UPGRADE IN PROCESS - PLEASE COME BACK AT THE END OF MAY

Search by property

From BASAbaliWiki

This page provides a simple browsing interface for finding entities described by a property and a named value. Other available search interfaces include the page property search, and the ask query builder.

Search by property

A list of all pages that have property "Biography text id" with value "I Gusti Ayu Putu Mahindu Déwi Purbarini, SS, lahir di Tabanan, 28 Oktobe". Since there have been only a few results, also nearby values are displayed.

Showing below up to 25 results starting with #1.

View (previous 50 | next 50) (20 | 50 | 100 | 250 | 500)


    

List of results

  • Wayan Doyotan  + (Wayan Doyotan lahir di Banjar Tarukan, MasWayan Doyotan lahir di Banjar Tarukan, Mas, Ubud, Bali, 1884. Ia meninggal pada tahun 1994 dalam usia 110 tahun. Ia adalah seorang maestro seni patung dan anggota Pita Maha. Sejak 1932 karya-karyanya telah ikut menghiasi beberapa museum di Eropa.</br></br>Ia adalah sosok seniman tulen dengan gaya hidup sangat sederhana. Penampilan kesehariannya sangat artistik. Gaya berpakainnya nyentrik. Fisik dan ototnya kuat. Otaknya sangat cerdas dalam mengingat suatu hal. Ia membuat patung hanya saat suasana hatinya bagus. Sebagian besar patungnya dibuat dari kayu nangka yang diambilnya dari tegalannya. Ia ikut memelopori kemunculan gaya patung modern di Desa Mas pada awal tahun 1930-an. Selain seniman patung, ia juga seorang penari kecak.</br></br>Gaya patung Doyotan sangat sederhana dan polos, sepolos hati dan penampilannya. Semua patungnya adalah curahan perasaan dan jiwanya yang paling dalam. Ia punya gaya tersendiri dalam menerjemahkan ide dan alam pikirannya ketika membuat patung. Ia bergaul akrab dengan Walter Spies dan Rudolf Bonnet. Kedua pendiri Pita Maha itu banyak mempromosikan karya-karya pematung Desa Mas di Eropa.an karya-karya pematung Desa Mas di Eropa.)
  • Wayan Eka Mahardika Suamba  + (Wayan Eka Mahardika Suamba. Dia lahir di BWayan Eka Mahardika Suamba. Dia lahir di Batuan, 17 Agustus 1985. Mulai belajar melukis sejak umur 10 tahun pada kakeknya I Wayan Taweng dan pamannya I Wayan Bendi, I Ketut Sadia, I Wayan Diana. Dia pernah berpameran bersama seperti “Ibu Rupa Batuan” di Bentara Budaya Bali (2019), Endih Batur di Taman Budaya Bali (2018), "Experience Rudolf Bonet’s Home" di Ubud (2016), "Golden Generation" di Museum Arma, Ubud (2018), "The Dynamic Heritage" di Santrian Gallery, Sanur (2018). Dia pernah meraih Nine Finalists TITIAN PRIZE (2018).meraih Nine Finalists TITIAN PRIZE (2018).)
  • Wayan Gde Yudane  + (Wayan Gde Yudane, lahir di Kaliungu, DenpaWayan Gde Yudane, lahir di Kaliungu, Denpasar, 1964. Dia menamatkan Seni Karawitan di ISI Denpasar. Dia banyak menggarap karya musik untuk kepentingan konser, teater/seni pertunjukan, sastra, maupun film. Dia meraih penghargaan Melbourne Age Criticism sebagai Creative Excellent pada Festival Adelaide, Australia (2000). Dia tampil di Festival Jazz Wangarata, Australia (2001), keliling Eropa dengan Teater Temps Fort, Grup France and Cara Bali, juga Festival Munich dan La Batie. Karyanya, antara lain musik film Sacred and Secret (2010), Laughing Water and Terra-Incognita, dan Arak (2004), dan sebagainya. Crossroads of Denpasar merupakan salah satu karyanya yang dipesan radio New Zealand dan kemudian dibeli radio Australia dan BBC London. Karya lainnya, Paradise Regained, yang terinspirasi oleh peristiwa bom Bali tahun 2002, dimainkan pianis Ananda Sukarlan di berbagai pergelaran internasional. Karya kolaborasinya dengan Paul Grabowsky, The Theft of Sita, dipentaskan di Next Wave Festival, New York City, 2011.i Next Wave Festival, New York City, 2011.)
  • Wayan Gunasta  + (Wayan Gunasta alias Gungun, lahir di Nyuh Wayan Gunasta alias Gungun, lahir di Nyuh Kuning, Ubud. Dia menulis puisi sejak remaja dan banyak dimuat di Bali Post. Selain puisi, dia menekuni seni kartun, vignet, sketsa, lukis. Dia pernah studi “character design and animation” di Jepang. Sejak 1979 dia rajin memamerkan karyanya di dalam dan luar negeri, seperti Balai Budaya Jakarta (1979), Frementale Art Gallery (Australia, 1994), Oriental City (London, Inggris, 2004), V Gallery (Yogya, 2007), dll. Buku-buku kartun dan komiknya yang telah terbit, antara lain Mahabhrata Series Comic (1992), Bali in Cartoon (1997), Irama Sketsa Gunasta (1999), Bali Pulau Kartun (2004), Propoor Tourism (2006), Balinese Coloring Book Series (2008). Dia memrakarsai dan menerbitkan buku kumpulan puisi delapan puluh satu penyair Bali yang karya-karyanya pernah dimuat di Bali Post, berjudul Edisi Hitam Putih (Yayasan Wayan Pendet, 2006). Hitam Putih (Yayasan Wayan Pendet, 2006).)
  • Wayan Jana  + (Wayan Jana, lahir di Banjar Mukti, SingapaWayan Jana, lahir di Banjar Mukti, Singapadu, Gianyar, Bali, 8 Juli 1968. Ia adalah seorang pematung lulusan ISI Denpasar. Ia adalah putra sulung dari pematung Ketut Muja. Pameran tunggal yang pernah digelarnya adalah “Objects of Life”, Griya Santrian Gallery, Sanur (2004), “Hasrat” di Warung Yayaa Art Space, Sanur (2013), “Encounter” di Titian Art Space, Ubud (2019). Ia juga menampilkan karyanya dalam sejumlah pameran bersama sejak 1986 di dalam dan luar negeri. Pameran tersebut, antara lain Pameran Bersama Sanggar Dewata Indonesia di Taman Budaya Denpasar (1991), Pameran Bersama Pemahat Dunia “Mysterious World of Wood Carving” di Museum Daetz, Jerman (2001), Pameran “Ide don Expiorasi”, One Gallery, Jakarta (2006), Pameran Bina Rupa Tunggal Raga di Museum Puri Lukisan Ubud (2010), Pameran Bersama Indonesia Artist di Hikumi Galery Netherland (2012). </br></br>Pada tahun 1995, Jana bersama seniman I Wayan Pugeg membuat Properti Dalam Rangka Copy Morning di Istana Negara Jakarta. Tahun 1996, ia bersama seniman Ketut Muja membuat Properti Untuk Pertunjukan Dewi Sri Karya Kadek Suardana dalam Rangka Utsawa Dharma Gita tingkat nasional di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Tahun 2004, ia bersama Keluarga Ketut Muja membuat properti untuk pertunjukan Maha Pralaya Karya Nyoman Erawan dalam event Megalitikum Quantum di areal Garuda Wisnu Kencana Jimbaran. Tahun 2011, ia membuat properti untuk pertunjukan Dramatari Arja Inovatif karya Ni Nyoman Candri dalam rangka Pesta Kesenian Bali. </br></br>Jana pernah meraih beberapa penghargaan, antara lain Juara Favorit pada Finalis Lomba Cendramata khas Indonesia tingkat Nasional di Jakarta (1986), Juara I Lomba Patung Dies Natalies VI ISI Denpasar (2009), Karya Terbaik II Pada Ujian Tugas Akhir Tahun 2010/2011 di FSRD ISI Denpasar (2011).</br></br>Karya-karya patung Jana yang bergaya kontemporer merepresentasikan pengalaman bawah sadarnya. Hal itu membuat patung-patungnya terlihat unik, minimalis, dan terkesan surealis. Namun, selain membuat patung kontemporer, Jana juga piawai membuat patung bertema pewayangan dan tradisi Bali.atung bertema pewayangan dan tradisi Bali.)
