- Full Name
- Ketut Sidia
- Pen Name
- Photograph by
- courtesy of Agus Putu Pranayoga
- Link to Photograph
- Website for biography
- Place
- Singaraja
- Related Music
- Related Books
- Related Scholars Articles
Biography
In English
During Dutch colonialism, he become dutch driver to spy them with his son, Putu Mangku. They both were fluent speaking Dutch and Japanese language This is his photo with the dutch car as driver. His son's duty is passing crucial information to Balinese guerillas. Sometimes he also join the guerrillas to ambush the military convoy. But mostly he did some sabotage and silent assassination as spy. After Indonesia independence, he and his son become member of LVRI (Legiun Veteran Republik Indonesia).
Later on both of them then work as teachers at Sekolah Rakyat at Seririt district Buleleng and his son also work as photographer and journalist for Bali Post newspaper. During his old days, he become priest of Pura Pabean Pengastulan village. He passed away 1990 with military honors as member of LVRI.In Balinese
Ketut Sidia, mawit saking kluarga Jero Lingsir ring Tegeh Kori. Ipun embas ring warsa 1901 ring Desa Pengastulan Buleleng, Bali. Ketut Sidia kasub dados Guru Pecak Silat ring Kecamatan Seririt, Buleleng. Kocap, Ketut Sidia dados petarung
In Indonesian
Pada masa kolonialisme belanda, beliau bekerja sebagai supir untuk bangsa belanda dan sekaligus memata-matai mereka bersama dengan anak laki-laki beliau yakni Putu Mangku. Mereka berdua mahir menggunakan bahasa Belanda dan Jepang. Berikut adalh foto beliau dengan mobil khas belanda sebagai seorang supir. Anak belliau bertugas untuk menyampaikan pesan-pesan penting kepada kelompok pejuang masyarakat Bali. Sesekali, ia juga ikutserta dalam perlawanan untuk meruntuhkan pasukan militer. Namun, seringnya beliau melakukan sabotase dan pembunuhan secara senyap sebagai seorang mata-mata. Setelah Indonesia Merdeka, beliau dan anaknya menjadi anggota dalam LVRI (Legiun Veteran Republik Indonesia) yakni asosiasi veteran.
Kemudian, mereka bekerja sebagai seorang guru di Sekolah Rakyat di Kecamatan Seririt, Buleleng, sang anak juga bekerja sebagai seorang fotografer dan jurnalis untuk koran Bali Post. Di masa tuanya, beliau menjadi seorang mangku atau pemuka agama di Pura Pabean, Desa Pengastulan. Beliau meninggal pada tahun 1990 dengan gelar kehormatan sebagai anggota dari LVRI
Enable comment auto-refresher