UPGRADE IN PROCESS - PLEASE COME BACK MID JUNE

Property:Description id

From BASAbaliWiki
Showing 20 pages using this property.
K
Pelepasan benih ikan di sungai Desa Siangan  +
Clean Up di Desa Siangan  +
Bank sampah sekolah  +
Ingin memperlihatkan cara lain menikmati karya tari, karya ini diciptakan khusus dalam Seni Photography. Menampilkan koreografi pose yang bercerita tentang COVID19 dalam teologi Hindu. Koreografi pose yang dimaksud adalah ilustrasi foto atau penggambaran hasil visualisasi dari suatu tulisan dengan teknik pengambilan fotografi yang menekankan hubungan objek foto dan tulisan yang dimaksud. Dalam teologi Hindu, tidak ada kebencian Hyang Widhi. Tidak ada kutuk. Yang ada adalah siklus. Siklus musim, siklus berbunga sampai berbuah, siklus yang membuat kehidupan dan semesta bergerak. Hyang Widhi mengatur semua siklus dan tatanan kosmik lewat kecerdasan di balik gerak alam semesta ini, disebut dengan rta. Rta adalah "kesadaran maha tinggi" yang mengatur detak jantung semesta, tarikan nafas manusia, hewan, fotosintesa tumbuhan, sampai munculnya virus dan segala jenis kuman yang hadir sebagai bagian dari kelengkapan alam semesta raya. Karya ini pertama kali dicetuskan oleh seniman tari akademik bernama Ni Km. Ayu Anantha Putri S.SN.,M.Sn yang sengaja mencipta karya tari yang dinikmati melalui kolase foto bercerita. Seorang yang berhasil merealisasikan karya ini ke dalam bentuk karya photography adalah seorang photografer akademik bernama Adhitya Pratama S.Tr.Sn, hasil jepretan foto yang tajam dan sepintas mirip lukisan memang sengaja dibuat untuk memberikan kesan lebih artistik dan mengutamakan ketajaman warna. Karya ini tidak hanya berisikan kolase foto yang bergerak namun juga diiringi oleh musik pengiring yang diciptakan langsung dengan seorang musisi akademik bernama Komang Srayamurtikanti S.Sn. Semoga karya ini mendapatkan apresiasi positif dari para pencinta seni pertunjukan dan mampu memberikan tontonan baru yang menghibur dan menginspirasi. Karya ini ditampilkan oleh 18 orang perempuan dengan latar belakang penari profesional. Karya ini langsung dibuat 1 hari saat proses pengambilan gambar saja. Tidak ada biaya kostum yg dikeluarkan, hanya menggunakan kain batik khas Indonesia, selendang batik dan selendang berwarna hitam yang sudah dimiliki masing masing penari. Lokasi shoot yaitu di Puri Lukisan Ubud, Gianyar, Bali. Tidak ada proses latihan, mengingat Covid19 sangat membatasi kegiatan masyarakat. Karya ini sudah dicetus 1 bulan sebelum proses pengambilan gambar. Para penari yang sudah mendukung karya ini telah menjalani proses karantina mandiri sejak akhir Maret hingga Juni 2020, sehingga kesehatan para penari sangat diutamakan.  
L
dokumentasi pada tanggal 13 september 2021 di SMA Negeri Bali Mandara,pada pembuatan saat itu kami masih dalam proses pembuatan alas dari lampu menggunakan sampah plastic dan kardus .  +
Puji-pujian kepada Dewi Laksmi dari Kitab Suci Rigweda Samhita, semoga Beliau memberikan karunia kesejahteraan dan kemakmuran.  +
Tari Legong Bapang Saba diciptakan pada tahun 30-an oleh I Gusti Ngurah Djelantik di Puri Saba, Desa Saba, Blahbatuh, Gianyar. Tarian ini mengisahkan tentang Dewi Supraba, gerakan-gerakan tarian ini begitu dinamis, cepat dan mengikuti tempo gamelan pengiringnya. Tarian ini biasanya ditarikan oleh dua orang penari atau lebih dengan berpasangan.  +
Tarian ini didasarkan pada kisah dua bersaudara, Raja – Subali dan Sugriwa, yang berubah menjadi kera. Keduanya hidup dalam damai hingga keduanya menginginkan ilmu hitam yang dibawa oleh Dewi Anjani. Ayah Dewi Anjani melemparkan sihir ini ke sungai yang mengubah manusia menjadi kera. Subali dan Sugriwa tidak menyadarinya melompat ke sungai dan menjelma menjadi kera. Tidak saling mengenal, mereka berkelahi. Tidak ada saudara yang memenangkan pertarungan tetapi akhirnya mereka saling mengenali dan diliputi kesedihan.  +
Legong ini merupakan karya tari baru yang mengambil esensi dari kembang ura yang terdapat pada tari Topeng Sidhakarya. Kembang ura ini adalah simbol kedermawanan dan simbol medana-dana (bersedekah). Makna dari kembang ura adalah kasih sayang pada seluruh semesta agar kesejahteraan dapat terus terjalin dan terjaga dengan baik, hal ini sama dengan Ida Dalem Sidhakarya yang memiliki kasih sayang tak terbatas pada umatnya.  +
