Property:Biography example text id

From BASAbaliWiki
Showing 20 pages using this property.
L
Salah satu usaha masyarakat Hindu di Bali untuk menangkal pengaruh buruk dari unsur-unsur negatif (Buta) pada diri yaitu dengan menggelar upacara taur ketika waktu senjakala yang jatuh pada Tilem Kasanga. Upaya tersebut dilakukan dengan menghaturkan sesajen, segehan, maupun caru. Setelah melaksanakan taur atau yang disebut juga dengan Taur Agung Kasanga, maka dilanjutkan dengan acara ngrupuk yang bermakna memulangkan Bhuta Kala ke tempat asalnya masiing-masing dengan menggunakan sarana api dan dilanjutkan dengan tradisi mengarak Ogoh-Ogoh (simbol Buta) keliling desa. Demikian usaha umat Hindu di Bali untuk memohon perlindungan dan keselamatan dari bahaya dan pengaruh buruk. Selanjutnya, pada keesokan harinya masyarakat me-Nyepi selama sehari penuh. Bagi masyarakat Hindu di Bali bahkan warga dunia, pelaksanaan hari suci Nyepi tahun 2020 (Saka 1940) ini menjadi sedikit berbeda. Ada hal yang lebih menakutkan dan menyeramkan dari pada sosok Buta yang dapat mendatangkan pengaruh buruk bagi kehidupan manusia. Merebaknya wabah (sasab merana) yang disebut dengan Corona atau Covid-19 di sejumlah daerah membuat masyarakat Hindu di Bali melakukan kegiatan menyepi di rumah masing-masing lebih awal dari waktu datangnya Hari Suci Nyepi (sosial distancing). Masyarakat diharapkan melakukan kegiatan di rumah masing-masing dan mengurangi aktifitas di luar rumah. Secara etimologi kata taur berarti membayar dan arti lainnya yaitu kurban. Selanjutnya kata agung merujuk pada arti kata besar dalam kaitannya dengan semesta atau kosmos (Bhuana Agung). Sementara itu, kata kasanga berarti bulan (sasih) kesembilan dalam perhitungan kalender masehi. Dengan demikian, makna dari upacara Tawur Agung Kesanga adalah upacara atau yadnya yang dipersembahkan kepada alam semesta pada bulan kesembilan tepatnya pada Tilem Kasanga. Dalam lontar Sundarigama dijelaskan bahwa sebelum upacara taur dilakukan, masyarakat Hindu diharapkan membuat upacara Bhutayajnya berupa caru dimulai dari desa-desa hingga setiap rumah dengan tingkatan yang paling nista hingga utama. Lebih lanjut, dijelaskan dalam lontar Sundarigama bahwa pada waktu Tilem Kasanga ini bisa saja terjadi peristiwa-peristiwa atau hal-hal yang aneh akibat kegelapan pikiran manusia. Apabila masyarakat Hindu tidak melaksanakan upacara taur beserta prosesi lainnya maka akan dapat menimbulkan kehancuran alam semesta (Bhuana Agung), penyakit merajarela (gering sasab marana magalak), dan perilaku manusia yang aneh serta kejam karena dirasuki unsur-unsur Buta (wwang kasurupan Kala Buta) dan mengakibtakan huru hara dimana-mana. Sebagaimana yang dijelaskan dalam lontar Sundarigama masyarakat Hindu memiliki dasar sastra dan keyakinan yang kuat bahwa dengan melakukan upacara taur maka dapat menetralisasi kekuatan-kekuatan yang menyebabkan timbulnya hal-hal yang aneh sehingga alam semesta dapat kembali seimbang dan manusia hidup selamat dan sempurna (mulih hayu ning praja mandhala sarat kabeh, wang ring sarwajanma, wastu ya paripurna). Dalam menyikapi wabah (sasab merana) Corona atau Covid-19 yang tengah menyerang manusia hampir di seluruh belahan dunia akhir-akhir ini, sepertinya masyarakat Bali memiliki harapan yang begitu besar terhadap jalannnya pelaksanaan taur pada Nyepi tahun ini. Dengan kata lain, apabila