UPGRADE IN PROCESS - PLEASE COME BACK AT THE END OF MAY

Search by property

From BASAbaliWiki

This page provides a simple browsing interface for finding entities described by a property and a named value. Other available search interfaces include the page property search, and the ask query builder.

Search by property

A list of all pages that have property "Biography text id" with value "I Gusti Gde Raka adalah seorang politikus Indonesia asal Bali. Pada masa". Since there have been only a few results, also nearby values are displayed.

Showing below up to 25 results starting with #1.

View (previous 50 | next 50) (20 | 50 | 100 | 250 | 500)


    

List of results

  • Hendra Utay  + (Hendra Utay adalah aktor, penulis naskah, Hendra Utay adalah aktor, penulis naskah, sutradara, pelukis, yang lahir di Cimahi, Jawa Barat, 14 Oktober 1976. Ia menetap di Bali. Pernah bergabung dengan Sanggar Posti (1992–1997). Pengalaman di dunia akting dimulai di tahun 1993 dengan bermain di TVRI Denpasar. Juga bermain dalam pementasan Aum (1994), Peti Mati (1997), Dalam Dunia Diam (2000), Sembahyang Kamar Mandi (2000), Monolog Karyo (2001), kolaborasi dengan Commedian de Altre (2002) dari Italia di ARMA Ubud, Oedipus Sang Raja (2005), Racun Tembakau (2005) untuk Pesta Monolog di Taman Ismail Marzuki Jakarta, Kisah Cinta Dan Lain-Lain (2006), dan Eidipus Sang Raja (2006) kolaborasi kecak dan tari dengan sutradara William Maranda. Menjadi Sutradara dalam Tanah Air Mata (2003), sutradara dan penulis naskah film indie Hitam (2006), The Voice (2007), menyutradarai dan menulis naskah Lakon Di Layon (2008) dan Hong (2008), dan sebagainya. Aktif mengajar teater di beberapa sekolah di Bali.ngajar teater di beberapa sekolah di Bali.)
  • Parikrama Bulan Bahasa Bali 2022  + (Hi Bali! How are you? Just like running wHi Bali! How are you?</br></br>Just like running water, it doesn't feel time running fast, the new year 2022 has begun. May you always be blessed with good healt and prosperity.</br></br>Approximately two years Pandemic Covid-19 hit the world. There are lots of problems and the dynamics of the life we face lately. Not also a variety of efforts made to deal with this difficulty. However …</br></br>When the pandemic brings 'darkness', literature that can break it, the language that becomes oil, flows like water that always gives to anyone who needs. In connection with the analogy, the Bali Provincial Government, represented by the Bali Provincial Culture Office, again held a Bali language event 2022, which was held from February 1-28 2022.</br></br>The fourth Balinese month of this 2022 themed Danu Kerthi: Gitaning Toya Ening - Toya Pinaka Wit Guna Widya. That is, the month of Balinese as a symbol of journey of continuous flowing knowledge provides the truth, welfare, and virtue of the world. This event will be held hybrid. The term hybrid refers to the event carried out luring and online. There are various kinds of events such as seminars, workshops, festivals, performances, script exhibitions, and several competitions with millions of rupiah prizes!</br></br>Balinese residents, let's get ready to welcome the Balinese month's show 2022! Complete info about the schedule of the event and the Balinese Moon Competition 2022 can be accessed via Instagram social media (IG), Facebook (FB), and lynk.id/bulanbahasabali links.</br></br>Thank you.</br></br>IG : @bulanbahasabali2022</br>FB : Bulan Bahasa Bali 2022</br></br>#DanuKerthi</br>#GitaningToyaEning</br>#BulanBahasaBali2022hi #GitaningToyaEning #BulanBahasaBali2022)
  • Pemilu 2024: Bali Sejahtera lan Lestari - Nuju Solusi Terbaik antuk Tantangan Lingkungan lan Pariwisata  + (Hormat kepada seluruh hadirin yang saya ciHormat kepada seluruh hadirin yang saya cintai, pada momen yang begitu krusial ini, mari kita refleksikan bersama mengenai tantangan besar yang dihadapi oleh Pulau Dewata, Bali, dan bagaimana calon pemimpin dalam Pemilu 2024 dapat memberikan solusi terbaik untuk masalah yang paling mendesak.</br></br>Pertama-tama, ketahanan lingkungan menjadi salah satu isu yang membutuhkan perhatian serius. Pulau Bali, dengan keindahan alamnya yang mempesona, saat ini dihadapkan pada tekanan besar akibat perubahan iklim dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan. Calon pemimpin Bali perlu merancang kebijakan yang proaktif untuk melindungi keanekaragaman hayati, menjaga keseimbangan ekosistem, serta memitigasi dampak perubahan iklim yang semakin terasa. Langkah-langkah konkret, seperti peningkatan pengelolaan sampah, pelestarian hutan, dan pengembangan energi terbarukan, menjadi krusial demi menjaga keberlanjutan lingkungan Bali. Tak kalah pentingnya, sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung perekonomian Bali mengalami tantangan serius akibat pandemi global. Calon pemimpin harus menghadirkan strategi pemulihan yang efektif, termasuk diversifikasi sektor pariwisata, peningkatan kualitas layanan, dan promosi destinasi pariwisata yang baru. </br></br>Dalam melangkah menuju Pemilu 2024, mari bersama-sama memilih calon pemimpin yang memiliki visi jelas, komitmen nyata terhadap pelestarian lingkungan, strategi pemulihan ekonomi yang berkelanjutan, dan perhatian penuh terhadap pendidikan. Dengan langkah-langkah yang tepat, kita dapat memastikan bahwa Bali tetap menjadi surga yang indah, sejahtera, dan lestari bagi generasi mendatang. Terima kasih.ari bagi generasi mendatang. Terima kasih.)
  • Ngukuhang Kawéntenan Segara Bali  + (Hormat para hadirin, Saat kita berpanoramHormat para hadirin,</br></br>Saat kita berpanorama indah di pesisir Bali, kecantikan alamnya seringkali disamarkan oleh masalah yang mendalam, ya sampah di laut. Sungguh ironis, sumber kehidupan yang memberikan keindahan ini kini terancam oleh limbah plastik dan sampah laut lainnya.</br></br>Setiap gelombang yang membelai pantai membawa cerita sedih tentang ketidakpedulian kita terhadap lingkungan. Plastik yang terapung di permukaan laut bukan hanya mengancam keberagaman hayati bawah laut, tetapi juga menyusup ke rantai makanan kita. Bali, sebagai destinasi pariwisata unggulan, memanggil kita untuk bersatu melawan pencemaran laut ini.</br></br>Tak bisa lagi kita biarkan laut Bali menjadi kuburan sampah yang terus bertambah. Diperlukan tindakan kolektif, perubahan perilaku, dan kesadaran akan dampak buruk yang kita timbulkan. Mari bersama-sama menjaga kelestarian laut Bali, memulai dari langkah sederhana seperti mengurangi penggunaan plastik dan mendukung kampanye pembersihan pantai.</br></br>Melalui perubahan sikap dan aksi nyata, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan bagi anak cucu kita. Jangan biarkan keabadian indahnya terhapus oleh gelombang sampah. Bersama, kita adalah penjaga kehidupan laut Bali. Terima kasih.penjaga kehidupan laut Bali. Terima kasih.)
  • Nitenin Kasutreptian Jagat Bali  + (Hormat yang terhormat, Saudara-saudara yaHormat yang terhormat,</br></br>Saudara-saudara yang terhormat, para pemuda yang bersemangat,</br></br>Saya berdiri di hadapan Anda hari ini dengan rasa bangga dan harapan yang tinggi. Kita semua tahu bahwa Bali adalah salah satu destinasi wisata terkenal di dunia. Pulau ini tidak hanya dikenal karena keindahan alamnya yang menakjubkan, tetapi juga karena keramahan dan keamanan yang ditawarkan kepada para wisatawan.</br></br>Namun, keamanan adalah tanggung jawab bersama. Dan di sinilah peran penting pemuda sebagai ujung tombak keamanan Bali muncul. Pemuda adalah harapan dan masa depan bangsa. Pemuda adalah kekuatan yang dapat membawa perubahan positif dalam masyarakat.</br></br>Sebagai pemuda, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga keamanan dan ketertiban di Bali. Kita harus menyadari bahwa keamanan adalah fondasi bagi pertumbuhan dan perkembangan pariwisata di pulau ini. Jika wisatawan merasa aman dan nyaman, mereka akan kembali dan merekomendasikan Bali kepada orang lain. Ini akan berdampak positif pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Bali.</br></br>Namun, menjadi ujung tombak keamanan bukanlah tugas yang mudah. Ini membutuhkan kesadaran, kedisiplinan, dan kerja sama dari setiap pemuda di Bali. Pertama-tama, kita harus menghormati hukum dan peraturan yang berlaku. Kita harus menjadi contoh yang baik bagi orang lain dengan mengikuti aturan lalu lintas, menjaga kebersihan lingkungan, dan menghormati adat dan budaya Bali.</br></br>Selain itu, kita juga harus menjadi mata dan telinga yang waspada. Jika kita melihat atau mendengar sesuatu yang mencurigakan, kita harus segera melaporkannya kepada pihak berwenang. Kita tidak boleh menjadi penonton bisu dalam menghadapi tindakan kriminal atau ancaman terhadap keamanan. Kita harus berani dan bertindak untuk melindungi Bali dan semua yang ada di dalamnya.</br></br>Selain itu, sebagai pemuda, kita juga harus berperan aktif dalam mengedukasi dan membimbing sesama pemuda. Kita harus mengajarkan nilai-nilai kebaikan, toleransi, dan kerukunan kepada generasi muda. Dengan cara ini, kita dapat mencegah terjadinya konflik dan membangun masyarakat yang harmonis.</br></br>Saudara-saudara yang terhormat,</br></br>Pemuda sebagai ujung tombak keamanan Bali memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keamanan dan keberlanjutan pulau ini. Kita harus bersatu, bekerja sama, dan saling mendukung dalam upaya ini. Mari kita jadikan Bali sebagai contoh bagi daerah lain dalam hal keamanan dan keberlanjutan pariwisata.</br></br>Saya percaya bahwa dengan semangat, dedikasi, dan kerja keras kita sebagai pemuda, kita dapat menjadikan Bali sebagai destinasi wisata yang aman, indah, dan lestari. Mari kita jaga keamanan Bali, bukan hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk masa depan generasi mendatang.</br></br>Terima kasih, dan semoga Bali tetap aman dan sejahtera!</br></br>Salam hormat,</br>Ni kadek Sri Devi Krisna RaiSalam hormat, Ni kadek Sri Devi Krisna Rai)
  • IDK Raka Kusuma  + (I Dewa Nyoman Raka Kusuma atau yang seringI Dewa Nyoman Raka Kusuma atau yang sering dikenal dengan nama IDK Raka Kusuma di dalam karangannya, lahir di Getakan Klungkung, 21 November 1957. IDK Raka Kusuma sudah memiliki kegemaran mengarang karya sastra sejak mengawali menjadi guru di sekolah dasar. Ia adalah salah satu pengarang senior sastra Bali modern. Ia menuliskan berbagai macam puisi berbahasa Bali, cerita pendek, esai berbahasa Bali, serta novelet berbahasa Bali. Selain itu, ia juga menulis puisi, cerpen dan esai berbahasa Indonesia. Karangan-karangannya yang berbahasa Bali dimuat pada Bali Orti (Bali Post), Mediaswari (Pos Bali), Bali Aga, Jurnal Kawi, serta Canang Sari. Karangan-karangannya yang berbahasa Indonesia dimuat pada Bali Post, Nusa Tenggara, Karya Bakti, Warta Bali, Nafiri, Warta Hindu Dharma, Minggu Pagi, Kedaulatan Rakyat, Mimbar Indonesia, Suara Nusa, Pikiran Rakyat, Suara Karya, Sinar Harapan, Berita Buana, Republika, Singgalang, Analisa, Cak, Kolong serta Romansa. Dalam upaya mengarang sajak berbahasa Indonesia ia belajar dari Umbu Landu Paranggi, dan mengarang cerita dipelajari dari Putu Arya Tirtawirya. </br>Karangan-karangannya yang sudah dicetak menjadi buku adalah sebagai berikut:</br>Kidung I Lontar Rograg ( Prosa Liris Bahasa Bali, 1991, 2001),</br>I Balar (2006),</br>Ngambar Bulan (Cerita Pendek, 2006),</br>Sang Lelana (Prosa Liris, 2010),</br>Rasti (Novelet, 2010), </br>Bégal (Cerita Pendek, 2012),</br>Ngantih Bulan (Puisi, 2013), </br>Batan Moning (Puisi, 2014). </br>Pada tahun 2002 ia mendapatkan penghargaan Sastra Rancage karena jasanya dalam pengembangan sastra Bali melalui media majalah Buratwangi dan pada 2011 dengan karangannya yang berjudul “Sang Lelana”. Ia juga mendanpatkan penghargaan Widya Petaka dari Gubernur Bali tahun 2012 dengan karangannya yang berjudul “Bégal”. Bersinergi dengan pengarang yang berasal dari Karangasem, ia membangun sanggar yang bernama Sanggar Buratwangi, dan menjadi salah satu pengelola pada sanggar tersebut. Sekarang ini ia tinggal di BTN Kecicang Amlapura dan sehari-hari bekerja sebagai guru di SD Saraswati Amlapura.rja sebagai guru di SD Saraswati Amlapura.)
