Difference between revisions of "Literature Transparansi Bantuan Covid-19: Untuk Siapa?"
From BASAbaliWiki
Line 12: | Line 12: | ||
|Description text id=Sektor penghidupan masyarakat di Bali nampak mati suri. Jalan-jalan yang dulu dipadati parkir kendaraan, toko-toko cendera mata, dan wisatawan yang berlalu-lalang, kini seperti tersapu ombak. Seiring dengan masa pandemi, banyak sektor usaha pariwisata maupun sektor ekonomi kecil milik masyarakat yang tutup, bahkan gulung tikar. Hal ini diperburuk lagi dengan penutupan berbagai bentuk usaha yang dianggap non-esensial selama masa PPKM sebagai akibat dari adanya lonjakan kasus COVID-19. Padahal, sektor yang dianggap non-esensial oleh pemerintah nyatanya merupakan ladang nafkah bagi perut-perut keluarga di rumah. Kini, banyak rumah tangga yang mulai merasa kewalahan dengan segala bentuk peraturan PPKM yang sejatinya berguna untuk menekan laju penyebaran COVID-19. Bantuan langsung tunai yang dijanjikan pemerintah hanya dinikmati sebagian kecil dari orang-orang yang tahu. Sedangkan yang tidak tahu, akan semakin mati dengan keadaan tersebut. Di awal pandemi, mungkin banyak anak muda dan pekerja pariwisata yang dirumahkan mencoba peruntungan dengan berjualan atau berbisnis online. Pada masanya, tren ini cukup sukses. Namun seiring waktu, daya beli masyarakat tidak bisa seluwes dulu seperti di awal pandemi. Sekarang, banyak hal yang mesti dipertaruhkan jika harus memulai usaha. Jika hanya mengandalkan uluran tangan pemerintah, kadang kita sebagai rakyat tidak bisa banyak berharap. Bantuan yang diberikan pemerintah pun terkadang tidak tepat sasaran. Alih-alih tersalurkan, praktik KKN dan kekeluargaan ketika pendataan masih menjadi penyakit yang belum sembuh di masyarakat. Lalu bagaimana? | |Description text id=Sektor penghidupan masyarakat di Bali nampak mati suri. Jalan-jalan yang dulu dipadati parkir kendaraan, toko-toko cendera mata, dan wisatawan yang berlalu-lalang, kini seperti tersapu ombak. Seiring dengan masa pandemi, banyak sektor usaha pariwisata maupun sektor ekonomi kecil milik masyarakat yang tutup, bahkan gulung tikar. Hal ini diperburuk lagi dengan penutupan berbagai bentuk usaha yang dianggap non-esensial selama masa PPKM sebagai akibat dari adanya lonjakan kasus COVID-19. Padahal, sektor yang dianggap non-esensial oleh pemerintah nyatanya merupakan ladang nafkah bagi perut-perut keluarga di rumah. Kini, banyak rumah tangga yang mulai merasa kewalahan dengan segala bentuk peraturan PPKM yang sejatinya berguna untuk menekan laju penyebaran COVID-19. Bantuan langsung tunai yang dijanjikan pemerintah hanya dinikmati sebagian kecil dari orang-orang yang tahu. Sedangkan yang tidak tahu, akan semakin mati dengan keadaan tersebut. Di awal pandemi, mungkin banyak anak muda dan pekerja pariwisata yang dirumahkan mencoba peruntungan dengan berjualan atau berbisnis online. Pada masanya, tren ini cukup sukses. Namun seiring waktu, daya beli masyarakat tidak bisa seluwes dulu seperti di awal pandemi. Sekarang, banyak hal yang mesti dipertaruhkan jika harus memulai usaha. Jika hanya mengandalkan uluran tangan pemerintah, kadang kita sebagai rakyat tidak bisa banyak berharap. Bantuan yang diberikan pemerintah pun terkadang tidak tepat sasaran. Alih-alih tersalurkan, praktik KKN dan kekeluargaan ketika pendataan masih menjadi penyakit yang belum sembuh di masyarakat. Lalu bagaimana? | ||
