UPGRADE IN PROCESS - PLEASE COME BACK AT THE END OF MAY

Property:Biography example text id

From BASAbaliWiki
Showing 20 pages using this property.
P
Mahakala adalah salah satu perwujudan Dewa Siwa sebagai maha pemusnah. Dalam mitologi Hindu, Mahakala muncul dalam sosok yang ganas dan menakutkan. Dalam baligrafi ini, Mahakala ditunjukkan dalam bentuk Ong-kara sebagai pusat yang di dalamnya disebutkan dewata nawa sanga dan aksara suci. Dewata Nawa Sanga meliputi Dewa Iswara, Dewa Brahma, Dewa Mahadewa, Dewa Wisnu, Dewa Siwa, Dewa Mahadewa, Dewa Rudra, Dewa Sangkara, dan Dewa Sambu. Aksara suci meliputi Ong-kara adalah simbol suci Sang Hyang Widhi yang berwujudkan Dewa Siwa. Wijaksara Ang-kara sebagai aksara suci Dewa Wisnu. Selain Ong-kara dan Ang-kara juga terdapat wijaksara Bang sebagai aksara suci Dewa Brahma yang terletak pada arah selatan, wijaksara Mang aksara suci Dewa Rudra yang terletak pada arah barat daya, wijaksara Tang aksara suci Dewa Mahadewa yang terletak pada arah barat, dan wijaksara Śing aksara suci Dewa Sangkara yang terletak pada arah barat laut. Yang sangat menarik dalam baligrafi ini adalah ditambahkannya jam dinding dengan angka latin di dalamnya. Jadi keterkaitan antara baligrafi mahakala dengan jam dinding: Mahakala adalah perwujudan Dewa Siwa sebagai dewa mahautama, sebagai penguasa waktu dan semua unsur yang ada di alam semesta (sakala dan niskala).  +
Menerjemahkan merupakan salah satu puncak keterampilan IGB Sugriwa yang kini semakin langka. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk membahas dua hal, yaitu: (1) menelusuri karya terjemahan yang dihasilkan oleh IGB Sugriwa; (2) model penerjemahan yang dikembangkan oleh IGB Sugriwa dalam Kakawin Rāmatantra. Untuk mencapai tujuan tersebut, artikel ini menggunakan metode penyediaan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis. Pada tahap penyediaan data, digunakan metode observasi dan wawancara untuk menemukan karya terjemahan IGB Sugriwa. Selanjutnya, terjemahan IGB Sugriwa diklasifikasikan menurut genre dan Kakawin Rāmatantra dianalisis untuk menemukan model terjemahan yang dikembangkan oleh IGB Sugriwa. Berdasarkan analisis tersebut, artikel ini menemukan bahwa IGB Sugriwa telah menerjemahkan 13 karya sastra. Karya-karya terjemahan termasuk dalam karya sastra seperti Kakawin Dharma Shunya (1954), Kakawin Sutasoma (1956), Bharata Yuddha (1958), Kakawin Ramayana (1960), Kakawin Arjuna Wiwaha (1961) dan Kakawin Rāmatantra(t.t). Sedangkan karya terjemahan yang termasuk dalam pidato tersebut adalah Sang Hyang Kamahayanikan (1957) dan Sarasamuccaya (1967). Sementara IGB Sugriwa juga cukup produktif menerjemahkan teks-teks yang berkaitan dengan historiografi tradisional Bali lintas marga seperti Babad Pasek (1957), Babad Blahbatuh (1958), Dwijendra Tattwa (1967), Babad Pasek Kayu Selem (tt), dan Prasasti Pande. (tt). Model penerjemahan yang dikembangkan oleh IGB Sugriwa dalam Kakawin Rāmatantrais dirumuskan menjadi empat tahap, yaitu (1) kosabasa (kosa kata); (2) kretabasa (tata bahasa), (3) bhasita paribhasa (gaya bahasa); dan bhasita mandala (konteks budaya).  +
kumpulan puisi, 2012  +
kumpulan cerpen, 2015  +
buku kumpulan esai (2007)  +
Buku kumpulan cerpen (2005)  +
sebuah novel, 2012  +
Memunjung, adalah sebuah bentuk penghormatan dan rasa solidaritas dengan yang telah berpulang. Hal ini dijalankan oleh anggota keluarga dengan mengunjungi kerabat yang telah meninggal dunia di taman pemakaman. Tradisi memunjung telah dipraktikkan sejak periode Hindu-Budha dan berkembang dengan sangat baik di pulau Jawa dan Bali. Komunitas di Bali menerapkan kebiasaan ini pada hari-hari raya tertentu, seperti Galungan, Kuningan, dan Pagerwesi. Sementara itu, warga di Jawa menjalankan prosesi memunjung selama berlangsungnya hari raya Idul Fitri. Warga Hindu Bali umumnya menghaturkan tampelan punjung dan banten punjung kepada para arwah leluhur, keluarga, maupun kerabat yang dimakamkan di taman pemakaman. Pada hari khusus