UPGRADE IN PROCESS - PLEASE COME BACK MID JUNE

Search by property

From BASAbaliWiki

This page provides a simple browsing interface for finding entities described by a property and a named value. Other available search interfaces include the page property search, and the ask query builder.

Search by property

A list of all pages that have property "Description id" with value "Demen Meplalianan Setata Liang Pakedek Pakenyung Yening Murka, buinkejep ngidang ngesap.lebian kedek ne .lebian liang ne. Jujur ken dewek tur solahne ngaenang tantrem hati. Ia I Rare. Kual ye ia, jemet ye ia, lugu je ia. Demen pesan mecanda. Gendang gending setata liang neduhin hati. Mihhhhh.. solahne Sajeee "BAYUN RARE" Kali Jani I rare nu masi meplalianan Sing nawang peteng lemah, Jani nawang rasane Nyeh hati kalahine ajak I Ratih Nanging ade tresna ane nguatin tur neduhin hati.". Since there have been only a few results, also nearby values are displayed.

Showing below up to 26 results starting with #1.

View (previous 50 | next 50) (20 | 50 | 100 | 250 | 500)


    

List of results

  • Mabuang Mulan Daha  + (Tari Mabuang Mulan Daha merupakan jenis taTari Mabuang Mulan Daha merupakan jenis tarian sakral dari Tenganan Pegringsingan di Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali. Tari ini ditarikan oleh para gadis yang sudah melalui proses upacara menjadi Daha.</br></br>Tarian yang termasuk dalam kategori Tari Wali ini adalah tarian upacara untuk menuangkan air nira. Tari ini dibawakan oleh gadis-gadis daha sebagai tanda kehormatan terhadap Ida Sang Hyang Wisi Wasa.</br>Dipertunjukan sore hari pada sasih sambah atau sasih kelima dengan disesuaikan pada perhitungan kalender di Tenganan Pegringsingan. Tari Mabuang Mulan Daha adalah bagian penting dari Upacara Ngusaba Sambah yang diadakan setahun sekali selama satu bulan penuh.</br></br>Dikatakan bahwa ritual tersebut merupakan hari wafatnya Bhatara Indra. Sedangkan Tarian Mabuang Mulan Daha difungsikan sebagai pengiring kepergiannya ke surga. Ini juga berarti upacara belum bisa dianggap selesai tanpa dipertunjukannya tarian ini.</br></br>Dalam buku “Karangasem dengan Desa-desa Adatnya” karya Dewa Gede Raka disebutkan bahwa terdapat dua jenis Tari Abuang (Mabuang) yakni Tari Mabuang dan Mabuang Kala.</br>Tari Mabuang merujuk pada tari oleh para daha pada sasih kasa (bulan satu) di depan Bale Agung pada upacara Sabah di Subak-subak Daha. Sedangkan Tari Mabuang Kala ditarikan oleh para teruna di Bale Patemu pada Upacara Sabah di bulan ke lima atau Sasih kelima, tepatnya dimalam hari.</br></br>Istilah “Mabuang” dimaknai sebagai menuangkan air nira (tuak), “Mulan” berarti Asal, sedangkan kata “Daha” berarti Gadis yang telah dibuatkan upacara. Adapun Ngusaba Sambah adalah upacara besar Dewa Yadnya yang terjadi setiap setahun sekali di Desa Tenganan Pegringsingan.</br></br>Gamelan Sebagai Pengiring Tarian</br></br>Tari Mabuang Mulan Daha dalam pertunjukannya diiringi dengan Gambelan Selonding dan Gambelan Gambang yang mana kedua Gamelan tersebut hanya dikeluarkan untuk upacara-upacara tertentu. Jika merujuk pada buku Panitithalaning Pegambuhan, kedua gambelan pengiring tari Mabuang Mulan Daha ini termasuk pada Golongan Tua.</br></br>Gambelan Selonding diletakkan di bale Petemu Kajam, Tengah dan Kelod. Gambelan ini memakai tiga gending yaitu: Gending Pategak untuk menyemarakkan suasana, Gending Geguron sebagai pembuka upacara, dan Gending-gending untuk mengiringi tarian. Sedangkan Gambelan Gambang yang ada di Bale Agung, memakai gending Panji Marga.</br></br>Jenis-jenis instrumen yang mengiringi tari terdiri dari:</br>• Gong dua buah, masing-masing terdiri dari empat bilah jadi jumlahnya ada delapan.</br>• Kempul, masing-masing terdiri dua buah terdiri dari empat bilah jadi jumlahnya delapan.</br>• Peenem satu buah yang terdiri dari empat bilah.</br>• Peteduh satu buah yang tyerdiri dari empat bilah.</br>• Nyangnyang alit satui buah yang bterdiri dari delapan bilah.</br>• Nyangnyag ageng satu bilah yang terdiri dari delapan bilah dan satu buah ceng-ceng.</br></br>Gerak Tari Mabuang Mulan Daha</br></br>Tari Mabuang Mulan Daha memiliki komposisi tari yang terhubung erat dengan faktor iringan. Dalam hal ini terdapat beberapa frasa diantaranya :</br>• Frasa pertama dimulai dengan gending petegak pertanda berkumpulnya para daha.</br>• Frasa kedua dilanjutkan dengan gending Geguron daha-daha tersebut natagang, medauhan base.</br>• Frasa ketiga gending Ijang-ijang Kesumba dimulai, para daha satu-persatu berdiri membelakangi Bale </br></br>Petemu menghadap ke Timur dan maju selangkah dengan merentangkan kedua tangannya. Adapun langkah terakhir dari para daha tersebut adalah meayunan.</br>Sebagai salah satu tarian kuno, Mabuang Mulan Daha hadir dengan gerakan yang sangat sederhana namun penuh dengan rasa pengabdian kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa. Mula-mula kedua tangan direntangkan kesamping kanan dan kiri sejajar dengan posisi badan menghadap ke depan.</br></br>Badan diputar seperempat lingkaran ke samping kiri diikuti dengan gerakan tangan merentang dengan tangan kiri dibawa kebelakang dan tangan kanan kedepan. Arah badan kesamping kiri membentuk sudut seperempat lingkaran diikuti dengan kaki kiri silang di belakang kaki kanan.</br></br>Kemudian badan diputar seperempat lingkaran menghadap ke samping kanan dengan tangan kiri di bawa kedepan dan tangan kanan di bawa kebelakang. Gerakan ini diikuti dengan kaki kanan silang di belakang kaki kiri, dilakukan berulang-ulang sampai gending itu selesai.</br></br>Busana Tari Mabuang Mulan Daha</br></br>• Hiasan Kepala : Memakai pusungan Blesot (cara memakainya seperti pusung Gonyer. Pada bagian tengah rambut diangkat kemudian dimasukkan ke kiri di bawah rambut yang telah diangkat tadi sehingga rambut itu seperti terurai dibawa ke depan bahu. Tetapi pada bagian pangkal rambut masih melekat pada bagian tengah rambut yang terangkat tadi). Memakai hiasan satu tangkai bunga emas, porosan base dan subeng emas.</br>• Hiasan Muka : Hiasan muka sangat sederhana. Biasanya menggunakan bedak dan lipstik, namun terkadang ada yang sama sekali tidak memakainya dan cukup dengan mencuci muka saja. Disini make up tidak mutlak harus dipakai, yang diutamakan adalah rasa pengabdian kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa.</br></br>Dalam hal tata busana, penari menggunakan tapih (kain dalam berwarna bebas), kain sutra, anteng gringsing, sabuk dan gelang daha. Semua perlengkapan dibebankan kepada masing-masing penari. Busana tersebut disimpan dengan baik dan dapat dipergunakan lagi setiap upacara Ngusaba Sambah se-tahun sekali.ap upacara Ngusaba Sambah se-tahun sekali.)
  • Tari Panyembrama  + (Tari Panyembrama adalah sebuah tari penyamTari Panyembrama adalah sebuah tari penyambutan yang masih begitu dikenal hingga saat ini. Taria ini juga seringkali menjadi tari dasar dan tarian yang paling pertama yang dipelajari oleh anak-anak yang baru mulai latihan tari Bali. Panyembrama berasal dari kata sambrama yang berarti sambutan, tarian ini ditampilkan ketika ada acara-acara resmi untuk menyambut tamu, juga sering dipentaskan pada saat upacara ritual.</br></br>Pada awalnya tarian ini merupakan tari pelengkap persembahan sebelum Tari Sanghyang atau Rejang yang dipentaskan di pura bagi umat Hindu. Sekilas tari Panyembrama terlihat mirip dengan Tari Gabor dan Tari Pendet, namun yang membedakan adalah variasi dan ragam geraknya. Tari Panyembrama juga memakai properti bokoran yang berisikan berbagai macam bunga serta oncer (jaritan janur yang dibentuk sedemikian rupa sehingga terlihat indah dan artistic). Bunga ini akan ditaburkan ke hadapan para tamu dan penonton sebagai simbol penyambutan segala yang baik. Tarian ini diciptakan oleh alm. I Nyoman Kaler dan komposisi tabuh oleh alm. I Wayan Beratha pada awal tahun 70an dan ditampilkan pertama kali pada tahun 1971. ditampilkan pertama kali pada tahun 1971.)
  • Puspanjali  + (Tari Puspanjali adalah tarian tradisional Tari Puspanjali adalah tarian tradisional kreasi baru yang diciptakan tahun 1989 oleh seniman besar Bali N.L.N. Swasthi Widjaja Bandem. Tarian ini merupakan salah satu tarian yang ditampilkan dalam gelaran “Tunjukkan Indonesiamu” untuk menyambut perhelatan olahraga akbar Asian Games 2018, sekaligus mengajak seluruh masyarakat menari bersama dalam kegiatan “Gerakan Cinta Budaya Indonesia”. Tarian ini diciptakan atas permintaan Titik Soeharto untuk acara pembukaan Kongres Persatuan Wanita Olahraga Seluruh Indonesia (Perwosi), yang diadakan di Pertamina Cottage, Kuta. Swasthi Widjaja Bandem yang diminta untuk menciptakan tarian tersebut kemudian berkolaborasi dengan I Nyoman Winda, seniman karawitan, sebagai penata musik pengiring Tari Puspanjali. Durasi tarian hanya 3-5 menit karena pembagian waktu saat itu yang sangat ketat dalam acara kongres.</br></br>Tari Puspanjali terinspirasi dari gerakan Tari Rejang, yang menggambarkan kegembiran sekelompok gadis Bali menyambut kedatangan para dewa dalam sebuah tarian upacara yang dibawakan di halaman pura. Gerakan Tari Puspanjali sengaja dibuat sederhana, lembut, dan lemah gemulai seperti tarian Rejang tetapi dinamis karena ada gerak-gerak ritmis di dalamnya. Pertimbangannya adalah agar tarian ini dapat dipelajari dalam waktu singkat oleh semua tingkatan umur, sehingga dalam perkembangannya tetap bisa bertahan dalam waktu lama. Sebuah tari kreasi baru yang digali dari tarian tradisional membutuhkan waktu sekurangnya dua puluh tahun untuk dapat diakui sebagai tarian tradisional. Pada kenyataannya Tari Puspanjali tetap bertahan hingga kini, bahkan terkenal hingga ke luar daerah asalnya dan kerap dipentaskan sebagai tari penyambutan tamu dalam berbagai gelaran acara, resmi ataupun tidak, sekaligus menjadi tari hiburan yang indah. Gerakan yang lemah lembut dan sederhana, menggunakan gerak-gerak dasar tari tradisional Bali dengan hanya menambahkan variasi pada pakem tari Bali, menjadikan Tari Puspanjali sebuah tarian yang digemari masyarakat, dan bisa dibawakan oleh anak-anak, remaja sampai kalangan tua.</br></br>Fungsi Tari Puspanjali sebagai tari penyambutan tercermin dari namanya, yaitu “puspa” yang berarti bunga dan “anjali” penghormatan, sehingga secara keseluruhan dapat dimaknai “menghormati tamu bagai bunga” yang menggambarkan besarnya penghormatan tuan rumah terhadap kedatangan tamu mereka. Tari Puspanjali biasanya dibawakan oleh lima sampai tujuh orang penari perempuan. Saat ditampilkan untuk pertamakalinya dalam acara pembukaan kongres Perwosi tahun 1989, Tari Puspanjali dibawakan oleh tujuh puluh orang penari. Struktur tarian menyesuaikan dengan struktur gending, yang meliputi bagian pengawit, pepeson, pengawak, pengecet, dan pekaad. Pepeson adalah awal sebuah gending atau lagu yang disajikan sebelum dimulainya tarian. Pengawak yang dimainkan setelah pepeson adalah komposisi musik dengan alunan lembut dan pelan, untuk mengiringi gerakan tari bertempo pelan dan lemah lembut. Pengecet adalah bagian komposisi yang menampilkan gerak-gerak tari bertempo sedang hingga cepat. Pekaad atau penutup adalah bagian komposisi yang diwarnai dengan gerak-gerak tari bertempo cepat kemudian lebih pelan untuk mengakhiri tarian.</br></br>Gerakan Tari Puspanjali diawali dengan menggerakkan kepala ke kiri dan kanan “khas tarian Bali” sambil berjalan dengan kedua tangan berada di depan dada, mempertemukan kedua pangkal pergelangan tangan, yang kanan di atas sedangkan kiri di bawah. Kemudian berjalan di tempat dengan kedua tangan masih berada di depan dada dalam posisi yang sama. Gerakan ini merupakan salah satu bentuk sambutan selamat datang kepada para tamu. Selanjutnya gerakan melenggok dan memutar dengan tangan diangkat agak ke atas hingga bahu ikut bergerak, menggambarkan keramahtamahan masyarakat Bali kepada tamu yang datang. Ekspresi penari ditampakkan melalui senyuman dan gerak mata “nyledet” khas Bali, yaitu mengangkat alis sedikit kemudian bola mata bergerak secara cepat atau lambat sesuai ritme musiknya. Busana yang dikenakan dirancang sederhana seperti tari tradisional Bali lainnya, yaitu terdiri dari tapih yang di prada bagian bawahnya dan disarung, serta streples polos berwarna senada dengan tapih dan kain prada yang juga disarung. Rambut disasak dan memakai “pusung lungguh magonjer”. Di bagian tengah depan pusung lungguh magonjer diberi hiasan “onggar-onggar” dengan bunga yang sewarna pakaian penarinya. Onggar-onggar dilengkapi beberapa bunga mas cempaka imitasi dan dua untaian semanggi di kanan-kirinya.dan dua untaian semanggi di kanan-kirinya.)