  • I Dewa Nyoman Sarjana  + (I Dewa Nyoman Sarjana lahir tahun 1964. DiI Dewa Nyoman Sarjana lahir tahun 1964. Dia adalah seorang guru SMP dan gemar menulis artikel, cerpen, puisi, baik dalam bahasa Bali maupun bahasa Indonesia. Dia kerap menggunakan nama pena DN Sarjana dalam tulisannya. Tulisan-tulisannya dimuat di Bali Post, Nusa, Denpost, dll. Dia telah menerbitkan beberapa buku, antara lain antologi puisi “Perempuan Berpayung Hitam”, kumpulan cerpen “Penari”, antologi puisi berbahasa Bali berjudul “Kunang-Kunang”. Dia termasuk guru yang berprestasi dan meraih penghargaan Juara I Kepala Sekolah SMP tingkat Kabupaten Tabanan dan Provinsi Bali (2010). Juara I Kepala Sekolah SMP tingkat nasional (2010). Dia juga meraih penghargaan “Widya Kusuma” dari Gubernur Bali (2012). “Widya Kusuma” dari Gubernur Bali (2012).)
  • I Dewa Putu Mokoh  + (I Dewa Putu Mokoh adalah anak pertama dariI Dewa Putu Mokoh adalah anak pertama dari enam bersaudara. Dia dilahirkan di Pengosekan, Ubud, 1936. Ayahnya, Dewa Rai Batuan, adalah seorang undagi (arsitek tradisional Bali) dan penabuh gamelan yang terkenal. Ibunya, Gusti Niang Rai, adalah ahli pembuat lamak (hiasan untuk sesajen). Mokoh hanya sempat mengenyam pendidikan selama tiga tahun di Sekolah Rakyat (SR), setingkat SD sekarang. </br></br>Mokoh mulai belajar menggambar sekitar umur 15 tahun. Namun, keinginannya menjadi pelukis telah mengusik hatinya sejak kanak-kanak. Sayangnya, sang ayah sangat keras menentang keinginan Mokoh menjadi pelukis. Ayahnya ingin Mokoh menggarap sawah, mengembalakan bebek dan sapi. Bagi ayahnya, melukis hanya membuang-buang waktu dan tidak menghasilkan uang.</br></br>Mokoh remaja tidak kehabisan akal. Di tengah kesibukan menggarap sawah, dia sering mencuri-curi waktu untuk bermain ke rumah pamannya, I Gusti Ketut Kobot dan I Gusti Made Baret. Dia senang memerhatikan dan mengagumi Kobot dan Baret ketika sedang melukis. Dari Kobot dan Baret pula Mokoh banyak belajar melukis dengan teknik tradisional, seperti nyeket, ngabur, ngasir, nyigar, ngontur, dan sebagainya. </br></br>Mokoh kemudian bertemu Rudolf Bonnet (1895-1978), pelukis Belanda yang menetap di Ubud sejak 1929. Bonnet adalah salah seorang penggagas dan pendiri Pita Maha (1936) dan Golongan Pelukis Ubud (1951). Kepada Bonnet, Mokoh rajin menunjukkan gambar atau lukisan yang dipelajarinya dari Kobot dan Baret. </br></br>Bonnet kemudian mengajari Mokoh prinsip-prinsip seni lukis modern. Antara lain teknik pengenalan warna, mencampur warna, komposisi, penggalian kreativitas, dan prinsip kebebasan dalam melukis. Bonnet selalu menyarankan agar Mokoh mencari kreasi sendiri, tidak mengikuti jejak Kobot dan Baret yang berkutat pada tema-tema tradisional. </br></br>Mokoh mengalami pencerahan. Kepercayaan dirinya semakin tumbuh. Dia mulai menyadari, lukisan yang bagus tidak harus bertema Ramayana dan Mahabarata dengan komposisi rumit memenuhi bidang gambar. Mokoh menilai, terkadang lukisan seperti itu dipakai untuk menyamarkan ketidakbecusan pelukisnya dalam mengggarap bidang gambar. </br></br>Bagi Mokoh, lukisan yang bagus juga bisa digali dari objek-objek di sekitar pelukisnya, atau dibuat berdasarkan fantasi dan imajinasi, dengan teknik pewarnaan dan pengolahan bidang gambar secara sederhana. Seorang pelukis harus berani melukis dengan gaya dan objek yang berbeda, harus berani menggali berbagai kemungkinan baru.</br></br>Seiring perjalanan waktu, tematik lukisan Mokoh menjadi sangat beragam. Dia melukis tentang kehidupan sehari-hari, flora dan fauna, cerita rakyat, dunia anak-anak, fantasi, erotika, atau hal-hal sederhana yang mengusik perhatiannya.</br></br>Dalam konteks seni rupa di Bali, Mokoh adalah sosok anomali. Dengan belajar pada Kobot dan Baret, dia sesungguhnya dilahirkan dari ranah seni lukis tradisional. Namun, petuah-petuah Bonnet dan persahabatannya dengan Mondo, membuka wawasannya untuk lebih mengembangkan diri dalam pemikiran seni rupa modern. </br></br>Karakter personal sangat kuat muncul pada lukisan-lukisan Mokoh yang seringkali dianggap nyeleneh. Dia tidak tertarik melukis hal-hal dekoratif yang biasa muncul dalam seni lukis tradisional. Namun, dengan sapuan-sapuan lembut, dia langsung menukik pada pokok persoalan (subject matter) yang disampaikannya lewat narasi-narasi yang jenaka, polos, dan seringkali mengejutkan. </br></br>Mokoh telah melakukan terobosan baru pada gaya seni lukis Pengosekan atau seni lukis tradisional yang cenderung mapan dan terpola. Dengan kemampuan menggunakan teknik seni lukis tradisional, dia mengolah gagasan dan tematik yang modern atau bahkan kontemporer pada bidang-bidang kanvasnya. Namun, jejak teknik seni lukis tradisional seringkali tidak terlihat pada lukisan-lukisannya. Mokoh adalah seorang inovator, pembaharu, sekaligus pendobrak gaya seni lukis Pengosekan. </br></br>Selain di dalam negeri, lukisan-lukisan Mokoh banyak tampil dalam pameran bersama di luar negeri, antara lain di Amerika, Australia, Denmark, Finlandia, Belanda, Jerman, Italia, Venesia. Pada 1995, lukisan-lukisan Mokoh dipamerkan secara tunggal di Fukoaka Art Museum, Jepang.ara tunggal di Fukoaka Art Museum, Jepang.)
  • I Gde Agus Darma Putra  + (I Gde Agus Darma Putra, lahir di Selat TenI Gde Agus Darma Putra, lahir di Selat Tengah, Bangli, Bali, 2 Agustus 1991. Dia menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 di Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pernah bekerja sebagai guru dan dosen. Dia terlibat aktif dalam Yayasan IBM Dharma Palguna yang bergerak di bidang pemeliharaan, penerjemahan, serta penelitian sastra Jawa Kuna, Bali, dan Lombok. Dia juga aktif dalam Bangli Sastra Komala yang bergerak di bidang Sastra Bali modern. Tulisan-tulisannya berupa puisi, esai, artikel dimuat di beberapa media massa, seperti tatkala.co, Bali Post, dll. Sebuah puisinya juga terangkum dalam antologi “Tutur Batur” (2019).ngkum dalam antologi “Tutur Batur” (2019).)
