ada pada alam semesta ini,
Untuk bentuk ogoh ogohnya saya tidak mendapat sumber yang jelas bagaimana dan seperti apa bentuk asli atau sosok Memedi yang sebenamya disitu sang pembuat mencoba mengkolaborasikan dan tutur atau perkataan orang tua terdahulu mencoba mengimajinasikan apa yang yang ada dalam pikiran lewat perkataan tutur orang tua terdahulu.