Nama Legong berasal dari bahasa Bali, Leg (gerak yang luwes) dan gong (gamelan) yang menyatu menjadi Legong yang berarti gerak-gerak luwes yang diiringi gamelan. Tari Legong Keraton muncul sekitar awal abad ke-19 M. Tarian ini muncul dari ide seorang Raja Sukawati bernama I Dewa Agung Made Karna. Awalnya tarian ini bersifat sakral. Tarian ini hanya dipentaskan di pura untuk mengiringi upacara-upacara agama Hindu. Pada tahun 1928, Raja mengijinkan tarian ini dipentaskan di luar istana agar dapat dinikmati oleh rakyat. Pada tahun 1931 tarian ini mulai ditampilkan secara luas untuk mendukung pariwisata. Banyak hotel di Bali yang mementaskan tarian ini untuk menghibur wisatawan. Salah satu puri atau istana yang memiliki dan memelihara tari Legong Keraton adalah Puri Agung Peliatan. Puri ini dulunya sering mementaskan tari Legong Keraton pada acara-acara tertentu, seperti upacara agama Hindu. Sebuah pentasan Legong Keraton selalu membawa cerita sejarah. Salah satu cerita yang paling populer adalah Lasem yang menceritakan kisah percintaan Prabu Lasem kepada Putri Rankesari. Penari yang tampil pertama adalah Condong (emban) yang menggunakan kostum dominan warna merah. Kemudian disusul oleh dua penari Legong yang menggunakan kostum berwarna hijau. Dalam kisah Prabu Lasem yang diangkat dari cerita Panji/Malat, kedua Legong ini masing-masing memerankan Prabu Lasem dan Putri Langkesari. Tari Legong Keraton ditetapkan sebagai warisan budaya dunia non benda oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada tahun 2015. Tari Legong Keraton adalah salah satu dari sembilan tarian Bali yang mendapat penghargaan serupa disamping Tari Barong Ket, Tari Rejang, Tari Joged Bumbung, Drama Tari Wayang Wong, Drama Tari Gambuh, Topeng Sidha Karya, Tari Bari Upacara dan Tari Sang Hyang Dedari.  +
Tarian ini didasarkan pada kisah dua bersaudara, Raja – Subali dan Sugriwa, yang berubah menjadi kera. Sebelumnya Subali dan Sugriwa memiliki nama Arya Bang dan Arya Kuning serta seorang adik perempuan bernama Dewi Anjani. Suatu hari ayahnya memberikan gelang kepada masing-masing Arya Bang dan Arya Kuning serta cupu manik (sebuah cermin sakti yang bisa memperlihatkan masa lalu, masa kini dan masa depan) kepada Dewi Anjani. Mereka hidup dalam damai hingga keduanya menginginkan cupu manik yang dimiliki oleh Dewi Anjani. Keduanya memperebutkan cupu manik, dan merampas dengan paksa. Melihat kejadian tersebut ayahnya menjadi sangat marah kepada kedua putranya dan melemparkan cupu manik hingga ke dasar kolam. Akhirnya kedua putra tersebut berebut untuk menyelam dan mencari cupu manik tersebut hingga ke dasar kolam namun akhirnya gagal. Tapi apa yang terjadi, setelah mereka berdua keluar dari dasar kolam wajah kedua putranya tersebut berubah menjadi kera.  +
Legong Kuntul termasuk ke dalam jenis Legong nondramatic yang menggambarkan keanggunan dan keindahan burung bangau di tengah sawah. Gerakan-gerakannya indah dan klasik, mecoba mengimitasi gerakan burung bangau dan dibawakan dengan anggun oleh para penarinya.  +
Legong Kupu-Kupu Tarum adalah Sebuah tarian Legong dengan pakem asli dari Desa Bedulu yaitu jenis tarian klasik yang sudah berusia ratusan tahun. Tarian ini menggambarkan siklus kehidupan seekor kupu-kupu mulai dari kepompong hingga akhir hidupnya.  +
Tarian yang diciptakan oleh salah satu koreografer muda asal Ubud Gede Agus Krisna Dwipayana atau lebih akrab disapa Gede Krisna mengisahkan tentang perjalanan spiritual dari Rsi Markandeya ke tanah Bali.  +
Garapan ini diciptakan oleh koreografer I Nyoman Cerita dan komposer I Dewa Putu Berata di Sanggar Seni Çudamani. Pawisik sebuah isyarat yang dibisikkan semesta pada manusia tentang sesuatu yang telah, sedang atau akan terjadi. Pawisik memberi kesempatan pada manusia untuk memahami dan mengerti alam sekitarnya. Sebuah pengetahuan yang apabila mampu dipahami akan membuat manusia sadar bahwa dirinya hanya bagian kecil dari alam semesta. Bahwa segalanya terikat dan terjalin antara satu dan lainnya.  +
Legong Pelayon Peliatan merupakan tari legong klasik yang mencerminkan Dewa Siwa sebagai dewanya penari dengan karakter kuat, tegas tetapi ada sisi baik dan murah rati. Hal tersebut yang diwujudkan pada Legong Pelayon sehingga memiliki bagian gerakan aktif (enerjik) dan halus.  +
Tari Legong Raja Cina lahir dari sejarah panjang akulturasi antara budaya Bali dan budaya Cina.Tarian ini merupakan reaktualisasi cerita legendaris Perkawinan Raja Jayapangus dengan Putri Cina Kang Ching Wei yang kemudian dipersonifikasi sebagai Barong Landung dalam masyarakat Bali. Tari Legong Raja Cina ditampilkan dalam kolaborasi gerak tari Legong dengan gerak tari Barong Landung sebagai identitas budaya Cina. Kekhasan gerak tari Barong Landung dapat diidentifikasi sebagai penanda adanya gerak-gerak tari Cina dalam tari Legong.  +