UPGRADE IN PROCESS - PLEASE COME BACK MID JUNE

Search by property

From BASAbaliWiki

This page provides a simple browsing interface for finding entities described by a property and a named value. Other available search interfaces include the page property search, and the ask query builder.

Search by property

A list of all pages that have property "Description id" with value "The Garuda Wisnu Kencana tells about the struggle of Lord Vishnu (Dewa Wisnu) who is assisted by the Garuda bird as his mount to seize Tirta Amerta (water of life) against the power of giants. Through a very deadly war, Tirta Amerta can be seized by The Lord Vishnu. The Tirta Amerta then is used to maintaining life.". Since there have been only a few results, also nearby values are displayed.

Showing below up to 26 results starting with #1.

View (previous 50 | next 50) (20 | 50 | 100 | 250 | 500)


    

List of results

  • Baris Gede  + (Tari Baris Gede merupakan salah satu dari Tari Baris Gede merupakan salah satu dari berbagai jenis tarian baris yang ada di Bali. Tarian ini biasa dipentaskan saat adanya upacara di pura dan menjadi salah satu bagian pelengkap dari upacara.</br></br>Tari Baris Gede masuk dalam kategori tari sakral yang dipentaskan di pura-pura. Tarian ini juga hampir tersebar di seluruh daerah di Bali. Tari Baris Gede diperkirakan telah ada sejak abad ke-8, namun sayang hingga kini tidak diketahui siapa penciptanya.</br></br>Peneliti Tari dari Institut Seni Indonesia (ISI), Denpasar Prof. Wayan Dibia, menuturkan Tari Baris Gede merupakan jenis kelompok baris massal yang dapat dipentaskan dalam berbagai versi. Dimana tarian sakral ini ditarikan secara berkelompok dalam jumlah tertentu sesuai arti di masing-masing daerah.</br></br>“Ada yang satu kelompok delapan penari, bahkan ada sampai 40 penari, ada yang diikat dengan simbul-simbul tertentu, misalnya ditarikan oleh 9 orang karena menggambarkan arah mata angin, senjata-senjatanya itu adalah senjata nawa sanga,” papar Prof. Wayan Dibia.</br></br>Menurut Dibia, senjata yang biasanya dipakai dalam Baris Gede juga beragam, dimana ada yang menggunakan tombak, cakra atau tamiang (tameng). Hal ini karena Baris Gede menggambarkan Widyadara (pengawal) yang mengiringi para dewa atau menyambut kedatangan para dewa. Namun di sisi lain Baris Gede ini juga diartikan sebagai tarian prajurit perang.</br></br> </br></br>Baris Gede, tarian yang melengkapi tari Rejang, adalah sebuah tarian yang dipentaskan oleh sekelompok pria dewasa dalam rangkaian odalan di lingkungan desa yang bersangkutan. Baris Gede biasanya dipentaskan di siang hari beberapa saat sebelum atau sesudah pementasan tari Rejang, walaupun kedua bentuk tarian ini tidak sesalu berhubungan. Seperti halnya penari Rejang yang secara khusus mengenakan hiasan kepala bunga semi melingkar, Baris Gede dikenal dari mahkota berbentuk segitiga yang di pakai para penarinya, yang terdiri dari susunan keeping-keping kerang laut yang menunjuk ke atas seperti pyramid; yang disematkan pada pir-pir yang menyebabkannya bergetar seiring gerakan sang penari.</br></br> </br></br>Para penari Baris Gede dianggap sebagai pengawal para Dewa yang intuk sementara waktu akan menempati pretima. Para penari membawa senjata pusaka yang sacral seperti tombak, panah, tameng, keris atau di beberapa desa bahkan senapan. Setiap penari membawa senjata dengan jenis yang sama, dan tari Baris yang dibawakan identic dengan jenis senjata yang dibawa.</br></br> </br></br>Menurut Babad Bali, tari baris merupakan tarian pasukan perang. Baris, berasal dari kata “bebaris”, yang dapat diartikan sebagai pasukan. Oleh karena hal tersebut, maka tari baris menggambarkan ketangkasan prajurit. Keberadaan tari baris gede ini, masih terpelihara dengan baik, karena tari baris gede tergolong kedalam jenis seni sakral.</br></br>Tari baris gede, diketahui keberadaannya sejak abad ke-8, namun sayangnya tidak diketahui, siapa gerangan yang menciptakan tarian ini. Baris Gede merupakan jenis tarian masal, yang dapat dipentaskan sesuai versi masing-masing daerah. Secara umum, tari baris gede difungsikan sebagai tari wali, untuk melengkapi sebuah upacara yadnya..</br></br>Selain menggambarkan ketangkasan prajurit, baris gede ini juga merupakan tari penyambutan, yang melukiskan para pengawal, sebagai pengiring para Dewa, atau dengan kata lain, untuk menyambut kehadiran para dewata.in, untuk menyambut kehadiran para dewata.)
  • Tari Baris Juntal  + (Tari Baris Juntal adalan tari wali/sakral Tari Baris Juntal adalan tari wali/sakral yang dipentaskan pada saat upacara Dewa Yadnya di Desa Bunutin, Bangli. Tari ini ditarikan oleh beberapa orang laki-laki dengan kostum tari baris, namun dengan ciri khas hiasan kepala/gelungan berupa topi tradisional petani yang diulat dari daun kelapa. Gerakan-gerakanya juga begitu unik dan klasik, berbeda dengan tari baris gede pada umumnya.rbeda dengan tari baris gede pada umumnya.)
  • Baris Pendet  + (Tari Baris Pendet adalah tari wali/sakral yang ditarikan pada saat upacara Dewa Yadnya. Bari Pendet ditarikan dengan gerakan-gerakan yang mirip dengan tari baris gede, namun membawa canang rebong dan sarana upakara lainnya pada saat menari.)
  • Baris Presi  + (Tari Baris Presi adalah tari wali/sakral yTari Baris Presi adalah tari wali/sakral yang dipentaskan pada saat upacara Dewa Yadnya. Tari wali ini menjadi ciri khas dari Desa Sulahan, Susut, Bangli, meski tidak dipungkiri Baris Presi juga ada di desa-desa lain di Bali, namun dengan karakter dan gerakan yang berbeda-neda. Tarian ini ditarikan oleh penari laki-laki dengan gerakan-gerakan dinamis dan maskulin khas tari baris, penari juga membawa presi/perisai sebagai atribut tarian.bawa presi/perisai sebagai atribut tarian.)
  • Cendrawasih  + (Tari Cendrawasih terinspirasi dari burung Tari Cendrawasih terinspirasi dari burung khas Tanah Papua, dan di Bali sendiri burung ini dipercaya sebagai burung Dewata atau burung para dewa. Tarian ini menggambarkan percintaan burung Cendrawasih pada masa “mengawan” (musim kawin).</br></br>Tari Cendrawasih disajikan oleh dua penari perempuan untuk memerankan burung jantan dan burung betina. Untuk mengilustrasikan ritual perkawinan khas Cendrawasih yang mana pejantan membutuhkan persiapan dan latihan, penari burung jantan akan menari terlebih dahulu, kemudian disusul penari burung betina dan keduanya pun menari bersama.</br></br>Masa-masa mengawan burung Cendrawasih di pegunungan Irian Jaya digambarkan penuh keceriaan. Tarian ini menunjukan bagaimana kegirangan burung-burung tersebut, bermain dan saling mengejar. Secara ekspresif, sang jantan memamerkan bulu-bulu indahnya yang kaya warna pada sang betina yang memang bulu-bulunya tak seindah burung jantan.</br></br>Cikal bakal tarian ini diciptakan oleh seniman besar I Gede Manik pada tahun 1920-an yang berasal dari Buleleng, Singaraja. Kemudian tarian ini diinterpretasikan kembali oleh N. L. N. Swasthi Wijaya Bandem pada tahun 1988, versi ini lebih dikenal dan lebih umum dipentaskan. lebih dikenal dan lebih umum dipentaskan.)
  • Tari Gabor  + (Tari Gabor adalah salah satu tarian tradisTari Gabor adalah salah satu tarian tradisional Bali yang hingga kini masih sering dipentaskan sebagai tari penyambutan. Tarian ini diciptakan pada tahun 1969 oleh maestro tari I Gusti Raka yang berasal dari Saba. Tari Gabor memiliki banyak kemiripan dengan Tari Pendet, mulai dari asal-usul tari yang pada awalnya diciptakan sebagai tarian sakral hingga kini berubah menjadi tari profan sebagai tari penyambutan, jenis tarian berfungsi sama sebagai tari penyambutan, tata rias dan properti yang dibawa berupa bokoran ketika menari. Yang membedakan kedua tarian ini adalah pembendaharaan atau variasi geraknya. Di dalam Tari Gabor lebih banyak mengambil gerak-gerak dari tari upacara, seperti Tari Rejang.</br></br>Pada awalnya Tari Gabor hanya ditujukan untuk upacara religius yaitu menggambarkan penyambutan atas turunnya dewa-dewi, namun kini tarian ini seringkali dipentaskan dalam berbagai acara karena fungsinya telah berubah sebagai tari hiburan atau istilahnya disebut Tari Balih-Balihan. Menurut penggolongan jenis tari, Tari Gabor ini termasuk ke dalam jenis tari kreasi modern. Tarian ini biasanya akan ditarikan oleh sekelompok wanita atau remaja putri dengan memakai kostum yang berwarna cerah. Masing-masing penari akan membawa bokor yang penuh berisi bunga sebagai propertinya. Gerakan tari dan pola lantai tarian disesuaikan dengan kreasi dari masing-masing pelatih atau dari kesepakatan para penari sehingga terlihat rapi dan indah. Di akhir tarian, para penari akan menaburkan bunga ke arah penonton sebagai symbol penyambutan dan selamat datang.gai symbol penyambutan dan selamat datang.)