  • Rejang Pala  + (Tari Rejang Pala adalah tarian purba yang Tari Rejang Pala adalah tarian purba yang lahir di Desa Nongan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, telah mengalami dua kali rekonstruksi tahun 1984 dan 2019. Tahun 2019 desa setempat melakukan rekonstruksi yang merujuk pada hasil penelitian berjudul Kontinuitas dan Perubahan Tari Rejang Balang Tamak di Desa Nongan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, tahun 2017. Rekontruksi selain merujuk pada lontar kuno yang tersimpan di Leiden Belanda, juga merujuk pada petunjuk Ida Pedanda Istri Ratna Kania dari Griya Budha Alang Kajeng, bahwasannya beliau mengingat pernah menarikan rejang tersebut dengan hiasan berbagai buah buahan di kepalanya.</br></br></br>Tari Rejang Pala ialah tarian sakral dalam upacara Usaba Desa, untuk menyambut Ida Betara Dalem pada prosesi memasar di Pura Pesamuhan Agung. Para penarinya dibagi dalam tiga klasifikasi umur, yaitu: (1) anak-anak disebut Rejang Alit; (2) remaja putri disebut Rejang Daha; dan (3) Ibu-Ibu disebut Rejang Lingsir. Fungsi primer Tari Rejang Pala, yakni sebagai sarana ritual, secara tidak langsung juga sebagai sarana hiburan pribadi, dan sebagai presentasi estetis. Fungsi sekundernya, sebagai pengikat solidaritas dan sebagai sarana komunikasi. Keunikan Tari Rejang Pala dapat dilihat pada gelungannya, yaitu dihiasi dengan berbagai macam buah-buahan.</br></br>Simbol buah-buahan(pala) di kepala adalah mengingat sejarah dimana anak-anak Ida Bhatara Balang Tamak ketika bekerja ke sawah dan kebun setempat selalu berbekal buah buahan yang diikat dikepala. Ida Bhatara Balang Tamak dipuja masyarakat setempat sebagai tokoh pelopor Subak Abian dan tokoh cerdas yang ditakuti raja-raja jaman dahulu. Beliau juga seorang tokoh yang menentang sistem feodal yang merugikan masyarakat kala itu. Barangkali karena hal ini beberapa versi sejarah menggambarkan beliau sebagai tokoh antagonis karena kepentingan politis. Dengan ditarikannya kembali Rejang Pala di Pura Balang Tamak, selain sebagai rekontruksi tarian purba warisan leluhur, juga sebagai bentuk revisi sejarah tokoh-tokoh besar di Pulau Bali jaman dahulu.oh-tokoh besar di Pulau Bali jaman dahulu.)
  • Rejang Taksu Buana  + (Tari Rejang Taksu Bhuwana diciptakan oleh Guru Ghanta dan ditarikan pertama kali pada saat piodalan di Pura Taksu Bhuwana Taman Bukit Pengajaran, Sidemen, Karangasem)
  • Sanghyang Dedari  + (Tari Sakral Sanghyang Dedari yang ada di GTari Sakral Sanghyang Dedari yang ada di Geriana Kauh merupakan satu-satunya tari Sanghyang yang masih rutin dipentaskan setahun sekali, tari sakral Sangyang Dedari sudah mendapatkan pengakuan dari UNESCO sebagai warisan budaya dunia yang hampir punah. </br></br>Tarian sakral ini dipentaskan menjelang Embud Padi “Mase” (padi yang ditanam setahun sekali tanpa didahului oleh tanaman apapun) jenis padi yang ditanam pun berbeda yakni jenis Padi “Taun” yang sangat langka memiliki ciri-ciri khusus sperti bijinya lebih besar.</br></br>Menjelang dilaksanakannya tradisi Tari sangyang Dedari dan Sanghyang Jaran Gading ini terlebih dahulu dilakukan prosesi “matur piuning” di 10 pura yang ada dalam lingkungan desa seperti, Pura Puseh, Pure Pejenengan, Pura Bale Agung, Prapatan, pura Dalem, Kuburan Sanghyang dan lainnya.</br></br>Tari Sanghyang Dedari ini dipentaskan oleh anak-anak perempuan dari desa Geriana Kauh yang masih suci dan belum pernah mengalami menstruasi. Sementara, Tari Sanghyang Jaran Gading dipentaskan oleh laki-laki itupun oleh “pekayuan” Ide sanghyang Jaran Gading jumlahnya tidak bisa ditentukan. </br></br>Sanghyang Dedari dipentaskan pada melam hari sekitar puku 20.00 WITA di areal Catus Pate tanpa iringan instrumen gambelan hanya menggunakan tembang atau nyanyian khusus disebut “gending Sanghyang” yang dinyanyikan oleh 12 orang krama Desa Geriana Kauh. </br></br>Hiasan penari pun tidak boleh memakai emas dan sejenisnya. Penari harus memakai bunga alami seperti jepun dan sandat.</br></br>Untuk alur tarian Sanghyang Dedari dan sanghyang Jaran Gading terlebih dulu dilaksanakan prosesi “mekukup” (ngerauhang Ide sanghyang) setelah itu penari akan mengalami “kerauhan” kemudian penari akan bergerak menari secara tidak sadar mengikuti alunan nyanyian Sanghyang, jika tembangnya mengarahkan naik, maka sanghyang Dedari akan naik keatas bambu yang khusus disiapkan untuk prosesi Sanghyang Dedari.</br></br>Sedangkan untuk pementasan tari Sanghyang Jaran Gading dilaksanakan pada tempat yang berbeda yaitu di depan Pura Pejenengan Desa Geriana Kauh. Tarian Sanghyang Jaran Gading dipentaskan oleh laki-laki yang di pilih secara “niskala” oleh Ide Sanghyang Jaran Gading. Jumlahnya pun tidak bisa ditentukan tergantung “pekayunan Ide”.</br></br>Pada prosesi pementasan tarian Sanghyang Jaran Gading, juga dilaksankan ritual “mekukup” setelah “Ide Ngerauhin” penari akan berlarian di areal pementasan dengan mengikuti alunan Gending Sanghyang. Di tengah-tengah pementasan, penari Jaran Gading yang sudah “kerauhan” akan berlarian melewati bara api yang sudah disiapkan khusus dari “sambuk” (batok kelapa) oleh masyarakat Geriana Kauh.</br></br>Tujuan utama dilaksanakannya tradisi sanghyang ini adalah untuk memohon berkah, kemakmuram, dan keselamatan khususnya untuk seluruh masyarakat Geriana Kauh.nya untuk seluruh masyarakat Geriana Kauh.)
  • Tari Oleg Tamulilingan Ngisep Sari  + (Tari Tamulilingan Ngisep Sari adalah tariaTari Tamulilingan Ngisep Sari adalah tarian duet yang diciptakan oleh I Ketut Mario pada tahun 1952 di Desa Peliatan. Beliau adalah seorang maestro tari Bali yang terkenal karena karya tarinya yang luar biasa. Mario mengajak I Wayan Sukra, ahli tabuh dari Marga Tabanan untuk membuat iringan musiknya. Selain itu dilibatkan pula tiga orang pakar tabuh Gong Peliatan dalam menggarap gending oleh yaitu Gusti Kompyang, A.A Gde Mandera, dan I Wayan Lebah. </br></br>Konsep saling ketergantungan dalam kehidupan menginspirasi tarian ini dimana keindahan bunga menarik lebah untuk mengumpulkan nektar dan sebaliknya lebah akan membantu menyerbuki bunga. Simbiosis ini menunjukkan hubungan saling menjaga dalam siklus yang mengandung cinta kasih antar makhluk hidup. Style tari oleg yang jarang dipertunjukkan ini pernah diajarkan di Sanggar Seni Çudamani pada tahun 2014 oleh penari asli (Alm) Ni Gusti Ayu Raka Rasmi yang pada saat itu di usianya yang 70-an, masih merupakan penari yang memukau dan guru yang berdedikasi.ri yang memukau dan guru yang berdedikasi.)
  • Truna Jaya  + (Tari Trunajaya adalah salah satu tarian krTari Trunajaya adalah salah satu tarian kreasi baru Bali, tepatnya dari Kabupaten Buleleng, Bali Utara. Seni tari ini semula diciptakan pada tahun 1915 oleh Pan Wandres dalam bentuk Kebyar Legong, kemudian disempurnakan kembali oleh I Gede Manik.</br></br>Tari Trunajaya atau juga Terunajaya lebih menggambarkan gerak-gerik pemuda yang beranjak dewasa, sangat emosional dimana tingkah lakunya yang senantiasa berusaha memikat hati wanita.</br>Meskipun disebut sebagai penggambaran seorang pemuda, tari ini dikategorikan dalam tari putra keras yang umumnya ditarikan oleh penari putri.</br></br>Tari Trunajaya termasuk tari hiburan yang pertunjukannya bisa di mana saja. Termasuk di halaman pura, lapangan, panggung tertutup atau terbuka, ataupun di tempat-tempat selain itu.</br>Awalnya, tari ini adalah tari tunggal yang juga termasuk “tari babancihan” karena menghadirkan karakter antara laki-laki dan perempuan. Namun seiring perkembangannya, Tari Trunajaya ada juga yang dibawakan oleh lebih dari satu penari.</br>Dalam hal durasi, tari ini sangat fleksibel bisa pendek atau panjang. Durasi tarian terpendek umumnya berkisar 11 menit dari awal hingga akhir.</br></br>Dalam sejarahnya, Tari Trunajaya tidak terlepas dari Tari Kakebyaran yang berhubungan erat dengan kebyar. Disebut seperti itu, karena bukan hanya diiringi oleh Gamelan Gong Kebyar, namun gerakannya pun sangat dinamis dan bernafaskan kebyar.</br></br>Para penari Trunajaya menggunakan rias wajah putra halus. Menggunakan rias pentas eyeshadow berwarna kuning, merah dan biru serta pemakaian alis yang agak tinggi dari riasan tari putri serta menggunakan tali kidang. Ciri khas lain dari tari bebancihan ini juga terlihat dari segi kostum, penari memakai kamen atau kancut berwarna ungu prada dengan motif wajik. Dipakaikan seperti pemakaian kain bebancihan pada umumnya yaitu ada sisa kamen di sebelah kiri yang nantinya akan dipakai sebagai kancut, selain itu penari juga memakai udeng yang khas, garuda mungkur (dibagian belakang), satu bunga sandat, bunga kuping (bunga merah dan bunga putih), serta rumbingunga merah dan bunga putih), serta rumbing)
  • Kebyar Goak Macok  + (Tari kebyar Goak Macok menggambarkan seekoTari kebyar Goak Macok menggambarkan seekor burung goak atau gagak yang melayang-layang di udara dan terkadang menukik ke darat untuk memangsa binatang buruannya. Pada awalnya gending/musik dari tarian ini merupakan tabuh petegak untuk mengawali sebuah pementasan, namun gending ini kemudian direspon dengan gerak-gerak tari yang luwes tapi tajam oleh Ida Bagus Oka Wirjana Tarian ini ditarikan pertama kali oleh beliau pada upacara di Desa Blahbatuh pada tahun 1970an. Selanjutnya tarian ini ditarikan oleh murid-murid beliau, salah satunya oleh I Wayan Purwanto.liau, salah satunya oleh I Wayan Purwanto.)
  • Wayang Parwa  + (Wayang Parwa adalah Wayang kulit yang membWayang Parwa adalah Wayang kulit yang membawakan lakon - lakon yang bersumber dari wiracarita Mahabrata yang juga dikenal sebagai Astha Dasa Parwa. Wayang Parwa adalah Wayang Kulit yang paling populer dan terdapat di seluruh Bali. Wayang Parwa dipentaskan pada malam hari, dengan memakai kelir dan lampu blencong dan diiringi dengan Gamelan Gender Wayang.</br></br>Walaupun demikian, ada jenis Wayang Parwa yang waktu penyelenggaraannya tidak harus pada malam hari. Jenis itu adalah Wayang Upacara atau wayang sakral, yaitu Wayang Sapuh Leger dan Wayang Sudamala. Waktu penyelenggaraannya disesuaikan dengan waktu upacara keseluruhan.</br></br>Wayang Parwa dipentaskan dalam kaitannya dengan berbagai jenis upacara adat dan agama walaupun pertunjukannya sendiri berfungsi sebagai hiburan yang bersifat sekuler. Dalam pertunjukannya, dalang Wayang Parwa bisa saja mengambil lakon dari cerita Bharata Yudha atau bagian lain dari cerita Mahabharata. Oleh sebab itu jumlah lakon Wayang Parwa adalah paling banyak.</br></br>Di antara lakon-lakon yang umum dipakai, yang diambil dari kisah perang Bharatayudha adalah:</br>• Gugurnya Bisma</br>• Gugurnya Drona</br>• Gugurnya Abhimanyu / Abimanyu</br>• Gugurnya Karna</br>• Gugurnya Salya</br>• Gugurnya Jayadrata</br></br>Lakon - lakon terkenal sebelum Bharatayudha misalnya:</br>• Sayembara Dewi Amba</br>• Pendawa - Korawa Aguru</br>• Pendawa - Korawa Berjudi</br>• Sayembara Drupadi</br>• Lahirnya Gatotkaca</br>• Aswameda Yadnya</br>• Kresna Duta</br>• Matinya Supala</br>• Dan lain-lain.</br></br>Wayang Parwa biasanya didukung oleh sekitar 7 orang yang terdiri dari:</br>• 1 orang dalang</br>• 2 orang pembantu dalang</br>• 4 orang penabuh gender wayang (yang memainkan sepasang pemade dan sepasang kantilan)</br>Durasi pementasannya lebih panjang daripada Wayang lemah yakni berkisar antara 3 sampai 4 jam.emah yakni berkisar antara 3 sampai 4 jam.)