  • I Gede Ardhika  + (I Gede Ardhika lahir di Singaraja, Bali, 1I Gede Ardhika lahir di Singaraja, Bali, 15 Februari 1945. Ia adalah Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia pada Kabinet Gotong Royong (2001-2004). Ia adalah almamater STIA LAN, Bandung. Sebelum menjadi menteri, ia pernah bekerja sebagai Direktur Akademik Perhotelan dan Pariwisata Sahid (1988-1991), Sekretaris Ditjen Pariwisata (1996-1998), Dirjen Pariwisata, Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya (1998-2000), Wakil Ketua Badan Pengembangan Pariwisata dan Kesenian (2000). Ia pernah mendapatkan Penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana dari Pemerintah Indonesia. Ia meninggal di Bandung, 20 Februari 2021.Ia meninggal di Bandung, 20 Februari 2021.)
  • I Gede Ari Astina  + (I Gede Ari Astina alias Jerinx adalah seorI Gede Ari Astina alias Jerinx adalah seorang musisi dan aktivis terkait isu sosial dan lingkungan. Dia lahir di Kuta, 10 Februari 1977. Dia adalah drummer grup musik “Superman is Dead” (SID) yang berdiri sejak 1995. Band beraliran rock ini telah menelorkan tujuh album, antara lain “Angels and the Outsiders” (2010) yang membuat SID diundang dalam “Warped Tour Festival” untuk melaksanakan konser di beberapa kota di Amerika Serikat. SID merupakan satu-satunya band Indonesia dan band kedua di Asia yang pernah tampil di festival tersebut. Lagu-lagu popular dari SID, antara lain “Sunset di Tanah Anarki” (2013), “Jadilah Legenda” (2013). Tidak hanya aktif dalam dunia musik, Jerinx juga menaruh perhatiannya pada isu lingkungan hidup dan sosial. Pada tahun 2015 silam, dia pernah mendatangi Presiden Jokowi untuk berdiskusi terkait kebijakan reklamasi di Tanjung Benoa, Bali. Selain itu, Jerinx juga merupakan seorang pengusaha sukses dan brand ambassador dari beberapa brand streetwear.ambassador dari beberapa brand streetwear.)
  • I Gede Aries Pidrawan  + (I Gede Aries Pidrawan adalah seorang guru I Gede Aries Pidrawan adalah seorang guru dan sastrawan kelahiran Pidpid, Karangasem, 2 April 1987. Dia menjadi guru di SMA PGRI 1 Amlapura. Dia menulis sastra dalam bahasa Bali dan Indonesia. Buku-bukunya yang telah terbit adalah “Sang Guru” (kumpulan karya bersama terbit 2020), “Nyujuh Langit Duur Bukit” (karya bersama, Pustaka Ekspresi, 2019), “Perempuan Pemuja Batu” (antologi cerpen, Mahima, 2019), “Ulat Bulu di Rahim Ibu” (antologi cerpen, Mahima, 2019), “Gerubug” (cerita anak, Balai Bahasa Bali, 2018), “Bidadari Telaga Emas” (cerita anak, Balai Bahasa Bali, 2017). Dia juga sering menjuarai lomba penulisan sastra.a sering menjuarai lomba penulisan sastra.)
  • I Gedé Putra Ariawan  + (I Gedé Putra Ariawan lahir di Désa Banjar I Gedé Putra Ariawan lahir di Désa Banjar Anyar Kediri, Tabanan, tanggal 16 Juni 1988. Dia menyelesaikan studi S1 di Undiksha, Singaraja Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tahun 2010 dan tahun 2014 menyelesaikan S2 di Pascasarjana Undiksha. Sekarang dia bekerja sebagai guru Bahasa Indonésia di SMAN 1 Kediri.</br></br>Karya-karyanya yang berupa cerita pendek, opini pendek, artikel dan puisi dimuat di Bali Orti (Bali Post), Média Swari (Pos Bali), Majalah Éksprési, dan Majalah Satua. Dia sudah mengeluarkan buku berupa kumpulan cerita pendek yang berjudul “Ngurug Pasih” tahun 2014 dan mendapatkan hadiah Sastra Rancagé 2015. Pada 30 Januari 2016 ia menjadi pembicara di acara Sandyakala #49 yang diadakan Bentara Budaya Bali.ala #49 yang diadakan Bentara Budaya Bali.)
  • I Gede Robi Supriyanto  + (I Gede Robi Supriyanto adalah seorang musiI Gede Robi Supriyanto adalah seorang musisi dan penyanyi kelahiran Palu, Sulawesi Tengah, 7 April 1979. Dia adalah salah satu pendiri grup band Navicula. Selain penyanyi dan musisi, Robi juga dikenal sebagai aktivis sosial dan lingkungan. Dia adalah salah satu pendukung gerakan Tolak Reklamasi Teluk Benoa. Dia juga mengisi waktunya dengan menekuni pertanian organik. Robi mewakili Indonesia dalam Asia 21 Young Leader yang diselenggarakan Asia Society pada tahun 2016 untuk membahas aktivitasnya di bidang pertanian organik. Album-album lagu yang telah lahir bersama grup band Navicula, antara lain Self Potrait (1999), Alkemis (2005), Beautiful Rebel (2007), Love Bomb (2013), Tatap Muka (2015).007), Love Bomb (2013), Tatap Muka (2015).)
  • I Gede Robi Supriyanto  + (I Gede Robi Supriyanto lahir di Palu, SulaI Gede Robi Supriyanto lahir di Palu, Sulawesi Tengah, 7 April 1979. Ia adalah musisi, aktivis sosial dan lingkungan, dan petani organik. Ia merupakan vokalis sekaligus salah satu pendiri grup musik Navicula. Robi pernah mewakili Indonesia dalam ajang Asia 21 Young Leader yang diselenggarakan oleh Asia Society pada tahun 2016 untuk membahas aktivitasnya di bidang pertanian organik. Dalam bidang musik, ia meluncurkan beberapa singel, antara lain Kisah Secangkir Kopi (2014), Freedom Skies (2014), Kids (2016), Metamorfosa Kata (2016), Open Road (2018), Biarlah Terjadi (2018), Wujud Cinta (2021).iarlah Terjadi (2018), Wujud Cinta (2021).)
  • I Gusti Agung Rai Kusuma Yudha  + (I Gusti Agung Rai Kusuma Yudha alias Ade RI Gusti Agung Rai Kusuma Yudha alias Ade Rai, lahir 6 Mei 1971. Ia lulusan FISIP Universitas Indonesia, Jurusan Hubungan Internasional. Ia adalah seorang binaragawan Indonesia, berprestasi nasional dan internasional. </br></br>Sebagai binaragawan, pada 1994 ia meraih juara nasional untuk pertama kalinya di kelas berat. Gelar juara di kelas ini secara konsisten dipertahankannya hingga tahun 2007. Tahun 1995 ia meraih prestasi internasional pertamanya, yakni Mr. Asia. Tahun 1996, ia mengikuti kejuaraan dunia drug-free paling bergengsi waktu itu, Musclemania World, dan ia berhasil juara umum. Tahun 1997 ia mengikuti SEA Games dan meraih juara pertama serta menyumbangkan medali emas untuk Indonesia. Tahun 1998 ia kembali mewakili Indonesia ke ajang Mr. Asia Pro/Am Classic dan meraih gelar juara di sana. Tahun 2000 ia terakhir bertanding di ajang binaraga internasional. Dua gelar Juara Dunia, Superbody Professional dan Musclemania Professional, diraih pada tahun yang sama.</br></br>Selain binaraga, Ade Rai juga mempelajari karate sejak tahun 2000. Ia merupakan DAN II Kyokushin Karate. Ia memperoleh penghargaan Kyokushin Karate Indonesia Award tahun 2002. Ia pernah menampilkan jurus-jurus Kyokushin yang dipadukan dengan silat pada Kyokushin International Tournament 2011 di Istora Senayan Jakarta.</br></br>Setelah pensiun sebagai atlet, Ade Rai aktif di dunia bisnis dengan membuka waralaba gym, penjualan produk suplemen dan institusi program pelatihan sertifikasi untuk para profesional di bidang fitness. Ia juga aktif mengkampanyekan gaya hidup sehat melalui fitness dengan menerbitkan buku dan majalah serta berbagai talkshow di radio dan televisi. Selain itu, ia pernah menjadi sampul novel “King Of The Sun Majapahit” (2012) karya Damien Dematra; ia digambarkan sebagai Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit. Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit.)
  • I Gusti Ayu Agung Mas Triadnyani  + (I Gusti Ayu Agung Mas Triadnyani, lahir diI Gusti Ayu Agung Mas Triadnyani, lahir di Jakarta, 2 Desember 1967. Ia adalah penyair yang juga dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Meraih gelar magister dan doktor bidang Ilmu Sastra di Universitas Indonesia (UI). Selain menulis puisi, ia juga melakukan kajian tentang sastra modern, seperti Perempuan Bali di Mata Oka Rusmini: Telaah Terhadap Karya-Karya Kreatifnya (Penelitian Kajian Wanita, 2008) dan Kolaborasi Budaya Masyarakat Tradisional dengan Budaya Modern dalam Drama Tuyul Anakku karya W.S.Rendra (Penelitian Prodi Sastra Indonesia, 2012). Kerap diundang sebagai juri berbagai event sastra, seperti Juri Duta Bahasa Provinsi Bali, serta berbagai perlombaan menulis. Bukunya yang telah terbit, antara lain “Book Mencari Pura” (2011), “Book Aku Lihat Bali” (2015).ura” (2011), “Book Aku Lihat Bali” (2015).)
  • I Gusti Ayu Bintang Darmawati  + (I Gusti Ayu Bintang Darmawati atau biasa dI Gusti Ayu Bintang Darmawati atau biasa disapa Bintang Puspayoga, lahir di Denpasar, 24 November 1968. Ia adalah Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia pada Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Ia adalah perempuan Bali pertama yang terpilih sebagai menteri.</br></br>Ia menempuh pendidikan sekolah menengah atasnya di SMAN 3 Denpasar. Kemudian ia melanjutkan kuliah di Universitas Ngurah Rai, Denpasar. Ia memperoleh gelar S-2 Kajian Budaya di Universitas Udayana, Denpasar.</br> </br>Sebelum menjadi menteri, ia mengawali karir dengan mengikuti ajang Puteri Indonesia 1992 mewakili provinsi Bali dan berhasil meraih Juara Harapan 2. Ia juga dikenal sebagai atlet tenis meja. Ia pernah menjuarai Kejuaraan Tenis Meja PB Perwosi Oktober 2010 di GOR Sumantri Brojonegoro, Jakarta. Ia diangkat menjadi Ketua Umum Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PTMSI) Provinsi Bali periode 2010-2014. Ia juga merintis kejuaraan tenis meja antar PKK banjar se-Kota Denpasar pada 2002.tar PKK banjar se-Kota Denpasar pada 2002.)