  • Wayan Kerti  + (Wayan Kerti lahir di Sibetan, Karangasem, Wayan Kerti lahir di Sibetan, Karangasem, 29 Juni 1967. Belajar menulis puisi di halaman media sosial serta Kompasiana.com. Puisi-puisinya dimuat di Bali Post, Denpost, dll. Kumpulan puisi bersamanya adalah “Malam Super Blue Blood Moon” tahun 2018, serta antologi puisi 1000 guru ASEAN “Tentang Sebuah Buku dan Rahasia Ilmu.” dan "Sang Guru" (2019). Kumpulan puisi karya tunggalnya “Melukis Cahaya” yang diberikan pengantar oleh Dr. I Gede Artawan, M.Pd. tahun 2018. Selain puisi, dia juga rajin menulis cerpen, artikel, esai, opini di sejumlah media cetak dan daring. Dia mengajar di SMPN 1 Abang, Karangasem. Dia mengajar di SMPN 1 Abang, Karangasem.)
  • Wayan Limbak  + (Wayan Limbak lahir di Bedulu, Gianyar, BalWayan Limbak lahir di Bedulu, Gianyar, Bali, 1897. Dia meninggal tahun 2003 dalam usia 106 tahun. Limbak adalah seorang penari sanghyang, suatu tarian sakral. Pada tahun 1930-an, Walter Spies terpesona dengan tarian sanghyang yang ditampilkan dalam suatu upacara suci di Goa Gajah, Bedulu, Gianyar. Walter Spies kemudian berkenalan dan bersahabat dengan Wayan Limbak yang terlibat dalam tarian sanghyang tersebut. Atas usulan Walter Spies, tarian sanghyang itu dimodifikasi menjadi tarian kecak yang dikenal hingga saat ini. Wayan Limbak menyanggupi. Tarian kecak kemudian diberikan narasi yang berasal dari epos Ramayana. Wayan Limbak berjasa mempopulerkan tarian kecak hingga dikenal di tingkat internasional.k hingga dikenal di tingkat internasional.)
  • Wayan Madra  + (Wayan Madra, lahir di Desa Mas, Ubud, 1952Wayan Madra, lahir di Desa Mas, Ubud, 1952. Ia menekuni seni patung sejak remaja. Ia pernah lima tahun bekerja membuat patung pada Ida Bagus Tantra, adik Ida Bagus Tilem. Karya-karya Madra banyak menampilkan figur-figur manusia yang terdistorsi. Ia membuat patung dari kedalaman hatinya, tidak terlalu berpikir soal pasar, sehingga karya-karyanya mengandung kekuatan perenungan dan metaksu. Madra pernah memamerkan karya-karyanya dalam pameran bersama di Pesta Kesenian Bali (1985-1990), Nusa Dua Festival (1997), pameran “Lebah-Lebah” di Bidadari Art Gallery, Mas-Ubud, Bali (2004), pameran “Kayuning Kayun” di Hadi Prana Gallery Jakarta (2005), dll. Selain itu, karya Madra telah dikoleksi oleh kolektor dari dalam dan luar negeri. oleh kolektor dari dalam dan luar negeri.)
  • Wayan Mudana  + (Wayan Mudana lahir di Desa Mas, Ubud, 16 AWayan Mudana lahir di Desa Mas, Ubud, 16 April 1953. Bakat seninya telah muncul sejak kanak-kanak. Ia tumbuh dalam lingkungan keluarga pematung dan pengukir. Kakeknya, Made Lembeng dan Nyoman Lenyod, serta ayahnya Made Pondok adalah pembuat patung terkenal pada zamannya.</br></br>Mudana memulai karirnya sebagai pematung dengan membuat patung Dewi Sri, ukuran kecil dari kayu panggal buaya. Patung itu laku dengan harga lumayan saat itu. Ia kaget dan senang. Ketika masa remaja, ia memutuskan menjadi pematung sebagai pilihan hidupnya. Ia begitu mencintai pekerjaannya sebagai pematung.</br></br>Belakangan karya-karyanya dikenal dengan ciri khas dibuat dari kayu-kayu tidak utuh atau berlubang. Ia menciptakan bentuk patungnya dengan mengikuti alur kayu. Hal itu membuat karya-karyanya terkesan natural dan ekspresif.</br></br>Karya-karyanya dikoleksi oleh kolektor mancanegara. Ia juga sering terlibat dalam pameran bersama, antara lain pameran “Leha-Lehah” di Bidadari Art Gallery, Mas, Ubud, Bali. Namun ia tak pernah puas. Ia terus berkreasi menemukan hal-hal baru dalam seni patung. menemukan hal-hal baru dalam seni patung.)
  • Wayan Pendet  + (Wayan Pendet lahir di Nyuhkuning, Ubud, 19Wayan Pendet lahir di Nyuhkuning, Ubud, 1936. Belajar memahat setelah tamat SD pada pematung Wayan Landeng dan Nyoman Tinggal di Nyuhkuning. Tahun 1955, ia berpameran di Jakarta dan Medan. Tahun 1956, atas petunjuk R. Bonnet, ia beberapa bulan di ASRI Yogyakarta memperagakan kemahirannya mematung. Karyanya menjadi koleksi Museum Ratna Warta Ubud. Tahun 1970 ia meraih penghargaan dalam sayembara patung di Gedung Perindustrian Denpasar. </br></br></br>Karya-karyanya dipamerkan di Museum Ratna Warta Ubud (1967), Taman Budaya Denpasar (1971), Museum Ratna Warta Ubud (1972). Tahun 1975, ia pameran tunggal di Surabaya, tahun 1976 di Taman Budaya Denpasar, tahun 1979 di Balai Budaya Jakarta. Pameran tunggal di Lembaga Indonesia Amerika LIA, Surabaya pada tahun 1979, tahun 1980 di Balai Budaya Jakarta, tahun 1984 di Museum Ratna Warta. Tahun 1987 pameran bersama dengan seniman Ratna Warta di Jepang, tahun1988 pameran di Swiss bersama tujuh seniman Bali, tahun 1989 pameran bersama pematung Cokot di Gallery Seni Jaya Ancol Jakarta. Tahun 1996 pameran di Museum In Hoorn Amsterdam, Belanda.</br></br></br>Karya-karya patungnya tampak aneh dan unik yang tercipta dari alam imajinasinya. Karyanya tampak nakal, lucu, dan bersifat karikatural. Warna dan sisik kayu dibiarkan sebagai elemen pendukung kreatifitas yang unik. Pahatannya liar, namun cekatan, finishing tidak halus, menunjukkan warna lain dalam dunia patung. Koleksi patungnya sekarang disimpan di Museum Pendet di Nyuhkuning, Ubud. Selain mematung, ia juga melukis. Ia meninggal tahun 1998. ia juga melukis. Ia meninggal tahun 1998.)
  • Wayan Rajin  + (Wayan Rajin lahir di Banjar Pekandelan, BaWayan Rajin lahir di Banjar Pekandelan, Batuan, Gianyar, 1945. Ia telah menekuni seni lukis gaya Batuan sejak duduk di Sekolah Dasar. Bakat seninya menurun dari ayahnya, Made Djata, salah seorang sesepuh pelukis Batuan. Tahun 1972, Rajin belajar melukis pada Rudolf Bonnet selama enam tahun. Sejak 1974, ia telah mengikuti berbagai pameran bersama, antara lain pameran di Mitra Budaya Jakarta, di Den Haag (Belanda), Tokyo (Jepang), dan beberapa tempat lainnya.kyo (Jepang), dan beberapa tempat lainnya.)