  • Wayang Sapuh Leger  + (Wayang Sapuh Leger merupakan sebuah drama Wayang Sapuh Leger merupakan sebuah drama ritual dengan sarana pertunjukan wayang kulit yang bertujuan untuk membersihkan atau menyucikan diri seseorang akibat tercemar atau kotor secara rohani.</br></br>Di Bali hingga kini diyakini bahwa anak yang lahir pada wuku Wayang patutlah melakukan upacara lukatan atau pembersihan yang disebut sapuh leger. Hal ini dimaksudkan agar terhindar dari kejaran Kala dan tak ditimpa malapetaka.</br></br>Dikisahkan dua orang putra Bhatara Siwa atau Bhatara Guru memiliki otonan yang sama yaitu sama-sama lahir pada Wuku Wayang. Mereka berdua bernama Bhatara Kala dan Sang Hyang Rare Kumara. Jauh sebelum Rare Kumara lahir, Dewa Siwa pernah memberikan ijin kepada Bhatara Kala untuk menadah atau memangsa makhluk yang memiliki otonan sama dengannya.</br></br>Oleh karena adiknya sendiri memililiki otonan yang sama, Bhatara Kala meminta ijin kepada Dewa Siwa untuk memangsa Rare Kumara. Namun, Kala diminta menunggu agar adiknya tersebut besar. Karena Siwa takut putranya dimangsa, maka dikutuklah Rare Kumara sehingga tak pernah dewasa. </br></br>Setelah dirasanya adiknya sudah dewasa, Kala menemui Rare Kumara dan bermaksud memangsanya. Namun atas perintah Dewa Siwa, Rare Kumara diminta untuk berlari menuju ke Kerajaan Kertanegara.</br></br>Mengerahui adiknya lari, Kala mengejarnya. Ia mencium tapak kaki Rare Kumara dan mengikutinya dan dilihatlah sang adik berlari. Setelah bersembunyi di beberapa tempat yaitu rimbun bambu buluh, di balik kayu bakar, dan tungku perapian, Rare Kumara pun sampai di Kertanegara.</br></br>Kertanegara digempur oleh Bhatara Kala, dan Rare Kumara berlari hingga saat malam ia sampai di tempat pertunjukan wayang. Oleh dalang wayang, Rare Kumara diminta bersembunyi di resonator gamelan gender.</br></br>Saking laparnya, Kala datang ke tempat pertunjukan wayang dan memakan sesajinya. Melihat hal itu, dalang menegur Kala agar mengembalikan sesaji yang telah dimakannya. Karena terpojok, Kala pun berhutang pada dalang dan kepada dalang itu, ia berikan mantra magis. Mantra itu membuat dalang bisa membebaskan semua makhluk hidup dari kekotoran.</br></br>Dalang kemudian menghaturkan sesaji sebagai pengganti anak yang dilahirkan Tumpek Wayang, sehingga selamatlah Rare Kumara. Rare Kumara pun dibawa kembali ke kahyangan oleh Dewa Siwa.</br></br>Begitulah kisah ringkas yang melatarbelakangi dilaksanakannya Sapuh Leger pada anak yang lahir wuku Wayang. Kisah ini diambil dari Lontar Kidung Sapuh Leger.ni diambil dari Lontar Kidung Sapuh Leger.)
  • Wayang Lemah  + (Wayang lemah dibeberapa tempat juga disebuWayang lemah dibeberapa tempat juga disebut dengan Wayang Gedog. Wayang lemah dikatagorikan sebagai Wayang Wali yaitu kesenian sakral yang menyertai upacara keagamaan. Wayang lemah adalah salah satu dari tiga macam wayang yang disakralkan di Bali. Tiga wayang sakral tersebut adalah Wayang Sapu Leger, Wayang Suddhamala dan Wayang Lemah. </br></br>Wayang lemah dipentaskan tanpa mempergunakan layar atau kelir dan lampu blencong. Dalam memainkan wayangnya, dalang menyandarkan wayang-wayang pada seutas benang putih (benang tukelan) sepanjang sekitar satu sampai satu setengah meter yang direntang susun tiga dengan masing-masing berisi 11 uang kepeng atau pis bolong satakan (uang kepeng berjumlah 200 keping). Benang ini diikatkan pada batang kayu dapdap yang dipancangkan pada batang pisang (gedebong) di kedua sisi dalang. Gamelan pengiringnya adalah gender wayang yang berlaras slendro (lima nada).</br></br>Wayang lemah atau wayang gedog ini dapat dipentaskan pada siang, sore atau pada saat upacara keagamaan berlangsung. Pendukung pertunjukan wayang ini adalah yang paling kecil, 3 sampai 5 orang, yang terdri dari seorang dalang, dan satu atau dua pasang penabuh gender wayang. Sebagai kesenian upacara, pertunjukan wayang lemah biasanya mengambil tempat di sekitar tempat upacara dengan tidak mempergunakan panggung pementasan yang khusus.</br></br>Lakon yang dibawakan pada umumnya bersumber dari cerita Mahabharata yang disesuaikan dengan jenis dan tingkatan upacara yang diiringinya. Jika pertunjukan itu dilakukan pada upacara Dewa Yadnya, maka lakon cerita diambil dari kisah yang menceritakan upacara, misalnya Kunti Yadnya. Tapi bila pertunjukan dilangsungkan pada upacara Bhuta Yadnya, maka lakon ceritanya adalah Bima Dadi Caru, yaitu cerita ketika Bhima mengorbankan dirinya sebagai caru kepada Raksasa Baka.</br></br>Sedangkan jika pertunjukan berlangsung pada upacara Pitra Yadnya, maka lakon yang disajikan adalah Bima Swarga atau cerita lain yang mengisahkan perjalanan roh ke surga. Jika pertunjukan itu diadakan untuk Upacara Manusa Yadnya, maka lakon yang digunakan dalang adalah cerita yang mengisahkan perkawinan, misalnya perkawinan Arjuna-Subadra, atau perkawinan Abimanyu-Uttari.</br></br>Biasanya, pertunjukan wayang Lemah dimulai bersamaan dengan diawali pemujaan oleh Pandita (pemimpin upacara agama Hindu). Demikian pula akhir pertunjukan akan ditutup jika pandita sudah mengakhiri pemujaan. Durasi pementasan Wayang lemah pada umumnya singkat sekitar 1 sampai 2 jam.da umumnya singkat sekitar 1 sampai 2 jam.)
  • Wayang Wong Lakon Gathotkaca Winisuda  + (Wayang wong (berasal dari bahasa Jawa: waWayang wong (berasal dari bahasa Jawa: wayang wong, yang berarti 'wayang orang') adalah wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam cerita wayang tersebut. Wayang wong diciptakan oleh Sultan Hamangkurat I pada tahun 1731.</br></br>Sesuai dengan nama sebutannya, wayang tersebut tidak lagi dipergelarkan dengan memainkan boneka-boneka wayang (wayang kulit yang biasanya terbuat dari bahan kulit kerbau ataupun yang lain), akan tetapi menampilkan manusia-manusia sebagai pengganti boneka-boneka wayang tersebut. Mereka memakai pakaian sama seperti hiasan-hiasan yang dipakai pada wayang kulit. Supaya bentuk muka atau bangun muka mereka menyerupai wayang kulit (kalau dilihat dari samping), sering kali pemain wayang wong ini diubah/dihias mukanya dengan tambahan gambar atau lukisan.</br></br>Cerita-cerita yang diangkat dalam wayang wong berbasis pada duel epik cerita kolosal yaitu Mahabharata dan Ramayana. Hal yang menarik dari pertunjukan wayang wong ini adalah adanya tari kolosal atau individu per pemain di setiap jeda cerita. Selain itu wayang wong juga menampilkan tokoh punakawan sebagai pencair suasana yang merupakan penggambaran keadaan kawulo alit atau masyarakat secara umum dan abdi dalem.</br></br>Wayang Wong lakon Gathotkaca Winisuda menceritakan kisah Raden Gathotkaca dari lahir hingga diwisuda menjadi raja di kahyangan dengan nama Kacanegara.</br></br>Cerita bermula saat peristiwa lamaran Batari Wilutama oleh raja sakti mandraguna Prabu Pracona dari Kerajaan Gilingwesi di Kahyangan Jonggringsaloka. Hal ini menjadikan Batara Guru khawatir akan keadaan di Kahyangan. Batara Narada dan Batara Indra lantas diutus menemui Raden Wijasena untuk meminta bayinya. Jabang bayi akan dipersiapkan menjadi “jago” dewata untuk mengusir musuh.</br></br>Bayi laki-laki Raden Wijasena dengan Dewi Arimbi telah dibawa oleh Batara Narada dan Batara Indra. Namun ternyata, tali pusar sang bayi belum putus. Batara Guru kemudian mengeluarkan pusaka senjata Konta guna memotong tali pusar bayi Tetuka tersebut. Sebuah keajaiban terjadi, senjata Konta merasuk ke perut bayi. Jabang bayi lalu dimasukkan ke kawah Candradimuka, kemudian para dewa kahyangan juga diminta untuk memasukan senjata pusakanya ke dalam kawah. Keajaiban kembali terjadi, bayi tersebut muncul dari kawah dalam keadaan sehat dan gagah.</br></br>Batara Guru memerintahkan Batara Narada untuk membawa bocah Tetuka ke medan laga (repat kepanasan), menemui Sekipu yang menjadi utusan Prabu Pracona. Tak lama kemudian di repat kepanasan, Batara Narada bersama Tetuka menemui Sekipu, dengan berujar apabila Sekipu bisa mengalahkan Jabang Tetuka, maka Batari Wilutama dapat diboyong oleh Prabu Pracona. Alih-alih kalah, badan Tetuka justru semakin tinggi dan perkasa, hingga akhirnya Sekipu tewas di tangan Tetuka besar.</br></br>Di Gilingwesi, Prabu Pracona menunggu raksasa Sekipu yang menjadi duta ke kahyangan untuk melamar Batari Wilutama. Namun, Prabu Pracona dikagetkan dengan hadirnya Ki Togog dan Sarawita yang melaporkan bahwa Sekipu telah tewas di tangan kesatria Tetuka. Kemarahan Sang Prabu tak terbendung, Prabu Pracona beserta bala tentaranya menuju ke Kahyangan untuk membalas dendam kepada para dewa. Peperangan pun tak terelakan antara prajurit Kerajaan Gilingwesi melawan para dewa yang dibantu Pandawa.</br></br>Tetuka yang juga bernama Gatotkaca turut berperang melawan Prabu Pracona, hingga akhirnya Prabu Pracona kalah. Kemenangan Gatotkaca atas Prabu Pracona menjadi sebuah kebanggaan para Pandawa. Gatotkaca, putra Raden Wijasena dengan Dewi Arimbi, dapat mendarmabaktikan perjuangannya kepada para dewata. Atas jasa besar Gatotkaca, dia mendapat anugerah dari Batara Guru dan diwisuda menjadi raja di Kahyangan dengan nama “KACANEGARA”.aja di Kahyangan dengan nama “KACANEGARA”.)
  • Átmanà Shanti (Music Performance)  + (Átmanà Shanti adalah komposisi musik tari Átmanà Shanti adalah komposisi musik tari karya I Wayan Arya Bisma berasal dari Pujung Kelod, Sebatu, Gianyar yang saat ini tengah menempuh pendidikan di Institute Seni Indonesia Denpasar. “Átmanà” berarti oleh pikiran dan “Shanti” berarti damai. Dalam konteks musik tari penyambutan, “Átmanà Shanti” diartikan sebagai ‘disambut oleh pikiran yang damai’. Ide utama garapan ini adalah sifat pikiran manusia yang selalu berubah-ubah seiring waktu yang tidak menentu. Ide ini lalu ditransformasikan dalam pengolahan patet lagu yang berubah-ubah (gending kecag kecog), serta ukuran lagu pada setiap bagian yang tidak menentu. </br></br>Komposisi musik ini menggunakan struktur Tri Angga, yaitu: Kawitan, Pengawak dan Pengecet, tetapi dalam setiap bagian dibagi menjadi beberapa sub bagian lagi. Pada setiap bagian terdapat sebuah gending penyalit atau peralihan yakni jalan atau jembatan untuk mencapai tujuan. </br></br>Struktur Komposisi Musik </br>1. Kawitan </br>a. Pengalian diawali dengan permainan istrumen riyong dan dilanjutkan dengan permaianan seluruh instrumen. Dengan memainkan beberapa jenis patet, seperti: Pengeter Agung, Sunaren dan Selendro Agung.</br>b. Pada bagian pepeson terdapat dua bagian, yaitu: bagian A dan bagian B, bagian ini dikomposisikan menjadi : A-A-Penyalit-B-B. Pada bagian A menggunakan patet Selendro Agung, dimana pola permainan instrument terompong seperti ngembat dan nyilih asih dipresentasikan pada instrument riyong. Lalu berlanjut ke bagian penyalit yang durasinya lumayan pendek, dengan menggunakan patet Sunaren, Tembung dan Pengeter Agung.</br>2. Penyalit, bagian ini merupakan bagian penghubung antara bagian kawitan dangan bagian pengawak. Menggunakan pola permainan kebyar, dengan patet Pengeter Agung dan pada bagian akhir terdapat modulasi ke patet Selendro Alit. </br>3. Pengawak, bagian ini merupakan penyederhanaan bentuk gending legod bawa yang ada pada gending pelegongan. Pada bagian ini menonjolakan permainan suling. Patet yang digunakan adalah Selendro Alit dan pada bagian akhir terdapat modulasi ke patet Sunaren.</br>4. Penyalit, bagian penyalit ini menjadi penghubung antara bagian pengawak dengan bagian pengecet. Pada bagian ini menggunakan bentuk gending pengetog, yang dikembangkan dengan hitungan yang tidak tetap. Bagian ini menggunakan patet Sunaren dan Pengeter Agung.</br>5. Pengecet, bagian ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : bagian A, B dan bagian pekaad. Dikomposisikan dengan pola A-penyalit-B-penyalit-A-peyalit-B-penyalit-pekaad. Pada bagian A mengadopsi pola permainan instrument nyong-nyong pada barungan Gamelan Selonding, dengan melodi yang sederhana dan menggunakan patet Pengeter Agung, lalu dilanjutkan dengan penyalit untuk menuju bagian B yang tetap menggunakan patet Pengeter Agung. Selanjutnya pada Bagian B, menonjolkan dinamika instrument gangsa dan kantilan. Instrument riyong, penyacah dan calung menghiasi dengan pola gending yang sama. Patet yang digunakan adalah patet Sunaren, lalu dilanjutkan dengan penyalit yang menggunkan patet Sunaren dan patet Tembung. Pada bagian akhir atau pekaad menggunakan pola permainan kebyar, dengan menggunakan patet Pengeter Agung dan Selendro Alit. Lalu pada bagian paling akhir lagu terdapat sedikit pola permainan kendang Leluangan.</br>Komposisi musik iringan tari penyambuatan ini ditabuhkan dalam gamelan Semarandana. Gamelan Semarandana merupakan kombinasi dari Gamelan Gong Kebyar dan Gamelan Semar Pagulingan, yang diciptakan oleh I Wayan Beratha pada tahun 1987. Penggunaan gamelan Semarandana dikarenakan barungan gamelan Semarandana memiliki cakupan nada dan oktaf yang lebih luas, sehingga memungkinkan untuk bisa berkreativitas lebih luas dan leluasa dalam mengolah lagu, seperti halnya pengolahan patet dan ukuran lagu. Terciptanya komposisi music tari “Átmanà Shanti” didukung oleh Sekaa Gong Remaja Sanggar Seni Çudamani dan Sekaa Suling Semeton Nika Manu.damani dan Sekaa Suling Semeton Nika Manu.)