  • Tari Kidang Kencana  + (Tari Kidang Kencana merupakan salah satu tTari Kidang Kencana merupakan salah satu tarian yang berasal dari Bali. Tari Kidang Kencana "merekam" keceriaan sekawanan kijang di keluasan belantara raya. Saat purnama bersinar penuh, satwa bertanduk indah itu menumpahkan kegembiraannya. Berlari, melompat dan saling bercengkerama sambil bermandi cahaya bulan. Namun, keceriaan mereka mendadak berubah gaduh lantaran ada seekor kijang bertingkah yang berujung pada kesalahpahaman. Teman-temannya sepakat untuk mencelakainya. Beruntung, kesalahpahaman itu cepat teratasi dan mereka kembali rukun.</br></br>Pesona satwa kijang itu sukses ditransformasikan ke dalam "bahasa" gerak yang ritmis, dinamis dan estetis oleh koreografer I Gusti Agung Ngurah Supartha yang dipermanis dengan iringan gamelan gong kebyar yang ditata artistik oleh I Wayan Beratha dan sentuhan gegerongan oleh IGB Arsaja.a dan sentuhan gegerongan oleh IGB Arsaja.)
  • Mabuang Mulan Daha  + (Tari Mabuang Mulan Daha merupakan jenis taTari Mabuang Mulan Daha merupakan jenis tarian sakral dari Tenganan Pegringsingan di Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali. Tari ini ditarikan oleh para gadis yang sudah melalui proses upacara menjadi Daha.</br></br>Tarian yang termasuk dalam kategori Tari Wali ini adalah tarian upacara untuk menuangkan air nira. Tari ini dibawakan oleh gadis-gadis daha sebagai tanda kehormatan terhadap Ida Sang Hyang Wisi Wasa.</br>Dipertunjukan sore hari pada sasih sambah atau sasih kelima dengan disesuaikan pada perhitungan kalender di Tenganan Pegringsingan. Tari Mabuang Mulan Daha adalah bagian penting dari Upacara Ngusaba Sambah yang diadakan setahun sekali selama satu bulan penuh.</br></br>Dikatakan bahwa ritual tersebut merupakan hari wafatnya Bhatara Indra. Sedangkan Tarian Mabuang Mulan Daha difungsikan sebagai pengiring kepergiannya ke surga. Ini juga berarti upacara belum bisa dianggap selesai tanpa dipertunjukannya tarian ini.</br></br>Dalam buku “Karangasem dengan Desa-desa Adatnya” karya Dewa Gede Raka disebutkan bahwa terdapat dua jenis Tari Abuang (Mabuang) yakni Tari Mabuang dan Mabuang Kala.</br>Tari Mabuang merujuk pada tari oleh para daha pada sasih kasa (bulan satu) di depan Bale Agung pada upacara Sabah di Subak-subak Daha. Sedangkan Tari Mabuang Kala ditarikan oleh para teruna di Bale Patemu pada Upacara Sabah di bulan ke lima atau Sasih kelima, tepatnya dimalam hari.</br></br>Istilah “Mabuang” dimaknai sebagai menuangkan air nira (tuak), “Mulan” berarti Asal, sedangkan kata “Daha” berarti Gadis yang telah dibuatkan upacara. Adapun Ngusaba Sambah adalah upacara besar Dewa Yadnya yang terjadi setiap setahun sekali di Desa Tenganan Pegringsingan.</br></br>Gamelan Sebagai Pengiring Tarian</br></br>Tari Mabuang Mulan Daha dalam pertunjukannya diiringi dengan Gambelan Selonding dan Gambelan Gambang yang mana kedua Gamelan tersebut hanya dikeluarkan untuk upacara-upacara tertentu. Jika merujuk pada buku Panitithalaning Pegambuhan, kedua gambelan pengiring tari Mabuang Mulan Daha ini termasuk pada Golongan Tua.</br></br>Gambelan Selonding diletakkan di bale Petemu Kajam, Tengah dan Kelod. Gambelan ini memakai tiga gending yaitu: Gending Pategak untuk menyemarakkan suasana, Gending Geguron sebagai pembuka upacara, dan Gending-gending untuk mengiringi tarian. Sedangkan Gambelan Gambang yang ada di Bale Agung, memakai gending Panji Marga.</br></br>Jenis-jenis instrumen yang mengiringi tari terdiri dari:</br>• Gong dua buah, masing-masing terdiri dari empat bilah jadi jumlahnya ada delapan.</br>• Kempul, masing-masing terdiri dua buah terdiri dari empat bilah jadi jumlahnya delapan.</br>• Peenem satu buah yang terdiri dari empat bilah.</br>• Peteduh satu buah yang tyerdiri dari empat bilah.</br>• Nyangnyang alit satui buah yang bterdiri dari delapan bilah.</br>• Nyangnyag ageng satu bilah yang terdiri dari delapan bilah dan satu buah ceng-ceng.</br></br>Gerak Tari Mabuang Mulan Daha</br></br>Tari Mabuang Mulan Daha memiliki komposisi tari yang terhubung erat dengan faktor iringan. Dalam hal ini terdapat beberapa frasa diantaranya :</br>• Frasa pertama dimulai dengan gending petegak pertanda berkumpulnya para daha.</br>• Frasa kedua dilanjutkan dengan gending Geguron daha-daha tersebut natagang, medauhan base.</br>• Frasa ketiga gending Ijang-ijang Kesumba dimulai, para daha satu-persatu berdiri membelakangi Bale </br></br>Petemu menghadap ke Timur dan maju selangkah dengan merentangkan kedua tangannya. Adapun langkah terakhir dari para daha tersebut adalah meayunan.</br>Sebagai salah satu tarian kuno, Mabuang Mulan Daha hadir dengan gerakan yang sangat sederhana namun penuh dengan rasa pengabdian kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa. Mula-mula kedua tangan direntangkan kesamping kanan dan kiri sejajar dengan posisi badan menghadap ke depan.</br></br>Badan diputar seperempat lingkaran ke samping kiri diikuti dengan gerakan tangan merentang dengan tangan kiri dibawa kebelakang dan tangan kanan kedepan. Arah badan kesamping kiri membentuk sudut seperempat lingkaran diikuti dengan kaki kiri silang di belakang kaki kanan.</br></br>Kemudian badan diputar seperempat lingkaran menghadap ke samping kanan dengan tangan kiri di bawa kedepan dan tangan kanan di bawa kebelakang. Gerakan ini diikuti dengan kaki kanan silang di belakang kaki kiri, dilakukan berulang-ulang sampai gending itu selesai.</br></br>Busana Tari Mabuang Mulan Daha</br></br>• Hiasan Kepala : Memakai pusungan Blesot (cara memakainya seperti pusung Gonyer. Pada bagian tengah rambut diangkat kemudian dimasukkan ke kiri di bawah rambut yang telah diangkat tadi sehingga rambut itu seperti terurai dibawa ke depan bahu. Tetapi pada bagian pangkal rambut masih melekat pada bagian tengah rambut yang terangkat tadi). Memakai hiasan satu tangkai bunga emas, porosan base dan subeng emas.</br>• Hiasan Muka : Hiasan muka sangat sederhana. Biasanya menggunakan bedak dan lipstik, namun terkadang ada yang sama sekali tidak memakainya dan cukup dengan mencuci muka saja. Disini make up tidak mutlak harus dipakai, yang diutamakan adalah rasa pengabdian kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa.</br></br>Dalam hal tata busana, penari menggunakan tapih (kain dalam berwarna bebas), kain sutra, anteng gringsing, sabuk dan gelang daha. Semua perlengkapan dibebankan kepada masing-masing penari. Busana tersebut disimpan dengan baik dan dapat dipergunakan lagi setiap upacara Ngusaba Sambah se-tahun sekali.ap upacara Ngusaba Sambah se-tahun sekali.)
  • Tari Porosan  + (Tari Porosan (2019) terinspirasi dari Tri Tari Porosan (2019) terinspirasi dari Tri Sakti, tiga konsep kekuatan dalam filsafat Hindu Bali. Porosan adalah salah satu elemen penting dalam membuat dan menghaturkan canang sari (sesajen bagi umat Hindu, Bali). Canang sari ini dibuat sebagai sesajen yang dihaturkan pada Ida Sanghyang Widhi Wasa. Porosan adalah simbol dari Tiga Dewa Hindu yaitu Dewa Siwa (pelebur), Dewa Wisnu (pemelihara) dan Dewa Brahma (pencipta).u (pemelihara) dan Dewa Brahma (pencipta).)