  • Wayan Redika  + (Wayan Redika, lahir di Desa Ababi, KarangaWayan Redika, lahir di Desa Ababi, Karangasem, Bali, 16 Juni 1961. Ia adalah seorang pelukis dan penyair. Sebagai pelukis ia pernah menggelar pameran tunggal, seperti pameran Ancient Relief, Ganesha Gallery, Four Seasons Resort, Bali (2000) dan pameran Exceptional Person, Bentara Budaya Bali (2013). Sejak 1998 ia rajin mengikutkan karyanya dalam pameran bersama, antara lain pameran bersama di Hilton International Hotel, Surabaya (1998), pameran bersama di Bentara Budaya, Jakarta (2001), pameran Bali-Jeju, Jeju-Do Culture Building, Jeju South Korea (2005), Beijing Art Fair, Beijing, China (2006), Art in Unity, Le Mer Gallery, Seoul, South Korea (2010), Bali on the Move, Tony Raka Gallery, Ubud, Bali (2013), dan sebagainya. Sementara itu, buku kumpulan puisinya yang telah terbit berjudul “Ayat-Ayat Sesat Kaum Kiri” (Prasasti, 2021).at-Ayat Sesat Kaum Kiri” (Prasasti, 2021).)
  • Wayan Rindi  + (Wayan Rindi lahir di Banjar Lebah, SumertaWayan Rindi lahir di Banjar Lebah, Sumerta Kaja, Denpasar Timur, 18 Juli 1917. Sejak kecil pada tahun 1930-an, Wayan Rindi telah menari Gandrung dan pentas dari desa ke desa bersama kelompok penari Banjar Tegal Linggah, Denpasar. Ia belajar menari pada Wayan Lotring dari Kuta, Nyoman Kaler dari Pemogan dan penabuh I Regog dari Banjar Ketapean. Selain tari Gandrung, ia juga menguasai semua jenis tari Bali klasik. Ia juga belajar menari pada I Gusti Ngurah Raka dari Puri Beng Tabanan, Ida Bagus Boda dari Kaliungu, Ida Bagus Anom dari Gianyar, Anak Agung Raka dari Sukawati.</br></br></br>Rindi dipercaya oleh sejumlah sekaa (kelompok) di Denpasar untuk mengajar di beberapa banjar dan mendirikan sekaa-sekaa baru. Tahun 1938-1939 ia mulai mengajar tari legong di Begawan Kuta dan Kerobokan. Melahirkan penari terkenal di antaranya Ni Putu Ayu, Ni Pasek, Gusti Made Rai, Ni Nyoman Condra, Ni Muri, dan Ni Ribeg. Pada tahun 1940 ia mengajar di Banjar Babakan Sukawati, melahirkan penari I Dewa Made Doyot, Ni Robin, Ni Suri. Di Banjar Badung Sibang, tahun 1943 ia mengajar tari legong dan kebyar, melahirkan penari AA Raka, Si Luh Nyoman, Ni Mungkrug, Ni Luh Candri. Di sini pula ia sempat menciptakan drama tari Sugriwa-Subali.</br></br></br>Menjelang kemerdekaan, di tahun 1945, Rindi sempat mengajar di Desa Tegeh Kori, dan melahirkan penari Ni Botor, Ni Luh Mendri, Ni Made Rupa. Di sini ia menciptakan drama tari dengan lakon Prabu Kangsa dan Prabu Waringin Bang. Tiga tahun setelah kemerdekaan, ia mengajar tari di Tegal Cangkring (Negara), dengan penari Ni Rapig, Ni Nengah Jempiring, dan Ni Padri. Setahun di Negara ia mengajar di Abianjero Karangasem, melahirkan penari I Ketut Catur dkk. Tahun 1951 ia mulai mengajar di Perguruan Rakyat (PR) Saraswati dan karena jumlah penarinya begitu banyak Rindi mulai menggagas metode pengajaran tari, yang nantinya dikembangkan di KOKAR Bali. Dan untuk pertama kalinya di tahun 1952 Rindi membuka kursus tari dengan metode pengajaran yang dirancang sendiri.</br></br></br>Rindi ternyata punya pengalaman tari yang telah mendunia. Anak pasangan I Ketut Lantur dengan Ni Gubrig ini ternyata telah beberapa kali keliling dunia. Di tahun 1950 untuk pertama kalinya ia memimpin rombongan kesenian ke luar daerah Bali, yaitu ke Surabaya. Tahun 1951 – 1956, setiap bulan Agustus ia menari di Istana Negara, Jakarta. Tahun 1955, untuk pertama kali ia melawat ke luar negeri, yakni ke Pakistan Timur, memimpin rombongan kesenian dari Bali. Tahun 1962 ia melakukan diplomasi budaya ke Rusia. Tak sampai disana, setahun setelah peristiwa G/30S/PKI, ia melawat ke Afrika Timur dalam sebuah misi kesenian. Tahun 1969 selama sebulan penuh ia berada di Amerika dalam acara misi kesenian pula. Tahun 1966-1974 ia ikut mengajar di ASTI Bali.</br></br></br>Tari ciptaan Rindi, antara lain Tari Panji Semirang, Tari Pendet, dan sejumlah karya yang tak sempat tercatat. Tahun 1979 Rindi memperoleh piagam Dharma Kusuma dari Kepala Daerah Tingat I Bali, Prof. Dr. Ida Bagus Mantra. Piagam Siwantaraja diperolehnya tahun 1995 dari Ketua STSI Denpasar, Prof. Dr. I Made Bandem.ua STSI Denpasar, Prof. Dr. I Made Bandem.)
  • Wayan Sinti  + (Wayan Sinti, lahir di Ubung, Denpasar, 194Wayan Sinti, lahir di Ubung, Denpasar, 1943. Ia adalah komposer, inovator, seniman gamelan papan atas pada masanya. Pada tahun 1957 ia mulai belajar vokal dan gamelan Bali. Ketertarikannya pada seni membuatnya sekolah di KOKAR. Ia menjadi lulusan terbaik dan diangkat menjadi tenaga pengajar di sana. Ia pernah diundang mengajar gamelan di Centre for World Music, Berkeley, Amerika. Ia kemudian melanjutkan pendidikan etnomusikologi di San Diego State University dan lulus dengan gelar MA dalam bidang musik. Ia banyak melakukan inovasi dalam gamelan Bali seperti membuat beberapa komposisi baru. Hal itu, misalnya, terlihat pada karyanya yang berjudul Manikasanti dan Siwa Nata. Karyanya yang lain yakni Lokarya, Ajnyaswari, Wilet Mayura sangat populer di masyarakat Bali karena inovatif namun tanpa kehilangan akarnya pada tradisi kesenian Bali. Ia menulis buku berjudul “Gambang”. Ia meninggal pada tahun 2020.l “Gambang”. Ia meninggal pada tahun 2020.)
  • Wayan Suardika  + (Wayan Suardika, lahir di Denpasar, 15 ApriWayan Suardika, lahir di Denpasar, 15 April 1963. Dia sempat kuliah di Fakultas Sastra Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Udayana. Dia pernah lama menjadi wartawan dan penulis freelance. Pernah mendirikan majalah Bali Lain, Wacana Bali, Bali Arts, Suardi, dan Suratkabar Seni. Sejak mahasiswa dia rajin menulis cerita pendek, puisi, esai, kritik, novel, naskah skenario. Tulisan-tulisannya dimuat di Bali Post, Kompas, Nusa, Suara Pembaruan, dll. Pernah menjuarai beberapa lomba penulisan, seperti Juara II Lomba Novel (cerita bersambung) di harian Bali Post (1992), Juara I Lomba Penulisan Cerpen di harian kota Denpasar Post (2006). Dia meraih penghargaan Widya Pataka dari Gubernur Bali (2010) dan Anugerah Sastra Tantular dari Balai Bahasa Provinsi Bali (2013). </br></br>Buku-bukunya yang telah terbit Kumpulan cerita pendek “Orang Kalah” (Pustaka Suardi, 2008), Novel “Cinta Beriak Tanda Tak Bertanya” (Pustaka Suardi, 2010), Novel “Opera Periuk Nasi” (Pustaka Suardi, 2011), Kumpulan cerita pendek “Sepotong Kartu Nama di Atas Meja Makan” (Pustaka Suardi,2013), Kumpulan cerita Pendek “I KOLOK” (Pustaka Bali Seni, 2017), Novel “Ni Meri” (Pustaka Bali Seni, 2017), Biografi kreatif seniman “I Nyoman Sujana Kenyem: An Artist from the Silence of Sayan (Pustaka Suardi, 2010), Biografi kreatif seniman “Made Budhiana: Crossing the Horizon” (Matamerabook, 2010).rossing the Horizon” (Matamerabook, 2010).)