upacara taur dapat dilakukan secara baik dan benar maka pandemi yang berkepanjangan dan telah menelan banyak korban di dunia menjadi sangat mungkin untuk dihentikan dan segala macam hama penyakit pulang kembali ke laut (sasab marana pada mantuk maring samudra). Apalagi setelah upacara taur masyasrakat Hindu melaksanakan hari suci Nyepi yang diyakini sebagai hari penjernihan batin melalui Catur Brata Penyepian. Selain itu, setelah Sasih Kasanga berlalu maka Sasih Kadasa yang dianalogikan sebagai keadaan yang bersih atau suci (kedas) diharapkan mendatangkan sesuatu yang lebih baik bagi kehidupan manusia. Mengacu pada pelaksanaan Nyepi dan datangnya Sasih Kadasa setalahnya, krama Hindune mengharapkan dapat membersihkan sekaligus menyucikan dirinya secara batiniah. Namun, kenyataannya, akhir-akhir ini dengan adanya wabah Covid-19 ini tubuh manusia (Bhuwana Alit) sepertinya membutuhkan juga suatu persembahan semacam taur untuk menangkal virus yang menyerang manusia secara lahiriah. Wabah virus yang tengah menjadi ancaman dan kekhawatiran warga dunia ini menyerang tubuh manusia melalui sistem pernafasan sehingga melemahkan fisik bahkan dapat menyebabkan kematian. Dalam kitab kuna seperti Wrhspatitatwa disebutkan bahwa Bumi dan tubuh sama-sama disebut dengan Sarwatattwa (hal-hal yang bersifat kenyataan dalam kaitannya dengan unsur-unsur Panca Maha Buta). Kelima elemen bumi seperti tanah, air, api, angin, dan udara juga ada di dalam tubuh manusia yang disimbolkan dengan daging, darah, panas tubuh, nafas, dan rongga. Untuk itu, sepertinyah tubuh juga memerlukan semacam taur yang diharapkan dapat menangkal penyakit seperti wabah. Lalu taur yang seperti apa yang dapat dipersembahkan atau disadhanakan kepada tubuh untuk membuatnya tetap sehat? Apabila badan halus (suksma sarira) membutuhkan persembahan berupa tapa (pengendalian indera) dan brata (pantangan) untuk dapat membersihkan dan menyucikan diri, maka badan kasar sebagai wadah jiwa (stula sarira) membutuhkan viitamin, protein, mineral, dan lainnya yang berasal dari sari-sari makanan yang baik dikonsumsi tubuh untuk dapat menyehatkan tubuh dan menjauhkan segala macam penyakit. Teks Nitisastra menyebutkan bahwa tanda makanan yang baik ialah dapat membuat badan sehat (ring wara bhoga pustining awakya juga panengeran). Untuk mendapatkan makanan yang baik, maka penting juga mengetahui makanan yang tidak baik dikonsumsi tubuh yang dapat menjadi racun. Lebih lanjut, dalam Nitisastra disebutkan bahwa orang yang baik-baik tidak boleh makan daging yang tidak suci. Ia harus menjahuhi segala yang mengotori badan dan segala yang mendekatkan musuh lahir batin kepadanya. Adapun yang termasuk daging yang tidak baik yaitu daging tikus, anjing, katak, ular, ulat, dan cacing. Semua itu makanan yang terlarang, untuk itu perlu dihindari (Haywa mamukti sang sujana karta pisita tilaren, kasmalaning sarira ripu wahya ri dalem aparek, lwirnika kasta mangsa musika sregala wiyung ula, krimi kawat makadinika papahara hilangken). Sehubungan dengan ulasan yang termuat dalam Nitisastra bahwa makanan yang baik sebagai salah satu sumber kesehehatan tubuh, maka ada kemungkinan pula bahwa salah satu timbulnya wabah Covid-19 yang sedang menyerang manusia bersumber dari makanan yang tidak baik. Taur pada tubuh dengan bersaranakan jenis makanan yang baik, cara mengolah yang tepat, dan menciptakan rasa nyaman