  • Puspanjali  + (Tari Puspanjali adalah tarian tradisional Tari Puspanjali adalah tarian tradisional kreasi baru yang diciptakan tahun 1989 oleh seniman besar Bali N.L.N. Swasthi Widjaja Bandem. Tarian ini merupakan salah satu tarian yang ditampilkan dalam gelaran “Tunjukkan Indonesiamu” untuk menyambut perhelatan olahraga akbar Asian Games 2018, sekaligus mengajak seluruh masyarakat menari bersama dalam kegiatan “Gerakan Cinta Budaya Indonesia”. Tarian ini diciptakan atas permintaan Titik Soeharto untuk acara pembukaan Kongres Persatuan Wanita Olahraga Seluruh Indonesia (Perwosi), yang diadakan di Pertamina Cottage, Kuta. Swasthi Widjaja Bandem yang diminta untuk menciptakan tarian tersebut kemudian berkolaborasi dengan I Nyoman Winda, seniman karawitan, sebagai penata musik pengiring Tari Puspanjali. Durasi tarian hanya 3-5 menit karena pembagian waktu saat itu yang sangat ketat dalam acara kongres.</br></br>Tari Puspanjali terinspirasi dari gerakan Tari Rejang, yang menggambarkan kegembiran sekelompok gadis Bali menyambut kedatangan para dewa dalam sebuah tarian upacara yang dibawakan di halaman pura. Gerakan Tari Puspanjali sengaja dibuat sederhana, lembut, dan lemah gemulai seperti tarian Rejang tetapi dinamis karena ada gerak-gerak ritmis di dalamnya. Pertimbangannya adalah agar tarian ini dapat dipelajari dalam waktu singkat oleh semua tingkatan umur, sehingga dalam perkembangannya tetap bisa bertahan dalam waktu lama. Sebuah tari kreasi baru yang digali dari tarian tradisional membutuhkan waktu sekurangnya dua puluh tahun untuk dapat diakui sebagai tarian tradisional. Pada kenyataannya Tari Puspanjali tetap bertahan hingga kini, bahkan terkenal hingga ke luar daerah asalnya dan kerap dipentaskan sebagai tari penyambutan tamu dalam berbagai gelaran acara, resmi ataupun tidak, sekaligus menjadi tari hiburan yang indah. Gerakan yang lemah lembut dan sederhana, menggunakan gerak-gerak dasar tari tradisional Bali dengan hanya menambahkan variasi pada pakem tari Bali, menjadikan Tari Puspanjali sebuah tarian yang digemari masyarakat, dan bisa dibawakan oleh anak-anak, remaja sampai kalangan tua.</br></br>Fungsi Tari Puspanjali sebagai tari penyambutan tercermin dari namanya, yaitu “puspa” yang berarti bunga dan “anjali” penghormatan, sehingga secara keseluruhan dapat dimaknai “menghormati tamu bagai bunga” yang menggambarkan besarnya penghormatan tuan rumah terhadap kedatangan tamu mereka. Tari Puspanjali biasanya dibawakan oleh lima sampai tujuh orang penari perempuan. Saat ditampilkan untuk pertamakalinya dalam acara pembukaan kongres Perwosi tahun 1989, Tari Puspanjali dibawakan oleh tujuh puluh orang penari. Struktur tarian menyesuaikan dengan struktur gending, yang meliputi bagian pengawit, pepeson, pengawak, pengecet, dan pekaad. Pepeson adalah awal sebuah gending atau lagu yang disajikan sebelum dimulainya tarian. Pengawak yang dimainkan setelah pepeson adalah komposisi musik dengan alunan lembut dan pelan, untuk mengiringi gerakan tari bertempo pelan dan lemah lembut. Pengecet adalah bagian komposisi yang menampilkan gerak-gerak tari bertempo sedang hingga cepat. Pekaad atau penutup adalah bagian komposisi yang diwarnai dengan gerak-gerak tari bertempo cepat kemudian lebih pelan untuk mengakhiri tarian.</br></br>Gerakan Tari Puspanjali diawali dengan menggerakkan kepala ke kiri dan kanan “khas tarian Bali” sambil berjalan dengan kedua tangan berada di depan dada, mempertemukan kedua pangkal pergelangan tangan, yang kanan di atas sedangkan kiri di bawah. Kemudian berjalan di tempat dengan kedua tangan masih berada di depan dada dalam posisi yang sama. Gerakan ini merupakan salah satu bentuk sambutan selamat datang kepada para tamu. Selanjutnya gerakan melenggok dan memutar dengan tangan diangkat agak ke atas hingga bahu ikut bergerak, menggambarkan keramahtamahan masyarakat Bali kepada tamu yang datang. Ekspresi penari ditampakkan melalui senyuman dan gerak mata “nyledet” khas Bali, yaitu mengangkat alis sedikit kemudian bola mata bergerak secara cepat atau lambat sesuai ritme musiknya. Busana yang dikenakan dirancang sederhana seperti tari tradisional Bali lainnya, yaitu terdiri dari tapih yang di prada bagian bawahnya dan disarung, serta streples polos berwarna senada dengan tapih dan kain prada yang juga disarung. Rambut disasak dan memakai “pusung lungguh magonjer”. Di bagian tengah depan pusung lungguh magonjer diberi hiasan “onggar-onggar” dengan bunga yang sewarna pakaian penarinya. Onggar-onggar dilengkapi beberapa bunga mas cempaka imitasi dan dua untaian semanggi di kanan-kirinya.dan dua untaian semanggi di kanan-kirinya.)
  • Rejang Anyar  + (Tari Rejang Anyar merupakan tarian sakral Tari Rejang Anyar merupakan tarian sakral Desa Adat Banjar Anyar yang ditarikan secara berkelompok oleh kaum ibu ibu dan remaja putri. Tarian ini merupakan tarian persembahan kepada dewa dewi yang ditarikan pada saat upacara keagaamaan sedang berlangsung. </br></br>Kata "Rejang" memiliki makna suatu gerakan yang cepat dan indah serta bernilai seni dan kata "Anyar" berarti sesuatu yang baru,bersih dan hias. Jadi rejang anyar dapat diartikan sebagai suatu gerakan tarian yang lincah yang di tarikan dalam suasana penuh kesucian dan keindahan.</br></br>Ciri khas tarian Rejang Anyar adalah memakai dua selendang putih dan kuning.dimana kedua warna itu memiliki makna kesucian dan kebersihan.tu memiliki makna kesucian dan kebersihan.)
  • Truna Jaya  + (Tari Trunajaya adalah salah satu tarian krTari Trunajaya adalah salah satu tarian kreasi baru Bali, tepatnya dari Kabupaten Buleleng, Bali Utara. Seni tari ini semula diciptakan pada tahun 1915 oleh Pan Wandres dalam bentuk Kebyar Legong, kemudian disempurnakan kembali oleh I Gede Manik.</br></br>Tari Trunajaya atau juga Terunajaya lebih menggambarkan gerak-gerik pemuda yang beranjak dewasa, sangat emosional dimana tingkah lakunya yang senantiasa berusaha memikat hati wanita.</br>Meskipun disebut sebagai penggambaran seorang pemuda, tari ini dikategorikan dalam tari putra keras yang umumnya ditarikan oleh penari putri.</br></br>Tari Trunajaya termasuk tari hiburan yang pertunjukannya bisa di mana saja. Termasuk di halaman pura, lapangan, panggung tertutup atau terbuka, ataupun di tempat-tempat selain itu.</br>Awalnya, tari ini adalah tari tunggal yang juga termasuk “tari babancihan” karena menghadirkan karakter antara laki-laki dan perempuan. Namun seiring perkembangannya, Tari Trunajaya ada juga yang dibawakan oleh lebih dari satu penari.</br>Dalam hal durasi, tari ini sangat fleksibel bisa pendek atau panjang. Durasi tarian terpendek umumnya berkisar 11 menit dari awal hingga akhir.</br></br>Dalam sejarahnya, Tari Trunajaya tidak terlepas dari Tari Kakebyaran yang berhubungan erat dengan kebyar. Disebut seperti itu, karena bukan hanya diiringi oleh Gamelan Gong Kebyar, namun gerakannya pun sangat dinamis dan bernafaskan kebyar.</br></br>Para penari Trunajaya menggunakan rias wajah putra halus. Menggunakan rias pentas eyeshadow berwarna kuning, merah dan biru serta pemakaian alis yang agak tinggi dari riasan tari putri serta menggunakan tali kidang. Ciri khas lain dari tari bebancihan ini juga terlihat dari segi kostum, penari memakai kamen atau kancut berwarna ungu prada dengan motif wajik. Dipakaikan seperti pemakaian kain bebancihan pada umumnya yaitu ada sisa kamen di sebelah kiri yang nantinya akan dipakai sebagai kancut, selain itu penari juga memakai udeng yang khas, garuda mungkur (dibagian belakang), satu bunga sandat, bunga kuping (bunga merah dan bunga putih), serta rumbingunga merah dan bunga putih), serta rumbing)
  • Kenapa Legong JAPATWAN  + (Tari ‘Kenapa Legong’ Japatwan adalah karyaTari ‘Kenapa Legong’ Japatwan adalah karya koreografer perempuan Bali yang begitu luar biasa Ida Ayu Wayan Arya Satyani. Karya ini diciptakan sebagai wujud kekagumannya pada penciptaan tari legong, baik pada kerumitan tekniknya atau pada kelanggengan yang ditawarkan oleh tarian legong yang kekal. Karya tari Japatwan sekaligus menjadi jalan Dayu Ani untuk bertanya kembali pada proses penciptaan yang telah dilalui. Sekaligus jalan untuk merealisasikan impian tentang jelajah tubuh. Sejauh mana penjelajahan tubuh dapat dilakukan, bagaimana tubuh menghormati jiwa dan raganya, mengarungi keharuan atau menyikapi belenggu, mempertanyakan tradisi ataukah modern, tak menilai gender laki-laki ataukah perempuan, karena menari itu bukan tentang gender, tapi dia adalah jiwa. Jiwa yang tampil melalui tubuh, entah dia lelaki, perempuan, untuk membawakan karakter yang sebenarnya.</br></br>Japatwan terinspirasi dari geguritan teks Japatwan yang mengisahkan petualangan Gagak Turas dan Japatwan saat menyusul Ratnaningrat ke Siwa Loka, Japatwan pun menjabarkan hakekat sastra dalam kehidupan manusia. Pengetahuan (jnana) yang patut dibadankan agar senantiasa bertemu karma baik. Awal kisah perjalanan itu adalah rasa kehilangan Japatwan yang ditinggalkan oleh Ratnaningrat, istrinya tercinta "sakeng ngredani". Ratnaningrat adalah anugrah dari Dewa Indra yang rupanya diutus untuk menguji kepandaian Japatwan dalam melaksanakan kemampuan dan pengetahuannya mengenai “keluar masuknya jiwa dalam tubuh, jalan menuju kamoksan (pembebasan)”. </br></br>Dalam hitungan tujuh hari setelah masa sukacita pernikahan, Ratnaningrat kembali ke Indraloka, konon untuk ngayah ngelegong. Dalam lantunan gaguritan, dan nuansa musik kendang palegongan, semoga tarian sederhana ini mendapat setetes keindahan dari kemahaindahan kisahnya yang telah dituangkan oleh para sastrawan dalam naskah-naskah gaguritan.a sastrawan dalam naskah-naskah gaguritan.)