  • Wayan Suastama  + (Wayan Suastama adalah pelukis kelahiran LaWayan Suastama adalah pelukis kelahiran Lalanglinggah, Tabanan, Bali, 1972. Dia menempuh pendidikan seni rupa di ISI Denpasar. Sejak 1995 dia rajin menampilkan karya-karyanya dalam pameran bersama maupun tunggal, baik di dalam maupun luar negeri, seperti pameran Bali Megarupa (2019). Tahun 2000, karyanya masuk final Philip Moris Art Award. Secara umum, karya-karyanya banyak menampilkan figur-figur perempuan dengan warna-warna yang lembut dan memesona. Dia aktif dalam komunitas seni rupa Militanarts.tif dalam komunitas seni rupa Militanarts.)
  • Wayan Sumahardika  + (Wayan Sumahardika lahir di Denpasar, 11 MeWayan Sumahardika lahir di Denpasar, 11 Mei 1992. Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Undiksha, Singaraja. Menjadi sutradara, penulis naskah sekaligus founder Teater Kalangan. Naskahnya sempat meraih juara I Lomba Naskah Monolog se-Indonesia dalam Pestarama UIN Jakarta, Juara I Lomba Penulisan Naskah Drama Tradisional Naskah Dinas Kebudayaan Provinsi Bali 2018, dan Juara 1 Lomba Penulisan Naskah Drama Modern Dinas Kebudayaan Provinsi Bali 2017. Beberapa karya pertunjukannya dipentaskan pada acara Mimbar Teater Indonesia V, Bali Emerging Writers Festival, Pesta Kesenian Bali, Bali Mandara Nawanatya, Festival Monolog 100 Putu Wijaya, Parade Teater Canasta, Parade Teater Muda Bali Utara, Festival Dusun Jembrana dan Festival Bulan Bahasa Bali Provinsi Bali. Tulisan berupa puisi, cerpen, esai, dan ulasan teater pernah dimuat di sejumlah media seperti Indopos, Media Indonesia, Bali Post, Bali Tribun, Tribune Bali, Tatkala.co, Bale Bengong serta terhimpun dalam beberapa buku antologi bersama.mpun dalam beberapa buku antologi bersama.)
  • Wayan Turun  + (Wayan Turun lahir di Banjar Kedaton, KesimWayan Turun lahir di Banjar Kedaton, Kesiman, Denpasar, 17 Juli 1950. Ia menamatkan pendidikan formal di SR I Kesiman, Tahun 1966. Tamat SMEPN tahun 1969 di Denpasar, dan ia menamatkan SSRI tahun 1971 di kota yang sama. Sejak kanak ia telah menggemari kesenian. Darah seni mengalir dari ibunya, seorang penari janger. Ia dikenal sebagai undagi (arsitek bangunan tradisional Bali) yang mumpuni, juga piawai membuat bade (menara jenazah). Ia belajar Asta Kosala Kosali (aturan dasar arsitektur tradisional Bali) pada Pekak Kenjing, Anak Agung Mel, dan Ida Pedanda Oka. Selain itu, ia belajar filsafat tentang seni dan agama pada Ida Pedanda Kekeran, Ida Pedanda Made Sidemen, Ida Pedanda Bajing, Ida Rsi Agung Penatih dan Ida Dalem Pemanyun. Karena kepiawaiannya dalam sastra Bali dan Jawa Kuno, ia sering dipercaya menulis prasasti, menyalin lontar. Ia juga menulis karya sastra, seperti kidung dan kakawin. Atas jasanya di bidang seni dan budaya, ia dianugrahi Piagam Upakara Budaya dari Walikota Denpasar tahun 1995. Budaya dari Walikota Denpasar tahun 1995.)
  • Widi Widiana (I Ketut Widiana)  + (Widi Widiana bernama asli I Ketut Widiana Widi Widiana bernama asli I Ketut Widiana adalah penyanyi pop Bali kelahiran 1974. Lagu-lagunya kebanyakan bertema cinta dengan berbagai variannya. Dia lahir dari keluarga seniman. Ayahnya adalah seorang guru kidung dan penari, ibunya (Ni Made Kibik) juga seorang penari. Widi bersama saudara-saudaranya pernah membentuk kelompok band bernama Diana Band. Sejak 1991, band tersebut tampil dari banjar ke banjar, hotel ke hotel, acara ke acara.</br></br></br>Sebagai penyanyi tunggal, Widi mulai merintisnya tahun 1994 lewat album “Tunangan Tiang”, yang merupakan album kompilasi bersama penyanyi pop Bali lainnya.Album solonya pertama kali muncul tahun 1996, “Sesapi Putih”, diikuti album kompilasi, “Tresna Kaping Siki”, pada tahun yang sama. Album solo kedua lahir tahun 1997 dengan label “Sampek Ing Tay”. Kemudian album berikutnya bertajuk “Nasi Goreng Spesial” (2015), “Formalin Sik Luh” (2017). Pada tahun 2005 dia menyabet gelar penyanyi terbaik pria versi “Bali Music Award I”. Hingga kini dia telah melahirkan lebih dari sepuluh album solo. melahirkan lebih dari sepuluh album solo.)
  • Willem Gerard Hofker  + (Willem Gerard Hofker lahir di Den Haag, BeWillem Gerard Hofker lahir di Den Haag, Belanda, 5 Februari 1902, dan meninggal di Amsterdam pada tanggal 30 April 1981. Ia adalah seniman Belanda yang pernah menetap di Bali. Selain melukis, ia membuat etsa, grafis, dan ahli dekorasi. Ketika menetap di Bali, Hofker banyak melukis tentang pemandangan dan kehidupan sehari-hari orang Bali, termasuk figur-figur penari Bali. Kedatangan Hofker di Bali dimulai pada 1936 ketika ia mengunjungi Hindia Belanda bersama istrinya, Maria Hofker-Rueter. Pada tahun 1946, mereka kembali ke Belanda dan menetap di Amsterdam hingga akhir hayatnya. Hingga kini beberapa karya Hofker bisa dinikmati di Museum Neka, Ubud, Bali.bisa dinikmati di Museum Neka, Ubud, Bali.)
  • Winar Ramelan  + (Winar Ramelan lahir di Malang, 5 Juni. BukWinar Ramelan lahir di Malang, 5 Juni. Buku puisi tunggalnya berjudul "Narasi Sepasang Kaos Kaki" (2016). Puisi-puisinya dimuat di Denpost, Bali Post, Tribun Bali, Pos Bali, dll. Juga terangkum dalam buku, seperti Palagan, Untuk Jantung Perempuan, Klungkung Tanah Tua Tanah Cinta, Tifa Nusantara 3, Madah Merdu Kamadhatu, Perempuan Pemburu Cahaya, Mengunyah Geram, Ketika Kata Berlipat Makna, dll. Selain menulis puisi, dia juga melukis dan membatik. Kini dia bergiat di Jatijagat Kampung Puisi.ni dia bergiat di Jatijagat Kampung Puisi.)