tertentu, pengunjung juga membawa makanan kesukaan untuk dinikmati “bersama” dengan kerabat yang telah dimakamkan. Pada masa sekarang ini, tradisi berziarah sudah jarang dilakukan oleh warga Bali, khususnya bagi mereka yang berdomisili di wilayah dengan aturan pemakaman yang cukup longgar. Beberapa berpendapat bahwa meningkatnya standar hidup warga Bali dan peningkatan teknologi berperan terhadap bergesernya pola pikir masyarakat mengenai prosesi pemakaman itu sendiri. Oleh karenanya, hanya tersisa beberapa wilayah saja yang masih menjalankan tradisi pemakaman bagi yang meninggal dunia.  +
"sarana sarat akan makna. Dalam Simbol benih Aksara lya menata inti Mantra Yg menghidupkan Dunia " Setiap sarana upacara selalu sarat makna. Laksana cahaya yg menerangi kehidupan bagi manusia yg berBudaya yg menuntunnya untuk selaras pada Alam semesta. Hidup tak lepas dari dua hal yg berbeda namun berpasangan (Rwa Bhineda) yg disimbolkan Arak - Berem yg lahir melalui dua perjalanan berbeda "Penyucian"dan "Pemurtian". Dan Ketika disebut Aksara Mantra memang tak semua wenang mengucapnya, Sebab itulah Mantra hadir lewat sarana yg disebut jalan menata mantra. Menghadirkan Mantra walau tidak diucapkan. Akulah "Dwi Aksara "yg tak tertebak hanya dengan melihat dari spektrum warna yg tertangkap retina,Bila saat penyatuanku terjadi, memang tak satupun manusia dapat mengukur kedalaman bahkan keadaannya.  +
Indonesia diketahui sebagai negara demokratis, namun masih banyak terhadap kasus intoleransi terutamanya intoleransi terhadap kaum minoritas seperti kaum LGBTQ. Indonesia juga masih tergolong kedalam negara yang belum berpihak sepenuhnya kepada kaum ini karena norma-norma agama beserta berbagai aturan yang membatasi ruang gerak kaum LGBTQ. Kehidupan sosial masyarakat Indonesia masih berpegang teguh pada konsep heteronomativitas dimana kaum hetero adalah “normal” sedangkan yang lainnya adalah “abnormal.” Diskriminasi terhadap kaum LGBTQ juga muncul diantara para remaja muda, tidak diterima oleh masyarakat dan bahkan tidak bisa menjadi diri mereka sendiri didepan teman dan keluarga sendiri. Pendidikan terkait gender dan seksualitas penting adanya di tingkat universitas di Indonesia untuk dapat memberikan pemahaman yang lebih luas kepada masyarakat, terutama kepada remaja muda, yang mana diharapkan pada akhirnya akan meningkatkan toleransi masyarakat terhadap kaum LGBTQ. Studi ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menyebarkan kuesioner (anonimus) kepada sejumlah informan. Data pendukung dari berbagai literatur juga digunakan dalam penelitian ini. Hasil menunjukkan bahwa banyak kaum remaja muda LGBTQ yang merasa termarjinalisasi dari keluarganya sendiri maupun teman-temannya. Mereka tidak dapat menunjukkan orientasi seksual mereka tanpa disertai rasa takut dari gunjingan publik.  +
Buku tentang seluk-beluk kesenian Barong Brutuk di Terunyan, Kintamani.  +
Di Bunutin, sebuah desa di tepi kaldera Batur, Kintamani, tinggallah Mongah, sang manusia pakis. Di sana, Mongah telah menjaga mereka dari petaka selama ratusan tahun,—petaka terbesar yang lahir dari kesombongan manusia.  +
NGEPIK TANAH PLEKADAN (Putu Sedana) Nyanyian Utara memetik tanah kelahiran Memetik bintang bertebaran Kebahagiaan berbau hingga dalam mimpi Ada kisah yang turun dari Bukit Tua Merayu-rayu Kisah menghitung angin Beranikah membelah diri pada filsafat? Maksud hati meninggalkan nafsu Kemalaman di taman penantian Mencari sesuatu seperti sesuatu Membawa sepi di ketiadaan Memetik tanah kelahiran  +