  • Garuda Wisnu Kencana  +
  • Wayang Sapuh Leger  + (Wayang Sapuh Leger merupakan sebuah drama Wayang Sapuh Leger merupakan sebuah drama ritual dengan sarana pertunjukan wayang kulit yang bertujuan untuk membersihkan atau menyucikan diri seseorang akibat tercemar atau kotor secara rohani.</br></br>Di Bali hingga kini diyakini bahwa anak yang lahir pada wuku Wayang patutlah melakukan upacara lukatan atau pembersihan yang disebut sapuh leger. Hal ini dimaksudkan agar terhindar dari kejaran Kala dan tak ditimpa malapetaka.</br></br>Dikisahkan dua orang putra Bhatara Siwa atau Bhatara Guru memiliki otonan yang sama yaitu sama-sama lahir pada Wuku Wayang. Mereka berdua bernama Bhatara Kala dan Sang Hyang Rare Kumara. Jauh sebelum Rare Kumara lahir, Dewa Siwa pernah memberikan ijin kepada Bhatara Kala untuk menadah atau memangsa makhluk yang memiliki otonan sama dengannya.</br></br>Oleh karena adiknya sendiri memililiki otonan yang sama, Bhatara Kala meminta ijin kepada Dewa Siwa untuk memangsa Rare Kumara. Namun, Kala diminta menunggu agar adiknya tersebut besar. Karena Siwa takut putranya dimangsa, maka dikutuklah Rare Kumara sehingga tak pernah dewasa. </br></br>Setelah dirasanya adiknya sudah dewasa, Kala menemui Rare Kumara dan bermaksud memangsanya. Namun atas perintah Dewa Siwa, Rare Kumara diminta untuk berlari menuju ke Kerajaan Kertanegara.</br></br>Mengerahui adiknya lari, Kala mengejarnya. Ia mencium tapak kaki Rare Kumara dan mengikutinya dan dilihatlah sang adik berlari. Setelah bersembunyi di beberapa tempat yaitu rimbun bambu buluh, di balik kayu bakar, dan tungku perapian, Rare Kumara pun sampai di Kertanegara.</br></br>Kertanegara digempur oleh Bhatara Kala, dan Rare Kumara berlari hingga saat malam ia sampai di tempat pertunjukan wayang. Oleh dalang wayang, Rare Kumara diminta bersembunyi di resonator gamelan gender.</br></br>Saking laparnya, Kala datang ke tempat pertunjukan wayang dan memakan sesajinya. Melihat hal itu, dalang menegur Kala agar mengembalikan sesaji yang telah dimakannya. Karena terpojok, Kala pun berhutang pada dalang dan kepada dalang itu, ia berikan mantra magis. Mantra itu membuat dalang bisa membebaskan semua makhluk hidup dari kekotoran.</br></br>Dalang kemudian menghaturkan sesaji sebagai pengganti anak yang dilahirkan Tumpek Wayang, sehingga selamatlah Rare Kumara. Rare Kumara pun dibawa kembali ke kahyangan oleh Dewa Siwa.</br></br>Begitulah kisah ringkas yang melatarbelakangi dilaksanakannya Sapuh Leger pada anak yang lahir wuku Wayang. Kisah ini diambil dari Lontar Kidung Sapuh Leger.ni diambil dari Lontar Kidung Sapuh Leger.)
  • Wayang Arja  + (Wayang arja adalah sebuah wayang ciptaan bWayang arja adalah sebuah wayang ciptaan baru yang diciptakan pada tahun 1975 oleh dalang I Made Sidja dari desa Bona, atas dorongan almarhum I Ketut Rindha. Permunculan wayang ini banyak dirangsang oleh kondisi kehidupan Dramatari Arja yang ketika itu memprihatinkan, didesak oleh Drama Gong. Walaupun masih tetap mempertahankan pola pertunjukan wayang tradisional Bali, Wayang Arja menampilkan lakon-lakon yang bersumber pada cerita Panji (Malat).</br></br>Dalam Wayang Arja, peran utama yang memegang pokok cerita adalah tentang kerajaan-kerajaan yang terbagi dalam sisi "kanan" dan "kiri". Kerajaan-kerajaan yang terangkum dalam sekutu "kanan" antara lain adalah seperti Daha, Koripan, Singasari, dan Gegelang, sementara pihak "kiri"-nya adalah Lasem Metaum, Pajang Mataram, Cemara, dan Pajarakan.</br></br>Dalam wayang ini plot dramatik disusun hampir sama dengan yang terdapat di dalam Dramatari Arja. Oleh sebab itu pertunjukan Wayang Arja berkesan pagelaran Arja dalam bentuk Wayang Kulit. Pertunjukan Wayang Arja melibatkan sekitar 12 orang pemain yang terdiri dari:</br></br>• 1 orang dalang</br>• 2 orang pembantu dalang</br>• 9 orang penabuh Gamelan Gaguntangan yang berlaras pelog dan slendro.</br></br>Di antara lakon-lakon yang biasa ditampilkan antara lain adalah:</br></br>• Waringin Kencana</br>• Klimun Ilang Srepet Teka</br>• Pakang Raras</br>• Banda Kencana</br></br>Kekhasan pertunjukan Wayang Arja terasa pada seni suara vokalnya yang memakai tembang-tembang macapat yang biasa dipergunakan dalam pertunjukan Dramatari Arja. Juga, bentuk wayangnya menirukan tokoh-tokoh utama dalam Arja dengan segala atributnya. Wayang Arja kurang begitu populer di Bali, walaupun dalang yang biasa membawakan wayang ini terdapat hampir di seluruh Bali.ayang ini terdapat hampir di seluruh Bali.)
  • Wayang Lemah  + (Wayang lemah dibeberapa tempat juga disebuWayang lemah dibeberapa tempat juga disebut dengan Wayang Gedog. Wayang lemah dikatagorikan sebagai Wayang Wali yaitu kesenian sakral yang menyertai upacara keagamaan. Wayang lemah adalah salah satu dari tiga macam wayang yang disakralkan di Bali. Tiga wayang sakral tersebut adalah Wayang Sapu Leger, Wayang Suddhamala dan Wayang Lemah. </br></br>Wayang lemah dipentaskan tanpa mempergunakan layar atau kelir dan lampu blencong. Dalam memainkan wayangnya, dalang menyandarkan wayang-wayang pada seutas benang putih (benang tukelan) sepanjang sekitar satu sampai satu setengah meter yang direntang susun tiga dengan masing-masing berisi 11 uang kepeng atau pis bolong satakan (uang kepeng berjumlah 200 keping). Benang ini diikatkan pada batang kayu dapdap yang dipancangkan pada batang pisang (gedebong) di kedua sisi dalang. Gamelan pengiringnya adalah gender wayang yang berlaras slendro (lima nada).</br></br>Wayang lemah atau wayang gedog ini dapat dipentaskan pada siang, sore atau pada saat upacara keagamaan berlangsung. Pendukung pertunjukan wayang ini adalah yang paling kecil, 3 sampai 5 orang, yang terdri dari seorang dalang, dan satu atau dua pasang penabuh gender wayang. Sebagai kesenian upacara, pertunjukan wayang lemah biasanya mengambil tempat di sekitar tempat upacara dengan tidak mempergunakan panggung pementasan yang khusus.</br></br>Lakon yang dibawakan pada umumnya bersumber dari cerita Mahabharata yang disesuaikan dengan jenis dan tingkatan upacara yang diiringinya. Jika pertunjukan itu dilakukan pada upacara Dewa Yadnya, maka lakon cerita diambil dari kisah yang menceritakan upacara, misalnya Kunti Yadnya. Tapi bila pertunjukan dilangsungkan pada upacara Bhuta Yadnya, maka lakon ceritanya adalah Bima Dadi Caru, yaitu cerita ketika Bhima mengorbankan dirinya sebagai caru kepada Raksasa Baka.</br></br>Sedangkan jika pertunjukan berlangsung pada upacara Pitra Yadnya, maka lakon yang disajikan adalah Bima Swarga atau cerita lain yang mengisahkan perjalanan roh ke surga. Jika pertunjukan itu diadakan untuk Upacara Manusa Yadnya, maka lakon yang digunakan dalang adalah cerita yang mengisahkan perkawinan, misalnya perkawinan Arjuna-Subadra, atau perkawinan Abimanyu-Uttari.</br></br>Biasanya, pertunjukan wayang Lemah dimulai bersamaan dengan diawali pemujaan oleh Pandita (pemimpin upacara agama Hindu). Demikian pula akhir pertunjukan akan ditutup jika pandita sudah mengakhiri pemujaan. Durasi pementasan Wayang lemah pada umumnya singkat sekitar 1 sampai 2 jam.da umumnya singkat sekitar 1 sampai 2 jam.)