  • merayakan hari Saraswati  + (Yang terhormat kepada Bapak Kepala SekolahYang terhormat kepada Bapak Kepala Sekolah serta Bapak & Ibu guru</br></br>Serta semua siswa-siswi yang saya sayangi</br></br>Semoga dalam keadaan selamat atas karunia dari Sang Hyang Widhi,</br></br>Pertama-tama, mari kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala nikmat yang telah dicurahkan kepada kita semua sehingga kita dapat berkumpul untuk membicarakan tentang Hari Saraswati.</br></br>Semua yang saya berikan kepadamu adalah milikmu,</br></br>Menurut ahli agama, umat Hindu merayakan hari Saraswati sebulan sekali untuk bertemu dengan Saniscara Umanis Wuku Watugunung. Hal ini dianggap sebagai Hari Pemilihan Pengetahuan atau Hari Lahir Ilmu Pengetahuan.</br></br>Umat Hindu harus menyembah Sang Hyang Widhi (Tuhan) sebagai penghormatan atau pencipta ilmu pengetahuan. Bagi guru, murid, dan yang lainnya harus menghadiri hari Saraswati karena semua yang diberikan oleh Sang Hyang Aji Saraswati.</br></br>Semua yang saya miliki adalah miliknya,</br></br>Tujuan dari perayaan ini adalah untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas kasih karunia-Nya kepada umat Hindu dan memberikan nikmat-Nya yang tak terhitung jumlahnya. Secara khusus, kegunaan pengetahuan bagi kehidupan dilambangkan oleh Dewi Saraswati.</br></br>Demikian pidato yang saya sampaikan tentang Hari Saraswati. Kurang lebihnya mohon maaf jika ada salah kata yang terucap, atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.</br></br>Semoga dalam keadaan baik atas karunia Sang Hyang Widhi.am keadaan baik atas karunia Sang Hyang Widhi.)
  • Yong Sagita  + (Yong Sagita, lahir di Buleleng, 30 NovembeYong Sagita, lahir di Buleleng, 30 November 1961. Dia adalah penyanyi pop Bali yang berjaya di era 1980 – 1990-an. Dia mengawali karirnya sebagai penyanyi pada 1985 melalui Aneka Record. Saat itu, dia melalui grup 2S (Sagita dan Sayup) meluncurkan album perdana bertajuk “Madu teken Tuba”. Kemudian tahun 1986 meluncurkan album “Ngipi Lucut”. Tahun 1987, Yong Sagita pindah ke Maharani Record dan meluncurkan album “Karmina”. Popularitasnya menanjak ketika dia meluncurkan album “Ngiler-ngiler” pada tahun 1988 dengan lagu hitsnya bertajuk “Jaje Kakne”. Album tersebut laris manis di pasaran. Pada 1989 dia meluncurkan album “Karmina III” dengan lagu hitsnya berjudul “Ciri-ciri”, yang juga laris di pasaran.l “Ciri-ciri”, yang juga laris di pasaran.)
  • P.L.Dronkers  + (hal. Dronkers, lahir 19 Agustus 1917, menyhal. Dronkers, lahir 19 Agustus 1917, menyelesaikan pendidikannya di Leiden pada bulan September 1941 dan menjadi administrator pemerintahan kolonial Belanda (Indisch bestuursambtenaar) dan pada bulan Juli 1945 ia merupakan salah satu anggota kontingen administrator kolonial Belanda pertama yang diberangkatkan dari Belanda. ke Hindia Belanda yang saat itu masih diduduki [oleh Jepang]. Melalui Australia dan penugasan sementara di Batavia pada Dinas Penerangan Pemerintah Belanda (Regerings Voorlichtingsdienst, RVD), pada bulan-bulan pertama tahun 1946, ia diberikan jabatan di pasukan pendarat, yang akan mengembalikan Bali ke bawah pemerintahan reguler [kolonial Belanda] administrasi. Awalnya, Administrasi Urusan Dalam Negeri dimiliterisasi dengan nama Administrasi Militer Sekutu, Cabang Urusan Sipil (AMACAB), sesuatu yang dibatalkan pada tahun 1946. Pada tahun 1947, administrator sipil ditambahkan ke pemerintahan mandiri lokal sebagai penasihat sipil (bestuursadviseurs) . Pertengahan tahun 1948, para penasehat administrasi ini ditempatkan di kantor 'Dewan Rajadom' (vorstenraad) Bali Dewan Radja-Radja di Den Pasar. Alasannya adalah, juga di tingkat lokal, untuk melebur ke dalam perubahan hubungan politik di Negara Indonesia Timur, yang merupakan wilayah Bali. Penyerahan kedaulatan pada bulan Desember 1949 secara resmi mengakhiri campur tangan Pemerintahan Sipil [kolonial] Belanda terhadap pemerintahan lokal.</br></br>Para peminum menduduki posisi berikut di Bali: pengontrol junior (calon-kontrol) di Boeleleng dan Djembrana, Maret-Mei 1946; pengontrol junior di Djembrana, Mei-Desember 1946; pengawas/penasehat administrasi di Tabanan, Januari 1947 - Juni 1948; kepala Departemen Politik pada Dewan Radja-Radja di Den Pasar, Juni 1948 - Maret 1949; kepala Departemen Perekonomian bersama Dewan Radja-Radja di Den Pasar, Juni 1949 - April 1950. April 1950, Dronkers bersama keluarganya dipulangkan ke Belanda.</br></br>Dalam menjalankan tugas administratifnya ia membuat sekitar 7.000 foto kehidupan budaya Bali. sekitar 7.000 foto kehidupan budaya Bali.)
  • Caesilia Nina Yanuariani  + (“Reina Caesilia” adalah nama pena pemberia“Reina Caesilia” adalah nama pena pemberian Umbu Landu Paranggi untuk “Caesilia Nina Yanuariani”. Penyair pendiam ini lahir di Surakarta, 29 Januari 1965. Dia dibesarkan di Singaraja dan bersekolah di SMAN 1 Singaraja, Bali. Dia kemudian kuliah di Fakultas Sastra, Universitas Udayana. Pernah menjadi wartawan Bali Post dan Nusa. Dia menulis puisi sejak remaja dan banyak dimuat di Bali Post, selain itu juga terhimpun dalam sejumlah buku bersama, seperti Pedas Lada Pasir Kuarsa (2009), Dendang Denpasar Nyiur Sanur (2012), Negeri Poci 6: Negeri Laut (2015), Klungkung: Tanah Tua, Tanah Cinta (2016), Saron (2018). Puisinya yang berjudul “Perempuan yang Menjadi Pelaut” masuk dalam nominasi lomba cipta puisi nasional yang digelar oleh Leon Agusta Institute pada tahun 2014. Setelah sempat mengalami koma akibat terjatuh dari sepeda motornya, Reina meninggal pada tanggal 2 April 2019 karena pendarahan otak yang parah.il 2019 karena pendarahan otak yang parah.)
 (I Gusti Ayu Putu Mahindu Déwi Purbarini, SS, lahir di Tabanan, 28 Oktobe)
  • I Made Nanda Adi Saputera  + ("Kecil namun berisi", demikian ungkapan ya"Kecil namun berisi", demikian ungkapan yang pantas untuk mengenalkan seorang siswa SMP Negeri 1 Selemadeg yang berasal dari kaki gunung. I Made Adi Saputera yang akrab disapa Nanda, lahir di Mendek, 8 Oktober 2004. Sesungguhnya dia berasal dari SD 3 Wanagiri yang tidak terdapat dalam zonasi SMP Negeri 1 Selemadeg. Namun tidak menyurutkan hatinya memohon kepada Sang Hyang Aji Saraswati berdasarkan jalur prestasi. </br>Siswa kelas VIII B ini senang berorganisasi. Dia termasuk dalam jajaran pengurus OSIS masa bakti 2017-2018 dan baru saja dikukuhkan sebagai pengurus OSIS masabakti 2018-2019. Sebagai pengurus OSIS, dia tidak pernah ingkar dalam melaksanakan kewajiban. Lain daripada itu, Nanda juga mengikuti ekstrakurikuler Nyastra Bali. Dia juga memiliki hobi sepak bola dan menggambar.</br>Anak kedua dari Ida Ayu Komang Yunika dengan I Wayan Merdana dari banjar Mendek, Desa Wanagiri Kauh, Kecamatan Selemadeg Tabanan ini sangat menggemari mempelajari sastra khususnya menulis aksara Bali. Menurutnya, menulis aksara Bali sebagai seni yang didasarkan pada perasaan. Hobinya itu otodidak dan didapatkan sejak masih bersekolah di Sekolah Dasar. Saat itu gurunya melihat tulisannya sudah bak tulisan orang mahir menulis. Didasari atas hal tersebut, gurunya memberikan pembinaan untuk mengikuti lomba.</br>Tentang prestasi yang didapatkan, tidak usah diragukan lagi. Sejak SD sudah mendapatkan juara pada berbagai perlombaan. Ketika berada di Sekolah Dasar pernah mendapat juara I lomba Nyurat Aksara Bali tingkat Kecamatan Selemadeg tahun 2017 serta juara I pada perlombaan Nyurat Aksara Bali tingkat Tabanan dalam rangka Porsenijar tahun 2017. Berkat prestasi-prestasinya itulah dimanfaatkan untuk mendapatkan sekolah di SMP Negeri 1 Selemadeg. Ketika di SMP, dia memulai dengan belajar menulis Aksara Bali di lontar. Berkat ketekunannya belajar, diraihlah beberapa juara seperti Juara I menulis Aksara bali di lontar tingkat kabupaten Tabanan pada Porsenijar tahun 2018, juara I menulis lontar undangan kabupaten Tabanan pada acara Balipost Goes to School tahun 2018serta sebagai duta kabupaten Tabanan pada acara lomba menulis Aksara Bali pada acara Pesta Kesenian Bali (PKB) tahun 2018. Prestasi-prestasi itu didapatkan karena keuletannya belajar serta menuruti perintah guru.</br>Seperti siswa pandai lainnya, setelah tamat belajar di SMP Nanda berniat melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 1 Tabanan. Dia juga berkeinginan melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi unggulan seperti Universitas Indonesia (UI) atau Institut Teknologi Bandung (ITB). Siswa 14 tahun yang memiliki cita-cita sebagai pelukis ini mengatakan, prestasi yang didapatkan tidak terlepas dari motivasi kedua orang tuanya dan juga gurunya. Dia menekankan, tiap-tiap anak memiliki hak untuk belajar, tidak memandang siapapun, dari mana, serta di manapun bersekolah. Intinya, PENDIDIKAN ADALAH HAK, BERUSAHA ADALAH KEWAJIBAN.KAN ADALAH HAK, BERUSAHA ADALAH KEWAJIBAN.)