Jumlah perempuan Bali yang menempuh pendidikan di bidang pariwisata pada berbagai tingkatan menunjukkan peningkatan sejalan dengan perkembangan lembaga pendidikan pariwisata dan industri pariwisata di Bali. Artikel ini menganalisa motivasi perempuan Bali dalam menempuh pendidikan pasca sarjana di bidang pariwisata, dimulai dari tingkat sarjana hingga doktoral. Menggunakan metode kuantitatif, artikel ini menampilkan data yang dikumpulkan melalui wawancara dengan 30 perempuan bali yang termotivasi untuk mengambil pendidikan bidang pariwisata karena beberapa alasan, seperti motivasi untuk mendapatkan pekerjaan di bidang pariwisata, mereka memiliki kerabat yang juga bekerja di bidang pariwisata, dan mereka tinggal di Bali dimana terdapat banyak peluang kerja di bidang ini. Dengan mengambil pendidikan kepariwisataan, perempuan Bali yang menjadi informan bagi studi ini membuktikan bahwa mereka telah menemukan pekerjaan dan karir yang lebih baik pada sektor ini. Pengalaman mereka juga menjadi inspirasi bagi perempuan Bali lainnya untuk menjalani karir yang serupa.  +
Puisi Tanah Bali (1) kita bangun mimpi dari khayal anak anak lahir di pantai meski kelam terasa buih ombak teresap ke balik pasir roda kereta kala terus bergerak memanjat langit, menyusur lembah batang batang pohon tua kulit berselimut lumut cuaca basah aku mencatat perjalanan panjang memilah kesiasiaan mengapa setiap membangun cinta mesti memperoleh kenikmatan padahal kerinduan karena kelahiran yang mempesona di tubuh januari tahun anjing masih terdengar gemuruh hujan desember angin dingin membeku nanah luka ah, senyum seorang ibu dan lambaian tangan kanakkanak adalah pengantar petualangan tapi penyair akan pulang pada kata kata entah di awal gerimis pada ruang yang terus menyempit bersama para petani menyiangi tanaman pijakan kaki di lumpur tanah garapan melengkingkan kebisuan lebih gemuruh dari risau sebuah pabrik menggema sampai istana para raja masa silam entah di awal kemarau bersama anak anak ayam mengorek sisa sia sia (2) dari berjuta pagi kutemukan satu yang telah silam satu lagi silau di mata dan kita merasa bangga sebagai manusia tiap malam menyimpan kenangan dalam almari kadang mengadu pada cermin menata wajah sebab khawatir menjadi tua ini abad kembang kertas membangun mimpi dari khayal orang orang hutan menuju rumah matahari bagi sebuah pesta pesta pesta pesta sorak sorai slogan duniawi keindahan sunyi sudah lama terkubur ibarat laut kering dan seekor anjing melongok neteskan liur ikan ikan tinggal kerangka sedang seseorang sangat asing tersenyum bangga bagi lukisan abstrak paling istimewa (3) ketika layar sandyakala terbentang seorang lelaki berdiri sendiri di sudut bale banjar nampak ragu memukul kentongan kematian karena matahari biasa pulang di kaki langit ufuk barat tiada nampak awan hitam pekat apa bukan karena gerhana? mencoba genggam hati nurani sebab esok masih ada upacara kelahiran di halaman pemerajan seorang kakek membimbing cucu cucunya sujud menghadap matahari pagi menabur bunga putih kuning harum asap dupa dan bau kemenyam dibakar menembus hari depan keris pusaka ditancapkan di tanah leluhur tanah leluhur adalah sebuah keyakinan tak boleh dinistakan sebab para peladang masih mencintai desanya meski gerimis hari ini menjadi kemarau kemudian ketika membangun mimpi dari khayal bidadari tersenyum ramah di kanvas seorang pelukis mengapa dibiarkan tertutup jamur? Denpasar, 1993-1994  
SENJA MENGGANTUNG DI LANGIT seorang ibu meminjam tangis gerimis ( senja masih menggantung ) Seandainya aku korban terakhir, mestikah kuingat sebait sajak yang belum selesai kutulis sementara tanganku gemetar membagi doa untuk ayahku, ibuku, saudaraku dan mereka yang datang dengan takdir. Erang sakit putus-putus memanggil detak jantung dan nafasku sendiri aku menunggu di detik mana peluru menyamar ratu adil mengetuk dadaku aku tak peduli : hidup adalah anugrah sebab Tuhan tak lagi punya Rama atau Krishna aku tak lagi punya doa Di atas langit kemerahan senja bergelayut riang anyir udara mengepung inderaku Tuhan, Tuhan mengapa masih kuingat namaMu Tarian takdir atau karma mesti kulakonkan seorang ibu meminjam tangis gerimis senja tetap saja menggantung mungkin matahari lupa jalan kembali  +
