Siat Sarang di Selat

From BASAbaliWiki
Revision as of 04:53, 1 April 2023 by Aryalawamanuaba (talk | contribs) (Created page with "{{PageSponsor}} {{Holiday |Page Title=Siat Sarang di Selat |Sasih=Kaulu |Photograph=20230401T044802935Z864676.jpg |Related Books=Book Komunikasi Budaya dalam Tradisi Tatebahan...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
20230401T044802935Z864676.jpg


Add your comment
BASAbaliWiki welcomes all comments. If you do not want to be anonymous, register or log in. It is free.

Information about Holiday or Ceremony

Siat Sarang
Siat sarang.jpg

Where did this ceremony take place:


In English

Siat Sarang is a traditional palm leaf war festival in Selat Village, Karangasem. This ceremony is held in a series of Ngusaba Dodol (Dimel) every Sasih Kaulu (the eighth month in the Balinese lunar calendar).

In the Ngusaba Dodol series, there is a procession of making jaja uli using a mortar. The mat is made of woven palm leaves in the shape of a medium-sized crock. Alas mortar that has been used in the ceremony of making jaja uli is called sarang. Selat people believe that the nest is a symbol of food prosperity.

The Siat Sarang tradition is carried out at the grand intersection of the Selat traditional village in the afternoon. The participants in this tradition are unmarried young men and boys. After praying together, they are then divided into two groups, namely the Selat Kaja and the Selat Kelod. The two groups are then given a signal by the chief of the adat village (bendesa). During the war, they throw and attack each other using the sarangs until all of the sarangs are destroyed or torn apart. When all the sarangs have been destroyed, a sacred kentongan (bamboo bell) will be sounded, signaling the end of the battle. With the completion of the Siat Sarang competition, it is the sign that the Ngusaba Dodol (Dimel) ceremony will begin a few days later.

In Balinese

In Indonesian

Siat Sarang adalah tradisi festival perang daun aren di Desa Selat, Karangasem. Upacara ini dilangsungkan dalam rangkaian Ngusaba Dodol (Dimel) setiap Sasih Kaulu (bulan kedelapan dalam kalender Bali).

Dalam rangkaian Ngusaba Dodol, terdapat prosesi membuat jaja uli dengan menggunakan lesung. Alas lesung ini terbuat dari anyaman daun enau atau aren yang berbentuk tempayan berukuran sedang. Alas lesung yang telah digunakan dalam upacara pembuatan jaja uli inilah yang disebut dengan sarang. Masyarakat Selat percaya bahwa sarang adalah simbol kemakmuran pangan.

Tradisi Siat Sarang dilaksanakan di perempatan agung Desa Adat Selat pada sore hari. Pasa peserta tradisi ini adalah pemuda dan remaja laki-laki yang belum menikah. Setelah melakukan persembahyangan bersama, mereka kemudian dibagi menjadi dua kelompok, yakni Selat Kaja dan Selat Kelod. Kedua kelompok itu kemudian diberi aba-aba oleh bendesa adat. Selama perang, mereka saling lempar dan serang dengan menggunakan sarang hingga semua sarang tersebut hancur atau robek. Apabila semua sarang telah hancur, sebuah kentongan sakral akan dibunyikan pertanda pertarungan selesai. Dengan selesainya pertandingan Siat Sarang ini, dimulailah rangkaian upacara Ngusaba Dodol (Dimel) beberapa hari kemudian.


Pos Merdeka


https://posmerdeka.com/desa-adat-selat-gelar-tradisi-siat-sarang-ini-maknanya/

<ul><li>Property "Holiday information text" (as page type) with input value "Siat Sarang is a traditional palm leaf war festival in Selat Village, Karangasem. This ceremony is held in a series of Ngusaba Dodol (Dimel) every Sasih Kaulu (the eighth month in the Balinese lunar calendar).In the Ngusaba Dodol series, there is a procession of making jaja uli using a mortar. The mat is made of woven palm leaves in the shape of a medium-sized crock. Alas mortar that has been used in the ceremony of making jaja uli is called sarang. Selat people believe that the nest is a symbol of food prosperity.The Siat Sarang tradition is carried out at the grand intersection of the Selat traditional village in the afternoon. The participants in this tradition are unmarried young men and boys. After praying together, they are then divided into two groups, namely the Selat Kaja and the Selat Kelod. The two groups are then given a signal by the chief of the adat village (bendesa). During the war, they throw and attack each other using the sarangs until all of the sarangs are destroyed or torn apart. When all the sarangs have been destroyed, a sacred kentongan (bamboo bell) will be sounded, signaling the end of the battle. With the completion of the Siat Sarang competition, it is the sign that the Ngusaba Dodol (Dimel) ceremony will begin a few days later." contains invalid characters or is incomplete and therefore can cause unexpected results during a query or annotation process.</li> <!--br--><li>Property "Holiday information text id" (as page type) with input value "Siat Sarang adalah tradisi festival perang daun aren di Desa Selat, Karangasem. Upacara ini dilangsungkan dalam rangkaian Ngusaba Dodol (Dimel) setiap Sasih Kaulu (bulan kedelapan dalam kalender Bali).Dalam rangkaian Ngusaba Dodol, terdapat prosesi membuat jaja uli dengan menggunakan lesung. Alas lesung ini terbuat dari anyaman daun enau atau aren yang berbentuk tempayan berukuran sedang. Alas lesung yang telah digunakan dalam upacara pembuatan jaja uli inilah yang disebut dengan sarang. Masyarakat Selat percaya bahwa sarang adalah simbol kemakmuran pangan.Tradisi Siat Sarang dilaksanakan di perempatan agung Desa Adat Selat pada sore hari. Pasa peserta tradisi ini adalah pemuda dan remaja laki-laki yang belum menikah. Setelah melakukan persembahyangan bersama, mereka kemudian dibagi menjadi dua kelompok, yakni Selat Kaja dan Selat Kelod. Kedua kelompok itu kemudian diberi aba-aba oleh bendesa adat. Selama perang, mereka saling lempar dan serang dengan menggunakan sarang hingga semua sarang tersebut hancur atau robek. Apabila semua sarang telah hancur, sebuah kentongan sakral akan dibunyikan pertanda pertarungan selesai. Dengan selesainya pertandingan Siat Sarang ini, dimulailah rangkaian upacara Ngusaba Dodol (Dimel) beberapa hari kemudian." contains invalid characters or is incomplete and therefore can cause unexpected results during a query or annotation process.</li></ul>