  • Infrastruktur Jalan  + ("Om Swastyastu, Terimakasih atas waktu yan"Om Swastyastu, Terimakasih atas waktu yang diberikan kepada saya. Nama saya Ni Luh Ari Purnama Yanti saking SMA Negeri 1 Tabanan. Kepada, para juri yang sangat saya hormati dan hadirin sekalian yang sangat saya cintai. Bahagia sekali rasanya saya bisa membawakan orasi yang berjudul "Infrastruktur jalan" </br></br>Hadirin sekalian, seperti yang kita ketahui, infrastruktur jalan sangat mempengaruhi perekonomian di zaman sekarang. Kalau tidak ada infrastruktur jalan atau jalannya rusak tidak bagus, apa lagi yang dipakai untuk mencari nafkah di zaman sekarang? bagaimana cara membawa dagangan ke luar negeri? di zaman milenial dan era Globalisasi ini, Infrastruktur jalan sangat diperlukan di kehidupan sekarang. Banyak masyarakat zaman sekarang mencari nafkah di jalanan, ada yang menjadi Ojol, ada juga yang menjadi saudagar dan lainnya.; sudah seharusnya calon pemimpin 2024 bisa melihat keadaan masyarakatnya di Desa dan juga kota, supaya bisa tidak menimbulkan kesenjangan sosial. Supaya sama jalan di desa dan kota, agar bagus bahannya bisa lama untuk dilalui dan masyarakat bisa mencari nafkah dengan jalan yang lancar. Dan Calon Pemimpin 2024 supaya bisa jujur dengan adanya bantuan jalan dan pembangunan, supaya tidak kejadian dananya cair tapi jalan dan pembangunannya tidak selesai apalagi tidak ada? Apakah Calon Pemimpin tidak merasa iba ketika melihat masyarakatnya nya mencari nafkah melewati jalan yang rusak? Di Jembatan goyang untuk lewat ke timur kebarat melewati sungai dan laut? ada juga yang tidak bisa keluar dari desa karena jalannya rusak tapi dikota jalanannya bagus. Tapi, ada juga jalan yang di kota rusak, yang membuat truk besar susah untuk lewat dan menimbulkan kemacetan. Seharusnya Calon Pemimpin 2024 sekarang bisa adil dan jujur kepada masyarakatnya semua. Calon Pemimpin 2024 supaya bisa lebih perhatian kepada masyarakatnya, supaya tidak waktu kampanye saja berjanji manis kepada masyarkatnya supaya tidak disebut Janji Manis Calon Pemimpin.</br></br>Baik, hanya itu orasi saya, semoga apa yang saya sampaikan bisa didengar oleh Calon Pemimpin 2024. Terimakasih untuk perhatian hadirin semuanya. "Meli bungkung aba ke pura sambilang ngayah, Kirang Langkung nunas ampura titiang sisya wawu melajah". Saya akhiri dengan paramashanti "Om Shanti Shanti Shanti Om".paramashanti "Om Shanti Shanti Shanti Om".)
  • Anak Agung Made Djelantik  + (1919-2007: Seorang pangeran dari Karangasa1919-2007: Seorang pangeran dari Karangasam yang belajar di Belanda selama Perang Dunia Kedua sebelum kembali ke Indonesia sebagai dokter. Setelah kembali ke Indonesia, ia dikirim ke berbagai daerah di Indonesia Timur, yang seringkali terlalu jauh untuk membantu masyarakatnya. Dia dan istrinya terjangkit malaria selama tinggal di sana, tetapi dia juga menjadi dokter yang menangani malaria. Dr. Djelantik bekerja untuk Organisasi Kesehatan Dunia, yang mengirimnya ke Irak, Somalia, dan Afghanistan, dan ini terbukti sangat bermanfaat. Setelah itu, ia menjabat sebagai kepala perguruan tinggi utama Bali di Sanglah dan membantu mendirikan Fakultas Kedokteran di Universitas Udayan di Denpasar.</br></br>Dr Djelantik bermain biola saat masih kecil. (foto: Bulantrisna Djelantik)</br>Dr Djelantik adalah seorang tokoh Renaisans yang juga aktif di bidang kebudayaan Bali, baik mempelajari maupun mempromosikannya. Dia adalah ketua Walter Spies Society dengan Festival Walter Spies yang berfokus pada musik dan tari. Bersama Fredrik de Boer, Hildred Geertz, dan Heidi Hinzler ia mendirikan Perhimpunan Studi Bali atau Lembaga Penkajian Kebudayaan Bali pada tahun 1985. Lembaga ini mengadakan konferensi tahunan di Bali dan juga di luar negeri dan menurut Adrian Vickers Dr Djelantik adalah pemimpin alami organisasi tersebut. . Melalui organisasi tersebut ia mempromosikan budaya Bali dan juga kajiannya. Dr Djelantik menulis makalah tentang budaya Bali dan buku tentang lukisan Bali yang mencakup sejarah seni Bali serta estetika Bali. Kemudian mengajar Estetika di Akademi Seni Rupa Bali atau Akademi Seni Bali. Ia juga menulis otobiografi berjudul “Tanda Lahir, Memoar Seorang Pangeran Bali”.anda Lahir, Memoar Seorang Pangeran Bali”.)
  • A A Ngurah Paramartha  + (A A Ngurah Paramartha, lahir di Denpasar,1A A Ngurah Paramartha, lahir di Denpasar,14 Oktober 1974. Ia menamatkan pendidikan seni rupa di ISI Denpasar. Sejak 1995 ia aktif menampilkan karya-karyanya dalam berbagai pameran bersama, seperti pameran “Kamasra” di Bali Cliff Resort Jimbaran (1996), “Colour Wheel” Indonesian artist di Galeri Lukisan Dublin Irlandia (2009), “Ulu-Teben”, kelompok MilitantArt di Bentara Budaya Denpasar (2015), dll. Pameran tunggalnya antara lain “Hasrat Rahasia” di Hide Out Fine Art Ubud (2003), “Eksplorasi kehidupan” di Ten Fine Art, Sanur (2011). Karya-karyanya cenderung figuratif dengan menampilkan sosok-sosok imajiner yang multitafsir.kan sosok-sosok imajiner yang multitafsir.)