  • I Gusti Ayu Diah Yuniti  + (I Gusti Ayu Diah Yuniti adalah seorang dokI Gusti Ayu Diah Yuniti adalah seorang doktor dan dosen Biologi Molekuler di Fakultas Pertanian Universitas Mahasaraswati, Bali. Studi doktoralnya diperoleh dari Program Doktor Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Bali Indonesia pada tahun 2018. Diah Yuniti juga telah menerbitkan sejumlah karya ilmiah antara lain Dampak Covid-19 terhadap Kehidupan Masyarakat di Provinsi Bali , Indonesia. Selain sebagai dosen pengajar, Diah Yuniti juga aktif dalam organisasi kemasyarakatan Dewan Desa Adat Provinsi Bali.asyarakatan Dewan Desa Adat Provinsi Bali.)
  • I Gusti Ayu Kadek Murniasih  + (I Gusti Ayu Kadek Murniasih alias Murni laI Gusti Ayu Kadek Murniasih alias Murni lahir di Bali, 21 Mei 1966. Ia adalah seorang pelukis yang banyak menyuarakan penderitaan kaum perempuan lewat karya-karyanya yang bergaya naif.</br></br>Pada masa kanak, Murni ikut orang tuanya bertransmigrasi ke Sulawesi. Di sana ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga pada sebuah keluarga Tionghoa yang kemudian menyekolahkannya, namun kandas sampai kelas 2 SMP. Murni kemudian diajak keluarga itu hijrah ke Jakarta dan bekerja di garmen sebagai tukang jahit. Pada tahun 1987, ia memutuskan pulang ke Bali dan bekerja sebagai pengerajin perak di Celuk, Sukawati, Gianyar.</br></br>Murni menikah dengan lelaki Bali, namun tidak dikaruniai anak. Karena suaminya menginginkan anak, ia lalu mendekati perempuan lain. Murni menggugat cerai suaminya pada 1993. Ia adalah perempuan Bali pertama yang berani menggugat cerai suaminya di pengadilan.</br></br>Murni belajar melukis pada Dewa Putu Mokoh, seorang pelukis dari Pengosekan, Ubud. Di sana ia bertemu dengan Edmondo Zanolini alias Mondo, seorang seniman dari Italia, yang juga belajar melukis pada Dewa Putu Mokoh. Mondo kemudian menjadi pasangan hidup Murni. Dari Mokoh dan Mondo, Murni banyak belajar menuangkan imajinasinya ke dalam kanvas.</br></br>Meski menggunakan teknik melukis tradisional Pengosekan, tematik dan visual lukisan-lukisan Murni sangat modern. Keliaran, kebrutalan, kenakalan dan kelembutan seolah berkelindan dalam karya-karyanya yang banyak mengangkat tema seksualitas yang ganjil. Hal itu bersumber dari pengalaman traumatis yang dideritanya. Ia menyembuhkan pengalaman traumatis itu dengan melukis. Lukisan-lukisan Murni sangat otentik.</br></br>Murni pernah memamerkan karya-karyanya secara tunggal di Seniwati Gallery, Ubud (1995); Stand Bar, Kuta (1996), Meat Market Craft Cetre, Melbourne, Australia (1998); Studio Cristofori, Bologna, Italia (1998), Nokia Gallery Fringe Club, Hongkong (1998); The Flour Market, Fiera Padova, Italia (1998); Estro Gallery, Padova, Italia (1999); Old Bakery Gallery, Sidney, Australia (1999), Cemeti Art House, Yogyakarta (1999), Nadi Gallery (2000). Selain itu, karya-karyanya juga ditampilkan dalam puluhan pameran bersama, baik di dalam maupun luar negeri.</br></br>Murni meninggal tahun 2006 akibat sakit kanker yang dideritanya. Pada tahun 2016, untuk mengenang sepuluh tahun wafatnya, Ketemu Project Space dan Mondo menginisiasi sebuah pameran bertajuk “Merayakan Murni” di Sudakara Art Space.k “Merayakan Murni” di Sudakara Art Space.)
  • I Gusti Ayu Natih Arimini  + (I Gusti Ayu Natih Arimini lahir di Batuan,I Gusti Ayu Natih Arimini lahir di Batuan, Gianyar, Bali, 1963. Dia menekuni seni lukis gaya Batuan sejak umur 8 tahun. Dia belajar melukis pada kakaknya, I Gusti Ngurah Muryasa. Kemudian dia berguru kepada pelukis Batuan terkenal, I Made Djata. Sejak tahun 1985 dia rajin memamerkan karya-karyanya dalam pameran bersama, baik di dalam maupun luar negeri, seperti di Bentara Budaya Bali, Taman Budaya Bali, Jepang. Selain tema kehidupan sehari-hari, karya-karya Arimini banyak mengangkat mitologi Bali dan dunia pewayangan. Melukis baginya adalah sebuah upacara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.acara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.)
  • I Gusti Ayu Putu Mahindu Dewi Purbarini  + (I Gusti Ayu Putu Mahindu Déwi Purbarini, SI Gusti Ayu Putu Mahindu Déwi Purbarini, SS, lahir di Tabanan, 28 Oktober 1977. Mengenyam kuliah Sastra Indonésia di Fakultas Sastra Universitas Udayana Dénpasar sampai tamat dan mendapatkan gelar sarjana sastra (SS) Indonésia, 8 Méi 2004. Puisi-puisinya dimuat di Tabloid Wiyata Mandala, Bali Post, Majalah Buratwangi, Canang Sari. Ia pernah menjadi sampul majalah gumi Bali “Sarad” (édisi no.19, Juli 2001). Serta dimuat di buku “Bali Tikam Bali” karangan Gdé Aryanatha Soéthama di halaman 86 yang berjudul ‘Cuntaka’ Luwes Saja (hal.87). Kini menjadi dosén Sastra Indonésia di IKIP PGRI Dénpasar dan FKIP Mahasaraswati Dénpasar. Juga ikut jaga menjadi pengasuh majalah sastra remaja “Akasa”, Sanggar Sastra Remaja Indonesia (SSRI) Bali di Tabanan. </br></br>“Apang ja Bisa Masekolah”, cerpénnya menjadi juara harapan I perlombaan Menulis Satua Bali seluruh Bali (1994). “Lombok Yang Bali”, cerita pendek tentang tamasya, perlombaan di Bali Post, menjadi juara II (1995). “Dara Dalam Botol Perahu”, juara harapan I perlombaan menulis puisi se-Bali dalam ‘Pekan Orientasi Kelautan’ Dénpasar (1999). Puisinya “Bulan di Kamar Transparan” masuk dalam “Antologi Puisi Getar II”, Kota Batu, Malang (1996). Selain itu, kumpulan puisinya yang mengangkat judul “Bulan di Kamar Transparan” diterbitkan oleh Pusat Balai Bahasa Dénpasar (2006). Dilanjutkan dengan kumpulan Puisi Bali modern berjudul “Taji”, yang diminati oleh majalah sastra Bali modern “Buratwangi”</br></br>Menulis sastra Indonésia berupa puisi dan cerpén sejak di majalah Era SMP Negeri 2 Tabanan (1989-1991). Ketua Rédaksi majalah Widya, SMA Negeri 2 Tabanan (1994-1995). Menjadi staf rédaksi majalah Kanaka, Fakultas Sastra dan tabloid UKM Akademika Universitas Udayana Dénpasar (1996-1997). Mengikuti diklat Jurnalistik ring Dénpasar, Yogyakarta dan Malang (1995, 1996, 1997). Selain itu pernah bersama Sanggar Purbacaraka. Paling menyenangkan saat masa TK dan SD (1982-1988) sering menari di TVRI Dénpasar dalam acara “Aneka Ria Safari Anak-anak Nusantara.”ra “Aneka Ria Safari Anak-anak Nusantara.”)
  • I Gusti Ayu Raka Rasmi  + (I Gusti Ayu Raka Rasmi adalah seorang penaI Gusti Ayu Raka Rasmi adalah seorang penari Bali kelahiran Peliatan, Ubud, Gianyar, 10 Maret 1939. Raka Rasmi adalah orang yang pertama menarikan tari Oleg Tamulilingan yang diciptakan oleh I Ketut Maria, koreografer dari Tabanan, Bali, atas permintaan John Coast. Raka Rasmi memperkenalkan tari romantis tersebut ke mancanegara lewat lawatan seninya yang pertama kali ke Paris, Eropa, dan Amerika Serikat pada 1953. Raka Rasmi telah menari sejak usia dua belas tahun dengan bergabung dalam Sekaha Gong Peliatan, Ubud. John Coast menobatkan Raka Rasmi sebagai penari bintang, berkat penampilannya yang memukau saat menari. Raka Rasmi telah menari di berbagai belahan dunia, seperti China (1959), Pakistan (1964), Jepang (1964), Australia (1971), Eropa (1971), AS (1982), dan Singapura (1996). Raka Rasmi mendedikasikan hidupnya untuk seni tari, terutama tari Oleg Tamulilingan yang tersohor itu. Dia memiliki banyak murid dari dalam dan luar negeri. Raka Rasmi meninggal dunia pada tanggal 17 Maret 2018.eninggal dunia pada tanggal 17 Maret 2018.)
  • I Gusti Bagus Sugriwa  + (I Gusti Bagus Sugriwa lahir di Bungkulan, I Gusti Bagus Sugriwa lahir di Bungkulan, Buleleng, Bali, 4 Maret 1900. Ia adalah sosok yang memperjuangkan Agama Hindu di Bali diakui Pemerintah Republik Indonesia. Ia menjadi tokoh panutan dan Bapak Peradaban Hindu. Berkat perjuangannya, Agama Hindu di Bali secara resmi diakui pemerintah pada tanggal 5 September 1958 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama RI.</br></br>Ia juga memiliki kepedulian pada kemajuan pendidikan. Ia pernah mengajar di Sekolah Rakyat di Bungkulan, lalu mengajar di Sekolah Rakyat di Jinengdalem, Buleleng, 1921. Ia pernah menjadi Kepala Sekolah Vervogcshool di Kubutambahan tahun 1935. Ia juga pernah mengajar bahasa Jepang di sejumlah sekolah.</br></br>Pada tahun 1946 ia menjadi anggota Dewan Perjuangan Republik Indonesia. Kepeduliannya terhadap kemerdekaan Indonesia membuat ia ditangkap Belanda tahun 1948. Pada tahun 1950, ia dipilih menjadi anggota Dewan Pemerintah Daerah Bali.</br></br>Ia pernah menjadi pemimpin redaksi Majalah Damai yang diterbitkan oleh Yayasan Kebhaktian Pejuang di Denpasar. Tahun 1957, ia diangkat oleh Presiden Soekarno menjadi anggota Dewan Nasional yang dibentuk sebagai lembaga penasihat kabinet presiden dan anggota DPA perwakilan Hindu Bali.</br></br>Tahun 1970, ia mengajar di lembaga Pendidikan Dwijendra, Perguruan Rakyat Saraswati, Pendidikan Guru Agama Hindu Negeri (PGAHN) yang kemudian menjadi IHDN Denpasar. Selain menjadi tenaga pengajar, ia juga menulis sejumlah buku berkaitan dengan Agama Hindu, seperti Sutasoma, Dwijendra Tatwa, Pelajaran Agama Hindu Bali, Ilmu Pedalangan/Pewayangan. </br></br>Ia meninggal pada tahun 1973. Untuk mengenang jasa-jasa besarnya, namanya diabadikan menjadi nama kampus Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar (dulu IHDN Denpasar). Sosoknya juga diabadikan menjadi patung yang kini berdiri di depan kampus tersebut.ang kini berdiri di depan kampus tersebut.)
