UPGRADE IN PROCESS - PLEASE COME BACK AT THE END OF MAY

Search by property

From BASAbaliWiki

This page provides a simple browsing interface for finding entities described by a property and a named value. Other available search interfaces include the page property search, and the ask query builder.

Search by property

A list of all pages that have property "Biography example text id" with value "EMBUN PENGHIBUR (Ni Kadek Widiasih) Bagai jalannya air Yang bergericik di bawah pohon Memang segar menerebes ditelan Untuk berteduh Lebih-lebih tahu Sinaran matahari setengah api Di tengah jalannya hidup Terasa meraup embunnya Hendak selalu berdekatan Menghiasi hidup Dapat selalu ada di sini Tatkala perasaan dijauhi Disanalah membagi bagian Merasa terhibur. Karangasem, 5-1-2008". Since there have been only a few results, also nearby values are displayed.

Showing below up to 26 results starting with #1.

View (previous 50 | next 50) (20 | 50 | 100 | 250 | 500)


    

List of results

  • Dewi Dian Reich  + (Kala dan Penjaga Merefleksikan sifat WaktuKala dan Penjaga</br>Merefleksikan sifat Waktu dan hubungan kita dengan Bumi dan Roh melalui perjalanan konseptual.</br>Pameran kolaborasi karya Dewi Dian, ManButur Suantara, Nyoman Handi.</br></br>Kala dan Wali membuat konsep ide abstrak. Tema utama yang kami jelajahi di sini adalah Kala, Bumi, dan Roh. Di dalam dan dari diri mereka sendiri, sifat mereka. Selain melihat ketiga entitas ini secara terpisah, jalinan ketiganya bersama-sama dalam kolaborasi ini adalah untuk meminta Anda menjelajahi hubungan Anda dengan masing-masing elemen tersebut.</br></br>Kala, Bumi dan Roh</br>Kala dikenal memiliki banyak definisi. Di antaranya adalah waktu, kematian, seni pertunjukan, dan dewa-dewi tertentu dalam mitologi Hindu, Jawa, dan Bali. Namun, terlepas dari banyaknya cerita asal mula, ada benang merah yang menghubungkan bahwa Kala adalah semua manifestasi itu. Namun, dalam Kolaborasi ini, Kala adalah kanvas kami. Di sini Kala didefinisikan secara khusus melalui manifestasinya sebagai WAKTU. Dari ketiga karakter yang kami perkenalkan, Kala adalah yang tidak berwajah. Dia tidak direpresentasikan sebagai potret, atau dalam lukisan. Namun, dia hadir di dalamnya dan dengan cara yang signifikan. Itu juga bagian dari tampilan dan penjelajahan kami tentang Waktu. Bagian dari refleksi di mana Sawidji mengajak Anda untuk merenung.</br></br>Bagaimana media seni yang berbeda memperkuat pesan..</br></br>Kala dialami melalui potret konseptual dari dua Penjaga yang mewakili Dunia Bumi kita dan Dunia Spiritual kita. Potret-potret Penjaga Bumi dan Arwah diciptakan melalui kombinasi instalasi dan fotografi Dewi Dian dan ManButur Suantara. Lukisan-lukisan Nyoman Handi menjawab pertanyaan dan renungan yang dilontarkan oleh para potret Wali.</br></br>Kolaborasi, Lebih dari Sekedar Kata</br></br>Semua medium yang hadir dalam kolaborasi ini membawa kualitas yang sangat berbeda. Sawidji memimpin dengan fotografi. Namun, karya fotografi sebenarnya adalah mitra karya instalasi. Potongan instalasi yang kami buat bersama sebagai sebuah tim. Pembuatan kostum dan instalasi studio bersama sebagai satu tim benar-benar menjadi inti dari setiap kolaborasi kami. Benih sebuah ide mungkin tunggal, tetapi saat ia bertunas dan tumbuh, semua elemen yang berkontribusi adalah yang memungkinkannya tumbuh dan berkembang. Sama halnya dengan Sawidji Collaborations.</br></br>Para seniman yang berkumpul menyepakati pesan tersebut. Kami merasakan hal yang sama tentang pesan itu. Itu beresonansi dalam diri kita masing-masing. Dengan kepercayaan dan kesepakatan ini, kami bergerak bersama sepanjang hari dan menciptakan bersama, perwujudan terbaik dari konsep kami. Sebenarnya ada banyak kebebasan. Banyak ruang bagi setiap orang untuk secara spontan melakukan perubahan dan mencoba hal baru. Tidak ada jalan pintas untuk proses tersebut. Pekerjaan kami adalah hasil dari proses pertumbuhan dan pendewasaan untuk setiap konsep, dan ini dilakukan bersama.</br></br>Pameran Online tersedia untuk dilihat https://sawidji.com/2022/12/13/kala-and-the-guardians-a-timely-reflection/ala-and-the-guardians-a-timely-reflection/)
  • Dewi Dian Reich  + (Mengenal Topeng Keramat Bali, melalui persMengenal Topeng Keramat Bali, melalui perspektif para seniman yang kehidupannya terjalin erat. Karakter 'Topeng Keras' dan Pembuat Topeng' dan penari mengalaminya.. kutipan dari artikel..</br> </br>Topeng Keras adalah salah satu dari 5 karakter yang ditampilkan dalam Tarian Upacara Topeng Babad (merujuk Topeng Babad Hari Ini). Di antaranya adalah Topeng Ratu (Topeng Raja), Topeng Tua (Topeng Tua), Topeng Sidakarya (Topeng Sidakarya), Topeng Bondres (Topeng Rakyat Biasa) Kadek menjelaskan bahwa menurut aturan pembuatan topeng di Bali, topeng yang pertama adalah Topeng Keras Topeng Keras adalah 'Patih' (Menteri Raja) Kata Patih atau Pepatih adalah gelar bupati yang secara tradisional digunakan di antara pemerintahan Austronesia di kepulauan Asia Tenggara. Pertama-tama, ini menunjukkan kepala menteri kerajaan atau kabupaten tradisional. Kata ini berasal dari kata Sanskerta Patih yang berarti pemelihara, penguasa atau pemandu."erarti pemelihara, penguasa atau pemandu.")
  • Kadek Sudiasa  + (Menggali apa yang ada di dalam karakter 'TMenggali apa yang ada di dalam karakter 'Topeng Keras'. Salah satu Topeng sakral yang muncul di Topeng Babad. Salah satu Ritual Tari Topeng tertua dan paling sakral di Bali. Sebuah bab dalam seri The Living Masks of Bali.</br></br>Topeng Keras adalah salah satu dari 5 karakter yang muncul dalam Tarian Upacara Topeng Babad (lihat ‘Topeng Babad Hari Ini’). Di antaranya adalah Topeng Ratu (Topeng Raja), Topeng Tua (Topeng Tua), Topeng Sidakarya (Topeng Sidakarya), Topeng Bondres (Topeng Rakyat Biasa). Kadek menjelaskan, sesuai aturan pembuatan topeng di Bali, topeng yang pertama adalah Topeng Keras. Topeng Keras adalah 'Patih' (Menteri Raja) Kata Patih atau Pepatih adalah gelar bupati yang secara tradisional digunakan di kalangan masyarakat Austronesia di kepulauan Asia Tenggara. Pertama-tama, itu menunjukkan menteri utama kerajaan atau kabupaten tradisional. Kata tersebut berasal dari kata Sansekerta Patih yang berarti pemelihara, penguasa atau pembimbing.arti pemelihara, penguasa atau pembimbing.)
  • Ida Bagus Pawanasuta  + (Musik puisi ini berjudul Suryak Siu yang dMusik puisi ini berjudul Suryak Siu yang dibawakan oleh anak-anak dari Komunitas Sastra Lentera.</br>Dibina oleh Ida Abgus Pawanasuta, komunitas ini berhasil menampilkan musikalisasi puisi yang sangat indah. </br>Dinyanyikan oleh Sinta dan Dayu Tri dan alat musik dimainkan oleh Ryan dan Tjok Mas, penampilan mereka sangat menghibur semua orang di tengah pandemi covid 19.ur semua orang di tengah pandemi covid 19.)
  • Luh Yesi Candrika  + (Pada saat para pelajar melaksanakan anjuraPada saat para pelajar melaksanakan anjuran pemerintah mengenai pembatasan sosial (social distancing) karena wabah Virus Corona (Covid-19) yang terjadi hampir di seluruh dunia, BASAbali Wiki mengisi waktu tersebut dengan mengadakan Wikithon. Wikithon merupakan lomba membuat kalimat berbahasa Bali pada kamus daring BASAbali Wiki. Lomba yang dilaksanakan untuk kedua kalinya semenjak tahun 2019 ini, dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal 29 Maret 2020. Acara yang dimulai dari pukul 08.30 pagi hingga pukul 22.30, dibagi menjadi enam sesi. Lomba ini diikuti oleh 133 peserta pelajar dari mulai tingkat smp, sma, perguruan tinggi, hingga masyarakat umum. Para peserta berasal dari beberapa wilayah kabupaten/kota di Bali, di antaranya Denpasar, Badung, Tabanan, Karangasem, Klungkung, Buleleng, dan Gianyar. Selain itu, ada pula peserta asal Bali yang berdomisili di Thailand mengikuti lomba ini. Sebanyak 1.971 kalimat berbahasa Bali berhasil diunggah berkat acara Wikithon ini. </br> Sebelum acara ini dimulai, Ketua Dewan Pembina Yayasan BASAbali Wiki yaitu DRs. I Gede Nala Antara, M.Hum. memberikan sambutannya kepada seluruh peserta melalui media daring. Beliau mengungkapkan rasa syukur dan bahagia atas banyaknya partisipasi dari para peserta untuk mengikuti acara Wikithon. Pada kesempatan itu pula, ketua dewan pembina Yayasan BASAbali Wiki juga memiliki harapan agar lomba membuat dan memasukkan kalimat-kalimat berbahasa Bali pada kamus BASAbali Wiki, keberadaaan bahasa Bali dapat terus dipertahankan, lestari, dan terus digunakan seiring dengan kemajuan saman. </br> Ketua panitia lomba Wikithon tahun 2020, I Kadek Widiantana, S.Pd.,M.Pd. juga berharap agar semakin banyak masyarakat Bali yang menanamkan rasa kecintaannya terhadap bahasa Bali sebagai bahasa ibu masyarakat Bali. Selain itu, melalui lomba Wikithon yang mneggunakan media digital atau daring, bahasa Bali diharapkan dapat semakin dekat dengan generasi muda, serta harapannya bahasa Bali senantiasa dapat digunakan sebagai sarana berkomunikasi. Harapan lainnya melalui acara ini, kata dan kalimat berbahasa Bali yang diunggah melalui media daring dapat menjadi sarana dokumentasi digital sehingga bahasa Bali dapat tetap bertahan selamanya. Tidak lupa juga beliau menjelaskan bahwa lomba Wikithon ini dapat berjalan karena bantuan dari para sponsor, di antaranya Waterboom, Sorga Bali Chocolate, United in Diversity, Matt’s Burger, Italian Riviera Restaurant and Bar, Taco Beach Grill, dan Puri Konveksi.</br> Wikithon yang dilaksanakan tahun 2020 ini dibagi menjadi dua kategori. Kategori pertama, secara kuantitas para pemenang merupakan peserta yang menulis kalimat paling banyak disetiap sesinya dan secara kualitas para peserta mampu membuat kalimat dengan penggunaan ejaan penulisan yang tepat, baik dalam penggunaan tata bahasa, dan anggah-ungguh bahasa Bali yang baik. Para pemenang untuk kategori ini yaitu Dharma (saking Badung), Krismantara (saking Denpasar), Weda (saking Singaraja), Dharma (saking Badung), Ayumi (saking Denpasar), dan Jayanta (saking Singaraja). Sementara itu, untuk kategori yang kedua, merupakan para peserta yang secara kuantitas paling banyak mengunggah kalimat dalam setiap sesinya. Para pemenang untuk kategori ini yaitu Dharma (saking Denpasar), Bayu (saking Tabanan), Indah (saking Singaraja), Krismayanti (saking Badung), Weda (saking Singaraja), dan Krisna (saking Denpasar). </br> Salah satu mahasiswa Program Studi Sastra Bali Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana yang merupakan salah satu pemenang lomba Wikithon tahun 2020 ini yaitu I Made Adi Krismantara mengatakan, lomba ini sangat bermanfaat. Dengan adanya lomba ini, dapat mengisi waktu belajar di rumah, sesuai dengan anjuran pemerintah untuk mencegah penularan wabah Virus Corona dengan membatasi kegiatan di luar rumah. Selain itu, dengan adanya lomba ini menjadi kesempatan yang baik untuk meningkatkan kemampuan bahasa Bali, terutama mengenai ejaan, tata bahasa, dan anggah-ungguh bahasa Bali. Semenara itu, lomba ini telah memberikan kesempatan belajar untuk lebih disiplin dan tepat waktu menulis dan mengunggah kalimat ke dalam kamus daring BASAbali Wiki. Mahasiswa yang baru duduk di semester enam ini juga berharap agar lomba Wikithon dapat diadakan setiap tahunnya.</br> Acara lomba Wikithon BASAbali Wiki yang diadakan selam sehari ini ditutup dengan penyerahan hadiah kepada para pemenang berupa uang, voucher, dan kenang-kenangan lainnya. Melalui acara ini, kita dapat memaknai usaha untuk melestarikan bahasa Bali dewasa ini dan sangat baik jika bersinergi dengan teknologi digital. (@YesiCandrika BASAbali Wiki)ogi digital. (@YesiCandrika BASAbali Wiki))
  • I Nyoman Kaler  + (Panji Semirang adalah tari kreasi tradisioPanji Semirang adalah tari kreasi tradisional Bali yang termasuk jenis tari kakebyaran, yaitu tarian dengan iringan gamelan gong kebyar yang umumnya menggunakan pukulan makebyar saat mengawali tabuhan. Tarian ini diciptakan oleh I Nyoman Kaler tahun 1942, mengisahkan pengembaraan Galuh Candra Kirana yang menyamar sebagai seorang laki-laki bernama Panji Semirang untuk mencari kekasihnya Raden Panji Inu Kertapati. Tari Panji Semirang disajikan sebagai tarian tunggal bebancihan, yaitu tari dengan karakter antara laki-laki dan perempuan, halus dan lembut. Meski aslinya merupakan tari tunggal namun Panji Semirang sering dibawakan dalam bentuk drama tari yang melibatkan banyak penari.</br></br>Struktur tari Panji Semirang yang berkembang di masyarakat saat ini umumnya hanya berupa nukilan dan tidak dibawakan secara lengkap. Struktur tari yang lengkap terdiri dari: (1) Papeson; (2) Ngumbang; (3) Pangecet; (4) Pangadeng/Tetangisan; (5) Ngumbang; (6) Tindak Dua; (7) Ngumbang; (8) Ocak-ocakan; (9) Ngumbang; (10) Pakahad pertama; (11) Ngumbang); (12) Pangipuk; dan (13) Pakahad kedua akhir tarian.</br>Struktur tari yang pendek terdiri dari (1) Papeson, gerakan-gerakan yang mengawali tarian; (2) Ngumbang, gerakan peralihan ke urutan tari berikutnya dengan cara berputar ke arah belakang, membuat pola lantai angka delapan (luk penyalin), tangan kanan ditekuk sejajar dada dan tangan kiri memegang ujung kain (kancut); (3) Pangecet, gerakan dalam struktur tari yang dilakukan dalam ritme cepat; (4) Pangadeng/Tetangisan, gerakan tari yang menggambarkan kesedihan; (5) Ngumbang menuju akhir tarian. </br></br>Adapun ragam gerak tari Panji Semirang sesuai urutannya terdiri dari manganjali (gaya sembah sebagai representasi cara bersembahyang orang Bali dalam kesehariannya), mungkah lawang, agem, seledet (gerakan mata ke sudut atas/samping disertai gerakan leher), luk naga satru (gerakan kedua tangan diputar ke dalam disertai pandangan mata ke arah tangan yang lebih tinggi, menggambarkan dua ekor naga yang saling berpandangan), luk nerudut, ngelier, ngileg, ngangget, ulap-ulap, agem nyigug, miles, nadab gelung, nadab pinggel, gandang arep, ombak angkel, ngeseh, nguses, ngeteb, ngumbang, luk ngelemat, ngucek, jongkok Panji Semirang, ngileg, nyalud, ngiluk, ngepel, ngeliput, tanjek ngandang, nyogok, maserod, dan nyakup bawa.</br></br>Busana penari Panji Semirang terdiri dari: (1) Gelungan dengan bentuk jejateran (udeng-udengan), dibuat dari kain prada yang kemudian berkembang menggunakan kulit sapi yang diukir dan dicat prada. Ada juga modifikasi dari kain beludru yang disulam dengan benang gim; (2) Badong bundar berbahan kulit yang diukir dan diprada, atau sulaman kain beludru; (3) Tutup dada dari bahan sulaman kain beludru; (4) Gelang kana dari kulit yang diprada, dikenakan di pergelangan tangan dan sedikit di bawah pangkal lengan; (5) Sabuk dari bahan kain yang diprada; (6) Ampok-ampok, bahannya sama dengan badong; (7) Kamen (kain) prada warna hijau menjulur di samping kiri (makancut). Penari juga membawa kipas prada sebagai properti tari, yang digerakkan dengan tangan kanan dalam sikap tertentu. Aksesoris berupa bunga imitasi sandat satu atau dua buah sebagai hiasan pada gelungan. Bunga kamboja merah diselipkan di telinga kanan, sedangkan telinga kiri bunganya berwana putih. Tata rias wajah cantik dengan mempertegas raut wajah memakai kosmetik.</br></br>I Nyoman Kaler yang juga ahli karawitan, menciptakan sendiri musik iringan untuk tari-tariannya. Terkadang bahkan musiknya lebih dahulu ada sebelum tariannya, seperti Tabuh Telu (Demang Miring), Kebyar Dang (Mergapati), dan Kebyar Dung (Panji Semirang) yang semuanya menggunakan gamelan gong kebyar. I Nyoman Ridet dari Kerobokan yang merupakan murid Kaler, menciptakan gending iringannya juga diawali dengan nada Dung tetapi dengan melodi yang berbeda. Pada bagian pangadeng/tetangisan dipakai melodi lagu Sriwijaya, yang mengagungkan kerajaan Sriwijaya di Palembang sebagai pusat perkembangan agama Budha di Indonesia. Jadi iringan musik tari Panji Semirang mempunyai dua versi, yaitu pada bagian papeson (awal tarian), dan pangadeng/tetangisan (penggambaran kesedihan). Musik iringan dalam tari Panji Semirang sangat mendominasi sehingga penari harus mengikuti gemelan iringan yang telah memiliki pola tertentu.</br></br>Tari Panji Semirang tergolong balih-balihan, yaitu tarian yang berfungsi sebagai tontonan. Tarian sebagai sebuah tontonan harus dapat menampilkan keindahan gerak dan nilai seni yang tinggi, sehingga penonton terpuaskan serta penarinya sendiri mendapatkan kepuasan batin karena berhasil menghibur masyarakat. Tari Panji Semirang juga berfungsi sosial, dimana saat pertunjukan terjadi interaksi dan pergaulan di antara sesama seniman bahkan juga dengan penonton, sehingga memberikan dorongan solidaritas pada masyarakat penikmat yang mewujudkan rasa kebersamaan. Tari Panji Semirang juga pernah digunakan sebagai media komunikasi dan diplomasi kebudayaan. Penari pertama tari Panji Semirang sering mengadakan pertunjukan ke kota-kota besar di Jawa, bahkan melawat ke China pada tahun 1955 sebagai duta seni. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengakrabkan hubungan antar suku dan negara, serta kegiatan diplomasi.suku dan negara, serta kegiatan diplomasi.)