  • Wayang Wong Lakon Gathotkaca Winisuda  + (Wayang wong (berasal dari bahasa Jawa: waWayang wong (berasal dari bahasa Jawa: wayang wong, yang berarti 'wayang orang') adalah wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam cerita wayang tersebut. Wayang wong diciptakan oleh Sultan Hamangkurat I pada tahun 1731.</br></br>Sesuai dengan nama sebutannya, wayang tersebut tidak lagi dipergelarkan dengan memainkan boneka-boneka wayang (wayang kulit yang biasanya terbuat dari bahan kulit kerbau ataupun yang lain), akan tetapi menampilkan manusia-manusia sebagai pengganti boneka-boneka wayang tersebut. Mereka memakai pakaian sama seperti hiasan-hiasan yang dipakai pada wayang kulit. Supaya bentuk muka atau bangun muka mereka menyerupai wayang kulit (kalau dilihat dari samping), sering kali pemain wayang wong ini diubah/dihias mukanya dengan tambahan gambar atau lukisan.</br></br>Cerita-cerita yang diangkat dalam wayang wong berbasis pada duel epik cerita kolosal yaitu Mahabharata dan Ramayana. Hal yang menarik dari pertunjukan wayang wong ini adalah adanya tari kolosal atau individu per pemain di setiap jeda cerita. Selain itu wayang wong juga menampilkan tokoh punakawan sebagai pencair suasana yang merupakan penggambaran keadaan kawulo alit atau masyarakat secara umum dan abdi dalem.</br></br>Wayang Wong lakon Gathotkaca Winisuda menceritakan kisah Raden Gathotkaca dari lahir hingga diwisuda menjadi raja di kahyangan dengan nama Kacanegara.</br></br>Cerita bermula saat peristiwa lamaran Batari Wilutama oleh raja sakti mandraguna Prabu Pracona dari Kerajaan Gilingwesi di Kahyangan Jonggringsaloka. Hal ini menjadikan Batara Guru khawatir akan keadaan di Kahyangan. Batara Narada dan Batara Indra lantas diutus menemui Raden Wijasena untuk meminta bayinya. Jabang bayi akan dipersiapkan menjadi “jago” dewata untuk mengusir musuh.</br></br>Bayi laki-laki Raden Wijasena dengan Dewi Arimbi telah dibawa oleh Batara Narada dan Batara Indra. Namun ternyata, tali pusar sang bayi belum putus. Batara Guru kemudian mengeluarkan pusaka senjata Konta guna memotong tali pusar bayi Tetuka tersebut. Sebuah keajaiban terjadi, senjata Konta merasuk ke perut bayi. Jabang bayi lalu dimasukkan ke kawah Candradimuka, kemudian para dewa kahyangan juga diminta untuk memasukan senjata pusakanya ke dalam kawah. Keajaiban kembali terjadi, bayi tersebut muncul dari kawah dalam keadaan sehat dan gagah.</br></br>Batara Guru memerintahkan Batara Narada untuk membawa bocah Tetuka ke medan laga (repat kepanasan), menemui Sekipu yang menjadi utusan Prabu Pracona. Tak lama kemudian di repat kepanasan, Batara Narada bersama Tetuka menemui Sekipu, dengan berujar apabila Sekipu bisa mengalahkan Jabang Tetuka, maka Batari Wilutama dapat diboyong oleh Prabu Pracona. Alih-alih kalah, badan Tetuka justru semakin tinggi dan perkasa, hingga akhirnya Sekipu tewas di tangan Tetuka besar.</br></br>Di Gilingwesi, Prabu Pracona menunggu raksasa Sekipu yang menjadi duta ke kahyangan untuk melamar Batari Wilutama. Namun, Prabu Pracona dikagetkan dengan hadirnya Ki Togog dan Sarawita yang melaporkan bahwa Sekipu telah tewas di tangan kesatria Tetuka. Kemarahan Sang Prabu tak terbendung, Prabu Pracona beserta bala tentaranya menuju ke Kahyangan untuk membalas dendam kepada para dewa. Peperangan pun tak terelakan antara prajurit Kerajaan Gilingwesi melawan para dewa yang dibantu Pandawa.</br></br>Tetuka yang juga bernama Gatotkaca turut berperang melawan Prabu Pracona, hingga akhirnya Prabu Pracona kalah. Kemenangan Gatotkaca atas Prabu Pracona menjadi sebuah kebanggaan para Pandawa. Gatotkaca, putra Raden Wijasena dengan Dewi Arimbi, dapat mendarmabaktikan perjuangannya kepada para dewata. Atas jasa besar Gatotkaca, dia mendapat anugerah dari Batara Guru dan diwisuda menjadi raja di Kahyangan dengan nama “KACANEGARA”.aja di Kahyangan dengan nama “KACANEGARA”.)
  • Garuda Wisnu Kencana  + (The Garuda Wisnu Kencana tells about the sThe Garuda Wisnu Kencana tells about the struggle of Lord Vishnu (Dewa Wisnu) who is assisted by the Garuda bird as his mount to seize Tirta Amerta (water of life) against the power of giants. Through a very deadly war, Tirta Amerta can be seized by The Lord Vishnu. The Tirta Amerta then is used to maintaining life.a Amerta then is used to maintaining life.)
  • Arja Muani 'Ki Ratna Kepakisan'  + (Arja adalah semacam opera khas Bali, merupArja adalah semacam opera khas Bali, merupakan sebuah dramatari yang dialognya ditembangkan secara macapat. Dramatari Arja ini adalah salah satu kesenian yang sangat digemari di kalangan masyarakat. Nama Arja diduga berasal dari kata Reja (bahasa Sanskerta) yang berarti "keindahan". Gamelan yang biasa dipakai mengiringi Arja disebut "Gaguntangan" yang bersuara lirih dan merdu sehingga dapat menambah keindahan tembang yang dilantunkan oleh para penari.</br></br>Arja diperkirakan muncul pada tahun 1820-an, pada masa pemerintahan Raja Klungkung, I Dewa Agung Sakti. Menjelang berakhirnya abad 20 lahirlah Arja Muani, dimana semua pemainnya pria, sebagian memerankan wanita. Arja ini disambut dengan sangat antusias oleh masyarakat, terutama karena menghadirkan komedi segar.terutama karena menghadirkan komedi segar.)
  • Arja "Sampek Ingtai"  + (Arja merupakan seni teater yang sangat komArja merupakan seni teater yang sangat kompleks karena merupakan perpaduan dari berbagai jenis kesenian yang hidup di Bali, seperti seni tari, seni drama, seni vokal, seni instrumentalia, puisi, seni peran, seni pantomime dan seni busana, Sesungguhnya Arja ini perpaduan antara dua pendukung teater, yaitu gagasan yang datang dari para pemain dengan penonton. Sehingga Arja adalah bentuk total teater yang komunikatif. </br></br>Arja diduga berkembang sejak sekitar tahun 1814, yaitu pada pemerintahan I Dewa Gde Sakti di Puri Klungkung, saat diadakannya upacara Pelebon yang dilakukan oleh I Gusti Ayu Karangasem. Upacara Pelebon besar-besaran ini dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk raja-raja seluruh Bali. Pada saat itu atas prakarsa I Dewa Agung Mangis asal Gianyar dan Dewa Agung Jambe digelarkan untuk pertama kalinya Arja.</br></br>Tiga fase perkembangan Arja adalah:</br>• Arja Doyong yaitu Arja tanpa iringan gamelan dan dimainkan secara solo atau oleh satu orang.</br>• Arja Gaguntangan yaitu dengan memakai gamelan Gaguntangan dan jumlah pelaku lebih dari satu orang.</br>• Arja Gede yang merupakan arja dengan struktur baku pertunjukan sekarang ini, dibawakan oleh banyak pelakon antara 10 orang sampai 15 orang.</br></br>Menjelang berakhirnya abad 20 lahirlah Arja Muani, dimana semua pemainnya pria, sebagian memerankan wanita. Arja ini disambut dengan sangat antusias oleh masyarakat, terutama karena menghadirkan komedi segar.</br></br>Arja saat itu dikenal dengan nama Dadap dan lakon yang dipertunjukkan adalah Limbur. Dadap adalah nama sejenis pohon dan juga berarti perisai. Pohon Dadap adalah kayu sakti, sebagai lambang pembersihan atau alat penyucian yang harus ada dalam setiap upacara di Bali. Ceritera-ceritera Arja sangat beragam, dari Ceritera Panji, Ceritera Rakyat, Ceritera Mahabarata, Ramayana dan sebagainya berkembang sampai ceritera-ceritera keseharian,</br></br>Pada tahun 1920-an sampai 1960-an, kesenian ini menemukan kejayaannya, dimana setiap pementasannya selalu dipadati penonton. Durasi Arja sangat panjang, yaitu sekitar 5-6 jam.Saat ini Arja telah kehilangan popularitasnya oleh drama gong ,ini karena drama gong tidak terlalu lama durasinya serta tidak banyak musik dan tarian sehingga lebih mudah dipahami oleh kalangan masyarakat.</br></br>Nama Arja diduga berasal dari kata Reja (bahasa Sanskerta) yang berarti "keindahan". Gamelan yang biasa dipakai mengiringi Arja disebut "Gaguntangan" yang bersuara lirih dan merdu sehingga dapat menambah keindahan tembang yang dilantunkan oleh para penari.</br></br>Berbeda dari kesenian tradisional Bali lainnya, ciri khas arja dalam setiap pementasannya terlihat kesenian arja ini disamping memiliki petuah ajaran kebaikan, lelucon, dagelan, tarian dan seni drama yang tidak kalah dengan kesenian bali lainnya, arja juga selalu menonjolkan nyanyian seperti kekawin atau kidung - kidung tradisional Bali dan juga busana yang digunakan pun pakaian adat Bali lengkap.</br></br>Sedangkan musik atau gamelan sebagai pengiring dalam kesenian ini disebutkan dalam babad bali, arja pada mulanya Arja hanya menggunakan gamelan Geguntangan, namun kira-kira sejak beberapa tahun dalam perkembangan selanjutnya Arja diiringi dengan gamelan gong kebyar.</br></br>Sumber lakon Arja yang utama adalah cerita Panji (Malat), kemudian lahirlah sejumlah cerita seperti Bandasura, Pakang Raras, Linggar Petak, I Godogan, Cipta Kelangen, Made Umbara, Cilinaya dan Dempu Awang yang dikenal secara luas oleh masyarakat.</br></br>Arja juga menampilkan lakon-lakon dari cerita rakyat seperti Jayaprana, Sampik Ingtai, Basur dan Cupak Grantang serta beberapa lakon yang diangkat dari cerita Mahabharata dan Ramayana. Lakon apapun yang dibawakan Arja selalu menampilkan tokoh-tokoh utama yang meliputi Inya, Galuh, Desak (Desak Rai), Limbur, Liku, Panasar, Mantri Manis, Mantri Buduh dan dua pasang punakawan atau Panasar kakak beradik yang masing - masing terdiri dari Punta dan Kartala. Hampir semua daerah di Bali masih memiliki grup-grup Arja yang masih aktif.</br></br>Kesenian Arja masih tetap dilestarikan di Bali. Disamping kesenian arja ini bersifat sakral dalam upacara yadnya sebagai warisan budaya Bali, sampai saat ini juga pementasannya sering terlihat dalam acara - acara hiburan dalam perayaan hari raya, acara - acara adat besar dan juga pesta kesenian Bali yang diadakan baik di Gedung Ksirarnawa maupun di Arda Chandra Art Center Denpasar Bali setiap tahun sekali. Center Denpasar Bali setiap tahun sekali.)