untuk tubuh sangat perlu diperhatikan sebagai upaya untuk menghargai kerja keras tubuh. Apa dan bagaimana mengolah makanan yang akan dimasukkan ke mulut, sudah saatnya mendapatkan perhatian yang penting. Faktanya, perawatan tubuh dari luar saja seperti olah raga dan aktifitas memanjakan tubuh lainnya tidak cukup untuk mewujudkan tubuh yang sehat. Perawatan ke dalam tubuh melalui makanan-makanan yang dianggap baik dapat membuat wabah atau virus sulit masuk atau pun berkembang di dalam tubuh. Mengenai makanan bagi seorang pendeta (orang suci) misalnya, seperti yang diuraikan dalam lontar Wrati Sasana (teks sasana untuk seorang pandita dalam menjalankan brata) bahwa segala jenis makanan yang dimasukkan ke dalam tubuh sangatlah penting untuk diperhatikan terutama penganut siddhanta yang melaksanakan brata suci (tan yogya ika bhaksan de sang siddhanta suddha brata). Jenis makanan yang dianggap tidak suci misalnya daging manusia, kera, sapi, harimau, gajah, kuda, kucing, kodok, dan ular. Sementara itu, semua binatang yang bentuknya aneh dikategorikan sebagai makanan yang nista misalnya lintah, ulat, kuricak, sebangsa biawak, kalajengking, kadal, tokek, dan cecak. Lebih lanjut, terdapat pula makanan yang boleh disantap (muwah ikang yogya bhaksaken) di antaranya babi hutan, ayam hutan, kerbau, itik, burung, dan segala jenis ikan sungai dan ikan laut kecuali jenis buaya dan ikan besar dengan wajah menyeramkan. Mengenai proses memasaknya pun perlu diperhatikan yaitu apabila saat proses mengerjakan makanan yang dibuat dihinggapi bintang seperti lalat, nyamuk, limpit,tuma, tengu, kutu busuk, kapinjal demikian itu cemar adanya, tidak benar disantap karena telah dianggap kotor. Sama halnya dengan berbagai macam tumbuhan yang tumbuh di bumi bahwa tidak semua tumbuh-tumbuhan yang berdaun hijau dapat dikonsumi untuk mendapatkan asupan vitamin maupun zat yang baik untuk tubuh dari unsur nabati. Demikian pula untuk memperoleh zat untuk tubuh yang berasal dari unsur hewani, apabila mengacu pada dua teks lontar yaitu Nitisastra dan Wrati Sasana bahwa tidak semua jenis binatang dapat dikonsumsi untuk tubuh. Selain makanan yang baik maka lebih lanjut perlu juga memperhatikan kesuciannya sehingga layak dijadikan sadana atau pesembahan untuk tubuh. Makanan yang baik, bersih, dan suci itulah yang hendaknya di sadanakan untuk tubuh, dijadikan persembahan (taur). Kapan taur untuk tubuh itu dilakukan? Itu semua diserahkan pada individu masing-masing. Bumi (jagad besar) dan tubuh (jagad kecil) sama-sama harus dipelihara dan diseimbangkan dengan baik. Bumi adalah ruang untuk hidup bagi seluruh ciptaan-Nya. Semenatara tubuh adalah stana atma untuk yang memberikan kehidupan. (Yesi Candrika BASAbaliWiki)  
Kidung Amelad Prana sendiri berarti nyanyian yang menyayat hati. Kidung ini menceritakan bagaimana kesedihan saat ternyadinya virus covid-19. Tidak hanya kesedihan yang dimuat dalam kidung tersebut, namun ada juga cara-cara agar kita dapat bertahan dalam keadaan yang seperti saat itu.  +
M
Tounges of Fire karya Made Kaek adalah bagian dari karya baru yang menampilkan dimensi misterius Made Kaeks serta kesadaran komunitas yang tajam. Dipamerkan dalam 'Dunia Tanpa Bunyi Antologi' di Galeri Sawidji. "Karya ini adalah cerminan betapa kacaunya dunia nyata. Di dunia nyata, penting juga untuk memiliki dunia yang sunyi. Kita memang membutuhkan keseimbangan keheningan ini." ~Made Kaek  +