  • Bayun Rare  + (Demen Meplalianan Setata Liang Pakedek PakDemen Meplalianan</br>Setata Liang</br>Pakedek Pakenyung</br>Yening Murka, buinkejep ngidang ngesap.lebian kedek ne .lebian liang ne. Jujur ken dewek tur solahne ngaenang tantrem hati. </br>Ia I Rare. Kual ye ia, jemet ye ia, lugu je ia. Demen pesan mecanda. Gendang gending setata liang neduhin hati. </br></br>Mihhhhh.. solahne</br></br>Sajeee</br>"BAYUN RARE"</br></br>Kali Jani I rare nu masi meplalianan</br>Sing nawang peteng lemah,</br>Jani nawang rasane</br>Nyeh hati kalahine ajak I Ratih</br>Nanging ade tresna ane nguatin tur neduhin hati.g ade tresna ane nguatin tur neduhin hati.)
  • Rejang Desa TiyingTali  + (Banjar Adat Desa Tumingal adalah banjar yaBanjar Adat Desa Tumingal adalah banjar yang ada di Desa Tiying Tali - Abang Karang Asem </br>Desa ini memiliki tari sakral yakni tari rejang kuningan. Tari yang hanya di pentaskan pada saat hari raya kuningan yang lazim di sebut perejangan. Perayaan hari raya kuningan di desa tumingal jatuh pada tumpek kuningan di mana sehari setelah hari raya kuningan itu sendiri. Perejangan pun di lakukan 3 hari sampai dengan Pon kuningan. Rangkaian perejangan ini berlangsung sejak hari umanis kuningan pada pukul 15.00, pertunjukan di mulai dari utama mandala yaitu penari Rejang menari mengelilingi Pengaruman selama 3 kali, selanjutnya menari ke arah Madya Mandala / Jaba tengah lalu menari dengan cara memutar ke kiri ke kanan mengikuti melody Gending Gambang di sebelah bale gede bertiang 12 atau saka roras. Jumlah penari rejang sebanyak 22 orang penari putri tidak di batasi untuk remaja putri baik yang belum atau sudah mensturasi. Jumlah penari rejang ini mengacu pada jumlah KK krama banjar Adat Tumingal</br>Masing masing krama wajib mendapatkan rejang. Setiap rejang maksimal di miliki atau di laporkan sebagai ayah ayah banjar kepada jero klian adat banjar. Jika ada salah satu krama banjar tidak mendapatkan rejang maka akan di kenakan sanksi denda atau dedosan uang tunai sejumlah bayaran 1 orang rejang. Dengan demikian jumlah penari rejang di desa adat tumingal tidak mutlak berjumlah 22 orang . </br>Gambang merupakan salah satu alat musik tradisional Bali yang keberadaannya minim di bali. Khusus di desa Tumingal keberadaannya masih lestari sampai saat ini. Alat musik ini merupakan alat musik khas yg di mainkan untuk mengiringi tari rejang di Desa Tumingal. </br>Gelungan unik, gelungan penari tari rejang di desa tumingal bisa dibilang unik. Kenapa? Karna Gelungan yang di namakan Gempong ini rangkanya terbuat dari gelang Bambu yang di bentuk sedemikian rupa dan di design menyesuaikan ukuran kepala penari rejang. Selanjutnya hiasan depan diisi oleh rangakaian bunga madori ungu serta aneka bunga. Sedangkan di bagian belakang dihiasi susunan hati batang ketela ubi jalar seperti ubi terigu, yang hati batangnya lebih besar berwarna putih dan di cat berwarna pink.</br>.</br>Artikel: @kemu_mai_melaliberwarna pink. . Artikel: @kemu_mai_melali)
  • Baris Jangkang  + (Baris Jangkang adalah sejenis tari baris uBaris Jangkang adalah sejenis tari baris upacara yang terdapat di Dusun Pelilit, Pulau Nusa Penida Bali. Tari ini dipertunjukkan untuk mengiringi upacara keagamaan termasuk untuk membayar kaul (sesangi). Baris ini ditarikan oleh 8 (delapan) sampai 12 (dua belas) orang pria yang memakai senjata tombak panjang. Pakaiannya sangat sederhana terdiri dari celana putih, kain putih dan saput kuning. Baris ini menari dengan setengah jongkok (jangkang) dengan diiringi gamelan.</br></br>Baris jangkang merupakan tarian baris upacara yang usianya cukup tua, hal ini dapat dilihat dari segi gerakan tarinya maupun dari segi pakaian yang masih mencerminkan bentuk-bentuk kesederhanaan sebagaimana tari perang pada suku bangsa dimana tingkat kebudayaannya masih sederhana. Baris Jangkang dari Nusa Penida menari dengan bersenjatakan tombak, sedang pakaiannya tidak seperti pakaian baris pada umumnya melainkan lebih sederhana. Gamelan yang mengiringinya adalah gending batelan.yang mengiringinya adalah gending batelan.)
  • Barong Brutuk  + (Barong Brutuk merupakan unen – unen BhatarBarong Brutuk merupakan unen – unen Bhatara Ratu Pancaring Jagat di desa Trunyan yang banyaknya adalah 21 orang. Wajah barong – barong itu menyerupai wajah-wajah topeng primitif yang matanya besar dengan warna putih atau coklat dan diduga merupakan peninggalan kebudayaan pra-Hindu. Barong Brutuk itu ditarikan oleh para penari pria yang diambil dari anggota sekaa truna yang ada di desa Trunyan. </br></br>Sebelum menarikan barong-barong sakral itu, para taruna harus melewati proses sakralisasi selama 42 hari. Mereka tinggal di sekitar Bhatara Datonta dan setiap hari bertugas membersihkan halaman pura dan mempelajari nyanyian kuna yang disebut Kidung. Selama proses sakralisasi, para taruna itu dilarang berhubungan dengan para wanita di kampungnya. </br></br>Kegiatan lain yang dilakukan semasa menjalani proses penyucian, yaitu mengumpulkan daun-daun pisang dari desa Pinggan yang digunakan sebagai busana tarian Brutuk. Daun-daun pisang itu dikeringkan dan kemudian dirajut dengan tali kupas (pohon pisang) dijadikan semacam rok yang akan digunakan oleh para penari Brutuk. Masing-masing penari menggunakan dua atau tiga rangkaian busana dari daun pisang itu, sebagian digantungkan di pinggang dan sebagian lagi pada bahu, di bawah leher. Penari-penari Brutuk menggunakan celana dalam yang juga dibuat dari tali pohon pisang.</br></br>Pagelaran Barong Brutuk dipentaskan pada siang hari tepat ketika mulai Hari Raya Odalan di Pura Ratu Pancering Jagat. Biasanya upacara Brutuk berlangsung selama 3 hari berturut-turut dimulai pada pukul 12.00 siang dan berakhir sekitar pukul 17.00 sore. Para penari Brutuk menggunakan busana daun pisang kering dan hiasan kepala dari janur.; Seorang berfungsi sebagai Raja Brutuk, seorang berfungsi sebagai Sang Ratu, seorang berfungsi sebagai Patih, seorang berfungsi sebagai kakak Sang Ratu, dan selebihnya menjadi anggota biasa. Tarian Brutuk itu menggambarkan konsep dikotomi dalam kehidupan masyarakat Trunyan, yaitu dua golongan masyarakat, laki-laki dan perempuan.</br></br>Upacara Brutuk dimulai dengan penampilan para unen-unen tingkat anggota. Mereka mengelilingi tembok pura masing-masing tiga kali sambil melambaikan cemeti kepada penonton peserta upacara. . Penonton peserta upacara mulai mendekati para penari Brutuk untuk mengambil daun-daun pisang yang lepas yang akan mereka digunakan sebagai sarana kesuburan. Para penonton yang berhasil memperoleh daun-daun pisang busana Brutuk itu, akan menyimpannya di rumah dan kemudian baru disebar di area persawahan ketika mulai menanam padi. Mereka mengharapkan keberhasilan panen.</br></br>Tahapan terakhir pertunjukan ritual dimulai pada petang hari, dipimpin pemangku, para wanita membawa sesajen baru dipersembahkan pada Raja dan Ratu Brutuk. Ketika sesajen sudah dipersembahkan, sang Raja dan Ratu menari bersama, sementara para Brutuk yang lain dan penonton hanya menyaksikannya. Sepasang Raja dan Ratu menarikan gerakan kuno, yang meniru tingkah laku ayam hutan liar. Sang Raja sebagai keker (ayam jantan) dan sang Ratu menari sebagai kiuh (ayam betina). Unggas itu banyak terdapat di daerah sekitar Trunyan. Mereka menyembulkan kepala, menukik, mematuk-matuk dan menggerakkan pinggul, mencakar tanah dan membuat gerakan saling menyerang secara tiba-tiba sambil mengepakkan sayapnya. Gerak-gerakan seperti ayam bertarung atau sedang mengawan. Pada saat sandya kala, para penari berjalan ke bawah mendekati danau Batur. Brutuk laki-laki dengan topeng merahnya, mengambil posisi dengan berbaris di belakang Raja, sementara penari bertopeng wanita berbaris berlawanan dengan mereka, berada di belakang Ratu. Tarian percintaan Raja dan Ratu pun diteruskan selama sekitar setengah jam, sementara Brutuk pria dan wanita tetap berbaris digarisnya. Hanya Sang Patih dan saudara laki-laki Sang Ratu yang tetap aktif, mereka terus menerus melecutkan cemeti kearah penonton. </br></br>Tarian Raja dan Ratu ini diakhiri dengan gerakan sang Ratu terbang dan melintas garis yang ditandai dengan panji-panji. Seluruh Brutuk kemudian bersorak ketika sang Raja terbang mencoba menerkam sang Ratu. Sang Raja langsung menangkapnya dan merangkul sang Ratu. Pada saat itu para pemuda yang menjadi Brutuk, bersorak secara serempak, sambil berlari ke dalam air dan menceburkan diri. Di situ mereka melucuti sisa-sisa daun pisang yang menjadi pakaiannya, berenang dan bersenang-senang melepaskan lelah. Kostum mereka dibiarkan terapung, sedangkan topeng-topeng mereka diambil oleh anggota suku yang lebih tua yang turun ke tepi danau untuk memberi bantuan. Setelah itu penari dan penonton berpisah untuk acara makan malam setelah semua aktivitas perayaan usai.lam setelah semua aktivitas perayaan usai.)
  • Mengolah Sampah Plastik menjadi Lukisan yang Indah  + (Dalam projek ini, banyak sekali pesan-pesan yang bisa kita ambil. seperti contoh, membuat lukisan yang walaupun hanya terbuat dari plastik, tetapi bisa dijadikan barang yang berguna dan bernilai tinggi.)
  • Bayun Rare  +
  • Penting  + (Di Karangasem ada salah satu seni gamelan Di Karangasem ada salah satu seni gamelan khas dan langka yang diberi nama “Penting”. Kesenian Penting pernah mencapai masa keemasannya pada masa-masa akhir kerajaan Karangasem. Salah seorang seniman alumnus Program Studi Seni Rupa dan Desain Unud Denpasar, AA. Gede Krisna Dwipayana,S.Sn yang tinggal di Puri Kaleran Karangasem mengungkapkan, Penting sudah muncul di Karangasem sejak jaman penjajahan Belanda. Tepatnya pada saat Pemerintah Belanda menyelenggarakan sebuah perhelatan kesenian yang diberi nama Ngeraja Kuning, semacam pawai kesenian, mirip Pesta Kesenian Bali, yang ditujukan untuk menghormati Ratu Belanda. </br></br>Kesenian Penting juga pernah dipentaskan pada saat Raja Karangasem menyelenggarakan Karya Ligia tahun 1930 bersama kesenian Rebana dan Tari Rodat. Sampai pada era tahun 1980-an kesenian ini masih mudah dijumpai dalam bentuk perorangan maupun sekaa dan pernah beberapa kali tampil di televisi dan PKB. Namun setelah beberapa tahun pementasan Penting mulai jarang, karena kebanyakan tokoh-tokohnya meninggal dunia.</br></br>Penting adalah alat musik yang tergolong sapta nada sehingga dapat memainkan lagu-lagu baik dengan dasar pelog maupun selendro, bahkan gabungan diantara keduanya. Penting dapat memainkan gending-gending pegongan, peangklungan dan pejogedan, dan dapat difungsikan dalam berbagai upacara yadnya.</br></br>Cara memainkan alat ini yaitu dengan menggesek/menyentil berbalas naik dan turun secara berulang-ulang pentang (dawai) menggunakan alat yang disebut pengotek (vics) yang terbuat dari kulit penyu atau lembu. Untuk menghasilkan nada yang diinginkan harus menekan pengonjet/pekocet (tuts) terlabih dahulu. Ketika pertama kali diciptakan, alat ini hanya bisa dimainkan dengan duduk bersila yang diletakkan di atas kedua paha. Tapi kini setelah diinovasi alat ini bisa dimainkan sambil berjalan kaki.</br></br>Dahulu sejak diciptakannya gamelan Penting hanya dimainkan tersendiri, tapi kini, bisa dimainkan secara barungan (group) seperti yang dilakukan oleh Seke Penting Merdu Komala (salah satu komunitas seni yang aktif melestarikan instrument Penting) yaitu dilengkapi dengan 1 buah rebab, 1 buah gong pulu, 2 buah kendang (lanang- wadon), 1 buah cengceng, 4 buah suling, 1 buah kajar/tawa-tawa, 1 buah kempul, 1 buah kemong dan sendon serta 7 buah Penting. Sekaa Merdu Komala ini pernah berkolaborasi dengan alat music slonding dan gerantang, bahkan tidak menutup kemungkinan untuk berkolaborasi dengan alat gamelan yang lain.rkolaborasi dengan alat gamelan yang lain.)