  • A.A. Rai Kalam  + (A.A. Rai Kalam, lahir di Klungkung, Bali, A.A. Rai Kalam, lahir di Klungkung, Bali, 24 September 1939. Ia adalah seniman drama gong legendaris. Di Bali, kesenian drama gong mulai dikenal pada era 1960-an, kemudian makin populer di era 1980-an. Rai Kalam pernah memerankan tokoh raja muda, namun namanya melambung berkat tokoh Patih Agung. Ia juga piawai memainkan peran Patih Anom. Hingga kini, perannya sebagai Patih Anom nyaris tak tergantikan. Selain pemain drama gong, ia juga seorang penulis lakon serta sutradara drama gong. Tahun 2016, ia membina drama gong duta Klungkung dalam Pesta Kesenian Bali. Ia juga ikut bermain dalam drama gong bertajuk "Sing Taen Nduk" di Bali TV. Rai Kalam adalah seorang maestro drama gong. Ia meninggal pada tanggal 20 Desember 2021.a meninggal pada tanggal 20 Desember 2021.)
  • AG Pramono  + (AG Pramono lahir di Negara, Bali, 23 MareAG Pramono lahir di Negara, Bali, 23 Maret 1973. Mengawali keterlibatan teater dan seni sastra sejak tahun 1990. Pernah mendirikan Sanggar Susur Jembrana tahun 1991.Tulisan berupa cerpen, puisi serta artikel budaya dimuat di beberapa media. Sejumlah puisinya, terhimpun dalam buku antologi Puisi 19 ( tahun 1995), Kidung Kawijayan (1996), Detak (1997), Antologi Puisi Indonesia (KSI) Jakarta tahun 1997, Serambi Hening (1998) dan Cerita Pendek Berhenti di Rumahmu (2014).. Sejak tahun 1993 aktif di Bali Eksperimental Teater serta tahun 1998 ikut dalam Komunitas Kertas Budaya. Kini bekerja sebagai jurnalis di salah satu koran lokal di Bali dan sekarang tinggal di rumAh kecil Serambi Hening, Loloan Timur , Jembrana.l Serambi Hening, Loloan Timur , Jembrana.)
  • AS Kurnia  + (AS Kurnia, lahir di Semarang, Jawa Tengah,AS Kurnia, lahir di Semarang, Jawa Tengah, 31 Juli 1960. Sejak 1990 ia bermukim di Bali. Beberapa kali pameran tunggal dan banyak terlibat dalam pameran bersama. Pernah meraih Penghargaan Pertama "Kompetisi Pelukis Muda Indonesia" tahun 1989 yang diselenggarakan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) bekerja sama dengan Alliance Francaise. </br></br>Selain pameran bersama di dalam dan luar negeri, ia menggelar pameran tunggal di beberapa tempat. Pameran tunggalnya, antara lain Galeri Milenium, Jakarta, (2002), Bali 3000, Ubud, (2001), Genesha Gallery, Four Seasons Resort, Bali, (1996), Cemeti Contemporary Art Gallery, Yogyakarta, (1996), Balai Budaya, Jakarta, (1995), Gelar Seni Ulun Ubud, Bali, (1995), Kurnia Atelier, Ubud, (1993), Kurnia Modern Art Studio, Ubud, (1992), Cemeti Contemporary Art Gallery, Yogyakarta, (1991), Cemeti Contemporary Art Gallery, Yogyakarta, (1989).</br></br>Pameran bersamanya, antara lain Festival Hujan, Bentara Budaya Bali, (2010), Indonesia – Asean Art Awards, Jakarta, (2003), Ilustrasi Cerpen Kompas 2002</br>Bentara Budaya Jakarta, The Gate : Pre-Discourse", Indonesia – China The 7th Nude Croquis Exhibitions, Seoul, Korea (2002), Jakarta Biennale 2006, Jakarta, Ilustrasi Cerpen Kompas 2007, Jakarta - Yogya - Surabaya – Bandung. YSRI - Philip Morris Indonesian Art Awards 1999, Jakarta, Indonesia, Group Exhibitions, Lorin & Kristy Fine Art Gallery in TRESORS, The International Fine Art Fair, Singapore (1998), dll.</br></br>Selain melukis, ia juga menulis esai, artikel seni rupa yang dimuat di koran Jayakarta, Dharma, Kartika Minggu, Suara Merdeka, Jawa Pos, dan Tribun Bali. </br></br>Ia meninggal di Bali pada 4 April 2023.ali. Ia meninggal di Bali pada 4 April 2023.)
  • I Made Mahendra Mangku  + (Abstrak menjadi bahasa rupa yang dipilih MAbstrak menjadi bahasa rupa yang dipilih Made Mahendra Mangku untuk berekspresi. Berbagai eksplorasi abstrak dihadirkannya, seperti permainan garis, warna, dan cipratan.</br></br>Sebagai seniman yang tumbuh di tubuh Sanggar Dewata Indonesia (SDI), karyanya cenderung berbeda dibanding dengan rekan-rekan Kelompok Sebelas; kelompok yang berisi sebelas anggota dari generasi 90-an SDI. Ia tidak memenuhi kanvasnya dengan sapuan cat yang bertubi-tubi, begitupun dengan ikon-ikon dan simbol Bali yang riuh, tampak absen di karya Mangku.</br></br>Dalam lukisannya, Mangku cenderung menggunakan satu warna sebagai dasar lalu mengisinya dengan beberapa warna dan garis. Kadang ia juga menabrakkan warna-warna yang kontras dengan komposisi tertentu yang tetap menenangkan.</br></br>Ia menghadirkan keheningan yang terasa sentimental, bak ruang-ruang kontemplasi di tengah kehidupan duniawi. Segelap apapun warna yang digunakannya, karya-karya Mangku tetaplah manis, menenangkan dan meditatif, bahkan ia sering disebut sebagai “Pelukis Puitis”.</br></br>Meski kini dikenal lewat karya abstraknya, Mangku sempat bereksplorasi dengan gaya realis dan figuratif saat masih di bangku kuliah. Bahkan di tahun pertamanya di ISI, ia sudah mendapat dua penghargaan sekaligus untuk sketsa terbaik dan lukisan cat air terbaik.</br></br>Sedangkan saat bersekolah di SMSR Denpasar, ia  lebih menekuni medium cat air dengan teknik percik yang membuatnya dipanggil Mangku (pendeta dalam adat Bali yang memercikkan air suci saat memberi berkat, red.). Pilihannya untuk menekuni abstrak dimulai sejak 1993, karena abstrak lebih memberi ruang untuk improvisasi dan eksplorasi.</br></br>Sejak lulus dari ISI Yogyakarta, Mangku kembali ke Sukawati dan aktif berkarya di studio pribadinya, De’carik Art Studio. Ia baru saja memamerkan 15 karya lukis dan cat air di Singapore International Artist Fair (SIAF) 2018 pada 10-13 Mei di Suntec City, Singapura. Rencananya, Mangku akan menyelenggarakan pameran tunggal pada Agustus 2018 di Art:1 Gallery, Jakarta dan Komaneka Art Gallery, Ubud.</br></br>Lahir di Sukawati, Bali, 30 Desember 1972</br></br>Pendidikan:</br></br>1988-1992 SMSR Denpasar</br></br>1992-1997 ISI Yogyakarta</br></br>Penghargaan:</br></br>1998 Penghargaan dari Menteri Seni dan Budaya Republik Indonesia1997 Karya Lukis Terbaik Dies Natalis ISI Yogyakarta1996 Finalis Philip Morris Indonesia Art Award1992 Lukisan Cat Air Terbaik ISI Yogyakarta1992 Sketsa Terbaik ISI Yogyakarta</br></br>Milestone:</br></br>1992 Pada tahun pertamanya kuliah, Mangku menerima dua penghargaan sekaligus untuk lukisan cat air terbaik dan sketsa terbaik ISI Yogyakarta</br></br>1998 Lulus kuliah, Mangku kembali dan menetap di Bali. Di tahun ini pula ia menggelar pameran duet dengan Toris Mahendra di Sika Gallery.</br></br>2000 Pameran tunggal pertamanya Between Two Side, Arisma Gallery, Ubud, Bali.</br></br>Pameran Penting:</br></br>Pameran I Made Mahendra “Mangku” dan Made Toris Mahendra, Sika Gallery, 1998.Pameran Tunggal Pertama: Between Two Side, Arisma Gallery, Ubud, Bali, 2000.Pameran Terakhir: Singapore International Artist Fair (SIAF), Suntec City, Singapura, 2018 Fair (SIAF), Suntec City, Singapura, 2018)
  • Abu Bakar  + (Abu Bakar, adalah seorang dramawan dan tokAbu Bakar, adalah seorang dramawan dan tokoh teater, kelahiran Kediri, Tabanan, Bali, 1 Januari 1944. Ayahnya berdarah Jawa dan ibunya asli Bali. Selain teater, dia juga menekuni sastra dan fotografi. Ada banyak naskah drama yang telah dia pentaskan dan sutradarai. Dia sempat mengunjungi beberapa negara untuk urusan berkesenian, antara lain, Perancis dan Amerika Serikat. </br></br>Di Amerika, Abu mementaskan hasil kolaborasinya dengan seniman Ikranegara berupa pertunjukan teater “Berani-Beraninya Menunggu Godot” (1990). Dia juga menyutradarai pementasan “Kereta Kencana” dan “Indonesia Luka” (keduanya pada 2012) dan “Malam Jahanam” (2013). Dalam bidang sastra, selain dimuat di beberapa koran, karya-karyanya juga dibukukan dalam “Tuhanku Kupu-kupu”, “Amerika di Luar Jendela” dan “Kunang-Kunang”. Ia juga menulis naskah monolog berjudul “Wanita Batu” (2006) dan drama televisi “Komedi Hitam”, “Bali Menangis (2004), dan sebagainya. </br></br>Abu adalah pendiri “Teater Poliklinik” dan “Teater Bumi”.iri “Teater Poliklinik” dan “Teater Bumi”.)