  • Luh Yesi Candrika  + (Para ahli dibidang kesehatan masih berpacuPara ahli dibidang kesehatan masih berpacu mencari dan menciptakan vaksin untuk menghentikan penyebaran virus Corona atau Covid-19. Sementara itu, merebaknya virus ini, mengakibatkan banyak korban meninggal dunia dan terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Dampaknya, tentu saja tidak hanya pada masalah kesehatan. Namun, hampir semua lini kehidupan terkena pengaruh. Sebut saja dalam bidang ekonomi, pariwisata, pendidikan, dan lainya. </br></br>Penyebab dari merebaknya virus Corona atau Covid-19 sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti. Sementara itu, banyaknya pengaruh atau dampak yang ditimbulkan oleh virus ini terhadap kehidupan manusia, membuat banyak orang berlomba-lomba ingin menemukan penyebab dari bencana ini. Salah satunya yaitu melibatkan binatang sebagai tersangka utama dalam kasus ini. Beberapa artikel di media daring menyebutkan bahwa para ahli berpacu menemukan hewan yang menjadi sumber penyebar Virus Corona. Salah satunya kelelawar liar yang santer diberitakan sebagai sumber penyakit. Tidak hanya itu, bahkan ular dan trenggiling juga sempat disebut-sebut sebagai penyebar virus yang menyerang pernafasan manusia tersebut. </br></br>Berbagai jenis binatang yang disebutkan di atas belakangan ini tentu saja menjadi sorotan di masyarakat di tengah-tengah pandemi. Sementara itu, agama Hindu di Bali sejak dulu telah memiliki cara tersendiri untuk memuliakan binatang, khususnya hewan ternak yang sering disebut dengan ingon-ingon (peliharaan) seperti segala jenis unggas (ayam, bebek, burung, dan angsa), babi, sapi, kerbau, kuda, gajah, dan babi. Hewan-hewan tersebut didoakan pada hari suci dan dibuatkan sesejen yang diperingati setiap enam bulan sekali yaitu pada Saniscara Klion Uye. Sejauh ini, yang perlu dihayati dari pelaksanaan Tumpek Kandang atau Tumpek Uye secara komperhensip telah dijelaskan dalam teks Lontar Sundarigama yaitu untuk mendokan keselamatan para hewan dan memohon keselamatan kepada Sang Hyang Rare Angon (astawakna ring sanggar, mangarcana ring Sang Hyang Rare Angon). Mengapa pemujaan ditujukan pada Sang Hyang Rare Angon? Lebih lanjut, makna dari pemujaan tersebut yaitu manusia diperkenankan memohon sisa persembahan kepada Sang Hyang Rare Angon, sesuai kodrati manusia itu sendiri bahwa unggas, ikan, dan binatang bisa dicari di dalam diri manusia. Raga manusia dibangun oleh tulang belulang (wewalungan) yang pada hakikatnya adalah manifestasi Sang Hyang Rare Angon yang menjelma dalam diri manusia (rikang wang wěnang mamarid ring Sang Hyang Rare Angon, twi tatwayan ing manusa, ikang paksi sato mina ring raganta kapraktyaksaknanta, apan raganta walungan ing śarīra twi tatwaya Sang Hyang Rare Angon, sira umawak uttama ning śarīranta). Mengacu pada ulasan teks Lontar Sundarigama jelas disebutkan bahwa pelaksanaan Tumpek Kandang atau Tumpek Uye mendudukkan bintang atau hewan sangat penting dalam kehidupan manusia. Terutama memberikan manfaat dari unsur (hewani) yang dibutuhkan untuk tubuh manusia.</br></br>Berbagai jenis binatang, baik yang dikategorikan sebagai hewan ternak, peliharaan, satwa lindung, maupun hewan liar sekali pun memiliki perannya masing-masing untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Singa misalnya, memiliki peran sebagai rajanya hutan. Ia bertugas menjaga hutan sehingga tidak mudah dirusak oleh manusia. Seperti yang termuat dalam Kakawin Nitisastra, singhā raksakaning halas halas ikāngrakṣakeng hari nityaśa/ singhā mwang wana tan patūt paḍa wirodhāngdoh tikang keśari/ rug brāṣṭa ng wana denikang jana tinor wrěkṣanya śirņāpadang/ singhānghöt ri jurang nikiang těgal ayūn sāmpun dinon durbala//(singa adalah penjaga hutan, akan tetapi selalu dijaga oleh hutan, hutannya akan dirusak oleh manusia, pohon-pohonnya semua ditebang, singa lari bersembunyi dalam jurang, di tengah-tengah ladang diserbu orang dan dibinasakan). </br></br> Sementara itu, ular dengan bisanya selain dapat mendatangkan kematian (mreta). Akan tetapi, di sisi lain ia juga dapat memberikan kehidupan (amreta) bagi kehidupan manusia. Dalam kisah Adi Parwa ketika para ular (naga) hendak meminum amrta yang telah diperoleh oleh Garuda, mereka pergi mandi terlebih dahulu. Akan tetapi, sesampainya di tempat mengambil amrta, Sang Hyang Indra telah mengambil amrta tersebut. Saat amrta itu diterbangkan, ada titik yang tertinggal pada puncak daun rumput (alalang). Itulah yang kemudian dijilat oleh para naga. Lidahnya tersayat oleh tajamnya daun alalang itu sehingga sampai sekarang dwijihwa lidahnya berbelah dua (siwak ta ya liḍahnya de ni tikṣņa ning alalang, matang yan katêka mangke dwijihwa krama nāga, maparwa ilatnya). </br></br>Kisah ular dalam petikan Adi Parwa di atas mengingatkan manusia mengenai betapa pentingnya menghargai dan menjaga hubungan baik setiap mahluk ciptaan-Nya. Untuk itu, ada satu kisah menarik lainnya yang menjelaskan bagaimana hubungan ini dapat terus berlangsung. Dalam salah satu kisah yang termuat dalam cerita Tantri Kamandaka terdapat kisah tentang seorang brahmana yang bernama Sadnyadarma dan pandai besi yang bernama Suwarnangkara. Bagian menarik dari kisah ini yaitu saat sang pandai besi yaitu Suwarnangkara tidak membalas budi baik sang Brahmana yang telah menolongnya saat terjatuh ke sumur bersama dengan dua binatang lainnya yaitu seekor ular dan harimau. Ular dan harimau yang juga telah ditolong oleh sang brahmana, justru menyelamatkan hidup sang brahmana. Sementara itu, sang pandai besi justru hampir membuat nyawa sang brahmana dalam ancaman kematian. Terdapat ungkapan menarik yang dapat dipetik dari cerita ini. Ketika sang pendeta merenungkan lima macam sengsara (lima macam penjelmaan dalam rangka lahir kembali ke dunia fana), yaitu lebih baik berkasih sayang kepada binatang daripada kepada manusia jahat dan tidak baik pula jika tidak mengindahkan nasihat sahabat karena dapat mendatangkan bencana (Ika lěhěng masiha ring satwa, syapadi masiha ring nīca, muwah anala ning tan mangiḍěpa warah ning mitranya, bwat maněmu duḥka). </br></br>Dengan demikian, memaknai hari suci Tumpek Kandang pada situasi seperti saat ini menjadi hal yang sangat penting dan bermanfaat, sebagai suatu usaha untuk menjalin hubungan cinta kasih antara manusia dan binatang sebagai mahluk ciptaan Tuhan. Untuk itu, keseimbangan ekosistem pun dapat tetap terjaga.mbangan ekosistem pun dapat tetap terjaga.)