Autobiografi tentang "Wajah Plastik"-nya  +
Gambar mozaik dari sampah plastik  +
Bukan Tubuhmu Bukan.. sama sekali bukan tubuhmu Ia kan membusuk Tapi matahari menyala di dadamu Sebab aku numadi tubuh rembulan Perlu sedikit cahaya Karena kutuklah mesti berjalan sepanjang malam keterasingan Sahabat hanya gelap Bintang menjauh Sempurnakan kefanaan. Bukan... sama sekali bukan tubuhmu Ia kan menua Keriput - menjadi tanah Tapi deru ombak di dadamu Sebab nelayan yang melaut di tubuhku sering kehilangan angin Perahu tertancap di lintasan itu saja Dan aku akan mati meratapi kesepian Sungguh bukan tubuhmu Tapi subuh di dadamu Sebab kupu-kupu bersayap pelangi sepertiku Suka berteduh di pepohonan berdaun fajar Dan setiap helai daun jatuh membelai rambut, Menenangkan raung satwa yang berumah di tubuhku Sungguh bukan tubuhmu Maka dijiwamu yang bergetar Aku akan lepaskan ketakutan Sebelum akhirnya waktu benar-benar menjauhkanmu dari jangkauanku Dan kita tidak bisa berpeluk Meski kedua tangan ini masih bisa kurentangkan. (2018)  +
Aku Sebatang Pohon Aku sebatang pohon Ingin menjaga musim tetap rindang Sambil menunggumu datang bersandar sampai bosan Karena di kulit tubuhku Yang pohon ini Kau pernah melemparkan sepahan kenangan; Peluh Bekas cinta Bahkan sisa rintih Tapi tak akan terlihat Alir sungai tangis di mata sedihku Yang mulai retak ini Sebab aku sudah ditakdirkan Dengan akar untuk selalu terpancang diam Menunggu Walau kulitku mengelupas Daunku meranggas Dan dagingku membatu Menahan berabad rindu Di usia lapukku Biarlah tetap menjadi pohon saja Menunggumu datang bersandar Sampai bosan. Hingga waktu benar-benar datang Menebang usia. (2018)  +
Ketiadaan aturan yang memberikan kepastian terhadap isu-isu adat istiadat di Bali, seperti penyelesaian sengketa dan awig-awig di Bali, bentuk hubungan antara anggota warga serta aktivitas masyarakat, seluruhnya memerlukan kepastian hukum. Aktivitas usaha juga tergolong aktivitas yang memerlukan kepastian dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan setempat. Artikel ini bertujuan untuk memahami posisi hukum dari bisnis yang telah beroperasi di masyarakat dan berkaitan erat dengan hukum adat Bali atau awig-awig. Dengan menganalisa hubungan legal antara Desa Pekraman dengan warga pendatang dan pebisnis luar, serta hak dan kewajiban para pebisnis pendatang ini. Dengan menggunakan berbagai studi yuridis, paper ini akan menjelaskan posisi legal dan konsekuensi yang dihadapi para pebisnis dalam menjalankan usahanya di sebuah wilayah desa pekraman.  +
Sejumlah komoditas di wilayah pegunungan Bali di Indonesia masih memelihara perangkat orkestra kuno berupa gong dan metalofon berbahan perunggu yang disebut gamelan gong gede. Perangkat gamelan dimaksud telah dipelihara sebagai instrumen penting dari perkumpulan musik ritual lokal yang melindungi mereka dari arus perubahan lintas generasi. Sebaliknya, wilayah lainnya di Bali telah meninggalkan gong gede di awal abad ke-20 dan memilih gamelan moderen. Terpisah dari konteks ritual dataran tinggi, gong gede bertahan di wilayah pedalaman pegunungan Bali karena mereka tidak terpisahkan dari konteks ritual itu sendiri, yang menghasilkan keragaman musikal di ekosistem musik Bali secara lebih luas. Keberagaman ini juga sekaligus meminggirkan komunitas dari arus utama inovasi musik. Namun demikian, hal ini