Made Mantle Hood

Dari BASAbaliWiki
Lompat ke:navigasi, cari
Made Mantle Hood.jpg
Nama lengkap
Made Mantle Hood
Nama Pena
Photograph by
Made Mantle Hood
Link to Photograph
Website for biography
Related music
Tempat
Related Music
Related Books
Related Scholars Articles


Tambahkan komentar
BASAbaliWiki menerima segala komentar. Jika Anda tidak ingin menjadi seorang anonim, silakan daftar atau masuk log. Gratis.

Biodata


In English

Made Mantle Hood is professor of ethnomusicology, Chair of the Graduate Institute of Ethnomusicology and Director of the Asia-Pacific Music Research Centre at the Tainan National University of the Arts, Taiwan. He serves as Chair (2021-2025) of the ICTM PASEA study group. His previous posts were at Universiti Putra Malaysia (2012–2018), Melbourne University, Australia (2011–2012) and Monash University, Australia (2005–2011). His current research interests include ontologies of sounded movement, endangered forms of vocalisation, tuning systems as well as music and social justice. He is currently the lead researcher in the Taiwan Ministry of Science and Technology-funded project, Towards the Sustainability of Vocal Heritage in the Philippines, Malaysia and Indonesia (2019–2021). He is the author of Triguna: A Hindu-Balinese philosophy for gamelan gong gede music (2010) and co-editor of Music: Ethics and the community (2015).

In Balinese

In Indonesian

Made Mantle Hood adalah profesor etnomusikologi, Ketua Institut Pascasarjana Etnomusikologi dan Direktur Pusat Penelitian Musik Asia-Pasifik di Universitas Seni Nasional Tainan, Taiwan (TNNUA). Beliau menjabat sebagai Ketua (2021-2025) kelompok studi ICTM PASEA. Jabatan sebelumnya adalah di Universiti Putra Malaysia (2012–2018), Melbourne University, Australia (2011–2012) dan Monash University, Australia (2005–2011). Penelitiannya saat ini meliputi ontologi suara, vokalisasi yang terancam punah, sistem tuning/laras serta musik dan keadilan sosial. Saat ini ia adalah peneliti utama dalam proyek yang didanai Kementerian Sains dan Teknologi Taiwan, 'Towards the Sustainability of Vocal Heritage di Filipina, Malaysia, dan Indonesia' (2019–2021). Ia adalah penulis 'Triguna: A Hindu-Balinese Philosophy for Gamelan Gong Gede Music' (2010) dan co-editor Music: Ethics and the Community (2015).

Contoh karya

Hood.jpg
Sejumlah komoditas di wilayah pegunungan Bali di Indonesia masih memelihara perangkat orkestra kuno berupa gong dan metalofon berbahan perunggu yang disebut gamelan gong gede. Perangkat gamelan dimaksud telah dipelihara sebagai instrumen penting dari perkumpulan musik ritual lokal yang melindungi mereka dari arus perubahan lintas generasi. Sebaliknya, wilayah lainnya di Bali telah meninggalkan gong gede di awal abad ke-20 dan memilih gamelan moderen. Terpisah dari konteks ritual dataran tinggi, gong gede bertahan di wilayah pedalaman pegunungan Bali karena mereka tidak terpisahkan dari konteks ritual itu sendiri, yang menghasilkan keragaman musikal di ekosistem musik Bali secara lebih luas. Keberagaman ini juga sekaligus meminggirkan komunitas dari arus utama inovasi musik. Namun demikian, hal ini juga memberdayakan perkumpulan musik ritual dalam cakupan berbagai jejaring sosial yang lebih kompleks yang berperan penting dalam pelestarian orkestra antik dimaksud. Menggunakan ‘keragaman dalam struktur musikal’ sebagai sebuah kerangka analisis untuk membahas keberagaman musikal, artikel ini membahas bagaimana komunitas di dataran tinggi melindungi dna menjaga gong gede sebagai sebuah ‘tradisi hidup’ dengan menganalisa sejarahnya, konteks sosial, dan gaya bermusiknya untuk memahami hal apa yang menjaga tradisi lokal untuk larut dalam arus utama tren bermusik.
Nothing was added yet.