Dharma Pamaculan (Sri Tattwa)

From BASAbaliWiki
Pamaculan BASAbali Wiki.jpg
Title of Work
Dharma Pamaculan (Sri Tattwa)
Type
⧼IdentificationMap-Tattwa⧽
Photo Reference
trubus.id
Location
Credit
Mpu Kuturan
Reference
https://palmleaf.org/wiki/dharma-pamaculan-02
Background information


Add your comment
BASAbaliWiki welcomes all comments. If you do not want to be anonymous, register or log in. It is free.

Summary


In English

This lontar, also known as Sri Tattwa, contains ceremonial procedures related to rice and rice fields. Like tattwa lontars in general, this lontar does not have a specific writer's colophon.

There are various ceremonies that must be performed in the rice fields from plowing, planting rice to post-harvest. All of these ceremonies are aimed at obtaining the gift of Goddess Sri as the deity of grains. This lontar also explains various kinds of rice pests and the gods who control them. When rice is affected by a kind of pest, one must eradicate the pest and at the same time worship the ruling god.

This lontar also mentions monthly ceremonies with different ingredients and are addressed to different gods. There are ceremonies devoted to Lord Baruna, Lord Anantabhoga and Goddess Sri.

Not only explaining about elaborate offerings, this lontar also contains sacred mantras (spells) chanted during the ceremony. In some parts, it also mentions the amount of Uang Kepeng (Chinese traditional coins) that must be offered in certain ceremonies.

In this era, not all of the ceremonial sequences in Lontar Dharma Pamaculan are carried out because there has been a change in the harvest period from once a year to three or four times a year. Some of the ceremonial hints in this lontar seem irrelevant in modern times due to different types of rice and changes in the harvest period. What is stated in this lontar is the situation when Balinese people still planted Balinese rice, which had a longer planting and harvesting period.

In Balinese

In Indonesian

Lontar ini juga dikenal dengan nama Sri Tattwa, berisikan tata cara upacara yang berkaitan dengan sawah dan padi. Sebagaimana lontar tattwa pada umumnya, lontar ini tidak memiliki kolofon penulis.

Ada berbagai upacara yang harus dilakukan di sawah dari masa membajak, menanam padi hingga pascapanen. Semua upacara tersebut bertujuan untuk mendapatkan anugerah Dewi Sri sebagai penguasa padi-padian. Dalam lontar ini juga dijelaskan berbagai macam hama padi dan dewa yang menguasainya. Apabila padi terkena hama, seseorang harus membasmi hama itu dan juga memuja dewa penguasanya.

Dalam lontar ini juga disebutkan upacara-upacara yang dilakukan setiap bulan dengan bahan-bahan yang berbeda serta ditujukan kepada dewa-dewa yang berbeda. Ada upacara yang ditujukan untuk Dewa Baruna, Dewa Anantabhoga dan Dewi Sri.

Tak hanya menjelaskan tentang sesajen atau persembahan yang harus dilakukan, lontar ini juga memuat mantra-mantra sakral yang diucapkan ketika upacara. Dalam beberapa bagian disebutkan juga jumlah uang kepeng yang harus dipersembahkan dalam upacara tertentu.

Di zaman ini, tidak semua urutan upacara dalam Lontar Dharma Pamaculan ini dilakukan karena telah ada perubahan masa panen dari setahun sekali menjadi tiga-empat kali setahun. Beberapa petunjuk upacara dalam lontar ini agaknya sudah tidak relevan lagi pada zaman modern karena perbedaan jenis padi dan perubahan masa panen. Apa yang dinyatakan dalam lontar ini adalah situasi saat masyarakat Bali masih menanam padi Bali yang masa tanam dan panennya lebih panjang.

Text Excerpt


Bahasa Kawi/Kuno

[Sheet 1/1B] om awighnam astu. Iti sri watwa makadharma pamanluku, yan nuju sasiḥ, kasa, jesta, saddha, babantenya segehan nasi kepelan putiḥ, raka-raka woh-wohan, sekar putih, sawenya putih, pucuk putih, marep geneyan, kelod kangin, tateleb pangastawa ring sang hyang guru iswara. Yan nuju sasih kalima, kanem, kapitu, babantenya, segehan nasi kepelan kuning, hulam kuning taluh, ra [Sheet 2/2A] ka-raka, sekar kuning, sawen kuning, kayumas, marep wayabya, tateleb pangastawa ring sang hyang guru mahadewa. Yan nuju sasih karo, katiga, kapat, babantenya, segehan nasi kepelan barak, hulam holah-olahan, canang raka, sekar sarwwa barak, sawen barak, pucuk barak, marep geneyan, kelod kangin, tateleb pangastawa ring sang hyang gurubraha. Yan nuju sasih kawolu, kasanga, kadasa...

In English

Hopefully there will be no obstacles. This is the teaching of Goddess Sri as the obligation of the peasants. In the month of Kasa, Jyesta and Sada, the offerings are “segehan” and white rice balls, “raka-raka”, fruits, white flowers, white cakes, white hibiscus, facing southeast, praise Dewa Guru Iswara. In the month of Kalima, Kanem and Kapitu, the offerings are yellow rice balls, egg yolk, “raka-raka”, yellow flowers, yellow cake, kayumas banana, facing the northwest, praise the God of Mahadeva. In the month of Karo, Katiga, Kapat, the offerings are red rice balls, processed meat, “canang raka”, red flowers, red cakes, red hibiscus, facing southeast, praise Dewa Gurubraha. In the months of Kawolu, Kasanga, Kadasa ... [translated by expert]

In Balinese

In Indonesian

Semoga tidak ada alangan. Inilah ajaran Sri sebagai kewajiban para petani. Di bulan kasa, jyesta dan sada, persembahannya adalah segehan dan nasi kepal putih, raka-raka, buah-buahan, bunga putih, kuenya putih, bunga pucuk putih, menghadap tenggara, pujalah Dewa Guru Iswara. Di bulan Kalima, Kanem dan Kapitu, persembahannya segehan nasi kepal kuning, dagingnya kuning telur, raka-raka, bunga kuning, kue kuning, pisang mas, menghadap barat laut, pujalah Dewa Mahadewa. Di bulan Karo, Katiga, Kapat, persembahannya segehan nasi kepal merah, daging olahan, canang raka, bunga merah, kue merah, pucuk merah, menghadap tenggara, pujalah Dewa Gurubraha. Di bulan Kawolu, Kasanga, Kadasa... [diterjemahkan oleh ahli]

Index