  • Luh Yesi Candrika  + (Pasca unjuk rasa UU Cipta Kerja yang terjaPasca unjuk rasa UU Cipta Kerja yang terjadi pada awal bulan Oktober tahun 2020 yang lalu, berbagai media menyoroti bahwa tidak sedikit para remaja ikut serta dalam demo yang tidak hanya terjadi di ibu kota negara, tetapi berlangsung pula di sejumlah daerah lainnya. Lebih lanjut, dalam interogasi yang dilakukan pihak kepolisian kepada beberapa remaja usai demonstrasi, mereka mengaku tidak tahu secara pasti mengenai persoalan yang tengah diperjuangkan dalam unjuk rasa tersebut. Mengamati fenomena ini, tentu banyak masyarakat yang menganggap bahwa para remaja yang tidak bisa mengendalikan dirinya cenderung hanya ikut-ikutan atau bahkan memanfaatkan momen unjuk rasa ini sebagai pelepas penat dalam situasi pandemi yang tak kunjung berhenti. Apalagi perilaku yang reaktif, gegabah, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, dan gemar mencoba hal yang baru senantiasa melekat pada kaum remaja. Sementara itu, unjuk rasa yang diharapkan dapat dilakukan secara damai dan kooperatif itu pun, justru berakhir dengan ricuh dan rusaknya fasilitas-fasilitas publik yang merugikan negara.</br></br>Perilaku remaja dalam peristiwa di atas menjadi catatan penting untuk generasi muda bangsa Indonesia. Sebagiamana yang termuat dalam kisah hancurnya Kerajaan Dwarawati dalam pustaka kuna Mosala Parwa yaitu parwa yang terpendek dalam Astadasaparwa (delapan belas parwa). Sebagaimana kisah mengenai kehancuran kerajaan Dwarawati dalam parwa ke-enam tersebut, yaitu diawali dengan ulah dua orang remaja Wangsa Yadu, Arya Samba dan Sang Wabru yang berpura-pura menjadi sepasang suami istri saat menyambut kedatangan tiga orang wiku ke Dwarawati. Ketiga wiku tersebut yaitu Resi Wiswamitra, Resi Kanwa, dan Dang Hyang Naradha. Akibat dari rasa ingin tahu yang tinggi terhadap kesaktian (kasidhian) dari seorang wiku, Sang Arya Samba berpura-pura menyamar sebagai pengantin wanita dan Sang Wabru sebagai suaminya. Dengan penuh keangkuhan, para remaja Wangsa Yadu ini berpikir bahwa apa yang dilakukan akan mendapatkan pengampunan karena telah sering menolong para pendeta. Saat para wiku telah tiba di Dwarawati, mereka menghadap para pendeta dengan alasan memohon belas kasihan agar bisa mempunyai anak. Dengan gelagat yang mencurigakan, akhirnya penyamaran pengantin ini diketahui sang pendeta. Betapa marahnya sang pendeta karena dihina dan ditipu oleh Sang Samba seorang putra Prabu Kresna yang bijaksana.</br></br>Kutukan dari seorang wiku sangatlah luar biasa saktinya. Apa yang diucapkan pasti akan terjadi (sidi mantra atau sidi ucap). Wangsa Yadu di Kerajaan Dwarawati mengalami kehancuran akibat perilaku yang tidak baik dari para remajanya. Kutukan pun dilontarkan oleh sang wiku, yaitu agar kelak kandungan hasil penyamaran Arya Samba benar-benar lahir berupa palu besi atau tongkat besi yang dapat menghancurkan seluruh wangsa Yadu, kecuali pada Prabu Kresna dan Baladewa yang tidak terkena kutukan dari sang wiku. Prabhu Kresna dan Baladewa pun menyadari bahwa kekacuan yang diakibatkan oleh para remaja Wangsa Yadu tersebut tidak dapat dihindari. Mereka pun tidak berkeinginan untuk mengubah kutukan sang wiku. </br></br>Mengacu pada perilaku atau sikap yang ditunjukkan oleh tokoh Arya Samba dan Sang Wabru dalam cerita, memiliki nilai penting mengenai perilaku hidup untuk generasi muda dalam menghadapi tantangan zaman saat ini. Kata muda dalam bahasa Jawa Kuna berarti bodoh, sehingga tatanan dan tuntunan sangat diperlukan untuk membentuk laku hidup. Salah satunya, yaitu sikap untuk menghargai dan menghormati orang yang lebih tua, terlebih lagi orang suci. Keangkuhan pada masa remaja adalah salah satu musuh yang patut diatasi. Arya Samba dan Sang Wabru pada akhirnya gagal menaklukkan musuh yang ada dalam dirinya, hingga kemudian harus menikmati karma dari hasil perbuatannya yang dengan sengaja menipu kaum brahmana. Hal tersebut merupakan perbuatan tercela karena telah mencela brahmana (orang suci). Nitisastra menjelaskan bahwa perbuatan mencela brahmana, buku-buku, atau mencela guru akan mendatangkan kesengsaraan bahkan hingga kematian. </br></br>Pada kasus keterlibatan remaja dalam demontrasi yang ricuh tersebut, peran guru terutama orang tua (guru rupaka) dan pemerintah (guru wisesa) tengah diuji. Dalam situasi yang demikian, para orang tua diharapkan memiliki kemampuan mendidik sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada anak sehingga dapat terbebas dari kesengsaraan. Lebih lanjut, Nitisastra sesungguhnya telah menerangkan ajaran pada anak sesuai dengan usianya, yaitu sutasasana (untuk anak bermur lima tahun) bahwa perlakukan anak seperti raja, saptangwarsa (anak berumur tujuh tahun) latih anak agar menurut, sapuluhing tahun (anak berumur sanaepuluh tahun) anak diajar membaca, sodasawarsa (enam belas tahun) anak diperlakukan sebagai sahabat serta berhati-hati menunjukkan kesalahannya, wus putra suputra (anak telah berputra) mengamati perilaku anak dan memberikan isyarat dan contoh sebagai bentuk pengajaran. Mendidik anak dimulai dari tinggat keluarga, bukanlah hal yang mudah. Sadar akan tumbuh kembang, kebutuhan, dan kemampuan seorang anak dapat menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan pendidikan anak, hingga akhirnya ia siap menjadi bagian dari masyarakat dengan berbagai tantangannya.</br></br>Remaja atau dalam konteks ini seorang anak, diharapkan menjadi sosok yang sadu gunawan (baik dan bijaksana) oleh kedua orang tuanya. Berbicara mengenai putra yang suputra atau sadu gunawan, maka sosok remaja yang dapat dijadikan teladan dalam kisah Mahabaratha, yaitu Abimanyu putra dari Arjuna dan Subadra. Abimanyu menghabiskan masa anak-anaknya dalam asuhan pamannya, yaitu Krisna sehingga nilai-nilai kebenaran tertanam dalam dirinya. Pada saat dalam kandungan Abimanyu pun telah mendapatkan pendidikan prenatal dari ayahnya, Arjuna. Dalam garba Subadra, Abimanyu telah dialiri pengetahuan mengenai cara menembus formasi perang Cakrabyuha. Namun, dalam usahanya membela negara dan kebenaran, ia pun akhirnya gugur di medan perang Kuruksetra pada usianya yang baru enam belas tahun. Walaupun pada akhirnya Abiamanyu berkalang tanah, ia tidak pernah mundur dari medan perang Kurusksetra, menunjukan keberanian seorang ksatria. Pengetahuan yang diberikan oleh orang tua sejak dalam kandungan merupakan salah satu cara untuk melahirkan anak dengan kwalitas yang baik. Lahirnya anak-anak yang berkwalitas dan mendapatkan pendidikan ditingkat keluarga yang baik, niscaya keberhasilan suatu negara dapat terwujud. keberhasilan suatu negara dapat terwujud.)
  • Dewi Dian Reich  + (Penari. Ketika sebuah Tari membawa warisanPenari. Ketika sebuah Tari membawa warisan yang begitu monumental, substansinya seringkali terputus dari penonton yang jauh lebih besar. Mereka yang mempelajari budaya dan seninya dan menjadi penari sendiri memiliki pemahaman seni yang lebih dalam. Mungkin berhubungan dengan penari adalah cara yang baik untuk mengapresiasi tarian. Elemen manusia yang bisa kita semua pahami.lemen manusia yang bisa kita semua pahami.)
  • Tjandra Hutama  + (Rejang adalah tarian sakral Bali, tarian pRejang adalah tarian sakral Bali, tarian pengorbanan di mana para gadis secara simbolis mempersembahkan diri kepada para dewa. Itu diadakan di Pura Hindu Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Karangasem di Bali, Indonesia. ‘Rejang’ berarti ‘persembahan’. Tarian ini dilakukan untuk menyambut para dewa yang turun ke bumi.</br></br>Dalam serial ‘Rejang, Pengingat Indah dari Ketidakkekalan’ ini, tema keindahan, ketidakkekalan dan waktu dieksplorasi. Tjandra Hutama telah memenangkan banyak penghargaan dalam kompetisi fotografi. Kejenuhan keindahan bergambar yang dia temui selama tahun-tahun itu yang mendorong kebutuhan untuk mencerminkan sesuatu yang lebih dalam tentang persepsi kita tentang keindahan. Untuk mengingatkan kita akan ketidakkekalan dan keterbatasannya.</br>(Baca artikel lengkap di referensi Galeri Sawidji dikutip)ngkap di referensi Galeri Sawidji dikutip))
  • Dewi Dian Reich  + (Salah satu hal yang menjadi pusat kebudayaSalah satu hal yang menjadi pusat kebudayaan Bali, mungkin bisa dikatakan kepastian hubungan seseorang dengan Alam. Jika seni merupakan bagian integral dari budaya kita, apalagi Alam.</br></br>Kayu Putih Bayan (Pohon Kayu Putih Bayan) adalah pohon purba. Salah satu dari banyak pohon kuno yang ada di tanah Suci dan merupakan bagian dari Pura, Pura Babakan. Menjadi ratusan tahun, tentu saja tidak muncul tiba-tiba entah dari mana. Namun, itu telah mulai menarik lebih banyak perhatian dalam beberapa bulan terakhir. Mungkin karena meningkatnya kesadaran di media sosial, pasti ada lebih banyak pengunjung di sana dalam setahun terakhir.</br></br>Keindahan Kayu Putih Bayan, foto-foto ini berpusat pada keberadaan Puranya. Bahwa ketika kita melihat Pohon ini, itu tidak terpisah dari melihat yang Suci.itu tidak terpisah dari melihat yang Suci.)
  • A.A. Made Putra Arsana  + (Salah satu karya sastra modern yang telah Salah satu karya sastra modern yang telah berkembang di masyarakat adalah sebuah cerita pendek berjudul Luh Ayu Manik Mas Ngalahang Legu Poleng. Cerita pendek ini berisikan nilai-nilai dari pendidikan yang luhur untuk membentuk karakter masyarakat. Demikian pula isi cerpen ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat saat ini. Oleh karenanya, lebih menarik untuk memahami nilai-nilai dari cerita pendek ini, terutama sekali nilai-nilai dari karakternya. Berdasarkan pemikiran diatas, studi ini bertujuan untuk membahas sejumlah hal seperti nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalam cerita pendek Luh Ayu Manik Mas Ngalahang Legu Poleng.k Luh Ayu Manik Mas Ngalahang Legu Poleng.)
  • Luh Yesi Candrika  + (Salah satu usaha masyarakat Hindu di Bali Salah satu usaha masyarakat Hindu di Bali untuk menangkal pengaruh buruk dari unsur-unsur negatif (Buta) pada diri yaitu dengan menggelar upacara taur ketika waktu senjakala yang jatuh pada Tilem Kasanga. Upaya tersebut dilakukan dengan menghaturkan sesajen, segehan, maupun caru. Setelah melaksanakan taur atau yang disebut juga dengan Taur Agung Kasanga, maka dilanjutkan dengan acara ngrupuk yang bermakna memulangkan Bhuta Kala ke tempat asalnya masiing-masing dengan menggunakan sarana api dan dilanjutkan dengan tradisi mengarak Ogoh-Ogoh (simbol Buta) keliling desa. Demikian usaha umat Hindu di Bali untuk memohon perlindungan dan keselamatan dari bahaya dan pengaruh buruk. Selanjutnya, pada keesokan harinya masyarakat me-Nyepi selama sehari penuh. </br>Bagi masyarakat Hindu di Bali bahkan warga dunia, pelaksanaan hari suci Nyepi tahun 2020 (Saka 1940) ini menjadi sedikit berbeda. Ada hal yang lebih menakutkan dan menyeramkan dari pada sosok Buta yang dapat mendatangkan pengaruh buruk bagi kehidupan manusia. Merebaknya wabah (sasab merana) yang disebut dengan Corona atau Covid-19 di sejumlah daerah membuat masyarakat Hindu di Bali melakukan kegiatan menyepi di rumah masing-masing lebih awal dari waktu datangnya Hari Suci Nyepi (sosial distancing). Masyarakat diharapkan melakukan kegiatan di rumah masing-masing dan mengurangi aktifitas di luar rumah.</br>Secara etimologi kata taur berarti membayar dan arti lainnya yaitu kurban. Selanjutnya kata agung merujuk pada arti kata besar dalam kaitannya dengan semesta atau kosmos (Bhuana Agung). Sementara itu, kata kasanga berarti bulan (sasih) kesembilan dalam perhitungan kalender masehi. Dengan demikian, makna dari upacara Tawur Agung Kesanga adalah upacara atau yadnya yang dipersembahkan kepada alam semesta pada bulan kesembilan tepatnya pada Tilem Kasanga. Dalam lontar Sundarigama dijelaskan bahwa sebelum upacara taur dilakukan, masyarakat Hindu diharapkan membuat upacara Bhutayajnya berupa caru dimulai dari desa-desa hingga setiap rumah dengan tingkatan yang paling nista hingga utama.</br>Lebih lanjut, dijelaskan dalam lontar Sundarigama bahwa pada waktu Tilem Kasanga ini bisa saja terjadi peristiwa-peristiwa atau hal-hal yang aneh akibat kegelapan pikiran manusia. Apabila masyarakat Hindu tidak melaksanakan upacara taur beserta prosesi lainnya maka akan dapat menimbulkan kehancuran alam semesta (Bhuana Agung), penyakit merajarela (gering sasab marana magalak), dan perilaku manusia yang aneh serta kejam karena dirasuki unsur-unsur Buta (wwang kasurupan Kala Buta) dan mengakibtakan huru hara dimana-mana. </br>Sebagaimana yang dijelaskan dalam lontar Sundarigama masyarakat Hindu memiliki dasar sastra dan keyakinan yang kuat bahwa dengan melakukan upacara taur maka dapat menetralisasi kekuatan-kekuatan yang menyebabkan timbulnya hal-hal yang aneh sehingga alam semesta dapat kembali seimbang dan manusia hidup selamat dan sempurna (mulih hayu ning praja mandhala sarat kabeh, wang ring sarwajanma, wastu ya paripurna). Dalam menyikapi wabah (sasab merana) Corona atau Covid-19 yang tengah menyerang manusia hampir di seluruh belahan dunia akhir-akhir ini, sepertinya masyarakat Bali memiliki harapan yang begitu besar terhadap jalannnya pelaksanaan taur pada Nyepi tahun ini. Dengan kata lain, apabila upacara taur dapat dilakukan secara baik dan benar maka pandemi yang berkepanjangan dan telah menelan banyak korban di dunia menjadi sangat mungkin untuk dihentikan dan segala macam hama penyakit pulang kembali ke laut (sasab marana pada mantuk maring samudra). Apalagi setelah upacara taur masyasrakat Hindu melaksanakan hari suci Nyepi yang diyakini sebagai hari penjernihan batin melalui Catur Brata Penyepian. Selain itu, setelah Sasih Kasanga berlalu maka Sasih Kadasa yang dianalogikan sebagai keadaan yang bersih atau suci (kedas) diharapkan mendatangkan sesuatu yang lebih baik bagi kehidupan manusia. </br>Mengacu pada pelaksanaan Nyepi dan datangnya Sasih Kadasa setalahnya, krama Hindune mengharapkan dapat membersihkan sekaligus menyucikan dirinya secara batiniah. Namun, kenyataannya, akhir-akhir ini dengan adanya wabah Covid-19 ini tubuh manusia (Bhuwana Alit) sepertinya membutuhkan juga suatu persembahan semacam taur untuk menangkal virus yang menyerang manusia secara lahiriah. Wabah