  • I Gusti Gde Raka  + (I Gusti Gde Raka adalah seorang politikus I Gusti Gde Raka adalah seorang politikus Indonesia asal Bali. Pada masa Jepang, ia bekerja pada bagian Kemakmuran dan kemudian pada Perbendaharaan. Pada bulan September 1945, ia diangkat sebagai Kepala Perbendaharaan Provinsi Sunda Kecil Pemerintah Republik Indonesia. Dari Maret 1946 sampai Juli 1949, ia ditawan oleh tentara Belanda. Pada bulan Juli 1949, ia dilepaskan, berangkat ke Yogyakarta dan bekerja sebagai ahli Kepala Keuangan pada Kementerian Keuangan RI. Dari November 1949 sampai Februari 1950, ia diangkat sebagai Inspektur Kepala Keuangan dan anggota Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan wakil Golongan Sunda Kecil.an Pembangunan wakil Golongan Sunda Kecil.)
 (I Gusti Gde Raka adalah seorang politikus Indonesia asal Bali. Pada masa)
  • I Gusti Gedé Djelantik Santha  + (I Gusti Gedé Djelantik Santha salah satu pI Gusti Gedé Djelantik Santha salah satu penulis sénior yang membela sastra Bali Modéren. Ia lahir di Désa Selat Karangasem, pada 12 Agustus 1941. Menulis sastra sudah disenanginya saat masih bersekolah di Sekolah Rakyat (1949). Djelantik Santha menulis bermacam-macam puisi, cerita pendek, dan novél, dan sudah mengeluarkan beberapa buku, berupa novél dan kumpulan cerita pendek. </br></br>Tahun 1979 cerpennya yang berjudul “Gamia Gamana” mendapat juara II mengarang cerpen saat Pésta Kesenian Bali. Tahun 2001 ia mendapatkan penghargaan “CAKEPAN” dari Majalah Sarad karena dédikasinya di sastra Bali modérn. Tahun 2002 iia mendapatkan hadiah Sastra Rancagé dengan novél yang berjudul “Sembalun Rinjani.” Tahun 2003 ia juga mendapat juara harapan II lomba penulisan novel yang diselenggarakan Bali Post dengan novel yang berjudul “Di Bawah Letusan Gunung Agung”. </br></br>Buku- buku yang sudah diterbitkan adalah: </br>Tresnané Lebur Ajur Setondén Kembang (Novél, 1981), </br>Sembalun Rinjani (Novél, 2000), </br>Gitaning Nusa Alit (Novél, 2002),</br>Di Bawah Letusan Gunung Agung (Novél berbahasa Indonesia, 2003), </br>Suryak Suwung Mangmung (Novél, 2005), </br>Benang-Benang Samben (Novél, 2014), </br>Vonis Belahan Jiwa (Novél berbahasa Indonésia, 2015), </br>Kacunduk ring Besakih (kumpulan cerita pendek, 2015). </br></br>Berikut ini salah satu karangannya, berupa cerita pendek yang berjudul “Majogjag.”pa cerita pendek yang berjudul “Majogjag.”)
  • I Gusti Ketut Jelantik  + (I Gusti Ketut Jelantik lahir di TukadmunggI Gusti Ketut Jelantik lahir di Tukadmungga, Buleleng, 1800. Ia berasal dari Karangasem, Bali. Ia menjadi patih di Kerajaan Buleleng. Ia memimpin laskar Buleleng melawan penjajahan Belanda dalam Perang Bali I, Perang Jagaraga, Perang Bali III, yang terjadi pada tahun 1846 – 1849. Peperangan bermula karena pemerintah kolonial Hindia Belanda ingin menghapuskan Hak Tawan Karang yang berlaku di Bali, yaitu hak bagi raja-raja yang berkuasa di Bali untuk mengambil kapal yang kandas di perairannya beserta seluruh isinya. </br></br></br>I Gusti Ketut Jelantik gugur dalam Perang Bali III. Ia gugur di Perbukitan Bale Pundak, Kintamani, Bali, tahun 1849. Atas jasa-jasanya melawan penjajah Belanda, ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 14 September 1993. Indonesia pada tanggal 14 September 1993.)
  • I Gusti Ketut Pudja  + (I Gusti Ketut Pudja (19 Mei 1908 – 4 Mei 1I Gusti Ketut Pudja (19 Mei 1908 – 4 Mei 1977) adalah pahlawan nasional Indonesia dari Bali. Ia ikut serta dalam perumusan negara Indonesia melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mewakili Sunda Kecil (saat ini Bali dan Nusa Tenggara). Ia juga hadir dalam perumusan naskah teks proklamasi di rumah Laksamana Maeda. Ia kemudian diangkat Soekarno sebagai Gubernur Sunda Kecil pada tanggal 22 Agustus 1945.</br></br>Pudja dilahirkan pada tanggal 19 Mei 1908 di Singaraja, Bali. Pada tahun 1934, ia lulus dari perkuliahannya di Rechtshoogeschool di Batavia (Jakarta). Pada tahun 1935, ia mulai bekerja di Kantor Residen Bali dan Lombok. Setahun kemudian, ia ditempatkan di Raad Van Kerta, yang pada masa itu merupakan kantor pengadilan yang ada di Bali. Ia ikut berjuang mengusir penjajah Jepang. Ia memerintahkan para pemuda untuk melucuti senjata Jepang yang pada saat itu sebagian masih berada di Bali. Ia sempat ditangkap tentara Jepang di akhir 1945.</br></br>Pudja meninggal pada tanggal 4 Mei 1977 di Jakarta. Atas jasanya, Presiden Soeharto menganugerahkan Pudja penghargaan Bintang Mahaputera Utama. Pada tahun 2011, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Pudja sebagai pahlawan nasional. Pada tanggal 19 Desember 2016, atas jasa-jasanya, Pemerintah Republik Indonesia mengabadikan Pudja di uang logam pecahan seribu rupiah.Pudja di uang logam pecahan seribu rupiah.)
  • I Gusti Komang Sugiartha  + (I Gusti Komang Sugiartha, Beliau yang lahiI Gusti Komang Sugiartha, Beliau yang lahir di Desa Subamia Tabanan, Bali pada tanggal 24 April 1949. Adapun riwayat pendidikan Beliau yaitu, Tahun 1962 Beliau tamat SD Subamia, tahun 1965 Beliau tamat SMP Negeri 1 di Mataram, tahun 1969 Beliau tamat Sekolah Pertanian (SPMA) Negeri Mataram. Tahun 1970 Beliau bekerja di Dinas Pertanian Provinsi Bali, bagian Tanaman industri yang resmi memisahkan diri menjadi Dinas Perkebunan Provinsi Bali tahun 1973.</br></br>Sejak Sekolah Dasar Beliau telah belajar seni (Sekar Alit, Seni Tabuh, dan Seni Tari) dari Ayah Beliau Gst.Kd. Dibya dan pernah merasakan sentuhan tangan I Ketut Maryo, seniman legendaris di Tabanan. Beliau sering menjadi juara nembang Sekar Alit di tingkat SD. Sampai saat ini Beliau masih aktif mengikuti kegiatan pesantian di Pemda Bali, di Sanggar Seni Getar Basutalina Bali Kecamatan Kuta Utara, menjadi pembina Santi di Desa Subamia, dan Santi Ambara Santha Budhi Kabupaten Tabanan.</br></br>Beliau telah menyelesaikan beberapa Geguritan dengan judul Lubdhaka, Bima Dados Caru, Angling Darma, Kedis Cacetrung, Pan Balang Tamak, Pandawa Swarga, Ulam Agung (Matsya Awatara), Waraha Awatara, Dharma Udyoga, Dwarawati Pralaya, Senapati Abimanyu, Dyah Sri Tanjung, Babad Pande, Menteri Jajar Pikat dan Aji Pelayon.ande, Menteri Jajar Pikat dan Aji Pelayon.)
  • I Gusti Made Deblog  + (I Gusti Made Deblog lahir di Banjar TaensiI Gusti Made Deblog lahir di Banjar Taensiat, Denpasar, 1906. Ia meninggal pada tahun 1986. Ia adalah seorang pelukis dan bergabung dengan Kelompok Pita Maha dan Kelompok Pelukis Citra. Ia belajar melukis pada pelukis dan fotografer Tiongkok, Yap Sin Tin, yang datang ke Bali pada tahun 1930-an. Kebanyakan lukisan Deblog hitam-putih dengan nuansa magis dan mistis. Lukisan-lukisannya sangat khas dan orisinal. Tematik karya-karyanya adalah adegan-adegan dalam kisah Mahabarata dan Ramayana. Atas dedikasinya dalam seni lukis, ia menerima penghargaan Dharma Kusuma dari Pemerintah Provinsi Bali.arma Kusuma dari Pemerintah Provinsi Bali.)
  • I Gusti Made Raka Ngetis  + (I Gusti Made Raka Ngetis lahir di DenpasarI Gusti Made Raka Ngetis lahir di Denpasar, 17 Juli 1917. Ia adalah seorang pengukir topeng yang terkenal pada zamannya. Ia menekuni seni topeng sejak remaja. Jenis topeng yang dibuatnya adalah topeng bebondresan dengan ekspresi yang lucu. Selain membuat topeng, ia ahli membuat wadah atau bade (menara jenazah) dan patung serta pratima sakral untuk pura. </br></br>Bakat seni Ngetis telah tumbuh sejak kanak, namun orang tuanya melarangnya menekuni seni, sebab takut anaknya akan menjadi miskin secara meteri. Akan tetapi Ngetis tetap ngotot berkesenian. Ia belajar membuat topeng pada kakak sepupunya, I Gusti Ketut Kandel dan Anak Agung Rai dari Jro Gerenceng, Denpasar. Waktu telah membuktikan ia tumbuh dan besar menjadi sosok seniman yang disegani pada zamannya. Ngetis meninggal pada 1981 dengan mewariskan banyak karya seni. 1981 dengan mewariskan banyak karya seni.)