Dari sudut pandang saya sebagai generasi milenial, ada baiknya pemerintah daerah yang hendak memberikan sumbangan atau BLT menggandeng UMKM, warung, atau toko kelontong yang ada di tiap-tiap banjar untuk kemudian menyuplai atau memberi subsidi harga bahan makanan bagi masyarakat yang terdampak, yang tentunya disertai dengan survei terlebih dahulu. Survei yang dilakukan pun harus benar-benar tepat sasaran. Tiap-tiap KK yang terdaftar sebagai keluarga terdampak pandemi dapat secara bergiliran datang berbelanja ke toko yang ditunjuk atau diajak kerja sama dengan jeda waktu tertentu. Misalnya, dalam satu banjar ada 30 KK dengan warga terdampak sejumlah 12 KK. Dari 12 KK ini nantinya secara bergilir dengan hari yang berbeda dapat membeli kebutuhan pokok, seperti beras, sayur, dan telur dengan selang waktu belanja yang sudah ditetapkan, misalnya dua hari sekali. Adapun kebutuhan pokok tersebut sudah mendapatkan subsidi harga dengan jumlah pembelian bahan makanan yang telah ditetapkan. Subsidi yang didapat bisa berasal dari bantuan pemerintah ataupun dikumpulkan dari donasi warga yang mampu secara sukarela sebagai bentuk solidaritas antarwarga. Adapun pengumuman tentang adanya bantuan dari pemerintah juga harus adil dan jelas. Jangan sampai titel ‘warga pendatang’ dan ‘warga asli’ menjadi penyekat adanya diskriminasi perilaku dan batuan, karena keadaan pandemi ini dirasakan oleh semua pihak, bukan warga asli saja atau pendatang saja. Pun pemilahan penerima bansos juga harus jelas. Kriteria yang ditetapkan juga harus diumumkan secara transparan agar warga tidak salah persepsi sehingga setiap orang dapat bertahan di tengah beratnya hidup ini. | Dari sudut pandang saya sebagai generasi milenial, ada baiknya pemerintah daerah yang hendak memberikan sumbangan atau BLT menggandeng UMKM, warung, atau toko kelontong yang ada di tiap-tiap banjar untuk kemudian menyuplai atau memberi subsidi harga bahan makanan bagi masyarakat yang terdampak, yang tentunya disertai dengan survei terlebih dahulu. Survei yang dilakukan pun harus benar-benar tepat sasaran. Tiap-tiap KK yang terdaftar sebagai keluarga terdampak pandemi dapat secara bergiliran datang berbelanja ke toko yang ditunjuk atau diajak kerja sama dengan jeda waktu tertentu. Misalnya, dalam satu banjar ada 30 KK dengan warga terdampak sejumlah 12 KK. Dari 12 KK ini nantinya secara bergilir dengan hari yang berbeda dapat membeli kebutuhan pokok, seperti beras, sayur, dan telur dengan selang waktu belanja yang sudah ditetapkan, misalnya dua hari sekali. Adapun kebutuhan pokok tersebut sudah mendapatkan subsidi harga dengan jumlah pembelian bahan makanan yang telah ditetapkan. Subsidi yang didapat bisa berasal dari bantuan pemerintah ataupun dikumpulkan dari donasi warga yang mampu secara sukarela sebagai bentuk solidaritas antarwarga. Adapun pengumuman tentang adanya bantuan dari pemerintah juga harus adil dan jelas. Jangan sampai titel ‘warga pendatang’ dan ‘warga asli’ menjadi penyekat adanya diskriminasi perilaku dan batuan, karena keadaan pandemi ini dirasakan oleh semua pihak, bukan warga asli saja atau pendatang saja. Pun pemilahan penerima bansos juga harus jelas. Kriteria yang ditetapkan juga harus diumumkan secara transparan agar warga tidak salah persepsi sehingga setiap orang dapat bertahan di tengah beratnya hidup ini. | ||
+ | |Topic=Bali - Economy | ||
+ | |SummaryTopic=unclear assistance from the government | ||
+ | |SummaryTopic id=Bantuan yang tidak jelas dari pemerintah | ||
+ | |SummaryTopic ban=Wantuan sane kari nenten jelas saking pemerintah | ||
|Competition=opini | |Competition=opini | ||
}} | }} |
Enable comment auto-refresher
Hiimdinanta
Permalink |
Made.y
Permalink |
Taritayuana
Permalink |
Bayu pangestu aw
Permalink |