juga memberdayakan perkumpulan musik ritual dalam cakupan berbagai jejaring sosial yang lebih kompleks yang berperan penting dalam pelestarian orkestra antik dimaksud. Menggunakan ‘keragaman dalam struktur musikal’ sebagai sebuah kerangka analisis untuk membahas keberagaman musikal, artikel ini membahas bagaimana komunitas di dataran tinggi melindungi dna menjaga gong gede sebagai sebuah ‘tradisi hidup’ dengan menganalisa sejarahnya, konteks sosial, dan gaya bermusiknya untuk memahami hal apa yang menjaga tradisi lokal untuk larut dalam arus utama tren bermusik.  +
Pada dasarnya agrowisata adalah menempatkan sektor primer (sektor pertanian) di sektor tersier (sektor pariwisata) yang bertujuan untuk membantu meningkatkan pendapatan petani. Petani dan sektor pertanian akan mendapat keuntungan dari aktivitas agrowisata. Agrowisata juga mampu menjaga keberlajutan sektor pertanian dan menghindarkan sektor pertanian dari proses marginalisasi. Ada banyak alasan bagi wisatawan tertarik untuk melihat keindahan alam dan melakukan berbagai aktivitas di alam terbuka termasuk menikmati aktivitas agrowisata. Sejumlah kawasan di Bali kini sedang di kembangkan sebagai kawasan agrowisata, namun model pengelolaan agro wisata yang satu dengan yang lainnya sangat berbeda. Keberagaman model pengelolaan agrowisata itu menjadi bahan kajian untuk menyusun model pengembangan agrowisata yang diberlakukan dalam kondisi yang berbeda di masing-masing obyek agrowisata tersebut. Artikel ini memaparkan secara gamblang bagaimana model pengembangan agrowisata di Bali dan diharapkan dapat digunakan untuk pengelolaan agrowisata di daerah lain seluruh Indonesia.  +
I Made Sarjana Maafkan Aku Ibu (2) dari lahirku hingga pusaramu terhapus rata dan kau berangkat ke alam yang semestinya, tak sedetik pun aku mampu membahagiakanmu hanya anak sungai yang selalu mengalir dari matamu yang kuyu karena keringat deras mengucur dari seluruh tubuhmu menggenapi tanggung jawabmu sebagai ibu. kini aku tak tahu perjalananmu sudah sampai di mana atau mungkin matamu tetap menatap karena kasihmu tak pernah terhenti kuyakin kini kau tak perlu kata selamat dariku kata selamatku tak kan mampu membalas rasa kasih ibumu yang tak pernah semu. hanya ini yang ada dalam benakku terima kasih segala kasihmu maafkan segala salahku agar mampu kujejak langkahku seperti inginmu 22 Desember 2016 Menunggu Waktu ufuk berkalung senja di lengkung lehernya lazuardi tak lagi sebiru asaku entah berapa langkah lagi berhenti sebelum tiba nanti Ketika waktu itu menyergap Aku sudah tak mampu berkata apa Angin berhenti berembus Awan tersentak tiba-tiba pupus Pohon-pohonku kering di sela gemericik air Apa kabarmu rinduku Apa masih kau simpan pandang mata penuh harapku Di sini aku sendiri Meski hanya mimpi sudah pasti kita tak kan berjumpa Tetap kuharap waktu kan tiba Apa kabar suara bisik lembutku Yang pernah kau ucap di liang telinga kangenku Ah, napasku Sesak kapan kita bisa bersua Dalam alunan napas dan igau tidurku Aku di sini sendiri hanya mimpi Meski mimpi tetaplah berjanji Kan datang malam ini. Februari 2020 Begitulah Bumi larut dalam putaran porosnya Waktu jenak beranjak tak hendak berhenti bergerak Orang orang melangkah searah nafasnya Sambil membawa mimpi dari asanya Kita harus melangkah bila tak ingin digilas zaman, katamu Tak adakah titik perhentian? tanyaku Kau dan aku bungkam kehabisan kata Begitulah 2021  +