virus yang tengah menjadi ancaman dan kekhawatiran warga dunia ini menyerang tubuh manusia melalui sistem pernafasan sehingga melemahkan fisik bahkan dapat menyebabkan kematian. </br>Dalam kitab kuna seperti Wrhspatitatwa disebutkan bahwa Bumi dan tubuh sama-sama disebut dengan Sarwatattwa (hal-hal yang bersifat kenyataan dalam kaitannya dengan unsur-unsur Panca Maha Buta). Kelima elemen bumi seperti tanah, air, api, angin, dan udara juga ada di dalam tubuh manusia yang disimbolkan dengan daging, darah, panas tubuh, nafas, dan rongga. Untuk itu, sepertinyah tubuh juga memerlukan semacam taur yang diharapkan dapat menangkal penyakit seperti wabah. Lalu taur yang seperti apa yang dapat dipersembahkan atau disadhanakan kepada tubuh untuk membuatnya tetap sehat? </br>Apabila badan halus (suksma sarira) membutuhkan persembahan berupa tapa (pengendalian indera) dan brata (pantangan) untuk dapat membersihkan dan menyucikan diri, maka badan kasar sebagai wadah jiwa (stula sarira) membutuhkan viitamin, protein, mineral, dan lainnya yang berasal dari sari-sari makanan yang baik dikonsumsi tubuh untuk dapat menyehatkan tubuh dan menjauhkan segala macam penyakit. Teks Nitisastra menyebutkan bahwa tanda makanan yang baik ialah dapat membuat badan sehat (ring wara bhoga pustining awakya juga panengeran). Untuk mendapatkan makanan yang baik, maka penting juga mengetahui makanan yang tidak baik dikonsumsi tubuh yang dapat menjadi racun. Lebih lanjut, dalam Nitisastra disebutkan bahwa orang yang baik-baik tidak boleh makan daging yang tidak suci. Ia harus menjahuhi segala yang mengotori badan dan segala yang mendekatkan musuh lahir batin kepadanya. Adapun yang termasuk daging yang tidak baik yaitu daging tikus, anjing, katak, ular, ulat, dan cacing. Semua itu makanan yang terlarang, untuk itu perlu dihindari (Haywa mamukti sang sujana karta pisita tilaren, kasmalaning sarira ripu wahya ri dalem aparek, lwirnika kasta mangsa musika sregala wiyung ula, krimi kawat makadinika papahara hilangken). Sehubungan dengan ulasan yang termuat dalam Nitisastra bahwa makanan yang baik sebagai salah satu sumber kesehehatan tubuh, maka ada kemungkinan pula bahwa salah satu timbulnya wabah Covid-19 yang sedang menyerang manusia bersumber dari makanan yang tidak baik. </br>Taur pada tubuh dengan bersaranakan jenis makanan yang baik, cara mengolah yang tepat, dan menciptakan rasa nyaman untuk tubuh sangat perlu diperhatikan sebagai upaya untuk menghargai kerja keras tubuh. Apa dan bagaimana mengolah makanan yang akan dimasukkan ke mulut, sudah saatnya mendapatkan perhatian yang penting. Faktanya, perawatan tubuh dari luar saja seperti olah raga dan aktifitas memanjakan tubuh lainnya tidak cukup untuk mewujudkan tubuh yang sehat. Perawatan ke dalam tubuh melalui makanan-makanan yang dianggap baik dapat membuat wabah atau virus sulit masuk atau pun berkembang di dalam tubuh. </br>Mengenai makanan bagi seorang pendeta (orang suci) misalnya, seperti yang diuraikan dalam lontar Wrati Sasana (teks sasana untuk seorang pandita dalam menjalankan brata) bahwa segala jenis makanan yang dimasukkan ke dalam tubuh sangatlah penting untuk diperhatikan terutama penganut siddhanta yang melaksanakan brata suci (tan yogya ika bhaksan de sang siddhanta suddha brata). Jenis makanan yang dianggap tidak suci misalnya daging manusia, kera, sapi, harimau, gajah, kuda, kucing, kodok, dan ular. Sementara itu, semua binatang yang bentuknya aneh dikategorikan sebagai makanan yang nista misalnya lintah, ulat, kuricak, sebangsa biawak, kalajengking, kadal, tokek, dan cecak. Lebih lanjut, terdapat pula makanan yang boleh disantap (muwah ikang yogya bhaksaken) di antaranya babi hutan, ayam hutan, kerbau, itik, burung, dan segala jenis ikan sungai dan ikan laut kecuali jenis buaya dan ikan besar dengan wajah menyeramkan. Mengenai proses memasaknya pun perlu diperhatikan yaitu apabila saat proses mengerjakan makanan yang dibuat dihinggapi bintang seperti lalat, nyamuk, limpit,tuma, tengu, kutu busuk, kapinjal demikian itu cemar adanya, tidak benar disantap karena telah dianggap kotor. </br>Sama halnya dengan berbagai macam tumbuhan yang tumbuh di bumi bahwa tidak semua tumbuh-tumbuhan yang berdaun hijau dapat dikonsumi untuk mendapatkan asupan vitamin maupun zat yang baik untuk tubuh dari unsur nabati. Demikian pula untuk memperoleh zat untuk tubuh yang berasal dari unsur hewani, apabila mengacu pada dua teks lontar yaitu Nitisastra dan Wrati Sasana bahwa tidak semua jenis binatang dapat dikonsumsi untuk tubuh. Selain makanan yang baik maka lebih lanjut perlu juga memperhatikan kesuciannya sehingga layak dijadikan sadana atau pesembahan untuk tubuh. </br>Makanan yang baik, bersih, dan suci itulah yang hendaknya di sadanakan untuk tubuh, dijadikan persembahan (taur). Kapan taur untuk tubuh itu dilakukan? Itu semua diserahkan pada individu masing-masing. Bumi (jagad besar) dan tubuh (jagad kecil) sama-sama harus dipelihara dan diseimbangkan dengan baik. Bumi adalah ruang untuk hidup bagi seluruh ciptaan-Nya. Semenatara tubuh adalah stana atma untuk yang memberikan kehidupan. (Yesi Candrika BASAbaliWiki)an kehidupan. (Yesi Candrika BASAbaliWiki))
  • Nyoman Butur Suantara  + (Saya melihat api. ManButur Suantara berbagSaya melihat api. ManButur Suantara berbagi pengalaman dan fotografi ritual api Ter-Teran di Desa Jasri, Karangasem Bali pada 21 Maret 2023. Akun lengkap dan rangkaian karya ManButur Suantara dipublikasikan secara online di sawidjistudio.com/2023/03/31 /saya melihat api/</br></br>Ritual ini dikenal dengan Ter-Teran yang diadakan di desa Jasri di Kabupaten Karangasem Bali. Ritual ini diadakan untuk mengusir roh jahat agar hari hening Nyepi dapat berlalu dengan damai, tenang dan penuh berkah...</br>Ter Teran diadakan hanya sekali setiap dua tahun. dan ini spontan tanpa pementasan atau perencanaan. Di desa lain, jenis perang api ini diritualkan sedangkan prosesnya sedikit lebih bebas, di sini di Ter Teran di Jasri. Suasananya benar-benar mistis. Itu bukan sesuatu yang direncanakan atau ditulis. Tidak banyak turis karena ini bukan daya tarik umum. Ada keliaran tentang itu. Itu tidak terlihat seperti demonstrasi yang disiapkan untuk melayani penonton. Energi suci dari ritual ini masih terasa sangat kuat. dari ritual ini masih terasa sangat kuat.)
  • Dewi Dian Reich  + (Serangkaian foto menjelajahi sisi berbeda Serangkaian foto menjelajahi sisi berbeda dan lebih halus dari kayu beringin yang putih. Ketakutan akan waktu terlihat jelas pada belokan dan lipatan pohon suci yang indah ini.</br></br>Catatan botanis...</br>Pohon beringin putih disebut sebagai pohon ‘bunut’ atau beringin, seperti banyak pohon tua serupa di Bali. Namun, pernyataan warga setempat membenarkan bahwa genus pohon tersebut belum dapat dikonfirmasi secara pasti oleh Kementerian Kehutanan atau tim peneliti Universitas mana pun. Keengganan mereka untuk memastikan genus pohon tersebut disebabkan oleh beberapa kekhasan.</br></br>Konon, pohon kayu putih itu tidak berbunga melainkan berbuah (kami menjadi saksi langsung banyaknya buah kayu putih ini). Dikatakan juga bahwa pohon kayu putih itu akan menggugurkan semua daunnya setiap beberapa bulan. Meskipun beringin mungkin menggugurkan daunnya untuk mempertahankan kelembapan, jarang sekali ada pohon yang menggugurkan daunnya secara teratur di iklim lembab. Oleh karena itu, penduduk desa terus menjuluki pohon ini sebagai Pohon Beringin Kayu Putih.hon ini sebagai Pohon Beringin Kayu Putih.)
  • Dewi Dian Reich  + (Seri Potret Bunga Alam. Dalam ikatan kodraSeri Potret Bunga Alam. Dalam ikatan kodrati dan hubungan kompleks kami terhadap wajah sendiri dan wajah orang lain, penjelajahan potret ini berlanjut. Kali ini, beranjak dari individualitas atau pribadi kami secara psikologi, kami menjelajahi identitas sesuatu yang lebih besar daripada diri kami.</br></br>Latihan empati melalui jalan satu-satunya yang kami pahami... melintasi batas manusiawi dan persepsi emosi kami. Sebuah potret alam lewat pengalaman dan usia yang sublim.</br></br>Baca artikel selengkapnya di tautan referensi gambar.l selengkapnya di tautan referensi gambar.)
  • Ni Nyoman Srayamurtikanti  + (Speech Delay adalah salah satu komposisi mSpeech Delay adalah salah satu komposisi musik karya komponis perempuan Bali bernama Ni Nyoman Srayamurtikanti. Mang Sraya (panggilan akrab dari komposer) lulusan dari Institute Seni Indonesia Denpasar yang saat ini tengah menempuh pendidikan Master di Institute Seni Indonesia Surakarta telah menghasilkan banyak karya musik kreatif yang masih berpegang teguh pada dasar musik tradisi. </br></br>Speech Delay atau keterlambatan berbicara merupakan istilah umum yang merujuk pada proses keterlambatan berbicara dan berbahasa yang tidak sesuai dengan perkembangan usia anak. Salah satu saudara perempuan Mang Sraya mengalami speech delay, tetapi meskipun mengalami keterlambatan berbicara dan berbahasa, beliau memiliki daya ingat yang sangat tajam dan imajinasi yang kuat. Pengalaman personal ini kemudian memberi inspirasi pada Mang Sraya dan menginterpretasikannya ke dalam karya komposisi musik kreatif. </br></br>Karya ini menggunakan ensambel Gender Wayang. Sistem kerja musikal yang dilakukan dalam garapan ini berdasar pada beberapa dampak yang menyebabkan dan disebabkan oleh speech delay yang memungkinkan untuk dikaitkan dengan tekstual garapan, yaitu :</br></br>1. Gangguan artikulasi bicara diinterpretasikan dengan penggunaan tangkai panggul gender wayang dalam karya komposisi ini. Dalam repertoar gender wayang secara umum tidak menggunakan tangkai panggul untuk memukul bilah-bilah.</br></br>2. Gangguan bahasa reseptif (input) dan ekspresif (output) diinterpretasikan dengan sistem estafet atau bergiliran. Dalam repertoar gender wayang secara umum, sistem permainannya dilakukan secara bersamaan oleh semua instrument. Namun, pada karya ini menggunakan sistem bergiliran. </br></br>3. Memiliki daya imajinasi kuat diinterpretasikan dengan menggunakan banyak melodi berbeda pada setiap instrument. Hal ini berbeda dari sistem repertoar gender wayang yang secara umum memiliki satu melodi dengan ornamen polos dan sangsih. </br></br>Dalam karya ini, komposer membagi komposisi ke dalam empat bagian. Setiap bagian mewakili ide dan konsep tekstual garapan, yaitu :</br></br>1. Pada bagian pertama, penata menggunakan bagian bawah / tangkai panggul gender wayang. Pada bagian awal dimulai oleh kantilan 1 dengan memukul beberapa melodi pendek yang diulang beberapa kali. Kemudian pemain kantilan 1 memukul satu nada pada instrument pemade 1 yang dimaksudkan untuk memberikan aksi pada pemain selanjutnya. Pemain pemade 1 merespon dengan memainkan beberapa melodi pendek yang berbeda respon dari aksi yang diberikan oleh pemain sebelumnya. </br></br>2. Pada bagian kedua menggunakan tempo sedang. Terdapat pembagian melodi antara kantilan dan pemade. Kantilan memainkan 2 nada silih berganti dengan cepat dan ukuran yang berbeda. Di sela-sela melodi tersebut, pemade memberikan aksen sebagai penanda atau penjelas untuk melodi kantilan. Kemudian dilanjutkan dengan melodi yang berjumlah 8 ketuk dengan progresi nada berurutan dan bolak balik yang pada setiap instrumennya memiliki susunan nada berbeda. Melodi-melodi tersebut dimainkan secara estafet atau bergantian.</br></br>3. Pada bagian ketiga, tempo yang digunakan adalah pelan dan berangsur-angsur dipercepat. Pada bagian ini penata membuat satu melodi yang sama antara satu sama lainnya dengan lebih menekankan dinamika pada setiap instrumen. Kemudian dilanjutkan dengan imitasi dari salah satu repertoar gender wayang yaitu: angkat-angkatan. Gending angkat-angkatan pada gender wayang adalah salah satu jenis repertoar gender wayang yang diartikan atau sering digunakan sebagai pengiring wayang ketika berjalan menuju medan perang. Dalam jenis gending ini memiliki 2 melodi berbeda yang dimainkan oleh tangan kanan dan tangan kiri. Pola melodi pada tangan kiri biasanya terdiri dari 4 ketukan yang diulang-ulang dari awal hingga akhir sedangkan melodi pada tangan kanan lebih lincah dan variatif pada progresi nadanya. Dalam hal ini, setiap instrument memiliki melodi yang berbeda namun memilki keterkaitan satu sama lain atau disebut polifoni.</br></br>4. Pada bagian keempat, menggunakan teknik polimetrik yang setiap instrumentnya memiliki ukuran birama berbeda. Kantilan 1 menggunakan ketukan 5/4, pemade 1 menggunakan ketukan 10/4, kantilan 2 menggunakan ketukan ¾ dan pemade 2 menggunakan ketukan 6/4. Dalam 1 kali putaran, semua instrument akan bertemu pada ketukan ke 30. Setiap instrument memiliki kalimat lagu yang berbeda namun pada ketukan ke 20, instrument akan dipertemukan dalam ritme yang hampir sama. Kemudian sebagai penutup terdapat sebuah kebyar dengan susunan nada berbeda antara kantilan dan pemade. </br></br>Karya Speech Delay telah dipentaskan pada festival Musik Kreatif Kuno Kini pada 2020. Karya-karya musik lainnya dari Mang Sraya dapat disaksikan pada kanal YouTube: Sraya Murtikanti.kan pada kanal YouTube: Sraya Murtikanti.)
  • I Putu Swaryandana Ichi Oka  + (Swasti Prapta adalah garapan tari karya koSwasti Prapta adalah garapan tari karya koreografer Dewa Ayu Eka Putri yang berasal dari Banjar Pengosekan, Desa Mas, Ubud bersama komposer I Putu Swaryandana Ichi Oka yang berasal dari Banjar Sayan, Ubud, Gianyar.Garapan tari ini diciptakan pada tahun 2018 dan pertama kali dipentaskan pada Festival Cudamani yang diadakan setiap tahun dari tahun 2016.</br></br>Swasti Prapta memiliki makna "selamat datang", garapan tari kreasi baru ini bertujuan untuk menghibur dan mengundang kebaikan dari segala arah. Gerakan-gerakan tari yang sederhana namun bermakna, demikianlah seharusnya penyambutan pada segala kejadian. Rangkaian nada musik yang harmonis dan dinamis, menunjukkan kesigapan dan kesiapan menyambut hal-hal yang baru. Simetri dan asimetri selalu berdampingan, kebaikan tentu tidak hanya berasal dari kebaikan, tetapi bisa jadi lahir dari pembelajaran terhadap pengalaman-pengalaman buruk. Swasti Prapta, selamat datang segala kejadian.ti Prapta, selamat datang segala kejadian.)
