Sutasoma

From BASAbaliWiki
Revision as of 17:52, 7 October 2021 by Arya Lawa Manuaba (talk | contribs)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Sutasoma basabali wiki.jpg
Title of Work
Sutasoma
Type
⧼IdentificationMap-Kakawin⧽
Photo Reference
Location
Credit
Mpu Tantular
Reference
Background information


    Add your comment
    BASAbaliWiki welcomes all comments. If you do not want to be anonymous, register or log in. It is free.

    Summary


    In English

    [EN] Kakawin Sutasoma was written by Mpu Tantular, and in this Kakawin there is the phrase "bhinneka tunggal ika" (unity in diversity) which became the official slogan of the Republic of Indonesia.

    Kakawin Sutasoma is a literary work that tells Sutasoma’s journey (which is another name for Gautama Buddha himself) in teaching righteousness. This Kakawin seems to have a common plot with Aryasura’s Sutasoma in Pali language.

    In Buddhism, the story of Sutasoma is very famous. This story is carved into the relief of Borobudur Temple, Central Java.

    It is said that Sutasoma was born to a Kuru aristocratic family in Hastinapur. Sutasoma eventually attained spiritual enlightenment. One interesting plot in this story is the event when Sutasoma awakened Kalmasapada, a descendant of the king who behaved like a lion, to finally follow the path of virtue.

    In his journey of spreading dharma, Sutasoma also met with Porisada, who likes to eat human flesh. Porisada finally realized and pursued the path of virtue.

    Kakawin Sutasoma underwent various modifications that were adapted to the conditions at the time of its preparation. Mpu Tantular emphasizes in this kakawin that Shivaistic cult (which worships Shiva as the highest, - one of the religious paths in Hinduism) is actually not different from Buddhism. It seems that, due to the influence of Indochina culture, Shiva Buddha cult emerged in the Archipelago. This philosophy is not found in India, the country of their origin.

    In Balinese

    In Indonesian

    Kakawin Sutasoma ditulis oleh Mpu Tantular, dan dalam Kakawin inilah terdapat kalimat “bhinneka tunggal ika” (berbeda namun satu) yang menjadi slogan negara Indonesia.

    Kakawin Sutasoma adalah sebuah karya sastra yang mengisahkan perjalanan Sutasoma (yang adalah nama lain dari Buddha Gautama sendiri) dalam mengajarkan ajaran dharma. Kakawin ini tampaknya memiliki kesamaan alur dengan Sutasoma karya Aryasura yang berbahasa Pali.

    Dalam agama Buddha, kisah Sutasoma amat terkenal. Kisah ini terpahat dalam relief Candi Borobudur, Jawa Tengah.

    Dikisahkan bahwa Sutasoma lahir dari keluarga bangsawan Kuru di Hastinapura. Sutasoma pada akhirnya mencapai pencerahan rohani. Salah satu plot menarik dalam kisah ini adalah peristiwa saat Sutasoma menyadarkan Kalmasapada, seorang keturunan raja yang berwatak seperti singa, hingga pada akhirnya mengikuti jalan kebajikan.

    Dalam perjalanannya menyebarkan dharma, Sutasoma juga bertemu dengan Porisada, yang gemar memakan daging manusia. Porisada akhirnya sadar dan menekuni jalan kebajikan.

    Kakawin Sutasoma mengalami berbagai modifikasi yang disesuaikan dengan keadaan pada masa penyusunannya. Mpu Tantular menekankan dalam kakawin ini bahwa agama Siwa (yang memuja Siwa sebagai yang tertinggi,—salah satu sampradaya dalam Hindu) sesungguhnya tidak berbeda dengan ajaran Buddha. Tampaknya, karena pengaruh kebudayaan Indocina, muncullah paham Siwa Buddha di Nusantara. Paham ini tidak ditemukan di India, negeri asalnya.

    Text Excerpt


    Bahasa Kawi/Kuno

    Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,

    Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,

    Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

    In English

    It is said that Buddha and Siwa are two different things

    They are different indeed, but how can one recognize? They are, Siwa and Buddha, one.

    Different but becomes one. There is no second truth.

    In Balinese

    In Indonesian

    Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.

    Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal

    Berbeda-beda manunggal menjadi satu, tidak ada kebenaran yang mendua.

    Index