UPGRADE IN PROCESS - PLEASE COME BACK MID JUNE

Property:Place information text id

From BASAbaliWiki
Showing 20 pages using this property.
D
Tenganan Pegringsingan adalah sebuah Desa yang terletak di bagian timur Bali. Bahkan di antara desa-desa yang sangat spiritual di Bali, Tenganan Pegringsingan masih dianggap sangat unik dan terpencil. Padahal, Desa ini adalah salah satu dari sedikit desa Aga di Bali. Tenganan Pegringsingan sangat istimewa dalam hal warisan budaya karena hampir bebas dari pengaruh luar. Penduduk desa berusaha untuk menjaga Desa mereka murni dan bersih. Alhasil, Tenganan Pegringsingan sangat unik, bahkan dibandingkan dengan desa-desa eksotis lainnya di Bali.... Salah satu ritual yang dilakukan oleh masyarakat desa Tenganan adalah Perang Pandan. Dua pemuda diadu satu sama lain di arena khusus. Setiap pemuda membawa senjata; seikat daun pandan berduri yang memiliki duri tajam. Mereka mencoba menyerang tubuh satu sama lain dengan cambuk dari duri tajam daun. Ini bukan tontonan bagi mereka yang lemah hati karena akan ada darah!  +
Trunyan atau Terunyan merupakan salah satu desa tertua di Bali yang berada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli yang memiliki tradisi sangat unik dalam hal pemakaman jenazah. Keunikan Desa Trunyan menjadi daya tarik tersendiri bagi orang-orang yang ingin tahu lebih jauh tentang tradisi tersebut. Trunyan pun menjadi salah satu desa wisata yang populer di kalangan wisatawan. Trunyan sendiri ternyata adala sebuah nama pemakaman yang ada di Desa Trunyan. Tidak seperti jenazah pada umumnya di Bali yang dibakar atau dikubur, di Desa Trunyan memiliki tradisi pemakaman yang dikuburkan secara terbuka di bawah pohon dan diletakkan begitu saja di atas tanah atau yang disebut dengan “Seme Wayah.” Sementara anggota keluarganya cukup memberikan pagar dari bambu dan sesaji disamping jenzah tersebut. Tradisi ini pun mirip dengan tradisi pengaturan jenazah suku Toraja, yaitu hanya dipasang saja dan dibiarkan membusuk dengan sendirinya. Akan tetapi anehnya jenazah yang dimakamkan di Trunyan tidak berbau busuk. Secara logika, jenazah yang dimakamkan secara terbuka maka lama-kelamaan akan mengeluarkan bau busuk, tapi di Desa Trunyan sama sekali tidak mengeluarkan bau busuk. Ternyata, hal itu bisa terjadi karena adanya pohon Trunyan, yaitu sebuah pohon besar yang berdiri di tengah-tengah daerah pemakaman tersebut. Nama asli pohon tersebut adalah “Taru Menyam,” di mana dalam bahasa setempat Taru artinya pohon dan Menyan yang berarti harum. Pohon Trunyan tersebut diperkirakan telah berusia ribuan tahun, namun lagi-lagi anehnya pohon tersebut dari segi ukuran tidak banyak mengalami perubahan. Di bawah pohon Trunyan inilah pemakaman tersebut berada dan masyarakat setempat percaya bahwa pohon ini dapat menyerap bau busuk yang dikeluarkan jenazah. Meskipun sejauh ini belum ada penelitian yang bisa mengungkap, bagaimana pohon ini dapat menyerap bau busuk jenazah manusia yang dimakamkan di sini. Penduduk setempat memiliki ketentuan dan syarat tersendiri dalam pemakaman tersebut, yaitu jumlah jenazah di atas tanah yang dekat dengan pohon Trunyan tidak boleh lebih dari 11 jenazah. Selain itu, jenazah yang bisa diletakkan di sini adalah mereka yang meninggal secara wajar dan pernah menikah. Sementara jenazah yang sudah menjadi tulang belulang akan dikumpulkan dengan yang lainnya didekat akar pohon tersebut, agar tempatnya bisa digunakan untuk jenazah baru. Hal yang jadi keunikan lainnya adalah jenazah tersebut akan ditutupi dengan “Ancak,” yaitu sebua kurungan bambu. Sedangkan cara meninggal tidak wajar, seperti kecelakaan, bunuh diri atau membunuh orang. Maka mayatnya tidak diperbolehkan diletakkan didekat pohon Trunyan, ada tempat lain yang bernama “Sema Bantas” khusus untuk mereka yang meninggal tidak wajar. Selain Sema Bantas, ada pula “Sema Muda” sebagai tempat pemakaman untuk mereka yang masih bayi atau anak-anak dan warga yang sudah besar atau dewasa tapi belum menikah. Tempat-tempat tersebut sudah dibedakan sesuai dengan kaidah yang berlaku di Desa Trunyan.  