  • Luh Yesi Candrika  + (Tantangan hidup di zaman kali ini tidaklahTantangan hidup di zaman kali ini tidaklah mudah. Hal ini dikarenakan keadaan alam dapat mempengaruhi perilaku manusia yang merupakan isi dari alam. Konon, manusia yang hidup di zaman ini akan menghadapi berbagai penderitaan. Namun, kebenaran dan kebijaksanaan tetap ada mendampingi, walaupun dapat pula dipengaruhi oleh segala bentuk kekotoran dunia, seperti penghinaan, rasa iri hati, loba, suka menyakiti, dan hasrat untuk mencelakai orang lain.K ata kali dalam bahasa Sansekerta berarti nama yuga atau zaman dunia yang keempat. Pada kehidupan saat ini, pengaruh dari zaman kali dapat dirasakan oleh siapa pun. Misalnya dalam beberapa kasus yang terjadi, seperti menyebarkan berita bohong (hoax), uajaran kebencian di media-media sosial, kasus korupsi, maupun perilaku kekerasan fisik hingga mental. Jika dilihat dari permasalahan yang ada, mentalitas manusia merupakan akar permasalahannya. Usaha untuk mencegah segala kemungkinan buruk dalam tatanan kehidupan sosial, maka generasi muda sebagai penerus cita-cita bangsa Indonesia merupakan target utama dalam upaya menata perilaku sosial untuk menghadapi tantangan zaman semenjak dini.</br></br>Untuk dapat menghadapi tantangan zaman, diperlukan usaha-usaha yang mampu menempatkan seseorang dapat beradaptasi dalam suatu situasi yang terus berubah. Pada awal tahun 2020 yang lalu, terdapat suatu gebrakan baru dalam dunia pendidikan yang digagas oleh Bapak Menteri Republik Indonesia Nadiem Makarim, mengenai konsep “merdeka belajar”. Konsep ini memiliki esensi kemerdekaan berpikir kepada para guru atau tenaga pendidik dalam hal sistem pengajaran dan kepada siswa dalam hal memperoleh ilmu pengetahuan. Mengacu pada konsep ini, memiliki tujuan yang baik dan utama, yaitu Bangsa Indonesia tengah berupaya mencetak generasi-generasi emas yang cerdas, berkarakter, kompeten, serta memiliki keluhuran budi. </br></br>Apabila mengacu pada konsep merdeka belajar yang merujuk pada siswa dalam hal kebebasan berpikir untuk mengembangkan kompetensi diri, maka kisah Ekalawya dalam teks Adiparwa dapat dijadikan contoh bagi seorang yang tengah belajar. Dalam karya sastra ini, kita diberikan sajian cerita bahwa Ekalawya yang merupakan putra dari Sang Hiranyadhanuh sangat besar keinginannya untuk belajar memanah dan berguru pada Guru Drona. Ia tahu bahwa Guru Drona merupakan pengajar pemanah terbaik yang berguru langsung pada Ramaparasu. Akan tetapi, Ekalawya tidak diterima sebagai murid Drona karena ia berasal dari kasta Nisada atau pemburu (Hana ta sang Ekalawya ngaranya, anak sang Hiranyadhanuh, ya tahyun mangajya ri Dang Hyang Drona, ndatan tinanggap nirapan Nisadaputra).</br></br>Sementara itu, keinginan besar Ekalawya untuk berguru menjadi semakin tidak mendapatkan secercah harapan ketika guru Drona sudah diminta menjadi guru bagi para ksatria Hastina. Akan tetapi, dengan nyala semangat yang tinggi, Ekalawya membuat patung Drona lalu dengan cara berkonsentrasi pada patung itu dan informasi lisan yang ia dengarkan memberikan tuntunan tentang berbagai ajaran ilmu memanah. Hingga membuatnya benar-benar pandai karena baktinya yang sungguh-sungguh kepada seorang guru (Mgawe ta ya Drona pratima, manggalanyan pangabhyasa dhanurweda. Mogha ta widagdha de ning bhatinya ring guru). Bagian kisah ini, menunjukan adanya usaha untuk merdeka belajar yang dilakukan oleh Ekalawya dalam upaya untuk meningkatkan kompetensi dirinya. Ekalawya sadar dengan bakat yang ia miliki kemudian dengan sungguh-sungguh belajar dari gurunya dalam simbol sebuah patung yang telah menuntunnya sehingga memiliki kemampuan ilmu memanah yang hebat. Konon, orang yang terbiasa melatih pikiran (manah) dengan cara fokus dan berkonsentrasi penuh, maka ia akan mendapatkan sesuatu yang ia harapkan. </br></br>Persoalan belajar bukan hanya ditentukan oleh ruang dan waktu. Sama halnya dalam situasi seperti sekarang ini, yaitu saat pandemi atau wabah virus corona yang tak kunjung berhenti membuat para pelajar tidak pergi ke sekolah dan belajar sesuai dengan waktu belajar yang ditetapkan di sekolah. Anjuran untuk megurangi aktifitas berkerumun (social distancing), membuat para pelajar harus belajar dari rumah mereka masing-masing. Dalam keadaan seperti itu, apabila kita berkaca dari kisah Ekalawya, seorang pelajar dituntut untuk memiliki etos belajar yang tinggi dengan segala keterbatasan yang ada. Ekalawya dapat membaca dengan baik kemampuan dan minat diri sehingga ia memiliki kesadaran bahwa seseorang memiliki kebebasan dalam belajar sebagai bentuk merdeka belajar untuk meningkatkan kemampuan atau kompetensi diri (nincapang guna gina ring angga). Dalam situasi ini, pembelajaran jarak jauh atau tidak tatap muka dengan guru hendaknya menjadi tantangan tersendiri untuk menguji kedisiplinan dan ketekunan seorang murid. Tentu para murid di zaman ini masih lebih beruntung dari Ekalawya. Para pelajar masih dapat bertatapan langsung dengan guru-guru di sekolah melalui media daring sehingga memperoleh ajarannya secara langsung, tanpa harus membuat patung guru sebagai simbol yang memberi tuntunan layaknya Ekalawya. </br></br>Dengan demikian, ada tiga hal yang mesti dicatat dan dimaknai dari kisah Ekalawya dalam hal merdeka belajar. Pertama, pembelajaran mandiri yang ia lakukan di bawah tuntunan maya dari Guru Drona menjadikannya pemanah yang sangat unggul. Kedua, dari kisah ini kita melihat bahwa etos belajar yang tinggi memang mesti terbit dari lubuk hati siswa sendiri. Pembelajaran yang bertumpu pada siswa atau (student center learning) seperti Ekalawya terbukti berhasil. Ketiga, ada semangat guru bakti “guru susrusa” dari Ekalawya yang kita bisa ikuti di zaman ini. Dari bakti kepada guru itulah jernih aliran pengetahuan senantiasa didapatkan sebagai penerang kehidupan. Walaupun dalam kisah Mahabarata, Arjunalah yang dikenal sebagai ksatria pemanah terbaik, tetapi para pembaca yang membaca karys sastra ini akan tetap mengingat bahwa Ekalawya merupakan sosok pelajar terbaik yang salampah lakunya akan tetap dikenang (@YesiCandrika BASAbali WIki)tap dikenang (@YesiCandrika BASAbali WIki))
  • Dewi Dian Reich  + (The Living Masks of Bali adalah seri kami The Living Masks of Bali adalah seri kami yang mengeksplorasi dan merayakan topeng tradisional Bali. Kami kembali hari ini dengan melihat dari dekat Topeng Tua, Topeng Tua. Percakapan dengan Penari dan Pembuat Topeng Kadek Sudiasa dari Mas Ubud. Serangkaian potret Topeng Tua. Diiringi perbincangan dengan Kadek Sudiasa yang mengulik hubungan dan kenangannya dengan Topeng Tua. Sebagai penari dan pembuat topeng.ng Tua. Sebagai penari dan pembuat topeng.)
  • Dewi Dian Reich  + (Topeng Dalem. Raja, Topeng dan Tarian. ToTopeng Dalem. Raja, Topeng dan Tarian.</br></br>Topeng Dalem mewakili Raja, Dalem Waturenggon, terkait dengan Zaman Keemasan Kerajaan Gelgel Bali pada abad ke-16. Dia dikenal dalam narasi ini sebagai pengasih, baik hati dan bijaksana. Raja yang penyayang. Itu sebabnya, menurut Kadek Sudiasa, untuk mengukir dan menangkap esensi Topeng Dalem sulit dilakukan. Untuk menangkap ketenangan dan kelembutan Raja ini, dengan apa yang dia gambarkan memiliki kelembutan tertentu di sekitar matanya. Kehalusan dalam karakternya inilah yang membuatnya sulit untuk ditangkap. Ia tidak memiliki ciri-ciri nyata yang terkandung dalam Topeng Keras atau Topeng Tua.andung dalam Topeng Keras atau Topeng Tua.)
  • Kadek Sudiasa  + (Topeng Tuli merupakan bagian dari Topeng BTopeng Tuli merupakan bagian dari Topeng Bondres. Itu dilakukan di masa lalu sebagai hiburan selama upacara dan acara komunitas. Topeng ini dibuat oleh Kadek Sudiasa untuk Pameran 'Dunia Tanpa Suara Antologi' di Galeri Sawidji.</br></br>"Mereka yang tidak bisa mendengar, jangan anggap enteng atau kurang dari mereka.. karena mereka memiliki sesuatu yang ekstra, sesuatu yang istimewa yang mungkin tidak dimiliki orang lain. Ciptaan Tuhan penuh dengan keseimbangan dan keadilan. Jika mereka tidak memiliki kekuatan yang cukup mendengar.. mereka memiliki hal lain yang ekstra yang mungkin tidak kita lihat." ~ Kadek Sudiasamungkin tidak kita lihat." ~ Kadek Sudiasa)
  • Desak Ayu Putu Suciati  + (Tujuan studi ini adalah merancang wujud opTujuan studi ini adalah merancang wujud optimalisasi peran pecalang dalam membantu penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat yang diselenggarakan oleh Tim Gugus Tugas Pencegahan Pandemi Covid-19. Studi ini berbentuk deskriptif-kualitatif yang lebih banyak menggunakan dan mengumpulkan informasi dengan cara mendalami setiap fenomena sosial yang terjadi. Pembagian kewenangan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat yang diselenggarakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Bali dalam upaya pencegahan pandemi Covid-19 mengalami banyak hambatan. Diperlukan optimalisasi peran pecalang dalam membantu penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat yang diselenggarakan oleh Tim Gugus Tugas Pencegahan Pandemi Covid-19.m Gugus Tugas Pencegahan Pandemi Covid-19.)
  • Luh Yesi Candrika  + (Wibisana tidak dapat menyembunyikan kesediWibisana tidak dapat menyembunyikan kesedihannya, saat mengetahui kakak tertuanya Rahwana telah gugur di medan perang. Sekali pun Rahwana berada dalam jalan ketidak benaran, Wibisana merasa bersedih hati, meratapi kepergian saudara kandungnya itu. Pada saat itu juga, Rama pun hadir menghibur hati Wibisana yang sedang diliputi mendung kedukaan. Rama memuji Rahwana sebagai seorang yang terpuji melakukan tapa dan terkenal sebagai raja besar dunia yang tidak gentar gugur di medan perang. Setiap orang yang gugur dalam pertempuran mendapatkan sorga (prasasta sira nguni sampun tapa, gahan ta sira cakrawartting jagat, pejah sir ataman surud ring rana, asing mati mamuk ya moksatmaka).. Demikianlah sang maha bijaksana, senantiasa memberikan keteduhan dan memberikan kesejukan dalam setiap kata-katanya. Kemenangannya atas kekalahan Rahwana tidak menjadikan Sang Rama jumawa. Ia justru menempatkan dirinya dalam suasana kedukaan di Kerajaan Alengka. Kemudian, Rama pun meminta Wibisana yang memiliki perilaku susila dan patuh pada ajaran agama untuk memimpin kerajaan. Selanjutnya, nasihat-nasihat Rama itu pun dialirkannya pada Wibisana.</br></br>Salah satu fragmen dalam Kakawin Ramayana di atas, memberikan wawasan yang penting mengenai persoalan pemimpin (orang yang memimpin) dan kepemimpinan (cara memimpin), yang dapat dipelajari dalam konteks kehidupan saat ini. Pemimpin sering kali menjadi figur keteladan bagi masyarakat yang dipimpinnya. Seorang pemimpin atau raja hendaknya berperilaku baik dan mendidik sehingga layak dijadikan contoh. Kakawin Nitisastra telah mempertegas hal tersebut bahwa kewajiban seorang raja memberi pelajaran kepada segenap rakyatnya, dari golongan utama, madya, nista sekalipun. Pemimpin harus mendidik mereka berkelakuan baik (tingkahnikang prabhu sumiksa ri bhretya sanggya, sakwehnya kottama kamadhya lawan kanista, yeka warah warahaneka ya karma yukti). Untuk itu, penjadi pemimpin tidaklah mudah sehingga ada istilah bahwa sebelum memimpin orang lain, hendaknya terlebih dahulu belajar memimpin diri sendiri. Hal ini pun dinasehatkan Rama kepada Wibisana bahwa diri pribadi hendaknya dinasihati terlebih dahulu dengan inti kebenaran. Kemudian, setelah yakin berpegang dan melaksanakan ajaran agama, maka para hulubalang dan menteri pun akan mengikuti (awakta rumuhun warah ring hayu, telas ta mapageh magom agama, teke rikang amatya mantra tumut).</br></br>Lebih lanjut, selain Kakawin Ramayana dan Kakawin Nitisastra yang telah diungkapkan di atas, ajaran-ajaran kepimimpinan yang tersimpan dalam karya sastra lainnya sebagai dokumen intelektual sangat baik untuk dibaca, direnungkan, dan diamalkan. Misalnya, dalam teks Kakawin Sutasoma yang menekankan cinta kasih dalam kepemimpinan, Geguritan Niti Raja Sasana yang memuat tentang nilai-nilai dari seorang pemimpin, Udyogaparya, Arjunawiwaha, dan lain sebagainya. Teks-teks ini memberikan rujukan penting untuk para pemimpin dalam memangku tanggung jawabnya. Hanya saja, sejauh mana kegiatan literasi dilakukan oleh seorang pemimpin? Jika tidak melalui aktifitas literasi dengan kegiatan membaca salah satunya, lalu dari manakah sumber pengetahuan seorang pemimpin itu? Apalagi pemimpin yang hendak dijadikan panutan oleh masyarakat?</br></br>Sejauh ini, dalam catatan sejarah sosok pemimpin Bali yang dikenal kepemimpinannya, yaitu I Gusti Ngurah Made Agung atau Cokorda Denpasar. Raja Badung yang juga dikenal dengan sebutan Cokorda Mantuk Rinng Rana memimpin perang puputan saat melawan penjajah Belanda pada tanggal 20 September 1906. Sementara itu, kepemimpinan I Gusti Ngurah made Agung sebagai raja Badung, memiliki kekuasaan yang tidak hanya dirasakan di Badung, tetapi juga di Bali pada umumnya. Konsentrasi Belanda yang menganggap raja Badung adalah representasi kekuatan Bali yang menyebabkan Belanda mengarahkan perhatiannya ke wilayah ini.</br></br>I Gusti Ngurah Made Agung sebagai seorang pemimpin yang bersenjatakan keris, juga mempersenjatai dirinya dengan pisau tulis. Maksudnya, beliau melakukan aktifitas literasi dengan mengarang sejumlah karya sastra. Untuk itu, beliau juga disebut sebagai pemimpin yang bertongkatkan sastra. Sejumlah karya sastra yang beliau tulis seperti, Geguritan Loda, Niti Raja Sasana, Hredaya Sastra, Dharma Sasana, Nengah Jimbaran, dan Purwa Sanghara (Agastia, 2006: 7). Kemampuan mengolah rasa dan bahasa yang dimiliki oleh I Gusti Ngurah Made Agung sangat luar biasa. Misalnya dalam salah satu karyanya yang berjudul Geguritan Dharma Sasana, beliau menunjukkan kemampuannya dalam menggunakan bahasa Jawa-Mlayu (Basa cara Jawa Mlayu). Selain itu pada Geguritan Cara Mlayu (Geguritan Nengah Jimbaran), I Gusti Ngurah Made Agung menunjukkan kemampuannya dalam menggunakan bahasa Mlayu. Sementara itu, pada geguritan yang terpanjang dan terbesar yang beliau tulis, yaitu Geguritan Purwa Sanghara menggunakan bahasa Bali dengan jenis tembang ala Surakarta (nanging tembang cara Surakarta/ basa Bali pangikete). Demikianlan seorang pemimpin yang bersastra, mampu menuntun rakyatnya pada jalan kebenaran. </br></br>Pemimpin yang mampu menuntun jika diumpamakan dalam sebuah banawa (kapal), maka seorang pemimpin adalah nahkodanya. Seorang nahkoda di sebuah kapal, memiliki peranan sebagai penyelamat atau dapat pula menjadi penyebab atas kematian dan kesengsaraan para penumpangnya saat badai besar menyerang. Pemimpin yang dapat menjadi payung peneduh (catraning jagad), yaitu melindungi dan mengayomi seluruh rakyatnya secara adil sehingga mewujudkan kesejahteraan hidup.l sehingga mewujudkan kesejahteraan hidup.)