  • Tari Cilinaya  + (Di dalam tradisi Bali, Cili adalah lambangDi dalam tradisi Bali, Cili adalah lambang kecantikan. Tarian ini melukiskan sekelompok wanita cantik dengan gerakannya yang lemah gemulai, sedang menari-nari sambil bersukaria mempertontonkan kecantikannya. Berbeda dengan banyak tari Bali lainnya yang lebih menonjolkan delik mata yang tajam, tarian ini dibawakan secara riang gembira dan penuh dengan senyuman. Tarian ini juga menonjolkan sisi keanggunan gerakan dari para penarinya. Terinspirasi dari ornamen “cili” yang terdapat pada lamak Bali yang digunakan tatkala ada upacara adat atau agama. Tarian ini diciptakan oleh I Wayan Dibia untuk Sekaa Gong Putra Kencana Singapadu-Gianyar pada tahun 1986.Kencana Singapadu-Gianyar pada tahun 1986.)
  • Sanghyang Deling  + (Ditarikan oleh sepasang gadis cilik yang bDitarikan oleh sepasang gadis cilik yang belum akil balig yang kemasukan roh Dewa Wisnu/ Dewi Sri (Dewi Kesuburan). Masing-masing penari memegang sebatang pohon yang dihubungkan dengan seutas benang di mana digantungkan dua buah boneka kecil (deling) yang dibuat dari daun lontar. Gerakan cepat dari deling tersebut menandakan penarinya telah kemasukan roh, kemudian mereka diusung oleh dua orang pengusung diiringi dengan nyanyian paduan suara gending sanghyang, kadang-kadang diiringi juga oleh gamelan. Tarian ini terdapat di daerah Kintamani (Bangli).ini terdapat di daerah Kintamani (Bangli).)
  • Genggong Batuan  + (Genggong adalah salah satu instrumen yang Genggong adalah salah satu instrumen yang unik dan langka dalam karawitan Bali. Instrumen ini dikatakan unik karena terbuat dari pelapah enau (bhs. Bali pugpug). Di Bali penyebaran Genggong tidak sebanyak gamelan gong kebyar atau jenis gamelan lainnya, jumlah barungan Genggong di Bali yang saat ini diketahui adalah satu barung di Kabupaten Buleleng, tujuh barung di Kabupaten Gianyar, serta satu barung di Kabupaten Karangasem.</br></br>Dalam dunia musik, jenis instrumen ini dikenal dengan nama Jew’ s Harp. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Russia, India, Italia, serta Inggris, memiliki jenis instrumen yang mirip. Ada yang terbuat dari kayu, logam, bambu, dan perak. Selain di luar negeri, instrumen yang menyerupai Genggong juga terdapat di beberapa daerah di Indonesia. Setidaknya tercatat lima daerah yang mempunyai alat menyerupai Genggong. Di daerah Yogyakarta disebut dengan Rinding, di Sulawesi Tengah disebut Embit, di Madura dan Bali disebut Genggong, sedangkan di Papua (khususnya di Suku Dani) disebut dengan Pikon.Genggong yang hidup di masing-masing daerah tersebut dimainkan secara solo maupun berkelompok. Ritme serta melodi yang disajikan disesuaikan dengan cara pandang musik di daerah budaya setempat. </br></br>Di Bali Genggong memiliki laras selendro. Meskipun nada-nada yang dihasilkan tidak sejernih dan sejelas nada yang dihasilkan seperti pada instrumen suling, namun rasa yang diciptakan masih bernuansa selendro. Genggong termasuk alat musik idiofon yang menggunakan tenggorokan manusia sebagai resonatornya. Pengaturan nada dilakukan dengan cara mengatur ruang dalam tenggorokan. </br></br>Salah satu desa di Gianyar yang memiliki group Genggong yang masih aktif adalah Desa Batuan. Saat ini Genggong telah mengalami perubahann dari instrumen tunggal (dimainkan untuk sendiri) menjadi musik kelompok (barungan). Perkembangan Genggong dari musik individu menjadi sebuah barungan gamelan tidak bisa dilepaskan dari perubahan konteks musiknya. Jika dahulu hanya digunakan sebagai alat untuk menghibur diri sendiri, kemudian berkembang menjadi ensamble untuk mengiringi sebuah bentuk pertunjukan. Sebagai sebuah seni pertunjukan, terdapat beberapa sajian dalam pementasan Genggong. </br></br>Struktur pertunjukan Genggong terdiri dari tabuh pategak, tari Sisia Pengleb, tari Onang Ocing, dan dramatari Godogan. Dari struktur pertunjukan tersebut, dapat dilihat bahwa gending-gending Genggong dapat dibagi menjadi dua, yaitu gending instrumentalia dan gending iringan tari. </br></br>Gending instrumentalia atau disebut juga dengan gending pategak adalah lagu-lagu yang biasanya dimainkan pada awal pertunjukan dan tidak terikat dengan tarian. Dalam pertunjukan Genggong di Batuan, terdapat beberapa jenis gending pategak, di antaranya Tabuh Telu, Angklung, Sekar Sandat, Sekar Sungsang, Sekar Gendot, Katak Ngongkek, dan Kecipir. </br></br>Jenis-jenis gending yang dimainkan juga mendapat pengaruh dari barungan gamelan Angklung. Gending-gending yang terdapat pada gamelan angklung di transformasikan melalui media Genggong. Hal ini masuk akal sebab antara Angklung dengan Genggong memiliki kesamaan laras, yaitu berlaras slendro. Oleh karena itu, terdapat juga beberapa gending Genggong yang diambil dari gending Angklung. Bahkan pada awal pembentukan ensamble Genggong, kendang yang digunakan adalah kendang Angklung. Jenis kendang berubah seiring dengan semakin kompleksnya tarian. Gending-gending iringan tari dimainkan untuk mengiringi tari Sisia Pengleb, Onang Ocing, dan Dramatari Godogan. Cerita ini mengisahkan tentang Raja Jenggala yang jatuh cinta kepada putri Daha. </br></br>Hingga saat ini, tidak diketahui sejarah pasti mengenai munculnya Genggong di Bali dan Batuan secara khusus. Menurut Pak Made Djimat (seorang maestro tari dari Batuan), berdasarkan cerita oral yang diturunkan kepadanya, disebut bahwa yang membuat Genggong adalah Tapak Mada (nama Mahapatih Gajah Mada ketika belum diangkat sebagai Mahapatih). Ketika Tapak Mada sedang berada di suatu hutan untuk membuat bendungan air, dibuatlah alat musik Genggong dan suling untuk mengisi waktu istirahatnya. Tapak Mada melihat sebuah pohon enau, kemudian dibentuk menjadi Genggong. Seiring dengan perjalanannya keliling Nusantara, Tapak Mada membawa kesenian ini ke Bali, begitu pula halnya dengan kesenian Gambuh. Namun, tidak diketahui secara pasti kapan Genggong muncul di Desa Batuan. Cerita ini didapatkan Djimat dari para sesepuhnya yang sering dipentaskan pada pertunjukan Topeng dan Prembon. </br></br>Saat ini I Nyoman Suwida adalah salah satu seniman asal Batuan yang paling getol dalam melestarikan kesenian genggong. Nyoman Suwida biasa memainkan instrument getar ini bersama penabuh lain yang tergabung dalam Komunitas Genggong Kutus miliknya. Komunitas seni ini, memiliki jadwal pentas yang padat, baik di desa tempat tinggalnya atau di luar daerah bahkan luar negeri. Jika pentas, paling tidak ada 3 jenis gending Genggong selalu dimainkan oleh Komunitas yang memiliki 15 anggota itu. Ketiga jenis gending itu, yaitu macepetan, sangkep enggung dan magenggongan. Masing-masing dari gending ini memiliki kekhasan, sehingga selalu menarik ketika dipentaskan.ehingga selalu menarik ketika dipentaskan.)
  • Gamelan Gong Kebyar  + (Gong kebyar adalah salah satu barungan gamGong kebyar adalah salah satu barungan gamelan Bali berlaras pelog lima nada yang melahirkan ungkapan musikal benuansa kebyar. Gong kebyar menyajikan “tabuh-tabuh kekebyaran” dengan bentuk komposisi yang memainkan seluruh alat gamelan secara serentak dalam aksentuasi yang poliritmik, dinamis dan harmonis. Secara musikal gamelan Gong Kebyar menurut Sugiartha (2008 : 51), adalah sebuah orkestra tradisional Bali yang memiliki perangai keras (coarse sounding ensamble). Konstruksi harmonis yang melahirkan kesatuan perangkat gamelan Gong Kebyar didominasi oleh alat-alat perkusi, ditambah dengan beberapa alat tiup dan gesek. Sebagai gamelan yang berfungsi menyajikan gending-gending pategak (instrumental), mengiringi berbagai jenis tarian maupun dimanfaatkan sebagai media pembelajaran, Gong Kebyar telah dikenal dan menjadi populer dengan begitu cepat dan mampu menggugah semangat para pencinta gamelan Bali yang menyebar hampir di berbagai belahan dunia. </br></br></br>Gong Kebyar yang diduga muncul pada tahun 1915, memang sudah umum dikenal oleh masyarakat Bali bahkan kini telah dimiliki hampir oleh setiap banjar dan desa di Bali, yang memfungsikan barungan gamelan ini untuk berbagai kepentingan, dari pentas seni yang bersifat presentasi estetik murni, hingga untuk mengiringi upacara ritual keagamaan. I Wayan Rai (2008:7-8) menyebutkan di Bali telah tercatat tidak kurang dari 1.600 barung gamelan Gong Kebyar tentu jumlah ini kian bertambah. Gamelan ini ada yang milik banjar, desa, lembaga formal, maupun perseorangan. Jumlah tersebut masih ditambah lagi dengan banyaknya barungan gamelan Gong Kebyar yang tersebar diberbagai kota di Indonesia dan manca negara.</br></br></br>Di luar negeri, Gong Kebyar mula-mula dikenal lewat literatur dan rekaman. Salah satu rekaman itu adalah yang dihasilkan oleh Odeon dan Beka yang telah merekam gending-gending Gong Kebyar, seperti Kebyar Ding Sempati di Belaluan (Badung). Pada tahun 1931 Sekaa Gong Kebyar Peliatan mengadakan pertunjukan dalam rangkan Colonial Exposition di Paris. Lawatan sekaa ini dilanjutkan lagi tahun 1952 – 1953 ke Amerika Serikat. Kedua tour ini sudah tentu semakin menguatkan eksistensi gamelan Gong Kebyar di mata dunia. </br></br></br>Sampai dewasa ini Gong Kebyar selalu menjadi salah satu media dari diplomasi kebudayaan Indonesia. Adanya group kesenian dan gamelan Gong Kebyar yang dikirim dan ditempatkan di kedutaan negara sahabat mempererat hubungan bilateral antara Indonesia dengan negara-negara di dunia. </br></br></br>Gamelan Gong Kebyar dapat berkembang dengan cepat serta mendapat apresiasi yang positif sampai dewasa ini, karena Gong Kebyar merupakan sebuah barungan yang praktis dan memiliki fleksibelitas yang tinggi. Penyajian Gong Kebyar memberikan ruang yang tidak terbatas bagi para pemainnya (seperti sekaa gong : anak-anak, wanita, remaja, remaja campuran, dewasa termasuk para werdha) untuk berkreasi, yang dapat memberikan sentuhan atraktif dengan penampilan yang lebih hidup dan dinamis. </br></br></br>Kelengkapan instrumen dalam satu barungan untuk gamelan Gong Kebyar tidak semuanya sama. Gong Kebyar dengan instrument yang paling lengkap disebut dengan Gong Kebyar Barungan Jangkep (Barungan Ageng) yang terdiri dari 21 jenis alat, masing-masing memiliki nama tersendiri dan fungsi tertentu terhadap barungannya, yaitu:</br></br>1. satu tungguh trompong, memakai 10 pencon </br>2. satu tungguh reyong, memakai 12 pencon </br>3. sepasang giying, memakai 10 bilah</br>4. dua pasang pemade, memakai 10 bilah </br>5. dua pasang kantil, memakai 10 bilah </br>6. sepasang kenyur, memakai 7 bilah </br>7. sepasang calung, memakai 5 bilah </br>8. sepasang jegogan, memakai 5 bilah </br>9. satu pasang kendang cedugan </br>10. satu pasang kendang gupekan </br>11. satu pasang kendang krumpungan </br>12. sebuah kajar </br>13. sebuah kempur </br>14. sebuah bende </br>15. sebuah kemong </br>16. sebuah kempli </br>17. satu pasang gong lanang-wadon </br>18. satu pangkon cengceng gecek </br>19. delapan cakep cengceng kopyak </br>20. dua buah suling kecil dan delapan buah suling besar </br>21. sebuah rebab </br></br>Secara musikal gamelan Gong Kebyar menggunakan sistem pelog lima nada, sama dengan sistem pelog lima nada pada jenis gamelan Bali yang lain, seperti gamelan Gong Gede, Gong Kebyar dan Palegongan, dengan urutan nada-nada seperti : nding, ndong, ndeng, ndung, dan ndang. Selain itu di dalam sistem pelarasan gamelan Bali ada istilah ngumbang-ngisep. Ngumbang-ngisep adalah dua buah nada yang sama, secara sengaja dibuat dengan selisih frekuensi yang sedikit berbeda. Kalau kedua nada pangumbang dan pangisep dimainkan secara bersamaan maka akan timbul ombak suara yang secara estetika dalam karawitan Bali merupakan salah satu wujud keindahan. </br></br></br>Di dalam Gong Kebyar juga dikenal konsep keseimbangan yaitu sikap hidup yang berorientasi pada “dualisme” baik dan buruk atau yang mencakup persamaan dan perbedaan. Konsep ini dapat dilihat dalam tema-tema kesenian Bali yang sebagian besar berangkat dari dualisme tersebut, sehingga muncul norma dan etika yang kuat dan menjadi bagian dari pertunjukan kesenian. Konsep keseimbangan yang berdimensi dua dapat menghasilkan bentuk-bentuk simetris yang sekaligus asimetris atau jalinan yang harmonis sekaligus disharmonis yang lazim disebut dengan Rwa Bhineda. Dalam konsep rwa bhineda terkandung pula semangat kebersamaan, adanya saling keterkaitan dan kompetisi mewujudkan interaksi dan persaingan. Keseimbangan dalam dimensi dua menjadi salah satu konsep dasar dalam musik Bali termasuk gamelan Gong Kebyar. </br></br></br>Hal ini tercermin dalam instrumen-instrumen Gong Kebyar umumnya dibuat dalam bentuk berpasangan ; lanang – wadon atau laki perempuan, istilah ini dipakai dalam penamaan kendang dan gong. Sistem laras ngumbang – ngisep ; nada yang sama namun dengan frekuensi yang berbeda. Unsur jalinan nada-nada atau suara dengan istilah yang bervariasi, seperti : kotekan, cecandetan, tetorekan dan ubit-ubitan. Teknik bermain kotekan ; menggunakan pukulan sangsih (yang jatuh diantara ketukan) dan pukulan polos (yang jatuh pada ketukan). Semuanya ini mengingatkan adanya unsur-unsur dalam keseimbangan yang tidak selamanya sejajar, tetapi dalam interaksi yang bersifat kompetitif. </br></br></br>Secara umum dapat diamati, bahwa struktur gending-gending Gong Kebyar terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu : kawitan, pangawak dan pangecet. Kawitan diibaratkan sebagai kepala, pangawak diibaratkan sebagai badan, dan pangecet diibaratkan sebagai kaki. Bagian-bagian ini diporsikan secara seimbang, dimana unsur rwa bhineda selalu tertanam didalamnya guna mewujudkan keharmonisan pada masing- masing bagian atau keharmonisan antara bagian yang satu dengan yang lainnya. Secara konseptual, kedua elemen ini menjadi dualisme yang selalu tercermin dalam aktivitas seni di Bali.lu tercermin dalam aktivitas seni di Bali.)
