Where did this ceremony take place:
In English
Panyenuk comes from the word nyenuk which means to visit or visit. Thus, the panyenukan ceremony tells the story of the guest's visit. Local residents symbolize the guests who come from the nine cardinal directions (Dewata Nawa Sanga). In this tradition the 'guests' referred to are residents of the community around Taro Village who will later be gathered in one place, namely in Puakan Village. Then they walked towards Gunung Raung Temple a distance of four kilometers. This tradition is a form of gratitude from the people of Taro Village for the abundance of natural gifts that come from all directions of the compass. The people involved in this parade came from several nearby villages and also from other areas in large numbers. The clothes worn are colorful according to the cardinal directions consisting of red, white, yellow, black and so on. This tradition is not only followed by adults, but also by teenagers and children. During the parade, they bring their agricultural products and carry ogoh-ogoh as a symbol of the gods who occupy the nine directions.
In Balinese
Panyenuk mawit saking kruna nyenuk sane mateges matamiu. Santukan punika, upacara panyenukan wantah nyobyahang indik sapangrauh para tamiu. Para tamiu punika mawit saking sakancan genah nganutin Dewata Nawa Sanga. Tamiu-tamiune punika boya ja sios wantah karama dura Desa taro, sane pacang kapupulang ring Desa Puakan. Raris para tamiune puniki mamargi nuju Pura Gunung Raung sane dohnyane sawetara petang kilometer. Tradisi puniki wantah panyuksma krama Desa Taro majeng Ida Sang Hyang Widhi wasa antuk sakancan waranugeraha sane kapica.
In Indonesian
Panyenuk berasal dari kata nyenuk yang berarti berkunjung atau bertamu. Dengan demikian, upacara panyenukan mengisahkan tentang kunjungan tamu. Warga setempat menyimbolkan tamu-tamu yang datang berasal dari sembilan penjuru arah mata angin (Dewata Nawa Sanga). Dalam tradisi ini 'tamu-tamu' yang dimaksud merupakan warga masyarakat sekitar Desa Taro yang nantinya akan dikumpulkan di satu tempat yaitu di Desa Puakan. Kemudian mereka berjalan menuju Pura Gunung Raung dengan jarak empat kilometer.Tradisi ini merupakan wujud syukur masyarakat Desa Taro atas limpahan anugerah hasil alam yang datang dari segala penjuru arah mata angin. Masyarakat yang terlibat dalam parade ini berasal dari beberapa desa yang ada di sekitar dan ada juga dari daerah lain dalam jumlah yang sangat banyak. Adapun busana yang dikenakan yaitu berwarna-warni sesuai arah mata angin yang terdiri dari warna merah, putih, kuning, hitam dan sebagainya. Tradisi ini tidak hanya diikuti oleh orang dewasa, tetapi juga diikuti oleh remaja, dan anak-anak. Pada saat parade, mereka membawa hasil pertanian mereka dan mengusung ogoh-ogoh sebagai simbol dari para dewata yang menempati sembilan penjuru arah.
Bali TV
Bali TV
Enable comment auto-refresher