  • I Gusti Ngurah Gede Pemecutan  + (I Gusti Ngurah Gede Pemecutan, lahir di DeI Gusti Ngurah Gede Pemecutan, lahir di Denpasar, 1936. Ia adalah pelukis dan pendiri Museum Seni Lukis Sidik Jari di Denpasar. Ia menimba ilmu seni lukis pada Made Kaya, jebolan ASRI Yogyakarta. Ia mengagumi pelukis Affandi. Dari teknik Affandi, ia membuat percobaan melukis dengan berbagai alat dan media, termasuk memakai tangan dan sekali-kali menyodokkan jari-jcmarinya. Dari sinilah muncul teknik melukis dengan jari.</br></br>Pada tahun 1969 majalah Horizon yang terbit di Filipina memuat khusus ulasan lukisannya. Tak pelak lagi ini membuat kaget scorang Staf USIS di Surabaya, dan staf ini lalu mendatangi Gusti Ngurah Gede Pamecutan. Staf ini lalu menetapkan bahwa lukisan dost painting ditemukan tahun 1970, dan tokoh satu-satunya adalah I Gusti Ngurah Gede Pamecutan. Dcngan gaya "sidik jari" nama Pamecutan mcnjadi lebih terkenal di luar negeri ketimbang di dalam ncgeri sendiri. Dengan dikelolanya Puri Pamecutan sebagai hotel, maka banyak lukisannya diboyong ke luar ncgeri Scdangkan di dalam negeri ia jarang pameran.</br> </br>Selain pelukis, I Gusti Ngurah Gede Pamecutan juga adalah seorang organisatoris dan kurator seni handal. Tahun 1964-1983 ia menghimpun pelukis, pemahat, penabuh dan penari dalam bentuk Sanggar Kesenian Puri Pamecutan dengan kegiatan pameran tetap dan pementasan tari-tarian untuk pariwisata.</br> </br>Ia juga pernah menjadi illustrator untuk koran Bintang Timur yang terbit di Malang. Tahun 1972 ia menjadi kurator dan penata pameran senirupa di Taman Budaya Denpasar. Selanjutnya ia bekerja di Kanwil Perindustnan Provinsi Bali untuk membina pengembangan industri kecil, dan sebagai desainer seni kerajinan, tahun 1981-1987. Sejak tahun 1986 - 1997 ia menjadi anggota Badan Pcrtimbangan dan Pcmbinaan Kebudayaan Propinsi Bali (Listibya). Tahun 1994 ia mendirikan museum pribadi dengan nama “Museum Lukisan Sidik Jari Ngurah Gede Pamccutan” untuk menyimpan dan merawat karya-karyanya. Museum ini juga membuka kursus seni tari dan lukis. </br> </br>Sebagai seniman, ia dianugerahi sejumlah penghargaan, di antaranya Kerti Budaya dari Pemerintah Daerah Tingkat II Badung tahun 1980. Tahun 1984 ia mcmproleh Piagam Dharma Kusuma Madia dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali, dan Piagam Werdi Budaya dari Kepala Taman Budaya Denpasar, tahun 1987i Kepala Taman Budaya Denpasar, tahun 1987)
  • I Gusti Ngurah Made Agung  + (I Gusti Ngurah Made Agung (5 April 1876 – I Gusti Ngurah Made Agung (5 April 1876 – 22 September 1906) adalah Raja Badung VII dan seorang pejuang yang menentang pemerintahan Hindia Belanda di Bali yang diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 5 November 2015. Dia menentang penjajahan Belanda melalui karya sastranya, seperti Geguritan Dharma Sasana, Geguritan Niti Raja Sasana, Geguritan Nengah Jimbaran, Kidung Loda, Kakawin Atlas, dan Geguritan Hredaya Sastraakawin Atlas, dan Geguritan Hredaya Sastra)
  • I Gusti Ngurah Parsua  + (I Gusti Ngurah Parsua, lahir di Bondalem, I Gusti Ngurah Parsua, lahir di Bondalem, Buleleng, Singaraja., 22 Desember 1946. Dia menulis puisi, cerpen, novel, esai, dll. Karya-karyanya pernah dimuat di Bali Post, Karya Bakthi, Nusa Tenggara, Bali Cuier, Merdeka, Berita Buana, Beritha Yudha, Suara Karya, Sinar Harapan, Simponi, Swadesi, Eksperimen, Srikandi, Suara Pembangunan, Mutu, Arena, Bukit Barisan Minggu Pagi, Prioritas, Suara Pembaharuan, El Horas. Majalah Umum dan Budaya: Ekspresi, Basis, Horison, Topik, Tifa Sastra, Dewan Budaya maupun Dewan Sastra, Malaysia. Kumpulan puisinya: “Matahari” (1970), “Setelah Angin Berembus” (1973), “Sajak-sajak Dukana” (1982), “Sepuluh Penyair Indonesia Malaysia” (1983), Duka Air Mata Bangsa” (1998), “Bahana Di Margarana”, (2005), dll. Di bidang prosa antara lain: “ Hakikat Manusia dan Kehidupan” (Esai Seni Budaya, 1999), “Sekeras Baja” (Kumpulan cerpen, 1984), “Sembilu Dalam Taman” (Novel, 1986), “Rumah Penghabisan” (kumpulan cerpen, 1995), “Perempuan Di Pelabuhan Sunyi” (Kumpulan cerpen 2001), “Senja Di Taman Kota” (Kumpulan cerpen, 2004), dll. Puisinya berjudul “Khabar” diterjemahkan oleh Kemala (penyair dan peneliti Sastra asal Malaysia) kemudian dimuat pada majalah Asia Week (1983). Puisinya berjudul “Kepada Bali” diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Vern Cork dam terbit bersama penyair Bali lainnya dengan judul “The Morning After” (2000).a dengan judul “The Morning After” (2000).)
  • I Gusti Ngurah Putu Buda  + (I Gusti Ngurah Putu Buda adalah seorang peI Gusti Ngurah Putu Buda adalah seorang perupa kelahiran Sangeh, Badung, Bali. Dia menamatkan pendidikan seni rupa di ISI Denpasar. Sejak 2002 dia aktif dalam banyak pameran bersama, di dalam maupun luar negeri, antara lain TANDA HATI at Tony Raka Gallery Mas Ubud (2012), Ten Years After at Sinsin Fine Art Anex Villa Hongkong (2013), Ulu Teben art Bentara Budaya Bali (2015). Pameran tunggalnya, antara lain Time is like to Bomb at kiridesa the Gallery Singapore (2006), Black and White world Copsa Gallery London (2006), Mystical Spirit II at Kiridesa The Gallery & Oorja zone, Dubai (2007), Seizing A Space at 6 Point Café-Shops-Offices, Sanur Bali (2013). Tahun 2004 dia meraih Top Finalist in 2004 :Sovereign Annual Contemporary Asian art Prize Hongkong. Kini, dia aktif dalam Komunitas Militans Arts.Kini, dia aktif dalam Komunitas Militans Arts.)
  • I Gusti Ngurah Putu Wijaya  + (I Gusti Ngurah Putu Wijaya atau yang lebihI Gusti Ngurah Putu Wijaya atau yang lebih dikenal dengan Putu Wijaya merupakan budayawan sastra Indonesia asal Bali, yang telah menghasilkan kurang lebih 30 novel, 40 naskah drama, sekitar seribu cerpen, ratusan esai, artikel lepas, dan kritik drama. Putu Wijaya juga menulis skenario film dan sinetron. </br></br>Putu sendiri sebenarnya adalah bungsu dari lima bersaudara seayah maupun dari tiga bersaudara seibu. Ia tinggal di kompleks perumahan besar, yang dihuni sekitar 200 orang, yang semua anggota keluarganya dekat dan jauh, dan punya kebiasaan membaca. Budayawan yang khas dengan topi pet putihnya ini semula diharapkan bisa menjadi dokter oleh ayahnya, I Gusti Ngurah Raka, seorang pensiunan punggawa yang keras dalam mendidik anak. Namun Putu ternyata lebih akrab dengan dunia sastra, bahasa, dan ilmu bumi. Cerpen pertama Putu yang berjudul "Etsa" dimuat di harian Suluh Indonesia, Bali. </br></br>Drama pertama yang Putu mainkan adalah ketika ia masih SMA. Drama tersebut Putu sutradarai dan mainkan sendiri dengan kelompok yang didirikannya di Yogyakarta. Setelah 7 tahun di Yogyakarta, ia kemudian pindah ke Jakarta dan bergabung dengan Teater Kecil. Selanjutnya dengan Teater Mandiri yang didirikan pada tahun 1971, dengan konsep "Bertolak dari Yang Ada". </br></br>Gaya Putu menulis novel tidak berbeda jauh dengan gayanya menulis drama. Seperti dalam karya dramanya, dalam novelnya pun ia cenderung menggunakan gaya objektif dalam pusat pengisahan dan gaya yang penuh dengan potongan-potongan kejadian yang padat, intens dalam pelukisan, dan bahasanya ekspresif. Putu lebih mementingkan perenungan ketimbang riwayat. </br></br>Penggemar musik dangdut, rock, klasik karya Bach atau Vivaldi dan jazz ini total dalam menulis, menyutradarai film dan sinetron, serta berteater. Bersama teater itu, Putu telah mementaskan puluhan lakon di dalam maupun di luar negeri. Bahkan puluhan penghargaan diraih atas karya sastra tersebut.hargaan diraih atas karya sastra tersebut.)