Secara historis, dahulu sebagian besar Penduduk Desa Tiga berasal dari wilayah kabupaten Karangasem yang bernama Desa Asti.Penduduk Desa Tiga yang secara adat istiadat memiliki satu kesatuan dan terangkum didalam Gebog Satak Tiga Buungan yang terdiri dari 9 ( Sembilan ) Desa Pakraman. Dalam sejarahnya desa Tiga merupakan gabungan dari beberapa Wilayah pedesaan pada jaman kerajaan Panji Sakti disebuah wilayah Pegunungan yang gersang dilereng timur perbukitan tepatnya di desa Asti Karangasem ( daerah Bali Timur ) pada jaman kerajaan Panji Sakti desa Asti mendapat ancaman dan serangan dari Kerajaan Panji Sakti sehingga membuat penduduk Asti semuanya mengungsi ke daerah Bangli dan memohon perlindungan dari raja Bangli, atas persetujuan raja Bangli saat itu diijinkanlah penduduk Asti untuk menempati daerah yang kebetulan sesuai dengan daerah asal yaitu memiliki dasar tanah merah tepatnya ada di daerah Banjar Buungan, kemudian seiring dengan perkembangan jumlah penduduk sebagian penduduk membuka lahan baru dan menyebar ke sembilan banjar disekitarnya.  +
Berlokasi di kecamatan Banjar yaitu ± 24 km ke barat Kota Singaraja. Desa Tigawasa memiliki salah satu tradisi yang khas berbeda dengan Desa Bali Aga lainnya di Buleleng. Tradisi dimaksud adalah tradisi saat penguburan mayat. Acara penguburan mayatnya pun cukup unik, karena mayat tidak di taruh di dalam peti, melainkan hanya dibungkus dengan kain batik dan di kubur begitu saja. Dalam tradisi bahasa, penduduk Desa Tigawasa menggunakan bahasa pedalaman dalam kesehariannya yang mana bahasa kuno Wong Aga saat masuk ke Bali ( bahasa/dialek Tigawasa ). Bahasa tersebut dalam vokal bahasanya kebanyakan memakai vokal huruf “A” seperti bahasa Jawa dan juga Melayu kuno. Desa Tigawasa menawarkan objek wisata yang berbeda tepatnya di Dusun Wanasari, sejumlah masyarakat kreatif yang tergabung dalam Kelompok Kubu Alam (KuAl) memanfaatkan potensi tanaman bambu menjadikannya destinasi wisata berkonsep alam yang diberi nama Kubu Alam Desa Tigawasa yang dibangun dilahan milik warga. Untuk Informasi: http://tigawasa-buleleng.desa.id https://bulelengkab.go.id  +
Sejarah Desa Tihingan diketemukan dalam Prasasti Kumpulan Dr. Goris yang berbunyi “Kabakatin Langkah Kayu Tring Tihing Tanggung Yatna Teriya Besaraseni”, yang berarti ada suatu kelompok masyarakat yang bertugas untuk menjamin segala keperluan akan kayu dan bambu serta alat dari bambu yang berseni (dianyam) untuk dipergunakan oleh para penguasa pada saat ada aci di pura-pura dan upacara yadnya lainnya. Nama Tihingan itu sendiri berasal dari kata “Tihing” yang berarti pohon bambu yaitu dari suatu wilayah yang banyak Pohon bambu, yang dalam penulisan serta ucapan dalam perkembangan jaman selanjutnya kata Tihing akhirnya menjadi Tihingan. Desa Tihingan terdiri dari empat (4) Banjar Dinas, 3 Desa Pekraman, dan 1 (satu) Banjar Suka Duka BTN Penasan Permai.  +
Desa Timuhun merupakan satu dari tigabelas desa yang berada dalam Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Untuk mencapai ibu kota kabupaten, hanya diperlukan waktu kurang lebih 30 menit dari Desa Timuhun. Batas-batas Desa Timuhun antara lain Desa Nyanglan sebelah utara, Desa Selisihan di bagian Timur, Desa Sengkiding di Selatan, dan Desa Bungbungan di bagian Barat. Untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat, Desa Timuhun dibagi menjadi tiga dusun, yaitu: Dusun Kawan, Dusun Tengah, dan Dusun Kaleran.  +