Makalah ini bertujuan untuk mengungkapkan seperti apa representasi multilingualisme di ruang publik di kawasan ini sebagai bagian dari kajian Liguistik Lanskap. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana struktur tulisan dan pola bahasa yang digunakan di ruang publik dalam kawasan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi untuk mengumpulkan data, kemudian data akan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 13 bahasa yang digunakan pada ruang publik terutama pada penanda sarana pariwisata yang ada. Bahasa Inggris adalah bahasa yang paling dominan, tulisan latin juga digunakan pada hampir semua penanda, dan juga pola bahasa yang menggunakan 2 - 3 bahasa yang berbeda telah menunjukkan kawasan ini bisa dikatakan sebagai kawasan internasional.  +
R
Women of the Kakawin World adalah studi sejarah tentang pengalaman wanita, khususnya wanita kerajaan dan rekan-rekan mereka, di istana Jawa pra-Islam dan Bali modern awal. Creese memanfaatkan latar belakangnya di bidang filologi untuk meneliti kumpulan epos kakawin (puisi yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dalam syair) yang digubah di pusat-pusat istana selama lebih dari satu milenium, karena mereka memberikan wawasan yang kaya tentang kehidupan perempuan yang tidak tersedia dari tempat lain. Dengan ketertarikannya pada representasi perempuan, buku ini memberikan kontribusi yang berharga bagi studi gender di Indonesia, terlebih lagi karena banyak berfokus pada periode kontemporer. Ini juga merupakan studi penting tentang institusi sosial pacaran dan pernikahan. Akhirnya, meskipun ini bukan tujuan utama buku ini, buku ini berkontribusi pada pengetahuan tentang genre kakawin dengan menganalisis kakawin dari perspektif baru.  +
Women of the Kakawin World adalah studi sejarah tentang pengalaman wanita, khususnya wanita kerajaan dan rekan-rekan mereka, di istana Jawa pra-Islam dan Bali modern awal. Creese memanfaatkan latar belakangnya di bidang filologi untuk meneliti kumpulan epos kakawin (puisi yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dalam syair) yang digubah di pusat-pusat istana selama lebih dari satu milenium, karena mereka memberikan wawasan yang kaya tentang kehidupan perempuan yang tidak tersedia dari tempat lain. Dengan ketertarikannya pada representasi perempuan, buku ini memberikan kontribusi yang berharga bagi studi gender di Indonesia, terlebih lagi karena banyak berfokus pada periode kontemporer. Ini juga merupakan studi penting tentang institusi sosial pacaran dan pernikahan. Akhirnya, meskipun ini bukan tujuan utama buku ini, buku ini berkontribusi pada pengetahuan tentang genre kakawin dengan menganalisis kakawin dari perspektif baru. Ulasan lengkap dari buku ini tersedia di: https://ecommons.cornell.edu/handle/1813/54386  +
Tantangan yang dihadapi semenjak tujuh tahun terakhir adalah bagaimana berbagai lokasi di Bali, salah satunya adalah Pantai Balangan di wilayah Badung Bali telah mengalami komodifikasi semenjak semakin maraknya fenomena foto pra pernikahan. Bagaimana ruang alamiah terkomersialisasikan dan memunculkan permasalahan yang cukup kompleks. Tujuan artikel ini adalah untuk mengetahui secara lebih mendalam penyebab terjadinya komodikasi area Pantai Balangan dan dampak dari praktek komodifikasi. Sumber data penelitian kualitatif ini adalah observasi dan wawancara yang dianalisa menggunakan teori kritis seperti teori komoditas meliputi produksi, distribusi, dan konsumsi yang dikaitkan dengan ekologi manusia. Hasil analisa data menunjukkan bahwa praktek komodifikasi di Bali, khususnya di area Balangan muncul karena dipengaruhi oleh banyak faktor seperti masyarakat yang menganggap photo pra pernikahan sebagai sesuatu yang eksklusif dan dapat dijangkau, latar belakang pekerjaan masyarakat lokal yang masih tergolong kelompok masyarakat kelas bawah, serta wilayah yang umumnya masih dikontrol oleh investor asing – menyebabkan celah ekonomi yang tinggi antara masyarakat lokal dan pendatang di wilayah Balangan. Permasalahan tidak hanya terletak pada masyarakat marginal setempat, namun juga sistem ekonomi informal yang tidak terkelola dengan baik dan pengaruh investor asing.  +