Sepasang Sepatu dan Sebiji Mangga Cerita Pilihan Tri Hita Karana Konsep dan nilai Tri Hita Karana tidak saja menjadi sikap hidup orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Konsep dan nilai itu diwariskan melalui cerita rakyat yang tersebar di seluruh dunia. Hubungan seimbang dan harmonis manusia dengan Tuhannya dapat dipetik dari cerita Datanglah Kepada Seorang Petani (India) dan Asal Mula Padi (Jawa): Hubungan manusia dengan alam lingkungannya dapat disimak melalui cerita Ular di Tengah-tengah Bukit (Bali) dan Nyanyian Mohon Hujan (Indian Amerika): Hubungan sesama manusia tertuang dalam cerita Menjual Bayang-bayang (Cina) dan Satu Gentong Kebijaksanaan (Afrika). Buku ini terdiri dari 30 cerita yang dibagi menjadi tiga bagian, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan manusia.  +
Kesejajaran visual dan koreografi antara topeng tradisional Jepang dan Bali sangat mencolok, dan, meskipun keterkaitan yang tepat antara topeng dari kedua budaya ini tidak dapat dibuktikan dengan data yang dapat diverifikasi secara historis, penjajaran genre serupa berguna untuk memahami tari topeng itu sendiri. Topeng yang dibahas adalah Shishi anjing/singa (Jepang) dan Barong (Bali), Hannya (Jepang) dan Rangda (Bali) yang mirip penyihir, dan orang tua suci Okina (Jepang) dan Sidha Karya (Bali). Pertautan yang mungkin dapat digolongkan sebagai difusi budaya dan perpaduan pola persepsi manusia. Namun, bahasa visual di mana karakter topeng ini diekspresikan dan mitologi yang menggambarkannya mungkin berasal dari model Tantra India.  +
Artikel ini menggambarkan meningkatnya keterlibatan penari perempuan pada tari topeng Bali serta terlahir dari diskusi dan email diantara penulis. Mengikuti gambaran umum yang menjelaskan masih jarangnya perempuan tampil dalam bentuk kesenian ini yang disertai catatan sejumlah perempuan perintis yang telah berada di garis depan perubahan, penulis membahas bagaimana, sebagai pemain dan peneliti non-Bali, mereka menemukan sejumlah cerita, rasa penasaran, dan tantangan yang tidak jauh berbeda dengan pelatihan dan pengalaman mereka sendiri. Pemikiran mereka menyediakan gambaran detil terkait beberapa isu penting bagi perempuan di dunia teater Asia.  +
Kelapa dan Jeruk  +
Artikel ini bertujuan untuk membawa kekuatan intelektual kajian budaya kedalam berbagai ide Bali tentang budaya yang tampak rancu antara budaya dan ideologi. Kajian budaya tidaklah sama dengan studi tentang budaya, namun kritik tentang budaya yang mendekonstruksikan budaya sebagai sebuah kesalahan intepretasi aktualitas dengan imajinasi yang nyaman bagi rezim yang berkuasa. Orde Baru mengartikulasikan ‘kebudayaan’ untuk menciptakan masyarakat yang patuh dan senang merangkul pariwisata global. Budaya bukan lagi mengenai bagaimana masyarakat mengerjakan sesuatu melainkan komoditas yang dapat dipasarkan yang dikemas sebagai ‘tradisi kuno.’ Bali sebagai surga adalah sebuah hal yang klise. Pulau ini kini memenuhi impian Madam Suharto tentang Disneyland. Fantasi kapitalis mengenai pertumbuhan gratis tanpa akhir tidak memiliki kemiripan dengan kosmologi Bali nan canggih bernama Kali-Yuga, yang berakhir dengan kehancuran dahsyat; maupun terhadap ide-ide popular dari dunia yang tak henti bertransformasi. Meskipun kebudayaan menganggap orang biasa sebagai masa yang bodoh, mereka seringkali melepaskan diri dari kekangan ideologi kebudayaan dengan cara memahami kebudayaan sebatas sebagai kebiasaan sehari-hari.  +