Tista pada mulanya dari kata ” Ngetis “ Nama tersebut bermula dari pengembaraan seorang putra raja Tabanan. Pengembaraan beliau tersebut banyak melintasi daerah-daerah pegunungan yang medannya berbukit-bukit dan melintasi banyak sungai karena pada waktu itu belum ada terbuka jalan-jalan seperti sekarang ini. Dalam perjalanan tersebut beliau bertemu dengan seorang petapa sakti. Kemudian atas petunjuk pertapa tersebut beliau melanjutkan perjalanan keselatan akhirnya beliau sampai pada suatu tempat yang dituju. Oleh karena tempat itu medannya bergelombang maka beliau kembali ke Utara untuk mencari tempat yang datar untuk mendirikan istana, kemudian dipilihlah tempat yang sekarang disebut Kerambitan.  +
Desa adat tri buana sekar sari adalah desa yang indah, yang memiliki potensi tempat wisata alam yang indah dan alami.  +
Desa Banyuseri, sebenarnya salah satu desa tua di kawasan Bali Aga di kecamatan Banjar, Buleleng. Namun, banyak yang tahu bahwa komunitas desa Bali aga di wilayah ini hanyalah dari empat desa yang disebut SCTP (Sidatapa, Cempaga, Tigawasa, Pedawa). Pada mulanya Wilayah Desa Banyuseri merupakan hutan belantara. Suatu ketika munculah di sebelah selatan desa sumber mata air, air ini oleh penduduk setempat disebut banu yang berarti air. Air inilah dimanfaatkan untuk minum,mandi, untuk minum ternak, serta kebutuhan yang lainnya. Kemudian karena air tersebut memberikan keindahan dan kesejukan maka penduduk setempat memberi julukan manfaat air itu adalah Sri. Sri berarti kesejukan dan keindahan. Hal ini diperkuat dengan Prasasti Desa yang ditemukan oleh seorang penduduk, Prasasti ini terdiri dari 7 lempeng perunggu, 1 Buah Lontar, dan 1 Set Gambelan. Didalam Prasasti tersebut dituliskan nama Desa yaitu Desa Banusri yang merupakan desa tua yang ada di Bali. Prasasti Banyuseri pernah dibaca oleh sejumlah tim pada tahun 1988. Dalam dokumen yang dimiliki oleh Pemerintah Desa Banyuseri, pembacaan prasasti dilakukan oleh tim dari kantor wilayah Depdikbud Propinsi Bali. Pembacaan dilakukan pada tanggal 28 Nopember 1988. Ada 7 lempengan prasasti yang terbuat dari baja. Namun tidak seluruh prasasti bisa dibaca karena sebagian besar huruf dari prasasti itu sudah tidak terlihat karena tertutup karat.  +
Desa Tuwed termasuk dalam wilayah Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. Desa Tuwed dilalui oleh Jalan Nasional yang menghubungkan antara Gilimanuk dan Denpasar. Desa Tuwed memiliki beberapa kriteria topografi yaitu daerah dataran rendah, daerah tepi pantai atau pesisir, kawasan rawa, dan daerah bantaran sungai.  +
Secara administratif, Desa Ulakan berbatasan dengan beberapa wilayah, meliputi Sebelah Utara (Desa Duda), Sebelah Timur (Desa Manggis), Sebelah Selatan (Samudera Hindia) dan Sebelah Barat (Desa Antiga). Dalam tingkat pemerintahan, Desa Ulakan terbagi atas 6 Banjar Dinas, meliputi Banjar Dinas Abian Canang, Banjar Dinas Mangku, Banjar Dinas Tengah, Banjar Dinas Kodok, Banjar Dinas Belong dan Banjar Dinas Tanah Ampo. Secara geografis, Desa Ulakan terdiri atas daerah perbukitan dan pesisir.  +
Desa Umejero adalah desa yang berada di Kecamatan Busung Biu, Buleleng. Sebagian besar wilayah desa merupakan areal persawahan.  +
Menurut cerita orang terdahulu, Desa Wanagiri dibentuk pada tahun 1973, yang merupakan penggabungan dari tiga dusun yaitu dusun Alas Ambengan termasuk wilayah Ambengan, Dusun Yeh Ketipat termasuk wilayah Desa Giitgit, dan Dusun Asah Panji termasuk wilayah Desa Panji. Sebelum Gunung Agung meletus tahun 1963 perkebunan masyarakat Desa Wanagiri merupakan kawasan hutan belantara, pada waktu itu penduduk Dusun Asah Panji kurang lebih 10 orang penghuni. Kesepuluh orang tersebut menemukan wilayah ini sebagai perkebunan kopi, sehingga untuk memudahkan urusan admiistrasi