  • Nyoman Butur Suantara  + (“Sihir adalah melihat keajaiban dalam seti“Sihir adalah melihat keajaiban dalam setiap hal kecil di alam, melihat betapa indahnya kunang-kunang dan betapa ajaibnya capung.”</br>― Ama H.Vanniarachchy</br>Fotografi karya ManButur Suantara yang mendalami fotografi Makro, khususnya hanya menggunakan cahaya alami di lingkungan alam tanpa pementasan.</br></br>Definisi kamus Fotografi Makro hanya mengambil gambar yang sangat dekat, lebih besar dari ukuran aslinya.</br></br>Fotografi makro adalah tentang menampilkan subjek yang lebih besar daripada aslinya — close-up ekstrim dari sesuatu yang kecil. Serangga full-frame dalam foto lima kali tujuh inci dan bidikan produk cornflake empat inci jauh di atas ukuran sebenarnya: keduanya adalah contoh fotografi makro. - keduanya adalah contoh fotografi makro. -)
  • Ni Kadék Widiasih  + (EMBUN PENGHIBUR (Ni Kadek Widiasih) BagaiEMBUN PENGHIBUR</br>(Ni Kadek Widiasih)</br></br>Bagai jalannya air</br>Yang bergericik di bawah pohon</br>Memang segar menerebes ditelan</br>Untuk berteduh</br>Lebih-lebih tahu</br>Sinaran matahari setengah api</br>Di tengah jalannya hidup</br>Terasa meraup embunnya</br></br></br>Hendak selalu berdekatan</br>Menghiasi hidup</br>Dapat selalu ada di sini</br>Tatkala perasaan dijauhi</br>Disanalah membagi bagian</br>Merasa terhibur.</br></br>Karangasem, 5-1-2008ian Merasa terhibur. Karangasem, 5-1-2008)
  • AG Pramono  + (AG Pramono Berita Pagi Gilimanuk nyanyAG Pramono </br></br>Berita Pagi Gilimanuk </br></br>nyanyian lautmu pagi hari </br>anak-anak berlarian </br>ke tepi dermaga </br>dan kapal-kapal bermesin tua </br>merapat di dermaga </br>aku baru saja tiba di dermaga Gilimanuk </br></br>sepeda motor, bus dan truk bermuatan berat</br>baru saja turun dari kapal ini</br>O, jalan kecil menuju kepulanganku </br>kubaca berita di harian pagi </br></br>Pintu halaman kepulanganku </br>kutulis saja pada jejaknya </br>dari atas kapal tua ini</br>kulihat penjaja nasi bungkus, penjual kopi pagi dan tukang semir sepatu</br>bersenggolan dengan para penumpang </br>belum sempat aku memotret mereka bersama para awak kapal </br>tali kapal itu begitu kokoh membelit ditiang besi</br>aku baru melangkah di dermaga </br>kapal-kapal bermesin tua</br>pulang pergi </br>menghitung waktu </br>pagi – siang – malam </br></br>dari atas kapal bermesin tua </br>ada ucap yang belum sempat diucapkan, bisikku hari ini </br>aku keburu dikabarkan cerita tentang tanah kelahiranku </br>rumahku, lautku, begitu akrab tampaknya </br>kubiarkan saja </br>terpaan angin dan ombak pagi ini </br>seperti berita di harian pagi</br>yang kutemukan di tepi dermaga </br>: kapal-kapal tua itu mesti diganti, ujar seseorang padaku </br></br>Ah, rupanya</br>berita harian pagi </br>bercerita tentang kapal-kapal bermesin tua </br>dengan segala keluh kesahnya </br>namun tetap saja begitu </br>selalu ramai penumpang</br>menuju ke kampung halamanku </br>aku masih teringat, tentang nyanyian ombak dan gelombang</br></br></br></br></br>rumAh kecil , 2017ombak dan gelombang rumAh kecil , 2017)
  • Agung Bawantara  + (Agung Bawantara Di Tengah Kabut Lima kalAgung Bawantara</br>Di Tengah Kabut</br></br></br>Lima kali sudah</br>Pesawat ini berputar-putar </br>Kabut begitu tebal</br>Tujuh bukit kapas </br>Tak menyamainya</br>Landasan buat mendarat </br>Sama sekali tak terlihat</br>Di satu kursi dengan pinggang terikat ketat</br>Aku seketika renik </br>Kebimbangan di kiri</br>Harapan di kanan</br>Dari bingkai jendela kudengar:</br>Hidup adalah perjalanan dari utang ke utang</br>Kau harus berderap </br>saban hari</br>Berputar </br>Bersama Semesta</br>Lunasi setiap janji</br></br>Dua kali lagi</br>Berputar pesawat ini </br>Kabut masih tebal saja</br>Nyatanya sembilan bukit kapas pun tak serupa </br>Landasan untuk mendarat tetap tak terlihat</br>Tapi Sang Kapten telah bersiap </br>Mengunci radar dan menukikkan pesawat</br>Ada celah tersingkap oleh cahaya</br> Jangan tanyakan dari mana cahaya itu </br>Kau sudah tahu. Kau kerap bercumbu</br>Sabuk di pingganggku semakin erat</br>Seperti tangan Ibu yang selalu membuatku jadi bocah</br>Kulirik jendela sebelah</br>Kudengar jua:</br>Hidup hanyalah perjalanan dari piutang ke piutang</br>Berputarlah terus</br>Berputar </br>Bayar tunai piutang sendiri</br>Para penerima adalah malaikat-malaikat zakat</br>Membuatmu mengecil jadi zat</br>Menyatu dengan apa saja</br></br>Ada yang keluar dari badan</br>pesawat yang siap mendarat</br>miring ke kiri </br>miring ke kanan</br>tegak kemudian</br>Pramugari pun meraih pengeras suara:</br> Karena pasti telah senantiasa </br>Dia beri selimut kabut </br>Lebih tebal</br>Dari yang kusyukuri saban hari</br>Harus kuperdalam sujud syukur </br>Agar menebal </br>Selimut kabut yang kusyukuri esok hari</br></br>Karena pasti telah senantiasa </br>Dia beri cahaya</br>Lebih terang</br>Dari yang kusyukuri saban hari</br>Harus kulipatgandakan rasa syukur</br>Agar semakin terang </br>Selimut cahaya yang kusyukuri esok hari</br></br></br>(Bandung-Denpasar PP, Agustus-September 2018)ndung-Denpasar PP, Agustus-September 2018))
  • Thomas Wright  + (Air berperan penting dalam masyarakat BaliAir berperan penting dalam masyarakat Bali. Air tidak hanya biasa dihadirkan dalam ritual Hindu Bali, namun penggunaan dan pengelolaannya juga membawa kemakmuran melalui budidaya padi. Meskipun aspek-aspek air tersebut telah dibahas dalam banyak terbitan akademik dan non-akademik, pemahaman kualitatif tentang hubungan apapun dengan perairan laut masih belum banyak didalami dalam literatur. Makalah ini bertujuan menyajikan ulasan awal mengenai literatur tentang air dan lingkungan laut di Bali, dan mengemukakan perlunya pemahaman sosio-ilmiah kualitatif lebih lanjut tentang hubungan orang Bali zaman sekarang dengan perairan laut. Pembahasan mengenai penelitian yang ada tentang masyarakat-masyarakat yang berorientasi laut dan tentang pembangunan pariwisata yang terus berlangsung di wilayah pesisir Bali dimaksudkan untuk memperkaya penelitian yang sekarang tersedia dalam kajian Bali. Dengan menghadirkan literatur yang membahas konsep Bali tentang lingkungan, air dan lautan, makalah ini berupaya menyoroti manfaat penelitian lanjutan mengenai persepsi tentang lingkungan bagi pembahasan polusi, kelangkaan air dan pengelolaan sumber daya. Meskipun obyek wisata bahari seperti Pura Tanah Lot dan Pura Uluwatu serta beberapa komunitas pantai populer berperan penting dalam industri pariwisata, makalah ini menyarankan perlunya penelitian lebih lanjut mengenai pentingnya obyekobyek wisata tersebut bagi wisatawan dan orang Bali, serta interpretasi sosial yang berkaitan dengan itu.rpretasi sosial yang berkaitan dengan itu.)
  • Made Edy Arudi  + (Aku Sebatang Pohon Aku sebatang pohon IngAku Sebatang Pohon</br>Aku sebatang pohon </br>Ingin menjaga musim tetap rindang</br>Sambil menunggumu datang bersandar sampai bosan</br>Karena di kulit tubuhku</br>Yang pohon ini</br>Kau pernah melemparkan sepahan kenangan;</br>Peluh</br>Bekas cinta</br>Bahkan sisa rintih</br></br>Tapi tak akan terlihat </br>Alir sungai tangis di mata sedihku</br>Yang mulai retak ini</br>Sebab aku sudah ditakdirkan </br>Dengan akar untuk selalu terpancang diam</br>Menunggu</br>Walau kulitku mengelupas</br>Daunku meranggas</br>Dan dagingku membatu</br>Menahan berabad rindu</br></br>Di usia lapukku</br>Biarlah tetap menjadi pohon saja</br>Menunggumu datang bersandar</br>Sampai bosan.</br>Hingga waktu benar-benar datang</br>Menebang usia.</br></br>(2018) benar-benar datang Menebang usia. (2018))
  • Rosvita Flaviana Osin  + (Area Desa Nyambu dan Baru Marga Kabupaten Area Desa Nyambu dan Baru Marga Kabupaten Tabanan sangatlah potensial untuk dikembangkan. Desa-desa ini memiki karakteristik alam yang menarik, keunikan kehidupan sosial dan budaya. Dalam pembangunannya, sangatlah penting untuk memperhatikan keberadaan generasi milineal yang mana dalam pariwisata terkini didominasi oleh generasi ini serta tumbuh di tengah era digital. Penelitian ini menggunakan analisa deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif digunakan untuk menentukan peran generasi milenial dalam membangunan desa wisata. Teknik ini juga digunakan untuk menentukan karakteristik dan motivasi turis yang tergolong generasi milenial dengan menggunakan analisa frekuensi. Studi ini mengambil data dari 100 orang responden yang mewakili karakteristik dan motivasi turis milienial di Bali dan wawancara semi-terstruktur dengan 6 responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa grup usia antara 20-25 tahun, dengan jumlah total 75 orang, adalah pasar yang sangat potensial untuk mempromosikan dan mengenalkan desa wisata Nyambu dan Baru Marga. Jumlah tertinggi dari tipe turis milineal ini adalah mereka yang berprofesi sebagai murid, sebanyak 46%. Mayoritas dari turis milenial ini adalah berjenis kelamin laki-laki, sebanyak 54%. Motivasi adalah faktor yang paling menentukan bagi turis milenial untuk melakukan perjalanan wisata. Dari total 100 responden, 76% menyatakan alasan utama mengunjungi Desa Wisata Nyambu dan Baru Marga Tabanan adalah karena keindahan alamnya.a Tabanan adalah karena keindahan alamnya.)
  • I Nyoman Darma Putra  + (Artikel ini membahas berbagai strategi yanArtikel ini membahas berbagai strategi yang diterapkan oleh janda (karena meninggal dunia ataupun bercerai) dalam menghadapi batasan-batasan kultural dan stigma sosial pada era Bali kontemporer. Di lingkungan patriarki Bali, perempuan kurang diuntungkan dalam hal akses terhadap pekerjaan dan umumnya menerima pendapatan yang lebih rendah dari laki-laki. Ketika sebuah pernikahan berakhir, seorang janda tidak hanya kehilangan pasangannya namun juga sumber pendapatan penting bagi keluarganya. Janda mungkin juga harus menerima beban tambahan dari menyokong kehidupannya sendiri dan keluarganya, yang artinya menjadi lebih rentah secara ekonomi. Selain itu, janda juga sering dianggap mudah untuk diajak berhubungan seksual, dapat menjadi target hasrat seksual laki-laki, akibatnya menjadi sumber gosip. Sistem pemerintahan dualisme, desa – nasional,di Bali turut menambah kerumitan proses perceraian dan pernikahan kembali di masyarakat patriarkal Bali. Untuk memahami bagaimana janda di Bali menghadapi tekanan sosial dan budaya ini, artikel ini fokus pada membandingkan sejarah hidup 3 orang janda. Menerapkan konsep modal ekonomi, budaya, sosial dan simbolisme oleh Pierre Bourdieu, analisis penelitian ini menunjukkan bahwa akses terhadap berbagai bentuk modal diatas berperan penting dalam kelangsungan hidup para janda di Bali. Dengan sumber ekonomi yang memadai, seorang janda tidak hanya dapat menunjukkan independensi dan kemampuan untuk menghidupi keturunannya, namun juga berbagai kewajiban sosial dan keagamaan lainnya. Dengan begitu, mereka tetap dapat diterima dan dihormati oleh komunitasnya. Temuan ini juga berkontribusi dalam memberikan gambaran yang lebih luas dan kompleks mengenai kehidupan janda di Bali.kompleks mengenai kehidupan janda di Bali.)
  • Helen Creese  + (Artikel ini membahas berbagai strategi yanArtikel ini membahas berbagai strategi yang diterapkan oleh janda (karena meninggal dunia ataupun bercerai) dalam menghadapi batasan-batasan kultural dan stigma sosial pada era Bali kontemporer. Di lingkungan patriarki Bali, perempuan kurang diuntungkan dalam hal akses terhadap pekerjaan dan umumnya menerima pendapatan yang lebih rendah dari laki-laki. Ketika sebuah pernikahan berakhir, seorang janda tidak hanya kehilangan pasangannya namun juga sumber pendapatan penting bagi keluarganya. Janda mungkin juga harus menerima beban tambahan dari menyokong kehidupannya sendiri dan keluarganya, yang artinya menjadi lebih rentah secara ekonomi. Selain itu, janda juga sering dianggap mudah untuk diajak berhubungan seksual, dapat menjadi target hasrat seksual laki-laki, akibatnya menjadi sumber gosip. Sistem pemerintahan dualisme, desa – nasional,di Bali turut menambah kerumitan proses perceraian dan pernikahan kembali di masyarakat patriarkal Bali. Untuk memahami bagaimana janda di Bali menghadapi tekanan sosial dan budaya ini, artikel ini fokus pada membandingkan sejarah hidup 3 orang janda. Menerapkan konsep modal ekonomi, budaya, sosial dan simbolisme oleh Pierre Bourdieu, analisis penelitian ini menunjukkan bahwa akses terhadap berbagai bentuk modal diatas berperan penting dalam kelangsungan hidup para janda di Bali. Dengan sumber ekonomi yang memadai, seorang janda tidak hanya dapat menunjukkan independensi dan kemampuan untuk menghidupi keturunannya, namun juga berbagai kewajiban sosial dan keagamaan lainnya. Dengan begitu, mereka tetap dapat diterima dan dihormati oleh komunitasnya. Temuan ini juga berkontribusi dalam memberikan gambaran yang lebih luas dan kompleks mengenai kehidupan janda di Bali.kompleks mengenai kehidupan janda di Bali.)
