How to reduce waste at school canteen? Post your comments here or propose a question.

Aji Janantaka

Janantaka.jpg
Title of Work
Aji Janantaka
Type
⧼IdentificationMap-Tutur⧽
Photo Reference
Location
Credit
Reference
Background information


Add your comment
BASAbaliWiki welcomes all comments. If you do not want to be anonymous, register or log in. It is free.

Summary


In English

Aji Janantaka is a mythical lontar which tells the origin of wood in Bali. This lontar tells about woods that have a hierarchy like a royal system among humans. Based on the story in Aji Janantaka, Balinese people determine the types of wood that can be used to build shrines, house buildings, or make utensils and masks. There are sacred types of wood that can only be used to build holy places and may not be used for ordinary building materials.

The story in this lontar begins with a king named Pratipa who ruled in the land of Janantaka. The king had five ministers namely Matwa, Rangga, Tumenggung, Arya and Kadeyan. In addition, he had five other officials, namely Punggawa, Manca, Perbekel, Pecalang, Kelihan Banjar, and Kasinoman. They were all attacked by a plague of leprosy which could not be cured by any means. It is said that this plague was originated from Lord Shiva who displeased King Pratipa because the king had made an offense.

King Pratipa then sent Matwa to go to Lord Dharma in heaven to ask for healing. According to Lord Dharma, the entire kingdom had to be moved from Janantaka to Wanapringga. Dewa Dharma then gave them purification for their ailments. However, this purification meant that they would all be dissolved and be reborn into trees.

All types of trees originating from the king, Arya, Rangga, Demung, Tumenggung, pecalang, Perbekel, kliyan and kasinoman cannot be used for building holy buildings because they had previously been affected by leprosy (known as “cukil daki” or “ila” disease). The trees that are considered contaminated include the Bengkulitan, Taru Brokan (deformed tree due to being eaten by pests), Embud Hati tree, Soca Menengan Sunduk tree, and Soca Nyuwun Lambang tree.

This lontar can be referred to as a simple botanical taxonomic palm-leaf manuscript centered on local trees that grew in Bali in the past. There are also Brahmin tree class and Taru Sari tree class. Both types of trees can be used as sacred building materials. There are also jempini, bayur and bentawa trees belonging to the taru sakama-kama class, which can be used for any purpose.

Apart from the types of trees, Lontar Aji Janantaka also describes types of fragrant flowers that can be used for ceremonies. These fragrant flowering trees are classified as sekar madewi, namely cananga, frangipani, canigara, tigaron, sebita, kembang kuning, kemoning, tigakancu, tampak bela, katrangan, nagasari, jasmine, jempiring, pudak sari, pudak cinaga, pudak kalasa, sekar gambir, chrysanthemum, magnolia, ratna, and gadung kasturi.

In Balinese

In Indonesian

Aji Janantaka adalah lontar mitos yang mengisahkan asal-mula kayu-kayuan di Bali. Lontar ini mengisahkan tentang kayu-kayuan yang memiliki hirarki layaknya sistem kerajaan di kalangan manusia. Berdasarkan kisah dalam Aji Janantaka ini, masyarakat Bali menentukan jenis-jenis kayu yang bisa dipakai untuk membangun tempat suci, bangunan rumah, atau membuat perkakas dan topeng. Ada jenis-jenis kayu keramat yang hanya boleh digunakan untuk membangun tempat suci dan tidak boleh digunakan untuk bahan bangunan biasa.

Kisah dalam lontar ini dimulai dari seorang raja bernama Pratipa yang memerintah di negeri Janantaka. Raja memiliki lima patih, yaitu Matwa, Rangga, Tumenggung, Arya dan Kadeyan. Selain itu, dia memiliki lima pejabat lain, yaitu Punggawa, Manca, Perbekel, Pecalang, Kelihan Banjar, dan Kasinoman. Mereka semua diserang wabah lepra yang tidak bisa disembuhkan dengan cara apa pun. Konon wabah ini berasal dari Dewa Siwa yang tidak berkenan pada raja Pratipa karena raja telah melakukan kesalahan.

Raja Pratipa lalu mengutus Matwa untuk menghadap Dewa Dharma di surga untuk memohon kesembuhan. Menurut Bhatara Dharma, seluruh kerajaan harus dipindahkan dari Janantaka ke Wanapringga. Dewa Dharma kemudian memberikan penyucian atas penyakit yang mereka derita. Namun, penyucian itu berarti bahwa mereka semua akan dlebur dan dilahirkan kembali menjadi pepohonan.

Semua jenis pepohonan yang berasal dari kalangan raja, patih, Arya, Rangga, Demung, Tumenggung, pecalang, perbekel, kliyan dan kasinoman itu tidak boleh digunakan untuk tempat suci karena mereka dahulu pernah terkena penyakit lepra (disebut sebagai cukil daki atau penyakit ila). Pohon-pohon yang dianggap tidak suci tersebut antara lain pohon Bengkulitan, taru brokan (pohon cacat akibat dimakan hama), pohon Embud Hati, pohon Soca Menengan Sunduk, dan pohon Soca Nyuwun Lambang.

Lontar ini dapat disebut sebagai lontar taksonomi botani yang sederhana dan berpusat pada pohon-pohon lokal yang tumbuh di Bali pada masa lalu. Ada golongan pohon brahmana dan pohon Taru Sari. Kedua jenis pohon ini boleh dipakai bahan bangunan suci. Ada pula pohon jempinis, bayur dan bentawas yang termasuk ke dalam golongan taru sakama-kama, yang bisa digunakan untuk keperluan apa saja.

Selain jenis-jenis pohon, Lontar Aji Janantaka juga menguraikan jenis-jenis bunga yang harum dan dapat dipakai untuk upacara. Pohon-pohon berbunga harum ini tergolong dalam jenis sekar madewi, yakni kenanga, kamboja, canigara, tigaron, sebita, kembang kuning, kemoning, tigakancu, tampak bela, katrangan, nagasari, melati, jempiring, pudak sari, pudak cinaga, pudak kalasa, sekar gambir, seruni, gumitir, ratna, dan gadung kasturi.

Text Excerpt


Bahasa Kawi/Kuno


In English

In Balinese

In Indonesian

Index