mereka membuka jalan setapak ke Desa Panji. Karena wilayah tersebut jumlah penduduknya semakan banyak dan pada saat pengurusan administrasi sangat sulit, ketiga dusun tersebut sepakat untuk membentuk Desa baru. Masing-masing Dusun mengajukan nama calon desa antara lain: Desa Warnasari, dengan pertimbangan bahwa yang mendiami desa ini adalah campuran (pendatang) dari berbagai daerah/kabupaten dan berbagai kasta yang berbeda. Desa Catursari, dengan pertimbangan bahwa yang mendiami desa ini adalah kasta yang berbeda seperti : Brahmana, Ksatria, Waisya dan sudra Desa Wanagiri dengan pertimbngan karena desa ini lokasinya di daerah pegunungan kawasan hutan belantara dengan pengertian "Wana" artinya hutan atau alas (Bahasa Bali) "Giri" artinya Gunung (bukit).  +
Desa Warnasari adalah desa yang berada di Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Wilayah Desa Warnasari terdiri dari 3 banjar diantaranya Banjar Warnasari Kelod, Banjar Warnasari Kaja, dan Banjar Pucaksari. Mayoritas penduduk Desa Warnasari bermata pencaharian sebagai petani dan peternak. Hasil pertanian yang banyak dijumpai di Desa Warnasari antara lain padi, kakao, kopi, dan palawija. Sedangkan peternakannya seperti sapi, babi, ayam, dan bebek. Desa Warnasari, memiliki beragam potensi seni dan budaya seperti baleganjur, tari tradisional (joged bumbung), kerajinan tangan (kerajinan lampu dari bambu) terakhir dekorasi. Serta memiliki potensi spiritual seperti tempat dan alat peninggalan sejarah. Pada tempat peninggalan sejarah khususnya pura berfungsi sebagai tempat persembahyangan seperti Pura Puseh, Pura Mrajapati, Pura Dalem serta Pura Kawitan. Sedangkan alat peninggalan sejarah yaitu keris, batu besar, tedung (payung besar), kain kasa dan arca lainnya.  +
Desa Baha terletak sekitar 5 km di sebelah utara Desa Mengwi. Terdapat rumah penduduk yang masih menggunakan arsitektur Bali kuno dengan menggunakan bahan tembok dari tanah liat (tanah popolan).  +
Desa Belok Sidan masuk dalam wilayah Kecamatan Petang dengan melewati desa Plaga melalui jembatan Tukad Bangkung. Desa Belok Sidan merupakan desa paling utara bagian timur wilayahKabupaten Badung yang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Bangli. Perkembangan Desa Wisata di desa ini berawal dari satu banjar yaitu Banjar Lawak atau Desa Lawak.  +
Desa Bongkasa Pertiwi berada di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung. Pada awalnya ketertarikan tersebut berawal dari potensi wisata yang dimiliki yaitu lembah sungai ayung dimanfaatkan oleh investor untuk wisata rafting. Sampai saat ini lebih dari 5 perusahaan rafting berlokasi di Sungai Ayung.  +
Desa Carang Sari terletak di Kecamatan Petang bagian Selatan, Kabupaten Badung bagian Utara. Desa Carang Sari sudah terkenal sebagai asal dari pahlawan nasional asal Bali I Gusti Ngurah Rai. Di ujung Utara desa tepatnya di kuburan setempat terdapat Monumen Perjuangan Rakyat Bali. Sebagai desa wisata, di Desa Carangsari terdapat aktivitas rafting/ arung jeram di Sungai Ayung dan atraksi wisata gajah.  +
Desa Kapal terletak di Kecamatan Mengwi di bagian tengah Kabupaten Badung yang dilintasi jalur jalan utama Denpasar - Tabanan. Desa Kapal merupakan desa yang banyak terdapat kerajinan terutama kerajinan yang terkait dengan pembangunan tempat ibadah maupun rumah tradisional, serta peralatan upacara Agama Hindu. Selain itu Desa Kapal memiliki Pura Kahyangan Jagat yang terkenal di Desa Kapal, Mengwi, Badung adalah Pura Sada. Terletak di daerah pemukiman di Banjar Pemebetan Desa Kapal, Mengwi, Badung.  +
Desa Kerta terletak di Kecamatan Petang.  +