  • Baris Bebedag  + (Baris Bebedag adalah tari wali atau tari sBaris Bebedag adalah tari wali atau tari sakral yang dipentaskan pada saat upacara Dewa Yadnya di Desa Kayubihi. Baris ini ditarikan oleh empat orang lelaki atau lebih dengan gerakan-gerakan dinamis maskulin, tetapi ada juga beberapa gerakan yang terlihat jenaka. Pada saat menari, ada bagian dimana penari mengeliligi upakara persembahan berupa nasi, lauk-pauk dan minuman alkohol (tabuh). Pada akhir tarian, penari melakukan persembahyangan dan kemudian menikmati persembahan yang dihaturkan sebagai bagian dari prosesi dan rangkaian tarian/upacara.dari prosesi dan rangkaian tarian/upacara.)
  • Tari Baris Gede Kadean  + (Baris Gede Kadean merupakan tari wali atauBaris Gede Kadean merupakan tari wali atau sakral yang gerakan-gerakan tariannya terinspirasi dari tarian pegambuhan begitu pula dari segi musikalitasnya. Tari ini menjadi bagian dari prosesi ritual upacara Dewa Yadnya di salah satu pura di desa Pekandelan, Batuan, Sukawati. Tarian ini biasanya dipentaskan bersama dengan tari rejang Sabuh Mas yang telah menjadi ciri khas dan identitas dari Desa Pekandelan.i khas dan identitas dari Desa Pekandelan.)
  • Buru  + (Buru adalah karya tari kontemporer dari seBuru adalah karya tari kontemporer dari seniman Dewa Ayu Eka Putri dan I Putu Tangkas Adi Hiranmayena, keduanya membuat sebuah team duo experimental yang dikenal dengan nama ghOstMiSt. Buru adalah salah satu karya mereka di tahun 2021, karya ini terinspirasi dari novel seorang penulis legendaris Indonesia Pramoedya Ananta Toer dalam Tetralogi Pulau Buru. Meski dalam karya tari ini lebih menyorot mengenai perasaan terisolasi, terasing, kemampuan untuk melawan dan bertahan dari perburuan perasaan cemas, takut dan kematian, ketika para tahanan politik dibuang di Pulau Buru.ara tahanan politik dibuang di Pulau Buru.)
  • Tari Cilinaya  + (Di dalam tradisi Bali, Cili adalah lambangDi dalam tradisi Bali, Cili adalah lambang kecantikan. Tarian ini melukiskan sekelompok wanita cantik dengan gerakannya yang lemah gemulai, sedang menari-nari sambil bersukaria mempertontonkan kecantikannya. Berbeda dengan banyak tari Bali lainnya yang lebih menonjolkan delik mata yang tajam, tarian ini dibawakan secara riang gembira dan penuh dengan senyuman. Tarian ini juga menonjolkan sisi keanggunan gerakan dari para penarinya. Terinspirasi dari ornamen “cili” yang terdapat pada lamak Bali yang digunakan tatkala ada upacara adat atau agama. Tarian ini diciptakan oleh I Wayan Dibia untuk Sekaa Gong Putra Kencana Singapadu-Gianyar pada tahun 1986.Kencana Singapadu-Gianyar pada tahun 1986.)
  • Sanghyang Deling  + (Ditarikan oleh sepasang gadis cilik yang bDitarikan oleh sepasang gadis cilik yang belum akil balig yang kemasukan roh Dewa Wisnu/ Dewi Sri (Dewi Kesuburan). Masing-masing penari memegang sebatang pohon yang dihubungkan dengan seutas benang di mana digantungkan dua buah boneka kecil (deling) yang dibuat dari daun lontar. Gerakan cepat dari deling tersebut menandakan penarinya telah kemasukan roh, kemudian mereka diusung oleh dua orang pengusung diiringi dengan nyanyian paduan suara gending sanghyang, kadang-kadang diiringi juga oleh gamelan. Tarian ini terdapat di daerah Kintamani (Bangli).ini terdapat di daerah Kintamani (Bangli).)
  • Gambuh Panji  + (Gambuh adalah teater dramatari Bali yang dGambuh adalah teater dramatari Bali yang dianggap paling tinggi mutunya dan juga merupakan dramatari klasik Bali yang paling kaya akan gerak-gerak tari, sehingga dianggap sebagai sumber segala jenis tari klasik Bali.</br></br>Diperkirakan Gambuh muncul sekitar abad ke-15 dengan lakon bersumber pada cerita Panji. Gambuh berbentuk teater total karena di dalamnya terdapat jalinan unsur seni suara, seni drama dan tari, seni rupa, seni sastra, dan lainnya.</br></br>Gambuh dipentaskan dalam upacara-upacara Dewa Yadnya seperti odalan, upacara Manusa Yadnya seperti perkawinan keluarga bangsawan, upacara Pitra Yadnya (ngaben) dan lain sebagainya.</br></br>Gambuh Panji mengisahkan percintaan Prabu Lasem dengan Diah Rangke Sari yang merupakan seorang putri Kerajaan Daha.ang merupakan seorang putri Kerajaan Daha.)
  • Legong Pawisik  + (Garapan ini diciptakan oleh koreografer I Garapan ini diciptakan oleh koreografer I Nyoman Cerita dan komposer I Dewa Putu Berata di Sanggar Seni Çudamani. Pawisik sebuah isyarat yang dibisikkan semesta pada manusia tentang sesuatu yang telah, sedang atau akan terjadi. Pawisik memberi kesempatan pada manusia untuk memahami dan mengerti alam sekitarnya. Sebuah pengetahuan yang apabila mampu dipahami akan membuat manusia sadar bahwa dirinya hanya bagian kecil dari alam semesta. Bahwa segalanya terikat dan terjalin antara satu dan lainnya.ikat dan terjalin antara satu dan lainnya.)
  • Garbha  + (Garapan ini diciptakan pada tahun 2020 dalGarapan ini diciptakan pada tahun 2020 dalam rangka festival Ubud Performing Arts oleh dua seniman muda Dewa Ayu Eka Putri dan Ni Nyoman Srayamurtikanti. </br></br>Garba nenjadi awal terciptanya kehidupan. Sebuah ruang dimana semesta mikro terbentuk. Rahim perempuan tak lain adalah Brahman itu sendiri, Sang Pencipta semesta.</br>Garapan ini dipersembahkan pada seluruh rahim di semesta. Serta pada semua perempuan hebat di dunia.Serta pada semua perempuan hebat di dunia.)
  • Surya Mandala  + (Kemuliaan Dewa surya sebagai dewa matahariKemuliaan Dewa surya sebagai dewa matahari dalam tugasnya menyinari Bumi sangat dijunjung tinggi umatnya, tak mengenal baik buruk, sinarnya membias tanpa memilih, sinarnya menembus dewi ratih yg menerangi dalam gelap sehingga Dewa Surya bergelar Siwa Raditya, gelar dewa tertinggi atas kemuliaanya.ya, gelar dewa tertinggi atas kemuliaanya.)
  • Rangrang  + (Komposisi music Rangrang diciptaka oleh coKomposisi music Rangrang diciptaka oleh composer I Dewa Putu Rai yang berasal dari Banjar Pengosekan, Mas , Ubud. Kata rangrang mengacu pada apa yang terjalin atau dirajut menjadi satu, sama seperti kita yang terjalin antara satu sama lain dan alam semesta di sekitar kita. </br></br>Gamelan Bali seringkali dimulai dengan bagian yang disebut “peng-rangrang”, abstraksi yang mengalir dari melodi inti, seperti sebuah 'benang merah' yang saling menjalin melalui struktur komposisi musik. Karya ini diilhami dari para leluhur maestro komposer musik sekaligus sebagai salah satu bentuk penghormatan kami, salah satunya kepada Wayan Lotring (seorang maestro tari, musisi dan komposer gamelan Bali), dan keyakinan bahwa setiap suara, setiap nada memiliki resonansi suci, setiap pola keindahan intrinsik. Kecantikan dan inspirasi disatukan dengan cara yang berakar pada pusaka kesenian yang telah kita warisi dan sangat relevan dengan generasi muda saat ini.gat relevan dengan generasi muda saat ini.)
  • Legong Pelayon  + (Legong Pelayon Peliatan merupakan tari legLegong Pelayon Peliatan merupakan tari legong klasik yang mencerminkan Dewa Siwa sebagai dewanya penari dengan karakter kuat, tegas tetapi ada sisi baik dan murah rati. Hal tersebut yang diwujudkan pada Legong Pelayon sehingga memiliki bagian gerakan aktif (enerjik) dan halus. bagian gerakan aktif (enerjik) dan halus.)