  • I Gusti Ngurah Windia  + (I Gusti Ngurah Windia, lahir di CarangsariI Gusti Ngurah Windia, lahir di Carangsari, Badung Utara, Bali, 31 Desember 1946. Ia adalah maestro topeng Tugek Carangsari. Ia mementaskan seni topeng di berbagai pelosok Bali hingga luar negeri, seperti Jerman, Amerika, Venesia, Roma. Ia mulai menekuni seni tari topeng tahun 1966. Pada tahun 1969 ia terkenal di seluruh Bali. Tahun 1970-an dan 1980an, ia adalah seniman topeng paling laris di Bali dan pertunjukan topengnya direkam dalam kaset. Kehebatan Ngurah Windia terletak pada kemampuannya menari topeng, matembang, dan membawakan narasi seni pertunjukan topeng. Ia memadukan humor, komedi, parodi, nasihat, petuah, kisah pada setiap pementasan tari topengnya. Dalam pertunjukan Topeng Tugek Carangsari, ia menciptakan tiga tokoh kaum jelata yang kemudian sangat terkenal, yakni Si Gigi Sumbing, Si Tuli, dan Si Tugek (tokoh cewek yang kocak). Ketiga karakter tokoh ini kemudian menjadi trend dalam pertunjukan topeng di Bali. Ia mementaskan pertunjukan topeng untuk terakhir kalinya pada tanggal 3 Desember 2021. Kemudian ia jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit Mangusada, Kapal, Badung. Dan, pada tanggal 13 Desember 2021, ia meninggal pada usia 75 tahun.ber 2021, ia meninggal pada usia 75 tahun.)
  • I Gusti Putu Bawa Samar Gantang  + (I Gusti Putu Bawa Samar lahir di Tabanan, I Gusti Putu Bawa Samar lahir di Tabanan, Tegal Belodan 27 Séptembér 1949. Ayahnya bernama I Gusti Gedé Pegug dan ibunya Gusti Ayu Nyoman Rerep. Ayahnya hanya seorang penari dan pada zaman belanda menjadi tentara Gajah Merah NICA. Samar Gantang bersekolah di SR (Sekolah Rakyat) tahun 1955 di Pengabetan, Dauh Pala, Tabanan, dan lulus tahun 1963. Melanjutkan ke SMP 1 Tabanan, dan mulai saat itu ia gemar membaca buku sastra. Mulai menulis sastra Bali modérn dan Indonésia pada 1968 saat masih sekolah di SMA Tabanan (sekarang SMAN 1 Tabanan). Tahun 1973 ia menjadi guru honorér di SMP Harapan, dan ia juga menjadi guru di SMP TP 45 (sudah tidak ada), SMPN 3, SMP Pemuda, SMP Dharma Bhakti, dan SMPN 2 Tabanan. Tahun 1974, ia menjadi guru tetap di SMP Negeri 2 Tabanan dan mengajar mata pelajaran seni lukis. </br></br>Karya- karyanya dimuat di koran Bali Post, Nusa Tenggara, DenPost, Warta Minggu, Santan, Simponi, Swadesi, Suara Karya, Sinar Harapan, Media Indonesia, Karya Bhakti, Suara Nusa, Fajar, Zaman, Top, Aktuil, Sarwa Bharata Eka, Varianada, Canangsari, Buratwangi, Merdeka Minggu, Baliaga, Taksu, dan Majalah Éksprési. </br></br>Selama 10 tahun mengisi siaran membaca puisi di RRI Studio Dénpasar, Menara Studio Broadcasting, Cassanova, Kini Jani Tabanan. Melalui jalan dari Tabanan ke Dénpasar dengan selalu menaiki sepeda ontél. Selain itu juga mendapat undangan dari LIA Surabaya atau PPIA, Museum Bali, IKIP Saraswati, Balai Budaya Dénpasar, STSI Surakarta, STSI Dénpasar, ISI Yogyakarta, Taman Izmail Marzuki, Gallery Nasional Jakarta, dan Yayasan Hari Puisi. Dia juga mendapat undangan membaca puisi di Malaysia dan Singapura tahun 1986. Di Tabanan ia mendirikan Sanggar Pelangi tahun 1976 dan sekarang berubah nama menjadi Sanggar Sastra Remaja Indonésia (SSRI) Bali, yang menyebarluaskan sastra Bali modern dan Indonésia kepada siswa SD, SMP, SMA/SMK dan para remaja muda yang menggemari sastra. </br></br>Mendapatkan juara I menulis puisi se-Bali tahun 1979, juara perlombaan menulis puisi nasional di Yogyakarta tahun 1982, delapan besar pagelaran sastra di Taman Ismail Marzuki tahun 1989, juara I menulis puisi pariwisata yang diadakan Yayasan Komindo Jakarta tahun 1991. Di bidang sastra Bali mendapatkan tanda kehormatan Satya Lencana Karya Satya, juara I menulis puisi; ésai; tembang macepat; se-Bali tahun 2000 dan 2001. Ia memperoleh penghargaan “CAKEPAN” tahun 2001 dari Majalah Sarad dan mengeluarkan buku kumpulan puisi yang berjudul “Aab Jagat”, serta penghargaan Sastra Rancagé 2003. </br></br>Buku yang sudah dikeluarkan berisi karyanya adalah Hujan Tengah Malam (1974), Kisah Sebuah Kota Pelangi (1976), Kabut Abadi (1979) bersama Diah Hadaning, Antologi Puisi Pendapa Taman Siswa Sebuah Episode (1982), Antologi Puisi Asean (1983), Antologi Puisi LIA (1979), Kalender Puisi (1981), Antologi Festival Puisi XI PPIA (1990), Spektrum (1988), Taksu (1991), Antologi Potret Pariwisata dalam Puisi (1991), Antologi Puisi Kebangkitan Nusantara I (1994), Antologi Puisi Kebangkitan Nusantara II (1995), Antologi Puisi Kidung Kawijayan (1995), Antologi Puisi Kebangkitan Nusantara III (1996), Antologi Puisi Pos Nusantara Lokantara (1999), Aab Jagat (2001), Perani Kanti (2002), Onyah (2002), Somya (2002), Sagung Wah (2002), Macan Radén (2002), Berkah Gusti (2002), Sang Bayu Telah Mengiringi Kepergiannya (2002), Puisi Modré Samar Gantang (2002), Antologi Puisi HP3N Nuansa Tatwarna Batin (2002), Bali Sané Bali (Pupulan Durmanggala, 2004), Awengi ring Hotél Séntral (2004), Pakrabatan Puisi Tegal DIHA Tebawutu (2004), Kesaksian Tiga Kutub (puisi lan cerpén, 2004), Léak Raré (2004), Léak di Bukit Pecatu (2005), Léak Satak Dukuh (2006), Ketika Tuhan Menyapaku (2006), Dipuncakmu Aku Bertemu (2008), dan Jangkrik Maénci (2009). </br></br>Dia terkenal dengan puisi modré, membuat para penonton sungguh ingin melihat. Karyanya kebanyakan menggunakan tema-tema mistik seperti “léak”, dan itu bisa dilihat di buku- bukunya yang berbahasa Bali seperti di buku Léak Kota Pala, Puisi Modré Samar Gantang, Léak Bukit Pecatu, Jangkrik Maénci, dan yang lainnya.Pecatu, Jangkrik Maénci, dan yang lainnya.)
  • I Gusti Putu Gede Wedhasmara  + (I Gusti Putu Gede Wedhasmara, lahir di DenI Gusti Putu Gede Wedhasmara, lahir di Denpasar, 10 September 1932. Dia adalah pengarang lagu asal Bali. Lagu-lagunya populer pada era 1960-an dan 1970-an dan hingga kini masih banyak dinikmati oleh penggemarnya. Majalah “Rolling Stone Indonesia” pada edisi Februari 2014 memasukkan Wedhasmara dalam “100 Pencipta Lagu Indonesia Terbaik”. </br></br>Wedhasmara sejak kecil menyukai dunia tarik suara. Setelah menyelesaikan pendidikan SMP di Denpasar Bali, Wedhasmara melanjutkan pendidikan di SMA Santo Thomas di Kota Yogyakarta. Pada 1956-1963, Wedhasmara bekerja di Jawatan Pertanian Jakarta.</br></br>Wedhaswara tercatat pernah bergabung dalam berbagai kelompok musik seperti Orkes Gabungan Denpasar, Orkes Keroncong Denpasar, Kuartet Mulyana Sutedja Yogyakarta, Orkes Keroncong pimpinan Sukmini Yogyakarta, Orkes Melayu Ria Bluntas, Zaenal Combo, dan Empat Nada.</br></br>Lagu-lagu ciptaan Wedhasmara yang dikenal luas antara lain “Senja di Batas Kota” dan “Kau Selalu di Hatiku” yang dipopulerkan penyanyi Ernie Djohan, “Berpisah di St. Carolus” yang dipopulerkan penyanyi Lilis Surjani. Lagu-lagu tersebut adalah lagu abadi yang selalu dikenang, dan sampai hari ini masih sering diputar di radio-radio dalam versi aslinya. </br></br>Tahun 2011, Wedhasamara mendapatkan penghargaan Seni dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Sebelumnya, Wedhasamara juga mendapatkan penghargaan dari Walikota Denpasar (2003), Gubernur Bali (2003). dan Menteri Kesehatan RI (1982). Wedhasmara meninggal di Denpasar pada tanggal 17 April 2017.al di Denpasar pada tanggal 17 April 2017.)
  • I Kadek Surya Kencana  + (I Kadek Surya Kencana lahir di Dalung, BalI Kadek Surya Kencana lahir di Dalung, Bali, 24 Januari 1986. Lulusan Universitas Pendidikan Ganesha, Bali. Pernah meraih Juara II Tingkat Nasional Lomba Penulisan Puisi Pelajar (Departemen Pendidikan Nasional, 2005) dan Juara I Lomba Penulisan Puisi se-Bali (2007). Puisi-puisinya dimuat di Bali Post dan berbagai media lain, serta terangkum dalam buku Herbarium (2007), Penari Buleleng (2008), Mengunyah Geram (2017). Kini dia bekerja sebagai wartawan di Denpasar. dia bekerja sebagai wartawan di Denpasar.)
  • I Ketut Alon  + (I Ketut Alon (1932 – 1993) adalah seorang I Ketut Alon (1932 – 1993) adalah seorang pematung kelahiran Banjar Tarukan, Desa Mas, Ubud, Bali. Ia belajar memahat pada pematung Ida Bagus Nyana. Ia banyak membuat patung kayu bertema pewayangan (Mahabarata dan Ramayana) dan juga tema-tema kehidupan sehari-hari yang bersifat humanis. Karya-karyanya banyak dikoleksi oleh wisatawan mancanegara. Ia pernah diundang berpameran di Jepang pada tahun 1981, 1982, dan 1985.</br></br>Pada 1968, ia mendirikan “I Ketut Alon Balinese Art Shop & Wood Carver” yang kemudian berubah menjadi “Galeri Alon” sejak tahun 1991. Galeri tersebut berada di Jalan Raya Mas, Ubud dan dikelola oleh salah seorang putranya, I Kadek Ariasa. Di galeri itu juga terdapat Sanggar Githa Ariswara yang dirintis pada tahun 2000 dan bergerak di bidang seni tari dan tabuh yang berada di bawah Yayasan I Ketut Alon. Yayasan itu juga mendirikan Taman Pendidikan Sarin Rare yang banyak bergerak di bidang pendidikan seni untuk anak-anak.rak di bidang pendidikan seni untuk anak-anak.)
