Difference between revisions of "Literature Refleksi Kala: Dasar Introspeksi Diri"
From BASAbaliWiki
(One intermediate revision by the same user not shown) | |||
Line 6: | Line 6: | ||
|Page Title en=Kala Reflection: Self-Introspection | |Page Title en=Kala Reflection: Self-Introspection | ||
|Page Title=Sasuluh ri Kala: Jalaran Mulat Sarira | |Page Title=Sasuluh ri Kala: Jalaran Mulat Sarira | ||
+ | |Authors=Eka Werdi Putra | ||
|Photograph=A2D0E2AF-5489-46B0-A4EE-12EAF05214B4.png | |Photograph=A2D0E2AF-5489-46B0-A4EE-12EAF05214B4.png | ||
|Photograph reference=Eka Werdi Putra | |Photograph reference=Eka Werdi Putra | ||
− | |Description text= | + | |Description text=Time flies, the year will change soon. Talking about the turn of the year, I find it interesting if we don't just interpret it as a change in numbers. It's the same as talking about Dedauhan, Wariga, Kala Rau, Sakala and Niskala, all related to the term 'kala'. What exactly is 'kala'? |
Out there we often hear the phrase "Time is money" which means time is money. This expression is common in places or societies that uphold capitalism. The concept of 'kala' as time or means of karma, equated with wealth, therefore should not be 'wasting time'. All worked hard in hopes of accumulating treasure. Maybe that's why the phrase "No money no honey" emerged. | Out there we often hear the phrase "Time is money" which means time is money. This expression is common in places or societies that uphold capitalism. The concept of 'kala' as time or means of karma, equated with wealth, therefore should not be 'wasting time'. All worked hard in hopes of accumulating treasure. Maybe that's why the phrase "No money no honey" emerged. | ||
− | Long before the English expression, the Balinese actually paid attention to the concept of 'kala'. The calculations in Wariga, Dedauhan, and Ala-Ayuning | + | Long before the English expression, the Balinese actually paid attention to the concept of 'kala'. The calculations in Wariga, Dedauhan, and Ala-Ayuning Dewasa are used as the basis for carrying out certain ceremonies and decisions to this day. Everyone talks about the concept of 'kala' as the time to determine whether a day is good or bad. Especially in the Ala-Ayuning Dewasa, there are also several terms of 'kala' in the 'Pakekalan' category such as Kala Mertyu, Kala Gotongan, Kala Kutila, and so on. |
− | In addition, there is also the term 'kala' which means a | + | In addition, there is also the term 'kala' which means a demonic entities, a scary face and sharp teeth. Just look at Dwarapala sculpture at the temple or Karang Boma at the entrance or gates, maybe there are also forms of 'kala' like that. Likewise, when welcoming tilem kasanga, many young people make ogoh-ogoh in the form of giant kala. Then what is the difference and connection between the first 'kala' concept related to time and the 'kala' concept which is considered a scary giant figure? Let's discuss. 'Kala' or that time is metaphorized as 'kala' a scary giant who is ready to devour everything that exists. When the time comes, it is not tolerable at all. 'Kala' can also be interpreted as a reminder of life and its essence. Like the Dwarapala statue and the reliefs of Karang Boma as a reminder to anyone who enters the temple, etc., it is hoped that we can introspect our shelves, quiet the mind, and explore the nature of this temporary life. |
|Description text ban=Asliaban galah, sagét gelis pisan warsané pacang magentos. Maosang indik pamargin warsa, manahang titiang becik yéning maosang indik unteng kala (galah) sané nénten wantah magentos ri sajeroning wilangan kemanten. Punika taler sakadi maosang indik Dedauhan, Wariga, Kala Rau, Sakala kalawan Niskala, makasami mapaiketan ring parinama ‘kala’. Napi ké sujatiné ‘kala’ punika? | |Description text ban=Asliaban galah, sagét gelis pisan warsané pacang magentos. Maosang indik pamargin warsa, manahang titiang becik yéning maosang indik unteng kala (galah) sané nénten wantah magentos ri sajeroning wilangan kemanten. Punika taler sakadi maosang indik Dedauhan, Wariga, Kala Rau, Sakala kalawan Niskala, makasami mapaiketan ring parinama ‘kala’. Napi ké sujatiné ‘kala’ punika? | ||
Line 29: | Line 30: | ||
Selain itu, ada juga istilah ‘kala’ yang dimaknai sosok raksasa, berwajah menyeramkan dan bertaring tajam. Coba anda perhatikan Dwarapala di pura atau Karang Boma di pintu masuk atau gapura-gapura, mungkin ada juga bentuk-bentuk ‘kala’ yang demikian. Begitu juga, ketika menyongsong tilem kasanga, banyak pemuda-pemudi yang membuat ogoh-ogoh berupa kala raksasa. Lalu apa perbedaan dan kaitan konsep ‘kala’ yang pertama yang berhubungan dengan waktu dengan konsep ‘kala’ yang dianggap sosok raksasa menyeramkan itu? Mari berdiskusi. ‘Kala’ atau waktu itu dimetaforakan sebagai ‘kala’ raksasa menyeramkan yang siap melahap segala yang ada. Jika sudah saatnya, tidak bisa ditoleransi sama sekali. ‘Kala’ juga bisa dimaknai sebagai pengingat hidup dan hakikatnya. Seperti halnya patung Dwarapala dan relief Karang Boma sebagai pengingat kepada siapa pun orang yang memasuki pura dsb, diharapkan bisa introspeksi diri, mengheningkan pikiran, dan menelusuri lagi hakikat kehidupan yang sementara ini. | Selain itu, ada juga istilah ‘kala’ yang dimaknai sosok raksasa, berwajah menyeramkan dan bertaring tajam. Coba anda perhatikan Dwarapala di pura atau Karang Boma di pintu masuk atau gapura-gapura, mungkin ada juga bentuk-bentuk ‘kala’ yang demikian. Begitu juga, ketika menyongsong tilem kasanga, banyak pemuda-pemudi yang membuat ogoh-ogoh berupa kala raksasa. Lalu apa perbedaan dan kaitan konsep ‘kala’ yang pertama yang berhubungan dengan waktu dengan konsep ‘kala’ yang dianggap sosok raksasa menyeramkan itu? Mari berdiskusi. ‘Kala’ atau waktu itu dimetaforakan sebagai ‘kala’ raksasa menyeramkan yang siap melahap segala yang ada. Jika sudah saatnya, tidak bisa ditoleransi sama sekali. ‘Kala’ juga bisa dimaknai sebagai pengingat hidup dan hakikatnya. Seperti halnya patung Dwarapala dan relief Karang Boma sebagai pengingat kepada siapa pun orang yang memasuki pura dsb, diharapkan bisa introspeksi diri, mengheningkan pikiran, dan menelusuri lagi hakikat kehidupan yang sementara ini. | ||
− | |||
|Subject=kala, mulat sarira, wariga, sasuluh | |Subject=kala, mulat sarira, wariga, sasuluh | ||
|Linked place=Place Bali | |Linked place=Place Bali | ||
+ | |Winner=No | ||
}} | }} |
Latest revision as of 04:14, 31 August 2023
- Title (Other local language)
- Photograph by
- Author(s)
- Reference for photograph
- Eka Werdi Putra
- Subject(s)
- kala
- mulat sarira
- wariga
- sasuluh
- Reference
- Related Places
- Bali
- Event
- Related scholarly work
- Reference
Enable comment auto-refresher