  • Legong Keraton Lasem  + (Nama Legong berasal dari bahasa Bali, Leg Nama Legong berasal dari bahasa Bali, Leg (gerak yang luwes) dan gong (gamelan) yang menyatu menjadi Legong yang berarti gerak-gerak luwes yang diiringi gamelan.</br></br>Tari Legong Keraton muncul sekitar awal abad ke-19 M. Tarian ini muncul dari ide seorang Raja Sukawati bernama I Dewa Agung Made Karna.</br></br>Awalnya tarian ini bersifat sakral. Tarian ini hanya dipentaskan di pura untuk mengiringi upacara-upacara agama Hindu. Pada tahun 1928, Raja mengijinkan tarian ini dipentaskan di luar istana agar dapat dinikmati oleh rakyat.</br></br>Pada tahun 1931 tarian ini mulai ditampilkan secara luas untuk mendukung pariwisata. Banyak hotel di Bali yang mementaskan tarian ini untuk menghibur wisatawan.</br></br>Salah satu puri atau istana yang memiliki dan memelihara tari Legong Keraton adalah Puri Agung Peliatan. Puri ini dulunya sering mementaskan tari Legong Keraton pada acara-acara tertentu, seperti upacara agama Hindu.</br></br>Sebuah pentasan Legong Keraton selalu membawa cerita sejarah. Salah satu cerita yang paling populer adalah Lasem yang menceritakan kisah percintaan Prabu Lasem kepada Putri Rankesari.</br>Penari yang tampil pertama adalah Condong (emban) yang menggunakan kostum dominan warna merah. Kemudian disusul oleh dua penari Legong yang menggunakan kostum berwarna hijau.</br>Dalam kisah Prabu Lasem yang diangkat dari cerita Panji/Malat, kedua Legong ini masing-masing memerankan Prabu Lasem dan Putri Langkesari.</br></br>Tari Legong Keraton ditetapkan sebagai warisan budaya dunia non benda oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada tahun 2015. Tari Legong Keraton adalah salah satu dari sembilan tarian Bali yang mendapat penghargaan serupa disamping Tari Barong Ket, Tari Rejang, Tari Joged Bumbung, Drama Tari Wayang Wong, Drama Tari Gambuh, Topeng Sidha Karya, Tari Bari Upacara dan Tari Sang Hyang Dedari.i Bari Upacara dan Tari Sang Hyang Dedari.)
  • Rejang Desa Tista  + (Pada saat hari raya Kuningan dan manis KunPada saat hari raya Kuningan dan manis Kuningan, dimana manis Kuningan itu adalah hari setelah hari raya Kuningan itu sendiri, Kota Karangasem selalu menjadi destinasi pecinta adat dan budaya Bali. di Kota ini biasanya banyak ritual yang menandai dimulainya Piodalan (Hari Raya) khususnya yang berlangsung di Pura Desa.</br></br>Tari Rejang memiliki simbolis tarian para dewi yang menuntun Dewa-Dewi turun dari langit. Tari rejang sendiri memiliki banyak varian tergantung dari daerah masing-masing. hal tersebut berarti, tari Rejang antar daerah memiliki jenis gerakan dan musik gamelan yang berbeda, atau serupa tapi tak sama. Apalagi di tambah payasan ( hiasan) kepala yang unik dan berbeda dari satu daerah dengan yang lainnya.. unik kan? Seperti beberapa foto rejang yang saya dapatkan dari Desa Tista ini, para penari terlihat sangat cantik dengan pakaian tradisional rejang.</br>.antik dengan pakaian tradisional rejang. .)
  • Rejang Desa Purwayu  + (Pada saat hari raya Kuningan dan manis KunPada saat hari raya Kuningan dan manis Kuningan, dimana manis Kuningan itu adalah hari setelah hari raya Kuningan itu sendiri, Kota Karangasem selalu menjadi destinasi pecinta adat dan budaya Bali. di Kota ini biasanya banyak ritual yang menandai dimulainya Piodalan (Hari Raya) khususnya yang berlangsung di Pura Desa.</br></br>Tari Rejang memiliki simbolis tarian para dewi yang menuntun Dewa-Dewi turun dari langit. Tari rejang sendiri memiliki banyak varian tergantung dari daerah masing-masing. hal tersebut berarti, tari Rejang antar daerah memiliki jenis gerakan dan musik gamelan yang berbeda, atau serupa tapi tak sama. Apalagi di tambah payasan ( hiasan) kepala yang unik dan berbeda dari satu daerah dengan yang lainnya.beda dari satu daerah dengan yang lainnya.)
  • Sanghyang Bojog  + (Penari Sanghyang Bojog adalah seorang priaPenari Sanghyang Bojog adalah seorang pria dengan busana seperti seekor kera (bojog) dan diiringi dengan nyanyian paduan suara gending Sanghyang. Sebelum dimulai, penarinya melalui tahapan pemanggilan roh kera. Setelah kemasukan, penari akan melompat ke atas pohon dan menirukan tingkah laku seekor kera. Seringkali gerakan yang dilakukan adalah gerakan yang mustahil atau sangat sulit dilakukan oleh manusia yang sadar diri. Pada akhir tarian, penarinya disadarkan dengan memercikkan air suci (tirta). Tarian ini terdapat di daerah Duda (Karangasem). ini terdapat di daerah Duda (Karangasem).)
  • Topeng Pajegan  + (Pertunjukan Topeng Pajegan merupakan sebuaPertunjukan Topeng Pajegan merupakan sebuah drama upacara yang dimainkan oleh seorang penari yang membawakan sebuah cerita dengan menampilkan sederet tokoh bertopeng dengan watak berbeda.</br></br>Unsur upacara menjelma pada tokoh yang muncul terakhir, yaitu Sidakarya yang berwajah putih, bergigi tonggos menyeringai, dan berambut panjang acak-acakan.</br></br>Sidakarya berarti telah menyelesaikan segalanya dengan sempurna atau yang dapat melakukan tugas. Di akhir pertunjukan, ia melakukan upacara pemberkatan dengan menabur uang logam (sekar ure) ke arah penonton, dan “menculik” anak kecil yang akan “dipersembahkan” kepada dewa pura sebelum akhirnya dilepaskan.</br></br>Topeng Pajegan pertama kali digelar di Gelgel sekitar tahun 1665 sampai 1668, menggunakan topeng yang dibawa ke Bali dari Jawa sebagai rampasan perang akhir abad ke-16. Pertunjukan topeng tersebut diciptakan sebagai penghormatan kepada I Gusti Pering Jelantik, patih Gelgel saat itu.ti Pering Jelantik, patih Gelgel saat itu.)
  • Pengelolaan Sampah Desa Tembok  + (Sosialisasi bank sampah dan pemilahan sampah kepada siswa sekolah oleh bapak perbekel desa tembok, I Dewa Komang Yudi)
  • Swasti Prapta  + (Swasti Prapta adalah garapan tari karya koSwasti Prapta adalah garapan tari karya koreografer Dewa Ayu Eka Putri yang berasal dari Banjar Pengosekan, Desa Mas, Ubud bersama komposer I Putu Swaryandana Ichi Oka yang berasal dari Banjar Sayan, Ubud, Gianyar.Garapan tari ini diciptakan pada tahun 2018 dan pertama kali dipentaskan pada Festival Cudamani yang diadakan setiap tahun dari tahun 2016.</br></br>Swasti Prapta memiliki makna "selamat datang", garapan tari kreasi baru ini bertujuan untuk menghibur dan mengundang kebaikan dari segala arah. Gerakan-gerakan tari yang sederhana namun bermakna, demikianlah seharusnya penyambutan pada segala kejadian. Rangkaian nada musik yang harmonis dan dinamis, menunjukkan kesigapan dan kesiapan menyambut hal-hal yang baru. Simetri dan asimetri selalu berdampingan, kebaikan tentu tidak hanya berasal dari kebaikan, tetapi bisa jadi lahir dari pembelajaran terhadap pengalaman-pengalaman buruk. Swasti Prapta, selamat datang segala kejadian.ti Prapta, selamat datang segala kejadian.)
  • Caru Wara  + (Tabuh Caru Wara gubahan dari komposer I DeTabuh Caru Wara gubahan dari komposer I Dewa Ketut Alit yang berasal dari Banjar Pengosekan, Desa Mas, Ubud. Dewa Alit lahir dari keluarga seniman di Bali. Sebagai komposer, ia dikenal memiliki pendekatan "avant garde" namun tetap mempertimbangkan nilai-nilai tradisi. Dewa Alit kerap diundang untuk mengajar dan membuat komposisi gamelan Bali di luar negeri, diantaranya: Boston, Massachusetts, New York, Munich, Frankfurt, dan lain-lain. Pada tahun 2007, Dewa Alit mendirikan Gamelan Salukat dan telah melakukan tur ke Amerika pada tahun 2009 dan 2010. Tabuh Caru Wara diciptakan pada tahun 2005 yang memiliki makna mengharmonikan dinamika yang kompleks dari nilai-nilai, gesekan, benturan, konflik, arah yang berlawanan, konsep saling mengisi dan kerumitan yang terkandung dalam perputaran hari-hari berdasarkan kalendar Bali.taran hari-hari berdasarkan kalendar Bali.)
  • Tabuh Wak Jayati  + (Tabuh Kreasi Wak Jayati diciptakan oleh koTabuh Kreasi Wak Jayati diciptakan oleh komposer I Dewa Putu Rai yang berasal dari Desa Pengosekan, Ubud. Wak Jayati bersal dari bahasa jawa kuno Wak yang berarti suara atau bunyi dan Jayati berarti kemenangan perempuan. Tabuh ini terinspirasi dari kekuatan, keteguhan dan keindahan perempuan. Komposisi musik ini memiliki tujuan untuk menggambarkan makna perempuan yang lebih dalam, sebagai seorang pencipta, pemimpin, dan pelindung.seorang pencipta, pemimpin, dan pelindung.)