  • Aryadimas Ngurah Hendratno  + (Aryadimas Ngurah Hendratno Menjelma Mata Aryadimas Ngurah Hendratno</br></br>Menjelma Mata Air</br></br></br>aku pernah menjelma mata air</br>aliranku kasar, menuju ngarai berakhir di kekeringan</br>jalurku berkelok menapak, mengisi lubang kosong</br>menanjak di antara nadi, bersekutu dengan darah</br>denyut jantung adalah tanda untuk pergi </br>berhenti mengolah emosi karena wujudku </br>adalah detak jantung yang tak berhenti</br></br>aku tak pernah lelah mewujud mata air</br>di selepas malam adalah waktu mengairi</br>dari keberadaannya di tempat tertinggi</br>dan kamu, selalu menjadi gumpalan</br>lemak ataukah batu, memilin jalan mencipta pusaran</br>sejenak itu perhentian yang mengikat</br>iba dan ketakutan, gelisah dan rasa bersalah</br>arus yang menarikku pulang</br></br>kembali aku mewujud mata air</br>setelah satu musim kering</br>timbaku adalah keyakinan</br>tali pengikatnya adalah jumlah kesadaran</br>penuhi dan tariklah untuk teman perjalanan</br>tetesan yang terjatuh adalah kebijaksanaan</br>kembali dan pungutlah bulir-bulir di persimpangan</br>hanya di situ kehendak mencipta </br>dan air berubah jadi mutiara</br></br>aku berusaha mewujud mata air</br>kosongkan dan dimulai kembali</br>perjalanan di antara nadi, darah dan rasa bersalah</br>lintasi kembali kelokan magis</br>temukanlah persimpangan tempat rasa terbuang</br>gumpalkan dalam renungan</br>pencapaian adalah emosi yang berulang</br>ketika kembali, kumpulkan yang hilang</br>sebab yang ada berarti tiada, </br>yang tidak ada adalah kunci segalanyada, yang tidak ada adalah kunci segalanya)
  • NDM Santi Diwyarthi  + (Bali, termasuk museum, terlibat dalam induBali, termasuk museum, terlibat dalam industri pariwisata era milenial 4.0. Pengelolaan museum tidak lagi bisa bersifat inklusif tanpa analisis dan penerapan yang borderless dan out of the box. Museum merupakan salah satu sarana berkomunikasi di tengah masyarakat milenial dewasa ini yang harus dikaji manfaatnya dalam industri pariwisata. Metode penelitian adalah kuantitatif dan kualitatif, menggunakan instrumen penelitian berupa angket, wawancara, studi dokumentasi, dengan populasi pengunjung museum di Bali. Hasil penelitian memperlihatkan tamu yang mengunjungi museum sebagian besar adalah orang yang sudah mempelajari informasi terkait museum terlebih dahulu, yakni 52 persen, 52 persen akan menuliskan kisah perjalanannya mengunjungi museum, 80persen akan mempromosikan keberadaan museum melalui media internet, 92 persen mengenal sejarah museum yang akan dikunjungi dan pendirinya, 60 persen akan mempromosikan kembali pada orang lain. 40 persen akan kembali mengunjungi museum yang sama.akan kembali mengunjungi museum yang sama.)
  • I Wayan Suardika  + (Bapak I wayan suardika dalam proses kreatiBapak I wayan suardika dalam proses kreatif menciptakan karya- karya sastra bali purwa telah melahirkan 5 karya sastra yang sangat penting bagi peradaban batin bali yaitu geguritan ki patih ganjira, geguritan jangkang plilit, geguritan I taru titiran, geguritan Ramayana, geguritan gema shanti dan babd tari sacral.</br></br>Karya sastra satra bali purwa I wayan suardika yang paling terkenal dikalangan masyarakat adalah geguritan ki patih ganjira, geguritan ini menceritakan Seorang laki-laki dari desa kilayu giri yang masih ,dan tampan.yang ingin melaksanakan Brahmacari asrama di pesraman giri wana kulantir.suatu hari ia berpamitan kepada orang tuanya jika akan pergi ke pesraman untuk mencari ilmu,kemudian ia diberikan ijin untuk melakukan Brahmacari asrama. Keesokan harinya Ki Patih ganjira memulai perjalanan menuju pesraman dan orang tua Ki Patih Ganjira sangat sedih karena akan di tinggal oleh anaknya. Singkat cerita ada raja bernama Patih Agung, Patih Agung ini memiliki anak perempuan yang bernama Wangkas Putri. Disitu bertanya kepada Ki Patih Ganjira, lalu ia menjawab "saya akan ke pesraman untuk melaksanakan Brahmacari asrama" lalu Patih Agung berkata " wahai anak muda seumuran anda sudah memiliki pemikiran untuk masa depan mu" lalu Wangkas Putri ingin ikut Ki Patih Ganjira melakukan brahmacari asrama. Lalu keesok harinya Meraka melakukan perjalanan menuju ke pesraman tersebut, tiba-tiba kaki Wangkas Putri di gigit ular lalu Ki Patih Ganjira meminta pertolongan kepada masyarakat disana. Di obatilah kaki Wangkas Putri, setelah di obati kaki Wangkas Putri. Lalu Kipatih Ganjira bertanya kepada masyarakat disana, dimanakah letak pesraman gira wana kulantir. "Apakah masih jauh dari sini" lalu masyarakat tersebut menjawab "ini lah tempat persamaan kulantir yang km cari, kebetulan sayang adalah murid dari persamaan tersebut" di antarkanlah Ki Patih Ganjira bertemu guru yang ada di sana. Singkat cerita sudah empat tahun Ki Patih Ganjira mencari ilmu disana dan usai sudah pencarian ilmu disana. Sebelum kembali pulang Wangkas Putri bertanya kepada Ki Patih Ganjira "apakah kamu sudah mempunyai wanita atau ada wanita yang km sukai di pesraman ini." Lalu Ki Patih Ganjira menjawab " ada, wanita itu adalah km" mereka berdua menjalin hubungan, keesok harinya Meraka pamit dari persamaan itu untuk balik pulang. Di tengah perjalanan mereka menyebrang lautan dan pada saat itu ombak laut sangat besar, Wangkas Putri terseret ombak. Lalu Ki Patih ganjira mencari Wangkas Putri di tengah laut dan tidak di temukan juga, Wangkas Putri di temukan oleh seorang raja. Setelah Wangkas Putri sadar Wangkas Putri mencari Ki Patih Ganjira di tepi laut, lalu Ki Patih Ganjira di temukan dengan keadaan lusuh. Setelah itu mereka berdua kembali pulang, singkat cerita Wangkas Putri dan Kipatih Ganjira pun menikah ada salah satu keluarga Ki Patih Ganjira yqng tidak suka karena ia menikah dengan putri raja. Lalu keluarga Ki Patih Ganjira itu berinisiatif untuk membuat hidup mereka sengsara, keluarlah ide licik dari keluarga Ki Patih Ganjira dengan memberikan guna-guna kepada Wangkas Putri dan menyebabkan wangkas putri meninggal. Singkat cerita setelah Wangkas Putri meninggal akhirnya Ki Patih Ganjira di angkat sebagai raja di kerajaan watu Medang mengganti ayah Wangkas Putri. watu Medang mengganti ayah Wangkas Putri.)
  • Caesilia Nina Yanuariani  + (Bawa imaji ke dalam lubuk batinmu, menjadiBawa imaji ke dalam lubuk batinmu, menjadikan</br>gelap menjadi terang. Ibarat cahaya api di matamu</br>yang liar, Ketakutan menjadi sublim</br></br>kemudian pagi membujuk siang, menggoda malam.</br>Pada satu panggung ketemukan pemeran utama yang</br>gagu, musik mengalun di silau lampu. Berhamburan</br>kupu dan laron-laron</br></br>Terkadang kita tidak mampu menepis, begitu banyak</br>cemooh mengharu-biru memasuki ruang pribadimu.</br>ibarat seekor monyat tua mencabik-cabik kebun</br>mencari dedaunan, karena ia lapar. Seperti perempuan</br>yang gelisah tak menemukan sebuah payung di tengah</br>hujan</br></br>Kuletakkan dua puluh batang bunga sedap malam dalam</br>Jambangan. Berharap menjelang malam keharuman berkeliling</br>di setiap ruang. Membawa pergi seribu bayangan kelam.</br>Kecemasan adalah bingkai retak yang menjamah di dalam</br>rumah. Hari ini anak-anak mulai sekolah.</br></br>Aku selesaikan adonan dalam loyang, berwarna kuning</br>dan coklat seperti kuda zebra. Membiarkan aroma roti</br>menjelajah ke rumah tetangga, ke segenap penjuru dermaga.</br>Di bawah tangga di rumahku, aku melihat seekor kucing</br>seekor tikus, seekor anjing bercengkerama dalam senda</br>gurau yang riang.</br></br>(Bali Post Minggu, 17 Juli 2016)g riang. (Bali Post Minggu, 17 Juli 2016))
  • I Nengah Jati  + (Beliau mempunyai salah satu karya sastra kBeliau mempunyai salah satu karya sastra kidung yang berjudul tungtung urip, tungtung urip sendiri menceritakan bagaimana situasi dan kondisi dari pandemic covid-19, bagaimana kondisi masyarakat dalam menghadapi virus harus selalu tetap berfikir positif dan selalu mematuhi protokol kesehatan.if dan selalu mematuhi protokol kesehatan.)
  • Richard Fox  + (Bentuk-bentuk organisasi sosial Bali, gotoBentuk-bentuk organisasi sosial Bali, gotong royong dan solidaritas perlahan semakin bertransformasi – dan seringkali tergantikan – oleh institusi sosial baru serta ideal, keinginan, dan kesenangan yang menyertainya. Kemunculan keluarga inti, sebagai sebuah cita-cita dan institusi sosial baru, adalah salah satu satu perkembangan yang lebih penting dalam hubungan ini. Esai ini mengkaji konsepsi persaingan keluarga, dan ekonomi keluarga, yang mendasari perdebatan yang terjadi di lingkungan Bali selatan terkait pemberian bantuan di lingkungan banjar selama berlangsungnya odalan tiap enam bulan sekali. Analisis dalam esai ini memberikan wawasan mengenai bagaimana transformasi sosial dan budaya dipahami dan dialami pada tataran kehidupan sehari-hari.ialami pada tataran kehidupan sehari-hari.)
  • Komang Pramana  + (Bermain cuk cuk dar - Permainan anak jamanBermain cuk cuk dar - Permainan anak jaman dulu, sering di maninkan anak anak daerah timur. Cuk cuk dar adalah bambu muda ato disebut bambu buluh, yang amunisinya adalah air. Dan biasanya di pakai permainan perang perangan, dan dapat dimainkan berdua atau lebih.an, dan dapat dimainkan berdua atau lebih.)
  • Made Edy Arudi  + (Bukan Tubuhmu Bukan.. sama sekali bukan tBukan Tubuhmu</br></br>Bukan.. sama sekali bukan tubuhmu</br>Ia kan membusuk</br></br></br>Tapi matahari menyala di dadamu</br>Sebab aku numadi tubuh rembulan </br>Perlu sedikit cahaya</br>Karena kutuklah mesti berjalan</br>sepanjang malam keterasingan</br>Sahabat hanya gelap </br>Bintang menjauh</br>Sempurnakan kefanaan.</br></br></br>Bukan... sama sekali bukan tubuhmu</br>Ia kan menua</br>Keriput - menjadi tanah</br></br></br>Tapi deru ombak di dadamu</br>Sebab nelayan yang melaut di tubuhku sering kehilangan angin</br>Perahu tertancap di lintasan itu saja</br>Dan aku akan mati meratapi kesepian</br></br></br>Sungguh bukan tubuhmu</br>Tapi subuh di dadamu</br>Sebab kupu-kupu bersayap pelangi sepertiku</br>Suka berteduh di pepohonan berdaun fajar</br>Dan setiap helai daun jatuh membelai rambut,</br>Menenangkan raung satwa yang berumah di tubuhku</br></br></br>Sungguh bukan tubuhmu</br>Maka dijiwamu yang bergetar</br>Aku akan lepaskan ketakutan</br>Sebelum akhirnya waktu benar-benar menjauhkanmu dari jangkauanku</br>Dan kita tidak bisa berpeluk</br>Meski kedua tangan ini masih bisa kurentangkan.</br></br>(2018)angan ini masih bisa kurentangkan. (2018))
  • Chandra Yowani  + (Chandra Yowani Aku adalah Perempuan AkuChandra Yowani</br></br>Aku adalah Perempuan</br></br></br>Aku adalah perempuan</br>yang susuri pesisir moyangku dalam diam</br>berusaha pahami kelahiran demi kelahiran </br>di tiap semesta pada tiap masa</br></br>Aku adalah perempuan yang suatu kali </br>mungkin pernah menghangatkan ranjangmu dan </br>puaskan kelelakianmu,</br>catatkan percintaan pada ingatan jiwa </br>hingga kau buru di tiap reinkarnasi</br></br>Aku adalah perempuan yang membasuh luka sendiri,</br>perihnya tegakkan langkahku</br>tak perlu kau tanya air mata mana yang terderas, </br>telah kusurutkan sumbernya</br></br>Aku adalah perempuan yang kakinya telanjang </br>menapaki dahaga siang, juga lenguhan malam</br>tak hendak kupinjam sepatu siapa pun</br>aku ingin setiap molekul indra ku mengingat sensasinya</br>karena ini petualanganku sendiri</br></br>Aku adalah perempuan yang pernah tersesat </br>hingga terperangkap dalam labirin keakuan angkuhku, </br>ruang gelap batinku</br></br>Hingga kusadari,</br>aku hanyalah perempuan yang terbelit kumparan karma</br>tualangku aliri rekaman cinta semesta</br>hidup ini sejatinya tentang kesadaran </br>dan keberserahan pada Dia </br>yang bersemayam dalam diri sejati</br> </br></br>Juni 2020</br></br></br></br></br></br></br></br></br></br></br>Perempuan Berkebaya</br></br></br>Saat diam-diam langit meminang rembulan,</br>Perempuan berkebaya, </br>arah manakah tatapnya berkelana?</br>Susuri lorong waktu dan ruang tak bertepi</br> Tak lelahkah?</br></br>Kerling mentari bersaksi, semesta mencatat,</br>Perempuan tak hanya tentang sumur, dapur, dan kasur</br>Perempuanlah pembawa rahim semesta. </br>Sejarah berganti oleh gemulai lekuk tubuh perempuan.</br></br>Perempuan berkebaya,</br>dipangkunya tangis kanak-kanak dalam buaian,</br>cerita tiap jiwa tak pernah sama,</br>maka kenalilah perjalanan, </br>gumamnya sembari mengurai kusut perjalanannya sendiri</br></br>Perempuan berkebaya,</br>disemainya cinta di ladang-ladang kosong para pengembara</br>dilagukannya nyanyian semesta "Bapaku cahaya, Ibuku bumi"</br>duhai, hati yang mabuk gairah duniawi, </br>masihkah ragu akan Kasih Sejati?</br>Perempuan berkebaya,</br>dibiarkannya para lelaki mengangkangi tubuhnya </br>tapi tidak pola pikirnya</br>direlakannya badannya dijamah kerakusan birahi </br>tapi tidak hati dan jiwanya</br>karena tubuh ini hanya sementara, </br>badan ini hanya pinjaman, katanya</br></br>Perempuan berkebaya, </br>berceritalah arah manakah deru langkah itu menuju?</br></br></br></br></br></br></br></br></br></br></br></br></br></br></br></br>Senja di Dermaga</br></br></br>langit selalu memukau</br>bila bercerita tentang waktu</br>kelana yang lampau</br>tak pernah sengaja membuatku tergugu bisu</br></br>senja selalu jatuh dengan kesetiaan</br>pada batas cakrawala</br>memulas langit dalam kecintaan </br>dan birahi yang sama</br></br>entah mengapa,</br>dermaga seringkali</br>membawakan senja</br>untukku lebih dalam mengenal-Mu</br>membawaku kembali</br>pada ruang-ruang hati yang merindu</br>tak terkendali pada-Mu</br>tapi,</br>sering kuabaikan atas nama cinta</br>yang justru tak pernah kukenali maknanya</br></br>menatap senja di dermaga,</br>bersama siapa pun kubersisian, </br>walau dalam luka terperih,</br>aku pasti tersihir nyanyian ombak,</br>tenggelam dalam pusaran kesadaran,</br>betapa aku sering lalai,</br>sesungguhnya cinta-Mu tak pernah usai,</br>betapa telah Kau hadirkan Mahaguru yang </br>selalu menuntunku dengan kesabaran </br>dan kasih</br>tak terhingga</br></br>karena Engkau, menungguku untuk pulang </br>dalam damai</br>Tuhan, biarlah jiwaku hanya berlabuh di</br>dermaga cinta-Mu</br> </br></br>Jimbaran, 1 December 2019 cinta-Mu Jimbaran, 1 December 2019)