  • I Ketut Aryawan Kenceng  + (I Ketut Aryawan Kenceng lahir di Banjar BeI Ketut Aryawan Kenceng lahir di Banjar Bendul, Klungkung, 22 Desember 1959. Menyelesaikan SD hingga SMA di Klungkung. Pernah kuliah di Fakultas Inggris Universitas Udayana hingga lima semester, lalu bekerja di sektor pariwisata di Denpasar. Dia menulis sastra dalam bahasa Bali dan Indonesia. Puisi-puisi bahasa Indonesianya dimuat di Bali Post, Simfoni, Swadesi. Puisi bahasa Balinya dimuat di Bali Orti Bali Post dan Pos Bali. Kumpulan puisi bahasa Balinya telah terbit dengan judul Beruk (2014), Bikul (2014), Bubu (2015), Rwa Bhineda (2015).l (2014), Bubu (2015), Rwa Bhineda (2015).)
  • I Ketut Eriadi Ariana  + (I Ketut Eriadi Ariana lahir di Bangli, 199I Ketut Eriadi Ariana lahir di Bangli, 1994. Saat ini tengah menyelesaikan studi pascasarjana di Prodi Magister Linguistik Konsentrasi Wacana Sastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana. Kesehariannya adalah seorang jurnalis dan penyarikan di Pura Ulun Danu Batur, Desa Adat Batur, Bangli (sejak 8 Januari 2020). Sejumlah puisi berbahasa Bali dan esainya terbit di media massa seperti Tatkala.co, Media Bali, Pos Bali, Suara Saking Bali, dan Majalah Nuansa Bali. Puisi berbahasa Bali terbit dalam antologi tunggal Ulun Danu (2019). Tulisannya juga diterbitkan dalam buku kumpulan tulisan bersama seperti Prabhajnyana: Mozaik Kajian Pustaka Lontar Universitas Udayana (2020), Jurnal Sastra Gocara Prodi Sastra Jawa Kuno Universitas Udayana, dan Sarasastra: Pusparagam Pemikiran Kebudayaan Bali (2020). Sementara itu, buku esai tunggal pertamanya berjudul Ekologisme Batur (2020). Ia pernah menjabat sebagai Sekretaris DPK Peradah Indonesia Badung (2016-2017), sebelum kemudian dipercaya mengemban tugas sebagai Ketua DPK Peradah Indonesia Bangli (2018-2021). DPK Peradah Indonesia Bangli (2018-2021).)
  • I Ketut Sadia  + (I Ketut Sadia, beralamat di Br Pekandelan,I Ketut Sadia, beralamat di Br Pekandelan, Batuan, Sukawati, Gianyar, Bali. Dia belajar melukis pada I Wayan Taweng (ayah) dan I Wayan Bendi (kakak). Dia aktif berpameran di dalam dan luar negeri, antara lain di Museum Arma, Museum Puri Lukisan, Museum Neka, Museum Nasional Jakarta, Singapure Art Museum, Tempera Art Museum, Finlandia, Fukuoka Art Museum, dan KBRI Washington DC. Pernah meraih penghargaan Jakarta Art Award 2008, Finalis Jakarta Art Award (2010, 2012), Finalis UOB Painting Of The Year (2012, 2013, 2014).B Painting Of The Year (2012, 2013, 2014).)
  • I Ketut Sandika  + (I Ketut Sandika lahir di Desa Nyalian, KluI Ketut Sandika lahir di Desa Nyalian, Klungkung, Bali 11 Februari 1988. Ia menempuh pendidikan di IHDN Denpasar. Ia menulis buku tentang kearifan lokal dan budaya Nusantara, khususnya Bali. Ia gemar memelajari ilmu mistik Bali lewat kajian-kajian terhadap naskah-naskah kuno, terutama naskah-naskah berbahasa Jawa Kuno. Hasil kajiannya itu dituangkan dalam beberapa buku, antara lain “Tantra, Ilmu Kuno Nusantara”, “Siwa Tattwa, Ajaran Spiritual Leluhur Nusantara”, “Sedulur Papat, Kalima Pancer, Ilmu Rahasia Kelahiran dan Kematian”, “Pendidikan Menurut Veda”. dan Kematian”, “Pendidikan Menurut Veda”.)
  • I Ketut Santosa  + (I Ketut Santosa lahir di Desa Nagasepaha, I Ketut Santosa lahir di Desa Nagasepaha, Buleleng, Bali, 21 Juli 1970. Ia adalah seniman lukis wayang kaca generasi ketiga dari keturunan Jero Dalang Diah, penemu teknik melukis media kaca di Nagasepaha. Santosa pernah bekerja menjadi tukang kebun di SMP Negeri 3 Sukasada dan mengajar ekstrakurikuler lukis kaca di sekolah itu. Pada September 2022, ia diangkat menjadi tenaga pengajar di SMK Negeri 1 Sukasada. </br></br>Lukis kaca Nagasepaha telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang tercatat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Santosa sukses membawa lukis wayang kaca bertema kontemporer ke kancah internasional. Karya-karyanya banyak diminati dan dikoleksi turis asing dan pecinta seni. Ia pernah mengikuti sejumlah pameran bergengsi, seperti di Bentara Budaya Bali dan Taman Budaya Bali. Ia juga kerap diundang menjadi narasumber dalam workshop dan bincang-bincang seni.</br></br>Pada tanggal 23 November 2022, Santosa mengalami kecelakaan di daerah Baturiti, Tabanan. Saat itu ia sedang dalam perjalanan ke Denpasar untuk membawa lukisan yang hendak dipamerkan di Taman Budaya Provinsi Bali. Ia sempat menjalani perawatan medis di Rumah Sakit Mangusada, Badung. Namun pada tanggal 26 November 2022 ia menghembuskan napas terakhirnya. Seorang seniman lukis wayang kaca telah pergi selama-lamanya.is wayang kaca telah pergi selama-lamanya.)
  • I Ketut Suasana  + (I Ketut Suasana alias Kabul, lahir di ApuaI Ketut Suasana alias Kabul, lahir di Apuan, Tabanan, 30 Desember 1978. Dia menamatkan pendidikan seni rupa di ISI Denpasar. Karya-karya Kabul banyak mengangkat tentang kehidupan lebah/tawon. Bagi Kabul, lebah adalah metafora untuk menggambarkan kehidupan manusia. Sejak 2003, Kabul rajin terlibat dalam banyak pameran bersama, baik di dalam maupun luar negeri. Pameran tunggalnya antara lain "Suasana Lebah" di Sudana Gallery, Ubud, Bali (2009) dan "Suhu Lebah" di Maha Art Gallery, Renon, Bali (2010). Selain seni lukis, Kabul juga rajin menggelar seni pertunjukan (performance art) dan mural.i pertunjukan (performance art) dan mural.)
  • I Ketut Sudarsana  + (I Ketut Sudarsana lahir di Desa Ulakan, MaI Ketut Sudarsana lahir di Desa Ulakan, Manggis, Karangasem, Bali pada tanggal 4 September 1982. Ia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara yang lahir dari pasangan I Ketut Derani (Alm.) dan Ni Ketut Merta. Menikah dengan Adi Purnama Sari dan dikaruniai empat orang anak; Saraswati Cetta Sudarsana, Kamaya Narendra Sudarsana, Ganaya Rajendra Sudarsana dan Gayatri Metta Sudarsana. Jenjang pendidikan formal yang dilalui adalah SDN 4 Ulakan (1994), SMPN 1 Manggis (1997), dan SMKN 1 Sukawati (2000). Pendidikan Sarjana (S1) Pendidikan Agama Hindu di STAHN Denpasar (2004), dan Magister (S2) Pendidikan Agama Hindu di IHDN Denpasar (2009). Tahun 2014 menyelesaikan pendidikan Doktor (S3) Pendidikan Luar Sekolah di Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Pengalaman kerja dimulai pada tanggal 1 Januari 2005 sampai sekarang sebagai dosen tetap Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar.ndu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar.)
  • I Ketut Sumarta  + (I Ketut Sumarta menulis puisi sejak remajaI Ketut Sumarta menulis puisi sejak remaja dengan nama pena Dommy Lavawan dan banyak dimuat di Bali Post. Dia lantas rajin berteater dan menulis esei di media massa, hingga menekuni dunia jurnalistik. Dia bergabung dengan Majalah Berita Mingguan EDITOR di Jakarta—yang akhirnya dibredel rezim Orde Baru pada 1994. Setelah pulang ke Bali sejak 1995, dia dipinang sebagai Redaktur Pelaksana harian NUSA hingga dipercaya sebagai Direktur. Sejak awal tahun 2000 bersama kawan-kawannya di Bali dia menerbitkan sekaligus memimpin majalah bulanan kebudayaan Bali, SARAD. Tulisan-tulisannya perihal budaya Bali, antara lain, pernah dimuat di Kompas, Majalah Gatra, Majalah Budaya BASIS. Buku-buku karyanya yang telah terbit, antara lain: Sosok Seniman dan Sekaa Kesenian Denpasar (1999), Batur: Jantung Peradaban Air Bali (2015), dll.r: Jantung Peradaban Air Bali (2015), dll.)
  • I Ketut Suwidja  + (I Ketut Suwidja, lahir di Singaraja, 20 NoI Ketut Suwidja, lahir di Singaraja, 20 November 1939. Dia adalah seorang sastrawan dari Bali yang menulis dalam bahasa Bali dan Indonesia. Dia juga menulis di atas daun lontar. Puisi-puisinya banyak dimuat di Bali Post, Karya Bakti, Nusa, dll. Juga terkumpul dalam sejumlah antologi bersama, seperti “Hram” (1988). Antologi puisi tunggalnya yang berbahasa Bali adalah “Panah Surya” (2000) diterbitkan oleh Sanggar Buratwangi dan Balai Bahasa Bali. Berbagai penghargaan telah diraihnya, antara lain Penghargaan Listibiya (1982), Penghargaan Pemerintah Provinsi Bali (1998), Penghargaan Sastra Bali dari Yayasan Rancage (2001). Dia pernah bekerja di museum lontar Gedong Kertya di Singaraja. Dia meninggal tahun 2009.ya di Singaraja. Dia meninggal tahun 2009.)