  • Tabuh Lemayung  + (Tabuh Lemayung diciptakan oleh I Dewa PutuTabuh Lemayung diciptakan oleh I Dewa Putu Berata seorang komposer musik tradisi yang kemampuannya sudah dikenal hingga mancanegara. Saat ini beliau menjabat sebagai ketua dari Sanggar Seni Çudamani, sebuah yayasan seni non profit berlokasi di Banjar Pengosekan, Desa Mas, Ubud yang memiliki misi untuk menjaga, melestarikan dan merekonstruksi musik dan tarian kuno yang hampir dilupakan serta banyak menciptakan karya-karya baru yang bersifat inovatif baik dalam bidang musik dan tari Bali. Tabuh Lemayung adalah salah satu karya Dewa Berata yang mendapat apresiasi luar biasa baik dari musisi Bali maupun musisi luar negeri.</br></br>Lemayung diciptakan oleh Dewa Berata pada periode Pemilihan Umum tahun 2004. Inspirasi karya ini muncul ketika partai-partai peserta pemilu mengumbar janji-janji politik untuk menarik simpati rakyat. Kampanye yang penuh janji dan kepentingan membuat rakyat bingung dalam menentukan pilihan sehingga melahirkan istilah “Lemayung” yang memiliki makna ‘perasaan yang tak menentu’. Lemayung kemudian dituang ke dalam bahasa musik dengan perumpamaan rakyat kecil yang diekspresikan dalam ritme lagu lemah dan penguasa dalam ritme lagu yang kuat. Segala bentuk perbedaan dan janji-janji ditransformasikan ke dalam bentuk melodi dan dinamika musik yang indah dan enak didengar seolah merayu dan merebut simpati rakyat kecil. Tetapi bagi mereka yang jeli dan paham tidak akan mudah goyah oleh janji. Komposisi musik Lemayung juga menarasikan semangat kejujuran dan kejelian dalam memilih yang terbaik melalui melodi dan konsep musikal yang di luar kebiasaan.</br></br>Lemayung menggunakan gamelan Semarandana sebagai media ungkap dengan komposisi musik berbentuk tabuh kreasi pepanggulan. Tabuh kreasi pepanggulan mengadopsi kaidah tabuh kreasi kekebyaran dan tabuh kreasi lelambatan. Tabuh kreasi kekebyaran memiliki bentuk dan unsur aransemen baru dengan pola-pola kekebyaran dan ditabuhkan dalam Gong Kebyar. Sedangkan lelambatan kreasi adalah komposisi karawitan yang mengkreasikan atau mengaransemen bentuk dan unsur- unsur tabuh lelambatan klasik sehingga nampak baru.</br></br>Penggunaan tungguhan kendang dan trompong sangat menentukan jenis komposisi yang dimainkan. Tabuh kreasi kekebyaran menggunakan kendang gupekan (kendang yang dipukul dengan tangan) dan tidak menggunakan tungguhan trompong. Dalam tabuh lelambatan, kendang yang digunakan adalah kendang cedugan yaitu kendang yang ukurannya lebih besar dan menggunakan panggul untuk membunyikannya, selain itu juga menggunakan tungguhan trompong yang menjadi ciri dari Tabuh Lelambatan. Tabuh Kreasi Pepanggulan menggunakan seluruh tungguhan yang ada dalam barungan Gong Kebyar termasuk trompong, kendang cedugan, bebende dan kempli, yang mana tungguhan ini merupakan tungguhan penentu dalam memainkan gending- gending lelambatan. Akan tetapi tidak menggunakan bentuk, struktur, dan hukum- hukum lelambatan. Sedangkan pengadopsian dari Tabuh Kekebyaran terletak pada motif pukulan instrumen seperti gangsa, kendang, dan reyong. </br></br>Sebagai komposisi karawitan bali, Tabuh Lemayung tetap menggunakan tiga konsep dasar yaitu konsep Tri Angga (kawitan,pengawak, pengecet). Pada bagian kawitan (bagian kepala) Lemayung menggunakan motif lagu pendek yang dibawakan oleh gangsa, reyong dan kendang secara bergantian. Pola kendang menggunakan hitungan ganjil, menggantung lalu putus di tengah-tengah hitungan. Pengrangrang terompong memakai dua model patet dan di tengah-tengah permainan diselingi gangsa dan reyong. Permainan reyong juga menyajikan pola yang di luar kebiasaan, yaitu dimainkan secara berundag atau model stratapikasi, mengalir dari nada tinggi ke rendah mengibaratkan gulungan ombak di pantai. Pada segmen kedua terompong memainkan patet selendro yang mengesankan suasana menyayat hati dipadukan dengan melodi pukulan nyogcag tungguhan kantilan yang menggambarkan kesedihan rakyat. </br></br>Pada bagian pengawak (bagian badan lagu) memainkan perbedaan tempo dan hitungan pada permainan gangsa dan reyong dengan pola lagu yang dibawakan secara bergantian menonjolkan gangsa dan reyong. Pola ini menghasilkan harmoni yang indah didengar serta dinamika yang dinamis menggambarkan situasi pemilu yang saling berlomba mencari dukungan dengan menonjolkan diri. Pada tungguhan reyong dan gangsa juga memanfaatkan nada pemero untuk memperkaya ornamen kotekan.</br></br>Pada bagian pengecet atau pekaad (bagian kaki/bagian akhir), pola lagu berbentuk gilak dengan bermacam-macam modulasi dengan variasi tabuhan gangsa, reyong dan kendang yang menggambarkan suasana yang lebih hingar bingar dan gembira. Pola tabuhannya lebih lincah dan bermain pada tempo yang lebih cepat. Selain dibentuk dengan gilak, pengecet juga diselingi pola gegenderan dengan hitungan ganjil yaitu lima berbanding satu. Hitungan kontras, dan penonjolan masing- masing kelompok tungguhan seperti gangsa, reyong, dan kendang, terus menghiasi bagian ini. Rangkaian motif oncang-oncangan yang dikombinasikan dengan pola angsel reyong dan kendang menghantarkan komposisi ini ke melodi penutup. </br></br>Lemayung telah sering dipentaskan oleh Sanggar Çudamani dalam berbagai kesempatan seperti pada Pesta Kesenian Bali dan juga pada pementasan di luar negeri. Hingga kini Lemayung masih tetap meninggalkan kesan luar biasa melalui konsep dan komposisi musiknya yang tak mudah dilupakan.mposisi musiknya yang tak mudah dilupakan.)
  • Tabuh Panji Marga  + (Tabuh Panji Marga yang dimainkan dengan inTabuh Panji Marga yang dimainkan dengan instrumen gamelan gambang ini sangat tradisional yang sering digunakan pada waktu upacara Dewa Yadnya atau piodalan di tempat suci / pura. Tabuh gambang ini dimainkan dengan 6 personil ( I Gusti Nyoman Sidemen, I Gusti Nyoman Terangga, I Gusti Pt Manggis, I Gusti Pt Merta, I Gusti Md Astawa, I Gusti Made Geria) Gambelan Gambang ini berasal dari Br. Gede, ds. Subagan - Karangasem</br></br>Gamelan Gambang adalah salah satu jenis gamelan langka dan sakral, termasuk barungan alit yang dimainkan hanya untuk mengiringi upacara keagamaan. Di Bali tengah dan selatan gamelan ini dimainkan untuk mengiringi upacara ngaben (Pitra Yadnya), sementara di Bali Timur (Karangasem dan sekitarnya) Gambang juga dimainkan dalam kaitan upacara odalan di Pura-pura (Dewa Yadnya).</br></br>Gambar Gamelan Gambang terdapat pada relief candi Penataran, Jawa Timur (abad XV) dan istilah gambang disebut-sebut dalam cerita Malat dari zaman Majapahit akhir. Hal ini menunjukan bahwa Gamelan Gambang sudah cukup tua umurnya. Walaupun demikian, kapan munculnya Gambang di Bali, atau adakah Gambang yang disebut dalam Malat sama dengan Gamelan Gambang yang kita lihat di Bali sekarang ini nampaknya masih perlu penelitian yang lebih mendalam.</br></br>Gamelan Gambang, berlaras Pelog (tujuh nada), dibentuk oleh 6 buah instrumen berbilah. Yang paling dominan adalah 4 buah instrumen berbilah bambu yang dinamakan gambang yang terdiri dari (yang paling kecil ke yang paling besar) pametit, panganter, panyelad, pamero dan pangumbang.</br></br>Setiap instrumen dimainkan oleh seorang penabuh yang mempergunakan sepasang panggul bercabang dua untuk memainkan pukulan kotekan atau ubit-ubitan, dan sekali-kali pukulan tunggal atau kaklenyongan. Instrumen lainnya adalah 2 tungguh saron krawang yang terdiri dari saron besar (demung) dan kecil (penerus atau kantil), kedua saron biasanya dimainkan oleh seorang penabuh dengan pola pukulan tunggal kaklenyongan. dengan pola pukulan tunggal kaklenyongan.)
  • Tabuh Telu Udahani  + (Tabuh Telu Udahani adalah komposisi musik Tabuh Telu Udahani adalah komposisi musik karya I Dewa Putu Berata yang secara special diciptakan untuk penabuh wanita dari Sanggar Seni Çudamani dalam pementasan Pesta Kesenian Bali pada tahun 2015 sebagai Duta Kabupaten Gianyar.</br></br>Udahani memiliki makna samudra , komposisi musik ini terinspirasi dari sifat samudra yang tenang namun sewaktu-waktu bisa menunjukkan gejolak yang mengerikan namun tetap memiliki keindahannya tersendiri.un tetap memiliki keindahannya tersendiri.)