Difference between revisions of "Literature Bali dalam kesetaraan"
From BASAbaliWiki
Line 4: | Line 4: | ||
{{Literature | {{Literature | ||
|Page Title id=Bali dalam kesetaraan | |Page Title id=Bali dalam kesetaraan | ||
+ | |Page Title en=Bali in equality | ||
|Page Title=Mih Aget vs Nah Kangguang | |Page Title=Mih Aget vs Nah Kangguang | ||
|Authors=Yuni Darmayanti_Mahasaba | |Authors=Yuni Darmayanti_Mahasaba | ||
Line 14: | Line 15: | ||
|Description text id=Mengapa ya banyak fenomena jika anak laki-laki yang lahir diucapkan selamat dan dianggap beruntung, tapi jika perempuan sering diucapkan "iya tidak mengapa". Realistis saja banyak yang menganggap perempuan berdudukan lebih rendah daripada laki-laki. Padahal apa bedanya? dalam agama perempuan dan laki-laki memiliki peran dan kedudukan yang sama. Dimana setiap "purusa dan pradana" berada dalam diri manusia dan penting dalam proses penciptaan. Perempuan juga memiliki triple roles, berumahtangga bisa, bekerja mencari nafkah bisa, apalagi aktif dengan warga sekitar. Mebraya, metanding, ngayah sudah hal lumrah yang dilakukan perempuan. Jika begitu, mengapa sering dikatakan anak laki-laki saja yang bisa melanjutkan keturunan, yang melahirkan juga perempuan bukan?Walaupun sistem di Bali menganut patriarki, masih ada yang namanya "nyentana". Pemahaman mengenai kesetaraan gender sudah sangat tepat diterapkan oleh seluruh masyarakat Bali. Perempuan masih bisa juga memimpin dan mengurus segala urusan dan pekerjaan yang banyak. Sudah saatnya budaya yang mengikuti berdasarkan agama bukan malah sebaliknya demi kesejahteraan bersama. Pesu peluh meli taluh, eda kadena aluh jadi anak luh. | |Description text id=Mengapa ya banyak fenomena jika anak laki-laki yang lahir diucapkan selamat dan dianggap beruntung, tapi jika perempuan sering diucapkan "iya tidak mengapa". Realistis saja banyak yang menganggap perempuan berdudukan lebih rendah daripada laki-laki. Padahal apa bedanya? dalam agama perempuan dan laki-laki memiliki peran dan kedudukan yang sama. Dimana setiap "purusa dan pradana" berada dalam diri manusia dan penting dalam proses penciptaan. Perempuan juga memiliki triple roles, berumahtangga bisa, bekerja mencari nafkah bisa, apalagi aktif dengan warga sekitar. Mebraya, metanding, ngayah sudah hal lumrah yang dilakukan perempuan. Jika begitu, mengapa sering dikatakan anak laki-laki saja yang bisa melanjutkan keturunan, yang melahirkan juga perempuan bukan?Walaupun sistem di Bali menganut patriarki, masih ada yang namanya "nyentana". Pemahaman mengenai kesetaraan gender sudah sangat tepat diterapkan oleh seluruh masyarakat Bali. Perempuan masih bisa juga memimpin dan mengurus segala urusan dan pekerjaan yang banyak. Sudah saatnya budaya yang mengikuti berdasarkan agama bukan malah sebaliknya demi kesejahteraan bersama. Pesu peluh meli taluh, eda kadena aluh jadi anak luh. | ||
|Topic=One Day In Bali | |Topic=One Day In Bali | ||
+ | |SummaryTopic=Bali in equality | ||
+ | |SummaryTopic id=Bali dalam kesetaraan | ||
|SummaryTopic ban=Luh muani patuh untuk Bali | |SummaryTopic ban=Luh muani patuh untuk Bali | ||
|Winner=Yes | |Winner=Yes |
Latest revision as of 17:29, 22 May 2023
Wikithon Winner
- Title (Other local language)
- Photograph by
- Author(s)
- Affiliation
- Mahasaba
- Reference for photograph
- https://images.app.goo.gl/pZRYi7on3BhsZ98J8
- Subject(s)
- Reference
- Related Places
- Event
- Related scholarly work
- Reference
- Competition
- Oneday
What do you think about Bali today?
Description
In English
In Balinese
In Indonesian
Enable comment auto-refresher