Kajian kebudayaan Bali kebingungan oleh karena yang dimaksudkan dengan ‘kebudayaan’ sangat kurang terang. Apakah kebudayaan merupakan esensi atau jiwa orang Bali, suatu gagasan politik yang direkayasa oleh Orde Baru, atau cara menjual seni pertunjukan, barang atau pengalaman kepada wisatawan? Jarang disadari di Indonesia bahwa Bali terkenal di Eropa sebelum Pulau Bali ditemukan oleh pelaut Barat yang sedang mencari sorga di dunia ini. Sejarah Bali tidak bisa dipisahkan dari khayalan orang Barat. Dilihat dari pandangan cultural studies, dari awal Bali merupakan ‘brand’ untuk dipasarkan – dan objek yang dijual adalah kebudayaan. Untuk mengerti apa yang sedang terjadi di Bali, perlu dipahami teori konsumsi dan branding. Walaupun kelihatannya yang dijual dan dibeli adalah barang atau pengalaman, sebenarnya yang dikonsumsi adalah perbedaan. Artikel ini menawarkan pemahaman mendalam mengenai hukum hukum branding dari sudut pandang kajian budaya.  +
Imajinasi terhadap Bali sebagai sebuah surga dunia bertolak belakang dengan kondisi sesungguhnya. Memahami perbedaan tersebut membutuhkan pembahasan mengenai siapa yang berwenang mewakili Bali, seperti apa dan pada kondisi apa. Hal ini juga berkaitan dengan sifat dari pertentangan itu sendiri – apakah argumentasi atau ketidaksepemahaman – dan bagaimana isu dimaksud mengenyampingkan alternatif. Gaya berargumen hegemonic yang disukai di Bali disebut monolog, disukai oleh mereka yang berkuasa, yang secara efekfif mampu mengantisipasi dan mencegah pertikaian. Sebaliknya, dialogi bersifat terbuka, demokratis dan tersebar di kehidupan keseharian masyarakat, namun seringkali terlewati tanpa disadari. Sementara itu, dialog memungkinkan diskusi dan pemecahan masalah, monolog menekankan ideologi saat menghadapi keadaan sulit. Di Bali, bentuk ideologi berpusat pada berbagai fantasi mengenai bayangan budaya jaman kuno. Kelemahan yang dimiliki sebagai bukti bagaimana klaim terhadap Tri Hita Karana menyamarkan kekurangan dalam penerapannya.  +
Bali: 50 Years of Changes: A Conversation with Jean Couteau, Eric Buvelot dan Jean Couteau telah menghasilkan gambaran yang rumit, menyapu, dan kontroversial tentang kesadaran, pola sosial, dan kehidupan keagamaan Bali, serta posisi Bali dalam kerangka nasional Indonesia. Tidak diragukan lagi, ini adalah upaya paling ambisius untuk menyajikan pemandangan pulau yang holistik sejak Fred Eiseman, Jr.'s Bali: Sekala and Niskala (1990), atau Adrian Vickers' Bali: A Paradise Created (1989). Namun karya ini bukanlah narasi sejarah, atau puncak dari penelitian komprehensif bertahun-tahun tentang topik tertentu. Alih-alih, kami menemukan serangkaian transkrip percakapan antara dua ekspatriat: Buvelot, seorang jurnalis yang tinggal di pulau itu sejak 1995, dan Couteau, seorang penulis, pengamat sosial, dan komentator terkenal yang terlibat erat dengan Bali sejak 1970-an.  +
MENANAM BAGIAN 1 SETTING: Bertempat di ladang atau tegalan yang banyak ditanami tumbuh-tumbuhan, antara lain palawija, tanaman buah-buahan, tanaman yang batangnya merambat, dan sebagainya. Akan tetapi, ada satu undakan tanah yang tidak berisi tanam-tanaman dan berisi plastik yang banyak bertumpuk. GEDE PURNAYA duduk di atas batu yang ada di samping plastik yang bertumpuk-tumpuk itu.  +