'Kenapa Legong' JAPATWAN

From BASAbaliWiki
Revision as of 07:01, 15 July 2021 by Dewayu Putri (talk | contribs) (Created page with "{{PageSponsor}} {{Music |Type of Performance=Dance |Name of the Piece='Kenapa Legong' JAPATWAN |Photograph=79385616 3060193703995430 5364023864730845184 n.jpg |Photograph refe...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
79385616 3060193703995430 5364023864730845184 n.jpg
Type of Performance
Dance
Photo reference
Dokumentasi Dayu Arya Satyani
Genre
Tari Balih-Balihan
Composer
Ida Bagus Wayan Adnya Gentorang
Choreographer
Ida Ayu Wayan Arya Satyani Dayu Ani
Musicians, group or orchestra
  • Bumi Bajra
Singer(s)/Dancer(s) or troupe
  • Bumi Bajra
Place of origin
Denpasar
Instruments
Kendang Legong, Selonding,
Related Books
    Related Holidays


      Add your comment
      BASAbaliWiki welcomes all comments. If you do not want to be anonymous, register or log in. It is free.

      Videos

      Description


      In English

      Japatwan's 'Why Legong' dance is the work of an extraordinary Balinese female choreographer Ida Ayu Wayan Arya Satyani. This work was created as a manifestation of his admiration for the creation of the Legong dance, both for the complexity of the technique or for the timelessness of the Legong dance. Japatwan dance is also a way for Dayu Ani to contemplate the process of creation that she has gone through. As well as a way to objectify her dream to exploring the body. The extent to which body exploration can be carried out, how the body respects its body and soul, navigates emotion or responds to shackles, questions about tradition or modern, ignores male or female gender, because dancing is not about gender, but is soul. The soul that appears through the body, whether he is male or female, to bring out the true character.

      Japatwan was inspired by the Japatwan text geguritan which tells the adventures of Gagak Turas and Japatwan when following Ratnaningrat to Shiva Loka, Japatwan also describes the essence of literature in human life. Knowledge (jnana) that should be embodied in order to always meet good karma. The beginning of the story of the journey was the loss of Japatwan who was left by Ratnaningrat, his beloved wife "sakeng ngredani". Ratnaningrat is a grace from Dewa Indra who apparently was sent to test Japatwan's intelligence in carrying out his abilities and knowledge regarding "the entry and exit of the soul in the body, the path to kamoksan (liberation)".

      In a matter of seven days after the joyous period of marriage, Ratnaningrat returned to Indraloka, supposedly to ‘ngayah ngelegong’. In the gaguritan chant, and the nuances of palegongan drum music, hopefully this simple dance gets the beauty of the story that has been poured by the writers in gaguritan texts.

      In Balinese

      In Indonesian

      Tari ‘Kenapa Legong’ Japatwan adalah karya koreografer perempuan Bali yang begitu luar biasa Ida Ayu Wayan Arya Satyani. Karya ini diciptakan sebagai wujud kekagumannya pada penciptaan tari legong, baik pada kerumitan tekniknya atau pada kelanggengan yang ditawarkan oleh tarian legong yang kekal. Karya tari Japatwan sekaligus menjadi jalan Dayu Ani untuk bertanya kembali pada proses penciptaan yang telah dilalui. Sekaligus jalan untuk merealisasikan impian tentang jelajah tubuh. Sejauh mana penjelajahan tubuh dapat dilakukan, bagaimana tubuh menghormati jiwa dan raganya, mengarungi keharuan atau menyikapi belenggu, mempertanyakan tradisi ataukah modern, tak menilai gender laki-laki ataukah perempuan, karena menari itu bukan tentang gender, tapi dia adalah jiwa. Jiwa yang tampil melalui tubuh, entah dia lelaki, perempuan, untuk membawakan karakter yang sebenarnya.

      Japatwan terinspirasi dari geguritan teks Japatwan yang mengisahkan petualangan Gagak Turas dan Japatwan saat menyusul Ratnaningrat ke Siwa Loka, Japatwan pun menjabarkan hakekat sastra dalam kehidupan manusia. Pengetahuan (jnana) yang patut dibadankan agar senantiasa bertemu karma baik. Awal kisah perjalanan itu adalah rasa kehilangan Japatwan yang ditinggalkan oleh Ratnaningrat, istrinya tercinta "sakeng ngredani". Ratnaningrat adalah anugrah dari Dewa Indra yang rupanya diutus untuk menguji kepandaian Japatwan dalam melaksanakan kemampuan dan pengetahuannya mengenai “keluar masuknya jiwa dalam tubuh, jalan menuju kamoksan (pembebasan)”.

      Dalam hitungan tujuh hari setelah masa sukacita pernikahan, Ratnaningrat kembali ke Indraloka, konon untuk ngayah ngelegong. Dalam lantunan gaguritan, dan nuansa musik kendang palegongan, semoga tarian sederhana ini mendapat setetes keindahan dari kemahaindahan kisahnya yang telah dituangkan oleh para sastrawan dalam naskah-naskah gaguritan.

      In other local languages

      Audios

      Photos

      Articles