  • Koreografi Pose (COVID19 Dalam Teologi Hindu)  + (Ingin memperlihatkan cara lain menikmati kIngin memperlihatkan cara lain menikmati karya tari, karya ini diciptakan khusus dalam Seni Photography. Menampilkan koreografi pose yang bercerita tentang COVID19 dalam teologi Hindu. </br>Koreografi pose yang dimaksud adalah ilustrasi foto atau penggambaran hasil visualisasi dari suatu tulisan dengan teknik pengambilan fotografi yang menekankan hubungan objek foto dan tulisan yang dimaksud.</br></br>Dalam teologi Hindu, tidak ada kebencian Hyang Widhi. Tidak ada kutuk. Yang ada adalah siklus. Siklus musim, siklus berbunga sampai berbuah, siklus yang membuat kehidupan dan semesta bergerak. Hyang Widhi mengatur semua siklus dan tatanan kosmik lewat kecerdasan di balik gerak alam semesta ini, disebut dengan rta. Rta adalah "kesadaran maha tinggi" yang mengatur detak jantung semesta, tarikan nafas manusia, hewan, fotosintesa tumbuhan, sampai munculnya virus dan segala jenis kuman yang hadir sebagai bagian dari kelengkapan alam semesta raya.</br></br>Karya ini pertama kali dicetuskan oleh seniman tari akademik bernama Ni Km. Ayu Anantha Putri S.SN.,M.Sn yang sengaja mencipta karya tari yang dinikmati melalui kolase foto bercerita. Seorang yang berhasil merealisasikan karya ini ke dalam bentuk karya photography adalah seorang photografer akademik bernama Adhitya Pratama S.Tr.Sn, hasil jepretan foto yang tajam dan sepintas mirip lukisan memang sengaja dibuat untuk memberikan kesan lebih artistik dan mengutamakan ketajaman warna. Karya ini tidak hanya berisikan kolase foto yang bergerak namun juga diiringi oleh musik pengiring yang diciptakan langsung dengan seorang musisi akademik bernama Komang Srayamurtikanti S.Sn. Semoga karya ini mendapatkan apresiasi positif dari para pencinta seni pertunjukan dan mampu memberikan tontonan baru yang menghibur dan menginspirasi.</br></br>Karya ini ditampilkan oleh 18 orang perempuan dengan latar belakang penari profesional. Karya ini langsung dibuat 1 hari saat proses pengambilan gambar saja. Tidak ada biaya kostum yg dikeluarkan, hanya menggunakan kain batik khas Indonesia, selendang batik dan selendang berwarna hitam yang sudah dimiliki masing masing penari. Lokasi shoot yaitu di Puri Lukisan Ubud, Gianyar, Bali. Tidak ada proses latihan, mengingat Covid19 sangat membatasi kegiatan masyarakat. Karya ini sudah dicetus 1 bulan sebelum proses pengambilan gambar. Para penari yang sudah mendukung karya ini telah menjalani proses karantina mandiri sejak akhir Maret hingga Juni 2020, sehingga kesehatan para penari sangat diutamakan.a kesehatan para penari sangat diutamakan.)
  • Panji Semirang  + (Panji Semirang adalah tari kreasi tradisioPanji Semirang adalah tari kreasi tradisional Bali yang termasuk jenis tari kakebyaran, yaitu tarian dengan iringan gamelan gong kebyar yang umumnya menggunakan pukulan makebyar saat mengawali tabuhan. Tarian ini diciptakan oleh I Nyoman Kaler tahun 1942, mengisahkan pengembaraan Galuh Candra Kirana yang menyamar sebagai seorang laki-laki bernama Panji Semirang untuk mencari kekasihnya Raden Panji Inu Kertapati. Tari Panji Semirang disajikan sebagai tarian tunggal bebancihan, yaitu tari dengan karakter antara laki-laki dan perempuan, halus dan lembut. Meski aslinya merupakan tari tunggal namun Panji Semirang sering dibawakan dalam bentuk drama tari yang melibatkan banyak penari.</br></br>Struktur tari Panji Semirang yang berkembang di masyarakat saat ini umumnya hanya berupa nukilan dan tidak dibawakan secara lengkap. Struktur tari yang lengkap terdiri dari: (1) Papeson; (2) Ngumbang; (3) Pangecet; (4) Pangadeng/Tetangisan; (5) Ngumbang; (6) Tindak Dua; (7) Ngumbang; (8) Ocak-ocakan; (9) Ngumbang; (10) Pakahad pertama; (11) Ngumbang); (12) Pangipuk; dan (13) Pakahad kedua akhir tarian.</br>Struktur tari yang pendek terdiri dari (1) Papeson, gerakan-gerakan yang mengawali tarian; (2) Ngumbang, gerakan peralihan ke urutan tari berikutnya dengan cara berputar ke arah belakang, membuat pola lantai angka delapan (luk penyalin), tangan kanan ditekuk sejajar dada dan tangan kiri memegang ujung kain (kancut); (3) Pangecet, gerakan dalam struktur tari yang dilakukan dalam ritme cepat; (4) Pangadeng/Tetangisan, gerakan tari yang menggambarkan kesedihan; (5) Ngumbang menuju akhir tarian. </br></br>Adapun ragam gerak tari Panji Semirang sesuai urutannya terdiri dari manganjali (gaya sembah sebagai representasi cara bersembahyang orang Bali dalam kesehariannya), mungkah lawang, agem, seledet (gerakan mata ke sudut atas/samping disertai gerakan leher), luk naga satru (gerakan kedua tangan diputar ke dalam disertai pandangan mata ke arah tangan yang lebih tinggi, menggambarkan dua ekor naga yang saling berpandangan), luk nerudut, ngelier, ngileg, ngangget, ulap-ulap, agem nyigug, miles, nadab gelung, nadab pinggel, gandang arep, ombak angkel, ngeseh, nguses, ngeteb, ngumbang, luk ngelemat, ngucek, jongkok Panji Semirang, ngileg, nyalud, ngiluk, ngepel, ngeliput, tanjek ngandang, nyogok, maserod, dan nyakup bawa.</br></br>Busana penari Panji Semirang terdiri dari: (1) Gelungan dengan bentuk jejateran (udeng-udengan), dibuat dari kain prada yang kemudian berkembang menggunakan kulit sapi yang diukir dan dicat prada. Ada juga modifikasi dari kain beludru yang disulam dengan benang gim; (2) Badong bundar berbahan kulit yang diukir dan diprada, atau sulaman kain beludru; (3) Tutup dada dari bahan sulaman kain beludru; (4) Gelang kana dari kulit yang diprada, dikenakan di pergelangan tangan dan sedikit di bawah pangkal lengan; (5) Sabuk dari bahan kain yang diprada; (6) Ampok-ampok, bahannya sama dengan badong; (7) Kamen (kain) prada warna hijau menjulur di samping kiri (makancut). Penari juga membawa kipas prada sebagai properti tari, yang digerakkan dengan tangan kanan dalam sikap tertentu. Aksesoris berupa bunga imitasi sandat satu atau dua buah sebagai hiasan pada gelungan. Bunga kamboja merah diselipkan di telinga kanan, sedangkan telinga kiri bunganya berwana putih. Tata rias wajah cantik dengan mempertegas raut wajah memakai kosmetik.</br></br>I Nyoman Kaler yang juga ahli karawitan, menciptakan sendiri musik iringan untuk tari-tariannya. Terkadang bahkan musiknya lebih dahulu ada sebelum tariannya, seperti Tabuh Telu (Demang Miring), Kebyar Dang (Mergapati), dan Kebyar Dung (Panji Semirang) yang semuanya menggunakan gamelan gong kebyar. I Nyoman Ridet dari Kerobokan yang merupakan murid Kaler, menciptakan gending iringannya juga diawali dengan nada Dung tetapi dengan melodi yang berbeda. Pada bagian pangadeng/tetangisan dipakai melodi lagu Sriwijaya, yang mengagungkan kerajaan Sriwijaya di Palembang sebagai pusat perkembangan agama Budha di Indonesia. Jadi iringan musik tari Panji Semirang mempunyai dua versi, yaitu pada bagian papeson (awal tarian), dan pangadeng/tetangisan (penggambaran kesedihan). Musik iringan dalam tari Panji Semirang sangat mendominasi sehingga penari harus mengikuti gemelan iringan yang telah memiliki pola tertentu.</br></br>Tari Panji Semirang tergolong balih-balihan, yaitu tarian yang berfungsi sebagai tontonan. Tarian sebagai sebuah tontonan harus dapat menampilkan keindahan gerak dan nilai seni yang tinggi, sehingga penonton terpuaskan serta penarinya sendiri mendapatkan kepuasan batin karena berhasil menghibur masyarakat. Tari Panji Semirang juga berfungsi sosial, dimana saat pertunjukan terjadi interaksi dan pergaulan di antara sesama seniman bahkan juga dengan penonton, sehingga memberikan dorongan solidaritas pada masyarakat penikmat yang mewujudkan rasa kebersamaan. Tari Panji Semirang juga pernah digunakan sebagai media komunikasi dan diplomasi kebudayaan. Penari pertama tari Panji Semirang sering mengadakan pertunjukan ke kota-kota besar di Jawa, bahkan melawat ke China pada tahun 1955 sebagai duta seni. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengakrabkan hubungan antar suku dan negara, serta kegiatan diplomasi.suku dan negara, serta kegiatan diplomasi.)
  • Sanghyang Bojog  + (Penari Sanghyang Bojog adalah seorang priaPenari Sanghyang Bojog adalah seorang pria dengan busana seperti seekor kera (bojog) dan diiringi dengan nyanyian paduan suara gending Sanghyang. Sebelum dimulai, penarinya melalui tahapan pemanggilan roh kera. Setelah kemasukan, penari akan melompat ke atas pohon dan menirukan tingkah laku seekor kera. Seringkali gerakan yang dilakukan adalah gerakan yang mustahil atau sangat sulit dilakukan oleh manusia yang sadar diri. Pada akhir tarian, penarinya disadarkan dengan memercikkan air suci (tirta). Tarian ini terdapat di daerah Duda (Karangasem). ini terdapat di daerah Duda (Karangasem).)
  • Pendet Swastiastu  + (Pendet Swastiastu merupakan tari penyambutPendet Swastiastu merupakan tari penyambutan dengan tabuh Jegog, gamelan bambu khas Jembrana, Bali, yang dikoreografi dalam dua bagian. Bagian 1: Untuk menyambut tamu kehormatan ketika memasuki ruang acara, dan Bagian 2: menyampaikan ucapan selamat datang dengan tarian yang gemulai diiringi tabuh Jegog dan gending yang memikat. Tari Pendet Swastiastu diciptakan oleh Deniek G. Sukarya sebagai penata kreatif dan tabuh, Putu Adi Arianto S.Sn. dan Wayan Sumindra S.Sn. sebagai penata tari dan kostum.ndra S.Sn. sebagai penata tari dan kostum.)
  • Topeng Pajegan  + (Pertunjukan Topeng Pajegan merupakan sebuaPertunjukan Topeng Pajegan merupakan sebuah drama upacara yang dimainkan oleh seorang penari yang membawakan sebuah cerita dengan menampilkan sederet tokoh bertopeng dengan watak berbeda.</br></br>Unsur upacara menjelma pada tokoh yang muncul terakhir, yaitu Sidakarya yang berwajah putih, bergigi tonggos menyeringai, dan berambut panjang acak-acakan.</br></br>Sidakarya berarti telah menyelesaikan segalanya dengan sempurna atau yang dapat melakukan tugas. Di akhir pertunjukan, ia melakukan upacara pemberkatan dengan menabur uang logam (sekar ure) ke arah penonton, dan “menculik” anak kecil yang akan “dipersembahkan” kepada dewa pura sebelum akhirnya dilepaskan.</br></br>Topeng Pajegan pertama kali digelar di Gelgel sekitar tahun 1665 sampai 1668, menggunakan topeng yang dibawa ke Bali dari Jawa sebagai rampasan perang akhir abad ke-16. Pertunjukan topeng tersebut diciptakan sebagai penghormatan kepada I Gusti Pering Jelantik, patih Gelgel saat itu.ti Pering Jelantik, patih Gelgel saat itu.)
  • SU3LIM  + (SU3LIM (baca: sublime) adalah komposisi muSU3LIM (baca: sublime) adalah komposisi music karya I Putu Swaryandana Ichi Oka seorang musisi dan komposer yang berasal dari Banjar Pande, Sayan, Ubud, Gianyar. Saat ini Ryan (panggilan akrab komposer) sedang menempuh pendidikan Master di Institute Seni Indonesia Denpasar. </br></br>SU3LIM mengambil makna dari kata ‘menyublim’ yang mengindikasikan makna perubahan. Terkait dengan komposisi music, komposer memaksudkan makna perubahan dalam cara pandang terhadap fungsi dan estetika instrument gamelan Bali. Selain itu kata SU3LIM dalam komposisi music ini terdiri dari dua suku kata “Sub” dan “lim” yang merupakan singkatan dari Subdivisi Lima yang mendominasi matra dalam karya music ini. </br></br>Penggunaan angka 3 sebagai pengganti huruf “B” dalam kata SU3LIM, menjadi penanda bahwa terdapat 3 fungsi instrument gamelan yang digunakan dalam komposisi musik ini yaitu ; Jegog sebagai penanda melodic line; Ugal sebagai penandan (pengendali) gending; Gangsa sebagai isen isen, yang digarap menjadi satu kesatuan dalam fungsinya memainkan pola-pola lagu yang telah disusun secara sistematis dan terstruktur.disusun secara sistematis dan terstruktur.)