  • I Wayan Suartha  + (DONGENGAN SANG LELAKI Bulan mulai mengapuDONGENGAN SANG LELAKI</br></br>Bulan mulai mengapung</br>dalam isyaratmu</br>padahal aku baru tiba di puncak</br>rindu mencari</br>yang datang tak pernah bersatu</br></br>maka kubangun </br>dan menutupkan pintu pintu rumahku tua</br>dimana anak-anakku tertidur telanjang</br>memainkan diamnya yang kokoh</br>mesranya baying tak pasti</br></br>kemudian satu satu bintang menggeser</br>dudukku dari embun dan pandan layu</br>sebelum terbit, Aku</br></br> Binduana, Klungkung ‘83lum terbit, Aku Binduana, Klungkung ‘83)
  • IDK Raka Kusuma  + (Di Lapangan Puputan DI LAPANGAN PUPUTAN (Di Lapangan Puputan</br>DI LAPANGAN PUPUTAN </br>(IDK Raka Kusuma) </br>/1/ </br>Di lapangan Puputan, Lirang saban malam aku menunggu </br>duduk di ujung yang dekat dengan trotoar hingga terbit matahari </br>seperti sebelum-sebelumnya. Akan aku ajak mengobrol hingga air liur berkecipratan membahas demokrasi membicarakan suksesi </br>hingga urat leher kencang </br>tidak mempedulikan orang-orang yang mengerumuni kami. Geleng-geleng, bingung sampai tak mempedulikan</br> anjing yang menggonggong. </br>Lirang, Lirang, Lirang </br>selalu, selalu aku menunggu </br>/2/ </br>Ada yang memberitahuku </br>bahwa dikau tidak sedang pergi tapi diberangkatkan ke tempat yang sangat sepi </br>di wilayah Sukabumi </br>konon bila sudah di tempat tersebut akan sulit kembali </br>bila sudah di tempat tersebut akan hilang, hilang untuk selama-lamanya </br>yang memberi tahu aku tanyakan tempatnya itu di mana </br>orang tersebut pucat pasi dan gemetar saat menjawab; Jangan tanyakan aku </br>lalu pergi. Masih juga pucat wajahnya berjalan menunduk. Lemas jalannya. </br>/3/ </br>ada juga yang memberitahuku </br>bahwa dikau tidak hilang namun sengaja dihilangkan di tempat yang sunyi dan tersembunyi disembunyikan </br>bagai menyembunyikan kayu bakar </br>konon mencari tempat tersebut katanya sangat sulit, konon juga sepanjang jalan ke sana dijaga oleh singa, </br>dijaga buaya </br>dijaga macan, dijaga raksasa </br>semua galak dan menakutkan apapun itu yang lewat diterkamnya, </br>dicabik-cabik sebelum dimakan tulangnya berserakan dibiarkan </br>baru aku berkata akan pergi ke sana tak terduga tersegesa-gesa dia pergi.</br> /4/ </br>Lirang, Lirang, Lirang apakah benar dia diberangkatkan? Benarkah dia dihilangkan? Malam kemarin, saat memperhatikan bintang </br>ingat aku dengan dikau, empat belas tahun yang lalu </br>berbicara teramat senang: demokrasi akan menang suksesi akan dilaksanakan </br>aku bertanya: menang bagaimana? </br>Dilaksanakan bagaimana pula? Sehabis tertawa berkatalah dia </br>sang kuasa yang menginginkan kekuasaan seumur hidup bersifat raksasa </br>akan berakhir memegang kekuasaan </br>segera, secepatnya akan diganti. </br>/5/ </br>malam ini kusudahi menatap bintang walau sedang tengah malam </br>walau dingin tak terkira </br>di ujung lapangan dekat trotoar aku bernyanyi, </br>Lirang, Lirang, Lirang, masih saja aku menunggu dikau, aku akan memberitakan demokrasi sekarang, kesana-kemari menebarkan racun dengan gambaran penyakit </br>sang penguasa yang dipercaya para rakyat setelah suksesinya lewat, </br>takut, takut dan selalu merasa</br>takut terhadap bayangan seram jingkrak-jingkrak yang amat jauh </br>sungguh senang hati ini bila dikau datang berbicara di sini hingga terbit matahari </br>/2008-2012/i sini hingga terbit matahari /2008-2012/)
  • I Gusti Putu Hardi Yudana  + (Di daerah Tabanan-Bali, saat ini, mulai beDi daerah Tabanan-Bali, saat ini, mulai bermunculan industri kecil setingkat rumah tangga yang memproduksi kerupuk Ladrang. Dari beberapa industri kecil yang ada di Kecamatan Penebel, terdapat dua di antaranya yang digandeng sebagai mitra. Mitra pertama memproduksi dan memasarkan kerupuk Ladrang yang dikelola secara mandiri oleh Gusti Ayu Putu Sukarini yang juga sekaligus pemilik dari industri Ladrang “Biang Bagus. Mitra kedua adalah industri Ladrang “Bu Gusti” yang didirikan oleh Ni Gusti Ayu Komang Niri. Program Kemitraan Masyarakat ini bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan produksi dengan memberikan bantuan berupa peralatan penunjang proses produksi disertai pelatihan dan pendampingan. Selain itu program ini juga bertujuan meningkatkan pemasaran dengan memberikan bantuan berupa pelatihan pemasaran melalui media sosial dan bantuan berupa aplikasi berbasis android kepada masing-masing mitra untuk menangani pemesanan. Bantuan yang diberikan adalah bantuan berupa barang, jasa, pelatihan dan pendampingan. Di mana</br>dari hasil yang diperoleh, kedua mitra merasa sangat terbantu yang dibuktikan dengan proses produksi yang menjadi lebih efisien dan cepat. Kedua mitra saat ini memiliki wawasan yang lebih luas, utamanya dalam hal penggunaan teknologi dalam bidang pemasaran. Program yang diajukan juga diharapkan mampu terus berlanjut sehingga meningkatkan omzet dari</br>kedua mitra tersebut.ingkatkan omzet dari kedua mitra tersebut.)
  • I Gusti Ngurah Ady Kusuma  + (Di daerah Tabanan-Bali, saat ini, mulai beDi daerah Tabanan-Bali, saat ini, mulai bermunculan industri kecil setingkat rumah tangga yang memproduksi kerupuk Ladrang. Dari beberapa industri kecil yang ada di Kecamatan Penebel, terdapat dua di antaranya yang digandeng sebagai mitra. Mitra pertama memproduksi dan memasarkan kerupuk Ladrang yang dikelola secara mandiri oleh Gusti Ayu Putu Sukarini yang juga sekaligus pemilik dari industri Ladrang “Biang Bagus. Mitra kedua adalah industri Ladrang “Bu Gusti” yang didirikan oleh Ni Gusti Ayu Komang Niri. Program Kemitraan Masyarakat ini bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan produksi dengan memberikan bantuan berupa peralatan penunjang proses produksi disertai pelatihan dan pendampingan. Selain itu program ini juga bertujuan meningkatkan pemasaran dengan memberikan bantuan berupa pelatihan pemasaran melalui media sosial dan bantuan berupa aplikasi berbasis android kepada masing-masing mitra untuk menangani pemesanan. Bantuan yang diberikan adalah bantuan berupa barang, jasa, pelatihan dan pendampingan. Di mana</br>dari hasil yang diperoleh, kedua mitra merasa sangat terbantu yang dibuktikan dengan proses produksi yang menjadi lebih efisien dan cepat. Kedua mitra saat ini memiliki wawasan yang lebih luas, utamanya dalam hal penggunaan teknologi dalam bidang pemasaran. Program yang diajukan juga diharapkan mampu terus berlanjut sehingga meningkatkan omzet dari</br>kedua mitra tersebut.ingkatkan omzet dari kedua mitra tersebut.)
  • Wayan Sumahardika  + (ELEGI KOPER TUA Mungkin inilah saat mengELEGI KOPER TUA </br></br>Mungkin inilah saat mengemasi hati masing-masing.</br></br>Memasukkannya dalam koper lusuh yang lapar.</br></br>Hanya bisa mengunyah sepi sendiri. Sementara </br></br>sudah terlalu sesak kamar yang kita tinggali.</br></br>Kamar sempit di antara kesal terjepit. Pikiran </br></br>melompat ke luar jendela. Percakapan tersesat.</br></br>Ditambah para Tuhan yang keramat. Tengah sengit </br></br>berdebat. Menjadikan cinta kita kian berjarak.</br></br>Semua telah terlipat rapi dalam kotak persegi.</br></br>Laba-laba tua kehilangan sarang. Tak mampu lagi </br></br>buat menyulam benang sendiri. Hanya bisa pasrah.</br></br>Larut perlahan bersama apak koper. Memudarkan </br></br>diri. Mengekalkan perpisahan hati.arkan diri. Mengekalkan perpisahan hati.)
  • Ni Kadék Widiasih  +
  • Wayan Sumahardika  + (EPILOG Inikah rasanya, berada di rahim buEPILOG </br>Inikah rasanya, berada di rahim bumi </br></br>Kembali menjadi benih yang tak pasti </br></br>Lahir disambut cium bibir matahari </br></br>Atau membiarkan diri gugur </br></br> terkikis bisu tanah </br></br>Jika sekarang waktunya memilih, </br></br>Akan kupilih hidup bagi anakku </br></br>Sebab telah kesekian kali </br></br>diri lahir kembali </br></br>Namun tak pernah sanggup </br></br> menanggalkan cemberut </br></br>pada bibir anak sendiri </br></br>Apalah yang beda dari kematian saat ini </br></br>Sedang rumah tinggal berada </br></br> di antara palung dan tebing gunung </br></br>Hari-hari adalah menanggalkan ketakutan </br></br>Buat hidup sampai esok pagi </br></br>Nak, </br></br>Jika nanti, namaku ada dalam pencarian </br></br>Jangan biarkan orang-orang itu </br></br>Menggali tanah kita.</br></br>Relakan saja tubuh ini terkubur </br></br>Menjadi pupuk buat bekal hidupmu kelak </br></br>Lupakan saja aku, </br></br>Seperti kau melupakan tangis kemarin </br></br>Saat menginginkan mainan baruis kemarin Saat menginginkan mainan baru)
  • I Made Suarsa  + (Geguritan Korona Karana lan Kirana, yang sGeguritan Korona Karana lan Kirana, yang secara sederhana geguritan ini memuat tentang dari awal munculnya virus covid-19 sampai dengan bagaimana kita hidup berdampingan dengan virus ini. Jika dilihat dari padanan kata Geguritan Korona Karana lan Kirana ini memiliki arti Korona yang artinya covid-19 ini, Karana yang artinya yang menyebabkan atau sebab, Kirana yang artinya sinar matahari. Jadi dapat disimpulkan Korona Karana lan Kirana memiliki arti yang menyebabkan penyakit (grubug) salah satu yang bisa menyebuhkan adalah dengan (Kirana) sinar matahari.kan adalah dengan (Kirana) sinar matahari.)
  • Ida Ketut Djelantik  + (Geguritan Sucita-Subudi merupakan salah saGeguritan Sucita-Subudi merupakan salah satu karya beliau yang dikenal banyak orang, mengapa begitu? Dikarenakan geguritan ini mengandung konsep budaya Bali seperti Dharma, Tri Hita Karana, Desa Kala Patra, Rwa Bhineda, dan Karmaphala. </br></br>Dharma merupakan salah satu konsep penting dalam agama Hindhu. Dharma sering disamakan artinya dengan kebenaran, kebajikan atau kewajiban dan hukum. Dharma diibaratkan sebagai jalan yang halus dan sangat sejuk yang dapat melindungi dan menolong orang yang mengikuti jalan itu dari bencana. Seorang yang melaksanakan dharma disebut dharmika. Orang yang menjalankan dharma hanya menginginkan satu hal yaitu kebahagiaan yang kekal dan abadi bukan kebahagiaan palsu yang ditimbulkan hal-hal keduniawian.</br></br>Tri Hita Karana adalah konsep tentang keselarasan hubungan yang dapat mendatangkan kebahagiaan. Keselarasan hubungan tersebut meliputi tiga hal yaitu keselarasan hubungan manusia dengan Tuhan, keselarasan hubungan manusia dengan sesama manusia dan keselarasan hubungan manusia dengan lingkungan alam sekitarnya. Dalam Geguritan Sucita-Subudi, konsep keselarasan hubungan manusia dengan Tuhan disebut hubungan tidak nyata atau rohani sedangkan konsep keselarasan hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam sekitar.</br></br>Rwa bhineka adalah konsep dualistis yang merefleksikan dua kategori yang berlawanan dalam hidup ini, semisal baik dan buruk atau positif dan negatif. Di dalam Geguritan Sucita-Subudi, konsep ini dijelaskan secara implisit atau secara tidak langsung dalam ungkapan di dalam sesuatu yang disebutkan byakta atau seusatu yang ada selalu terkandung dua hal yang menyatu. Konsep ini menyiratkan bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna selain Tuhan. Segala sesuatu itu pasti memiliki kelebihan dan sekaligus kekurangan.</br></br>Karmaphala merupakan salah satu dari lima sistem keyakinan dalam agama Hindhu yang disebut Panca Sradha. Karmaphala berasal dari kata karma ‘perbuatan’ dan phala ‘buah’ yang diartikan sebagai hasil dari perbuatan seseorang. Inti dari pengertian karmaphala adalah bahwa sesuatu sebab akan menghasilkan suatu akibat.</br></br>Geguritan Sucita-Subudi terdiri atas 1841 bait. Dari sekian banyak bait itu dibentuk oleh 11 macam pupuh. Adapun kesebelas macam pupuh tersebut adalah Sinom, Pangkur, Durma, Ginanda, Ginanti, Kumambang, Warga-sari, Pucung, Smaradana, dan Sadpada Ngisep Sekar. Di antarapupuh tersebut yang paling sering digunakan adalah pupuh Sinom yaitu sebanyak 15 kali. Penggunaan pupuh-pupuh itu dalam Geguritan Sucita-Subudi dipilih dan disesuaikan antara tugas atau watak dari masing-masing pupuh.tugas atau watak dari masing-masing pupuh.)