- very black, black as night en
- Merupakan morfem unik yang hanya bergabung dengan kata peteng, kata dedet bermakna mengeraskan arti, sehingga peteng dedet berarti gelap sekali. id
- tabuh trompong yang merupakan pengembangan dari tabuh nyiliasih, tabuh ini adalah tabuh dua buah nada yang jejer yang saling bergantian, nada yang lebih kecil dipukul dengan ditutup, biasanya digunakan pada gending-gending pengrangrang. id
Sekadi tinggal ring ipian. Geruk peteng dedet karasayang. Petenge jani tusing care ibi, ningeh status i gunung sube keadanin awas. Was-was i meme kauk-kauk ngajakin luas. Nundun titiang di meten. Laib labuh, kejengklok tusing merasa. Mempen sarwa ade dadi pempen. Pakateltel yeh paningalan ulung tusing maslegutan, encol nyujur Kamulan masimpuh nyokot tanah, "Ngiring mangkin sareng iringang permas ka pengungsian," Ring Pangungsian Rame saje rame, sakadi peken sawireh tusing ade anak medagang dogen. Men Wayan dajan umah, Men Lingsir dauh jalan lan Men Made delod umah, peslegut ditu. Masaput sebet dibucun bale pangungsian, nepukin unduk ane tusing dadi tagih. Sebet saje pada sebet. Ningalin ento, saje lega keneh tiang lega. Kadi kasirat tirta sanjiwani, liang manepukin. "Ngujang nyai lega, makejang pada sebet!" I meme nengkik
Lege tiang me, nepuk mekejang pada asih. Ento tingalin I Men Made, ne katuturang ririh. De je lakar negak pada damping keto, ipidan paek tusing ade bani. Jani negak medamping pada asih ngorte paek. Ento tingalin masi I Men Lingsir ajak I Men Wayan ane tusing taen kasih ulian meirian arta berana, jani padampiak negak medampingan. Lega tiang lega me makejang jatma pada asih. Niki sampun paswecan ida Bhatara sane sampun nyalantara, sane kabaos "hikmah di balik bencana,"Serasa masih dalam mimpi, seperti ada sura petir dalam gelap gulita. Malam ini tidak seperti malam kemarin. Mendengar gunung sudah berstatus awas. Dengan rasa was-was ibu berteriak memanggil saya, membangunkan saya di kamar. Lari terbirit, sampai kaki terkilir tak terasa. Memasukkan barang-barang yang bisa dimasukkan. Air mata berderai tanpa isak tangis lagi. Berjalan cepat menuju Kamulan, mengambil sejumput tanah . "Hamba menuntunMu untuk ikut memberi hamba anugrah di pengungsian," Di pengungsian Sangat ramai, seperti sebuah pasar hanya saja tidak ada yang berdagang. Ibu wayan utara rumah, ibu tua di barat jalan dan ibu made di selatan jalan terisak menangis. Berselimut duka dipojok tempat pengungsian. Duduk berdampingan, menyesali keadaan yang tidak pernah mereka bayangkan. Melihat hal itu, saya merasa sangat bahagia. Bak dipercikkan tirta sanjiwani kebahagian yang saya rasakan. "Kenapa kamu bahagia, semua dalam keadaan menangis," hardik ibu.
Saya bahagia melihat semua rukun. Ibu made yang digosipkan sakti, tidak berani seorangpun mendekat. Sekarang duduk berdampingan ngobrol bersama. Ibu tua dan ibu wayan yang tidak pernah akur karena saling iri harta benda sekarang duduk bersama. Senang saya sangat bahagia melihat semua manusia saling menyayangi. Inilah perwujudan bhatara yang nyata, memberikan anugrah seperti "hikmah di balik bencana,"