  • Gending Sekar Gadung  + (Sekar Gadung merupakan salah satu gending Sekar Gadung merupakan salah satu gending yang begitu familiar dan populer di antara gending-gending lainnya dalam repertoar Selonding Tenganan. Sekar Gadung merupakan gending yang menjadi basic dalam mempelajari Selonding Tenganan. Gending ini terbagi menjadi dua bagian yaitu Bagian pertama orkestrasi dengan tempo lambat dengan irama 1/8 dan bagian ke dua dengan tempo sedang dengan irama 1/16 atau ngucek.</br></br>Gamelan Selonding adalah alat musik tradisional Bali yang usianya lebih tua dibandingkan dengan gamelan-gamelan lainnya yang kini populer dalam kesenian maupun yang digunakan dalam upacara adat dan agama. Gamelan ini merupakan gamelan sakral yang digunakan untuk melengkapi upacara keagamaan (Hindu) di Bali. Persebaran Gamelan Selonding di Kabupaten Karangasem dapat ditemui di beberapa desa tua seperti Bugbug, Prasi, Seraya, Tenganan Pegringsingan, Timbrah, Asak, Bungaya, Ngis, Bebandem, Besakih, Selat. Dalam konteksnya dengan Desa Adat tersebut Gamelan Selonding ini digunakan untuk mengiringi prosesi upacara besar seperti Usaba Dangsil, Usaba Sumbu, Usaba Sri, Usaba Manggung dan lain sebagainya.</br></br>Kata Selonding diduga berasal dari kata “Salon” dan “Ning” yang berarti tempat suci. Karena dilihat dari fungsinya adalah sebuah gamelan yang dikeramatkan atau disucikan. Mengenai sejarah munculnya gamelan Selonding belum bisa dipastikan namun ada sebuah mitologi yang menyebutkan bahwa pada zaman dahulu orang-orang Tenganan Pegringsingan mendengar suara gemuruh dari angkasa dan datang suara secara bergelombang. Pada gelombang pertama suara itu turun di Bungaya (sebelah Timur laut Tenganan) dan gelombang kedua turun di Tenganan Pegringsingan.</br></br>Gamelan Selonding terbuat dari bilah-bilah besi yang diletakkan dengan pengunci secukupnya diatas badan gamelan tanpa bilah resonan (bambu resonan). Suara yang ditimbulkan dari alat musik ini pun sangat khas dan klasik yakni gamelan berlaras pelog sapta nada (tujuh nada). Selonding biasanya disuarakan untuk mengiringi pelaksanaan upacara-upacara sakral dengan jenis gending yang berbeda, seperti Gending Geguron pada upacara sakral yakni : Ranggatating, Kulkul Badung, Kebogerit, Blegude, Ranggawuni.ul Badung, Kebogerit, Blegude, Ranggawuni.)
  • Dewi Kunti - Suluh Ibu Sejati  + (Sendratari Dewi Kunti - Suluh Ibu Sejati dSendratari Dewi Kunti - Suluh Ibu Sejati disarikan dari cerita epik pewayangan Maha Barata di mana peran Dewi Kunti diangkat sebagai suluh dan tauladan dari seorang ibu tunggal yang berhasil membesarkan, mendidik dan membimbing ke 5 Putra Pandawa menjadi ksatria yang berbudi luhur, rendah hati, mengabdi kepada rakyat dan berbakthi kepada orang tua, ibunda terkasih Dewi Kunti. </br></br>Sendratari Dewi Kunti - Suluh Ibu Sejati diciptakan dan diproduksi oleh Deniek G. Sukarya sebagai penggagas ide, sutradara, penulis naskah dan jalan ceritra. Sendratari ini juga untuk pertama kali memanfaat kayonan sebagai simbol perjalanan dan pergantian waktu untuk pertunjukan di panggung dengan ditarikan dinamis oleh 5 penari. Untuk pertama kali juga, Palawakia yang menjelaskan tentang kisah cerita ini dibawakan dalam dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Bali kuno yang biasa dipakai dalam pewayangan hingga bisa dinikmati oleh masyarakat luas.</br></br>Sendratari ini telah dipentaskan di 3 acara spesial: Dharma Shanti Propinsi Banten 2012 di Serang, rangkaian acara HUT Taman Mini Indonesia Indah untuk mewakili Anjungan Bali, dan pementasan khusus dengan dinner masakan Bali di Garden the Sultan Hotel Jakarta.n Bali di Garden the Sultan Hotel Jakarta.)
  • Speech Delay (Music Performance)  + (Speech Delay adalah salah satu komposisi mSpeech Delay adalah salah satu komposisi musik karya komponis perempuan Bali bernama Ni Nyoman Srayamurtikanti. Mang Sraya (panggilan akrab dari komposer) lulusan dari Institute Seni Indonesia Denpasar yang saat ini tengah menempuh pendidikan Master di Institute Seni Indonesia Surakarta telah menghasilkan banyak karya musik kreatif yang masih berpegang teguh pada dasar musik tradisi. </br></br>Speech Delay atau keterlambatan berbicara merupakan istilah umum yang merujuk pada proses keterlambatan berbicara dan berbahasa yang tidak sesuai dengan perkembangan usia anak. Salah satu saudara perempuan Mang Sraya mengalami speech delay, tetapi meskipun mengalami keterlambatan berbicara dan berbahasa, beliau memiliki daya ingat yang sangat tajam dan imajinasi yang kuat. Pengalaman personal ini kemudian memberi inspirasi pada Mang Sraya dan menginterpretasikannya ke dalam karya komposisi musik kreatif. </br></br>Karya ini menggunakan ensambel Gender Wayang. Sistem kerja musikal yang dilakukan dalam garapan ini berdasar pada beberapa dampak yang menyebabkan dan disebabkan oleh speech delay yang memungkinkan untuk dikaitkan dengan tekstual garapan, yaitu :</br></br>1. Gangguan artikulasi bicara diinterpretasikan dengan penggunaan tangkai panggul gender wayang dalam karya komposisi ini. Dalam repertoar gender wayang secara umum tidak menggunakan tangkai panggul untuk memukul bilah-bilah.</br></br>2. Gangguan bahasa reseptif (input) dan ekspresif (output) diinterpretasikan dengan sistem estafet atau bergiliran. Dalam repertoar gender wayang secara umum, sistem permainannya dilakukan secara bersamaan oleh semua instrument. Namun, pada karya ini menggunakan sistem bergiliran. </br></br>3. Memiliki daya imajinasi kuat diinterpretasikan dengan menggunakan banyak melodi berbeda pada setiap instrument. Hal ini berbeda dari sistem repertoar gender wayang yang secara umum memiliki satu melodi dengan ornamen polos dan sangsih. </br></br>Dalam karya ini, komposer membagi komposisi ke dalam empat bagian. Setiap bagian mewakili ide dan konsep tekstual garapan, yaitu :</br></br>1. Pada bagian pertama, penata menggunakan bagian bawah / tangkai panggul gender wayang. Pada bagian awal dimulai oleh kantilan 1 dengan memukul beberapa melodi pendek yang diulang beberapa kali. Kemudian pemain kantilan 1 memukul satu nada pada instrument pemade 1 yang dimaksudkan untuk memberikan aksi pada pemain selanjutnya. Pemain pemade 1 merespon dengan memainkan beberapa melodi pendek yang berbeda respon dari aksi yang diberikan oleh pemain sebelumnya. </br></br>2. Pada bagian kedua menggunakan tempo sedang. Terdapat pembagian melodi antara kantilan dan pemade. Kantilan memainkan 2 nada silih berganti dengan cepat dan ukuran yang berbeda. Di sela-sela melodi tersebut, pemade memberikan aksen sebagai penanda atau penjelas untuk melodi kantilan. Kemudian dilanjutkan dengan melodi yang berjumlah 8 ketuk dengan progresi nada berurutan dan bolak balik yang pada setiap instrumennya memiliki susunan nada berbeda. Melodi-melodi tersebut dimainkan secara estafet atau bergantian.</br></br>3. Pada bagian ketiga, tempo yang digunakan adalah pelan dan berangsur-angsur dipercepat. Pada bagian ini penata membuat satu melodi yang sama antara satu sama lainnya dengan lebih menekankan dinamika pada setiap instrumen. Kemudian dilanjutkan dengan imitasi dari salah satu repertoar gender wayang yaitu: angkat-angkatan. Gending angkat-angkatan pada gender wayang adalah salah satu jenis repertoar gender wayang yang diartikan atau sering digunakan sebagai pengiring wayang ketika berjalan menuju medan perang. Dalam jenis gending ini memiliki 2 melodi berbeda yang dimainkan oleh tangan kanan dan tangan kiri. Pola melodi pada tangan kiri biasanya terdiri dari 4 ketukan yang diulang-ulang dari awal hingga akhir sedangkan melodi pada tangan kanan lebih lincah dan variatif pada progresi nadanya. Dalam hal ini, setiap instrument memiliki melodi yang berbeda namun memilki keterkaitan satu sama lain atau disebut polifoni.</br></br>4. Pada bagian keempat, menggunakan teknik polimetrik yang setiap instrumentnya memiliki ukuran birama berbeda. Kantilan 1 menggunakan ketukan 5/4, pemade 1 menggunakan ketukan 10/4, kantilan 2 menggunakan ketukan ¾ dan pemade 2 menggunakan ketukan 6/4. Dalam 1 kali putaran, semua instrument akan bertemu pada ketukan ke 30. Setiap instrument memiliki kalimat lagu yang berbeda namun pada ketukan ke 20, instrument akan dipertemukan dalam ritme yang hampir sama. Kemudian sebagai penutup terdapat sebuah kebyar dengan susunan nada berbeda antara kantilan dan pemade. </br></br>Karya Speech Delay telah dipentaskan pada festival Musik Kreatif Kuno Kini pada 2020. Karya-karya musik lainnya dari Mang Sraya dapat disaksikan pada kanal YouTube: Sraya Murtikanti.kan pada kanal YouTube: Sraya Murtikanti.)
  • Swasti Prapta  + (Swasti Prapta adalah garapan tari karya koSwasti Prapta adalah garapan tari karya koreografer Dewa Ayu Eka Putri yang berasal dari Banjar Pengosekan, Desa Mas, Ubud bersama komposer I Putu Swaryandana Ichi Oka yang berasal dari Banjar Sayan, Ubud, Gianyar.Garapan tari ini diciptakan pada tahun 2018 dan pertama kali dipentaskan pada Festival Cudamani yang diadakan setiap tahun dari tahun 2016.</br></br>Swasti Prapta memiliki makna "selamat datang", garapan tari kreasi baru ini bertujuan untuk menghibur dan mengundang kebaikan dari segala arah. Gerakan-gerakan tari yang sederhana namun bermakna, demikianlah seharusnya penyambutan pada segala kejadian. Rangkaian nada musik yang harmonis dan dinamis, menunjukkan kesigapan dan kesiapan menyambut hal-hal yang baru. Simetri dan asimetri selalu berdampingan, kebaikan tentu tidak hanya berasal dari kebaikan, tetapi bisa jadi lahir dari pembelajaran terhadap pengalaman-pengalaman buruk. Swasti Prapta, selamat datang segala kejadian.ti Prapta, selamat datang segala kejadian.)
  • Tabuh Lemayung  + (Tabuh Lemayung diciptakan oleh I Dewa PutuTabuh Lemayung diciptakan oleh I Dewa Putu Berata seorang komposer musik tradisi yang kemampuannya sudah dikenal hingga mancanegara. Saat ini beliau menjabat sebagai ketua dari Sanggar Seni Çudamani, sebuah yayasan seni non profit berlokasi di Banjar Pengosekan, Desa Mas, Ubud yang memiliki misi untuk menjaga, melestarikan dan merekonstruksi musik dan tarian kuno yang hampir dilupakan serta banyak menciptakan karya-karya baru yang bersifat inovatif baik dalam bidang musik dan tari Bali. Tabuh Lemayung adalah salah satu karya Dewa Berata yang mendapat apresiasi luar biasa baik dari musisi Bali maupun musisi luar negeri.</br></br>Lemayung diciptakan oleh Dewa Berata pada periode Pemilihan Umum tahun 2004. Inspirasi karya ini muncul ketika partai-partai peserta pemilu mengumbar janji-janji politik untuk menarik simpati rakyat. Kampanye yang penuh janji dan kepentingan membuat rakyat bingung dalam menentukan pilihan sehingga melahirkan istilah “Lemayung” yang memiliki makna ‘perasaan yang tak menentu’. Lemayung kemudian dituang ke dalam bahasa musik dengan perumpamaan rakyat kecil yang diekspresikan dalam ritme lagu lemah dan penguasa dalam ritme lagu yang kuat. Segala bentuk perbedaan dan janji-janji ditransformasikan ke dalam bentuk melodi dan dinamika musik yang indah dan enak didengar seolah merayu dan merebut simpati rakyat kecil. Tetapi bagi mereka yang jeli dan paham tidak akan mudah goyah oleh janji. Komposisi musik Lemayung juga menarasikan semangat kejujuran dan kejelian dalam memilih yang terbaik melalui melodi dan konsep musikal yang di luar kebiasaan.</br></br>Lemayung menggunakan gamelan Semarandana sebagai media ungkap dengan komposisi musik berbentuk tabuh kreasi pepanggulan. Tabuh kreasi pepanggulan mengadopsi kaidah tabuh kreasi kekebyaran dan tabuh kreasi lelambatan. Tabuh kreasi kekebyaran memiliki bentuk dan unsur aransemen baru dengan pola-pola kekebyaran dan ditabuhkan dalam Gong Kebyar. Sedangkan lelambatan kreasi adalah komposisi karawitan yang mengkreasikan atau mengaransemen bentuk dan unsur- unsur tabuh lelambatan klasik sehingga nampak baru.</br></br>Penggunaan tungguhan kendang dan trompong sangat menentukan jenis komposisi yang dimainkan. Tabuh kreasi kekebyaran menggunakan kendang gupekan (kendang yang dipukul dengan tangan) dan tidak menggunakan tungguhan trompong. Dalam tabuh lelambatan, kendang yang digunakan adalah kendang cedugan yaitu kendang yang ukurannya lebih besar dan menggunakan panggul untuk membunyikannya, selain itu juga menggunakan tungguhan trompong yang menjadi ciri dari Tabuh Lelambatan. Tabuh Kreasi Pepanggulan menggunakan seluruh tungguhan yang ada dalam barungan Gong Kebyar termasuk trompong, kendang cedugan, bebende dan kempli, yang mana tungguhan ini merupakan tungguhan penentu dalam memainkan gending- gending lelambatan. Akan tetapi tidak menggunakan bentuk, struktur, dan hukum- hukum lelambatan. Sedangkan pengadopsian dari Tabuh Kekebyaran terletak pada motif pukulan instrumen seperti gangsa, kendang, dan reyong. </br></br>Sebagai komposisi karawitan bali, Tabuh Lemayung tetap menggunakan tiga konsep dasar yaitu konsep Tri Angga (kawitan,pengawak, pengecet). Pada bagian kawitan (bagian kepala) Lemayung menggunakan motif lagu pendek yang dibawakan oleh gangsa, reyong dan kendang secara bergantian. Pola kendang menggunakan hitungan ganjil, menggantung lalu putus di tengah-tengah hitungan. Pengrangrang terompong memakai dua model patet dan di tengah-tengah permainan diselingi gangsa dan reyong. Permainan reyong juga menyajikan pola yang di luar kebiasaan, yaitu dimainkan secara berundag atau model stratapikasi, mengalir dari nada tinggi ke rendah mengibaratkan gulungan ombak di pantai. Pada segmen kedua terompong memainkan patet selendro yang mengesankan suasana menyayat hati dipadukan dengan melodi pukulan nyogcag tungguhan kantilan yang menggambarkan kesedihan rakyat. </br></br>Pada bagian pengawak (bagian badan lagu) memainkan perbedaan tempo dan hitungan pada permainan gangsa dan reyong dengan pola lagu yang dibawakan secara bergantian menonjolkan gangsa dan reyong. Pola ini menghasilkan harmoni yang indah didengar serta dinamika yang dinamis menggambarkan situasi pemilu yang saling berlomba mencari dukungan dengan menonjolkan diri. Pada tungguhan reyong dan gangsa juga memanfaatkan nada pemero untuk memperkaya ornamen kotekan.</br></br>Pada bagian pengecet atau pekaad (bagian kaki/bagian akhir), pola lagu berbentuk gilak dengan bermacam-macam modulasi dengan variasi tabuhan gangsa, reyong dan kendang yang menggambarkan suasana yang lebih hingar bingar dan gembira. Pola tabuhannya lebih lincah dan bermain pada tempo yang lebih cepat. Selain dibentuk dengan gilak, pengecet juga diselingi pola gegenderan dengan hitungan ganjil yaitu lima berbanding satu. Hitungan kontras, dan penonjolan masing- masing kelompok tungguhan seperti gangsa, reyong, dan kendang, terus menghiasi bagian ini. Rangkaian motif oncang-oncangan yang dikombinasikan dengan pola angsel reyong dan kendang menghantarkan komposisi ini ke melodi penutup. </br></br>Lemayung telah sering dipentaskan oleh Sanggar Çudamani dalam berbagai kesempatan seperti pada Pesta Kesenian Bali dan juga pada pementasan di luar negeri. Hingga kini Lemayung masih tetap meninggalkan kesan luar biasa melalui konsep dan komposisi musiknya yang tak mudah dilupakan.mposisi musiknya yang tak mudah dilupakan.)
  • Tabuh Panji Marga  + (Tabuh Panji Marga yang dimainkan dengan inTabuh Panji Marga yang dimainkan dengan instrumen gamelan gambang ini sangat tradisional yang sering digunakan pada waktu upacara Dewa Yadnya atau piodalan di tempat suci / pura. Tabuh gambang ini dimainkan dengan 6 personil ( I Gusti Nyoman Sidemen, I Gusti Nyoman Terangga, I Gusti Pt Manggis, I Gusti Pt Merta, I Gusti Md Astawa, I Gusti Made Geria) Gambelan Gambang ini berasal dari Br. Gede, ds. Subagan - Karangasem</br></br>Gamelan Gambang adalah salah satu jenis gamelan langka dan sakral, termasuk barungan alit yang dimainkan hanya untuk mengiringi upacara keagamaan. Di Bali tengah dan selatan gamelan ini dimainkan untuk mengiringi upacara ngaben (Pitra Yadnya), sementara di Bali Timur (Karangasem dan sekitarnya) Gambang juga dimainkan dalam kaitan upacara odalan di Pura-pura (Dewa Yadnya).</br></br>Gambar Gamelan Gambang terdapat pada relief candi Penataran, Jawa Timur (abad XV) dan istilah gambang disebut-sebut dalam cerita Malat dari zaman Majapahit akhir. Hal ini menunjukan bahwa Gamelan Gambang sudah cukup tua umurnya. Walaupun demikian, kapan munculnya Gambang di Bali, atau adakah Gambang yang disebut dalam Malat sama dengan Gamelan Gambang yang kita lihat di Bali sekarang ini nampaknya masih perlu penelitian yang lebih mendalam.</br></br>Gamelan Gambang, berlaras Pelog (tujuh nada), dibentuk oleh 6 buah instrumen berbilah. Yang paling dominan adalah 4 buah instrumen berbilah bambu yang dinamakan gambang yang terdiri dari (yang paling kecil ke yang paling besar) pametit, panganter, panyelad, pamero dan pangumbang.</br></br>Setiap instrumen dimainkan oleh seorang penabuh yang mempergunakan sepasang panggul bercabang dua untuk memainkan pukulan kotekan atau ubit-ubitan, dan sekali-kali pukulan tunggal atau kaklenyongan. Instrumen lainnya adalah 2 tungguh saron krawang yang terdiri dari saron besar (demung) dan kecil (penerus atau kantil), kedua saron biasanya dimainkan oleh seorang penabuh dengan pola pukulan tunggal kaklenyongan. dengan pola pukulan tunggal kaklenyongan.)
  • Tari Cendrawasih Buleleng  + (Tari Cendrawasih khas Buleleng diciptakan Tari Cendrawasih khas Buleleng diciptakan oleh sang maestro I Gede Manik dan pertama kali ditampilkan di Kecamatan Sawan di Kabupaten Buleleng pada 1920an, beberapa tari seperti Trunajaya, Wiranjaya, dan Palawakya juga di ciptakan diwilayah ini. Tari cendrawasih khas Buleleng memiliki perbedaan yang signifikan dari tarian yang sekarang umumnya ditampilkan. Tari Cendrawasih khas Buleleng tercipta jauh sebelum Swasthi Wijaya Bandem menciptakan Tari Cendrawasih tahun 1987. Seniman tua yang berasal dari Desa Jagaraga yang kini tinggal di Tejakula itu menarikan tarian klasik tersebut secara tunggal.kan tarian klasik tersebut secara tunggal.)
  • Genjek Karangasem  + (Tari Genjek di Bali adalah tarian tradisioTari Genjek di Bali adalah tarian tradisional yang memadukan unsur seni vokal dan gerak dan masih berkembang lestari sampai saat ini di Kabupaten Karangasem, perkembangan hampir di seluruh wilayah kabupaten tersebut, yang cukup pesat di wilayah pesisir Timur diantaranya desa Jasri, Ujung, Seraya, Culik dan Tianyar.</br></br>Tari tradisional Bali ini lebih menonjolkan paduan suara kemudian diiringi dengan musik vokal yang meniru suara alat gamelan dikenal dengan toreng dan cipak, kemudian dipadu dengan gerak para penarinya, namun dalam perkembangannya diiringi juga oleh sejumlah alat musik, sehingga nilai estetika juga lebih menonjol.</br>Perpaduan oleh vokal dan gerak ini memang cukup menarik dan menghibur, para penarinya bisa menghibur dirinya sendiri termasuk juga orang lain yang menyaksikan.</br></br>Genjek atau megenjekan berasal dari kata gonna yang berarti gegonjakan, candaan atau senda gurau. Sejarah atau awal mulai dari tarian Genjek di Bali ini, tentunya berbeda dengan tari tradisional lainnya yang diciptakan oleh maestro seni.</br>Megenjekan ini berawal dari acara kumpul-kumpul setelah beraktifitas kemudian ditemani dengan tuak sejenis minuman beralkohol yang dihasilkan dari pohon lontar, kelapa ataupun enau.</br></br>Yang mana kawasan Bali Timur ini merupakan penghasil minuman tuak terbesar di Bali dan memiliki mutu terbaik, termasuk dalam perkembangannya sekarang ini tuak juga diolah menjadi arak dengan konsentrasi alkohol yang cukup tinggi.</br>Kumpul bersama sambil minum alkohol sejenis tuak ini dikenal warga sebagai tradisi “metuakan” tentunya kebiasaan seperti ini dilakukan oleh kaum laki-laki saja, semakin lama tentunya semakin hilang kesadaran alias mabuk, mereka mulai bernyanyi meluapkan kegembiraannya, diikuti oleh teman lainnya.</br></br>Akhirnya kebiasaan metuakan ini hampir pasti dibarengi dengan megenjekan atau tarian genjek tersebut, metuakan tanpa genjek terasa kurang pas. Akhirnya munculah grup-grup genjek menciptakan gending (nyanyian) dan akhirnya digunakan saat acara metuakan.</br></br>Beberapa group genjek juga menciptakan album genjek yang bisa didengarkan dan ditiru oleh setiap orang, sehingga nantinya bisa ditiru dalam setiap acara minum bersama dan tanpa dikomando akan diikuti oleh teman lainnya.</br>Tari tradisional Genjek di Bali merupakan tari pergaulan, sangat universal, sangat menyesuaikan dengan suasana dan perkembangan terkini, tidak terpaku pada gerakan atau olah vokal yang baku, mereka bebas berkreasi, seorang pembawa lagu (gending) bahkan bebas secara spontan menciptakan lagu sendiri atau mengenalkan lagu baru.</br></br>Tentunya menuntut kemahiran teman lainnya untuk mengikutinya dengan suara vokal yang sesuai termasuk kekompakan vokal pengiring. Dan sebuah kebanggaan jika mereka sanggup dan bisa kompak dalam mengiringi lagu yang dibawakan oleh pembawa lagu.</br>Tema lagu yang dibawakan biasanya berisi nasehat, rayuan, kritik, motivasi, pujian bahkan sindiran yang sangat komunikatif.</br>Dalam tari tradisional Genjek atau megenjekan iringan suara dan kekompakan vokal pengiring ini terasa lebih menonjol, terdengar saling bersahutan dengan ritme yang sesuai, kadang tinggi dan rendah, olah vokal pengiring ini sekilas seperti dalam tari Kecak ataupun Janger.</br></br>Tetapi dalam tari Genjek, tidak hanya menirukan suara “cak” saja tetapi olah vokal pengiring dikombinasikan dengan suara vokal menirukan alat gamelan lainnya.</br>Dari ritme yang diperdengarkan mengungkapkan kegembiraan dan memacu adrenalin setiap pesertanya untuk mendorong menari mengikuti irama dari suara genjek tersebut sehingga muncullah pertunjukan tari Genjek.</br></br>Tarian Genjek di masyarakat ini dimainkan oleh orang-orang yang suka minum, ditujukan lebih untuk menghibur diri mereka sendiri ketimbang untuk orang lain.</br>Acara minum atau lebih dikenal dengan metuakan walaupun yang mereka minum adalah bir atau sejenis alkohol lainnya dilakukan saat ada hajatan seperti acara pernikahan, acara 3 bulanan anak ataupun lainnya, lebih ke nuansa semarak dan pesta pora.</br>Minuman alkohol sejenis tuak adalah minuman yang sangat terjangkau bagi masyarakat kecil, yang efek mabuknya lebih keras dibandingkan minuman sejenis bir, sehingga tuak atau nama hitsnya adalah “lau” tidak bisa terlepas dari kehidupan para peminum.</br>Dalam perkembanganya tari tradisional Genjek di Bali ini berkembang cukup pesat, para penari genjek tidak harus mabuk terlebih dahulu dan tidak hanya oleh laki-laki saja, mereka juga memasukkan unsur wanita didalamnya sebagai pembawa lagu bersahut-sahutan dengan laki-laki, serta dipadu dengan iringan alat musik.</br></br>Sangat menonjolkan estetika dan juga etika, sehingga sangat menarik untuk dinikmati oleh orang lain atau yang mendengarkan, tidak seperti saat mabuk yang rentan hilang kendali lebih mengutamakan kesenangan sendiri.</br>Untuk melestarikan tari Genjek di Bali, kesenian tradisional ini juga kerap ditampilkan di Pesta Kesenian Bali di Art Center, salah satunya oleh Sekaa Genjek Kadung Iseng dari Desa Sraya Karangasem pada tahun 2018.ari Desa Sraya Karangasem pada tahun 2018.)
  • Jauk Manis  + (Tari Jauk Manis merupakan salah satu tari Tari Jauk Manis merupakan salah satu tari Bali yang masuk kategori tari balih-balihan. Tari balih-balihan adalah jenis tarian yang bersifat non-religius dan cenderung menghibur, sehingga tari ini sering ditarikan dalam acara penyambutan, festival, pertunjukan, dan acara lainnya. Selain sebagai tari balih-balihan, tari jauk manis juga termasuk tari tunggal yakni sebuah tarian yang ditarikan secara individu atau perorangan.</br></br>Tari Jauk Manis diciptakan oleh seniman tari I Nyoman Kaler. Tarian ini menggambarkan seorang raja yang sedang berkelana, sehingga tarian ini memiliki gerakan yang beringas, berwibawa, lemah lembut dan fleksibel. Tari Jauk Manis memakai kostum seperti tari Baris, hanya saja penari Jauk Manis menggunakan topeng yang berwarna putih, gelungan (mahkota raja), dan sarung tangan dengan kuku yang panjang. Secara lengkap buasana yang digunakan dalam pementasan tari Jauk Manis yakni celana panjang berwarna putih, stewel, kamben putih, baju, srimping, keris, awiran, lamak, badong, gelungan, dan topeng berwarna putih.</br></br>Tari Jauk Manis memiliki makna bahwa seorang raja atau pemimpin harus mampu melindungi rakyatnya, di mana seorang raja bisa belaku beringas (tegas) sehingga ditakui oleh musuh-musuhnya dan berlaku lemah lembut sehingga dihormati dan dikagumi oleh rakyatnya. Hal ini dapat lihat gerakan tari Jauk Manis itu sendiri, kadang-kadang beringas dan kadang-kadang lemah lembut. Biasanya seorang penari Jauk Manis, sudah memiliki teknik tari Bali yang mumpuni, karena dalam tarian ini terdapat banyak improvisasi gerak, selain itu penari juga harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup mengenai gamelan, sehingga ketika menari ada keseimbangan dan harmoni yang luar biasa antara penari jauk yang memakai tapel (topeng) dengan pemain gamelannya, terutama kendang.engan pemain gamelannya, terutama kendang.)