  • Achmad Obe Marzuki  + (Achmad Obe Marzuki lahir di Jakarta, 30 JAchmad Obe Marzuki lahir di Jakarta, 30 Juli 1975. Ia menetap di Bali sejak tahun 2002 dan aktif berkesenian, di antaranya bermain teater, menulis puisi, membaca puisi, fotografi, dan melukis. Ia memperdalam keterampilan menulisnya melalui kursus kewartawanan di Planet Senen Jakarta Pusat pada tahun 1995. Tergabung dalam Wadah Teater Jakarta dan Lembaga Dongeng Dinas Kebudayaan Jakarta Selatan (1995-1996). Membacakan puisi-puisinya dalam mimbar bebas panggung reformasi TIM 1998. Bergabung dengan Teater AGA (Anak Gudang Air) dan mendirikan Komunitas API (Anak Pasar Induk) pada tahun 2000. Mendirikan Pelangi Art Bengkel Handicraft 2001. Bersama Sanggar Poerbatjaraka ia terlibat dalam pementasan Layon (2008) dan Hong (2008) dalam Temu Teater Mahasiswa Nusantara VI di Surabaya. Kini ia bergabung dalam komunitas Jatijagat Kehidupan Puisi di Denpasar, Bali.tijagat Kehidupan Puisi di Denpasar, Bali.)
  • Adhy Ryadi  + (Adhy Ryadi lahir di Singaraja, 17 Januari Adhy Ryadi lahir di Singaraja, 17 Januari 1960. Menyelesaikan studi Sarjana Hukum di Undiknas Denpasar. Menulis puisi sejak 1981 dan dimuat di Bali Post, Pikiran Rakyat, Berita Buana, Suara Indonesia, serta terhimpun dalam buku puisi “Hram” (1988). Dia pernah bekerja sebagai jurnalis di Bali Post. Dia meninggal pada tahun 1995. Bali Post. Dia meninggal pada tahun 1995.)
  • Adrien-Jean Le Mayeur de Merpres  + (Adrien-Jean Le Mayeur de Merpres adalah seAdrien-Jean Le Mayeur de Merpres adalah seorang pelukis asal Belgia yang menetap di Bali dan menghibahkan rumahnya di Sanur sebagai museum. Dia lahir di Brusel, Belgia, 9 Februari 1880. Pelukis beraliran impresionis tersebut tiba di Bali tahun 1932 dan menyewa sebuah rumah di Banjar Kelandis, Denpasar. Di Kelandis pula dia berkenalan dengan Ni Nyoman Pollok, penari Legong yang berusia 15 tahun saat itu, dan kemudian menjadi model lukisan-lukisannya.</br></br>Sejumlah karya Le Mayeur yang menggunakan Ni Pollok sebagai model dipamerkan di Singapura untuk pertama kalinya pada tahun 1933 dan terjual habis. Kemudian Le Mayeur membeli sebidang tanah di tepi Pantai Sanur yang dipakainya sebagai studio dan rumah. Di tempat itulah setiap hari Le Mayeur melukis dengan Ni Pollok sebagai model utamanya. Pada tahun 1935, Le Mayeur menikah dengan Ni Pollok. </br></br>Tahun 1956, Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Bahder Djohan, berkunjung ke rumah Le Mayeur dan terpesona dengan karya-karya yang penuh kelembutan tersebut. Bahder kemudian menyarankan kepada Le Mayeur agar kelak rumahnya dipakai sebagai museum. Le Mayeur setuju dan bekerja lebih keras lagi untuk meningkatkan kualitas dan menambah koleksi lukisannya.</br></br>Pada tanggal 28 Agustus 1957, Le Mayeur menandatangani testamen yang isinya Le Mayeur mewariskan semua miliknya termasuk tanah, rumah, dan seisinya kepada Ni Pollok sebagai hadiah. Di saat yang sama, Ni Pollok kemudian memindahkan semua yang diwarisi dari suaminya kepada Pemerintah Indonesia untuk digunakan sebagai museum.</br></br>Pada tahun 1958, Le Mayeur menderita kanker telinga. Ditemani Ni Pollok dia berobat di Belgia. Dua bulan kemudian, tepatnya tanggal 31 Mei 1958, Le Mayeur meninggal dunia dalam usia 78 tahun dan dimakamkan di Brusel. Ni Pollok kemudian pulang ke Bali untuk merawat rumahnya hingga kematiannya pada tanggal 18 Juli 1985 dalam usia 68 tahun. </br></br>Karya-karya Le Mayeur bisa dinikmati di Museum Le Mayeur yang berlokasi di tepi Pantai Sanur, Denpasar. berlokasi di tepi Pantai Sanur, Denpasar.)
  • Agoes Andika  + (Agoes Andika dilahirkan di Banjar BaleagunAgoes Andika dilahirkan di Banjar Baleagung, Buleleng, 5 Maret 1963. Pada tahun 1981 menetap di Mataram, Lombok. Dia banyak belajar menulis pada Putu Arya Tirtawirya dan Umbu Landu Paranggi di Bali Post. Tahun 1985 berkesempatan diundang ke Taman Ismail Marzuki Jakarta dengan beberapa penyair Bali serta penyair tanah air lainnya membaca puisi. </br>Karya puisi pernah dimuat di Bali Post, Karya Bhakti, Nusa Tenggara, Simponi, Swadesi, Nova, Berita Buana, Suara Karya, Suara Nusa, Horizon, dan beberapa buletin sastra di mataram, pontianak. Sekarang menetap di Singaraja. pontianak. Sekarang menetap di Singaraja.)
  • Agung Bawantara  + (Agung Bawantara lahir di Klungkung, 30 JanAgung Bawantara lahir di Klungkung, 30 Januari 1968. Lulusan Fakultas Peternakan, Universitas Mataram, NTB. Menulis puisi sejak 1980-an di Bali Post, Karya Bakti, Nova, Berita Buana, Swadesi, Media Indonesia, dll. Puisinya juga terkumpul dalam buku Sahayun (1994), Klungkung: Tanah Tua, Tanah Cinta (2016). Dia adalah penggagas Denpasar Film Festival. Dia juga menulis cerpen, cerita anak, dongeng, dan novel.s cerpen, cerita anak, dongeng, dan novel.)
  • Agung Wiyat S. Ardhi  + (Agung Wiyat S. Ardhi lahir di Puri Anyar KAgung Wiyat S. Ardhi lahir di Puri Anyar Keramas Gianyar, pada 3 Februari 1946. Beliau menamatkan diri untuk gelar sarjana muda di ASTI dan sarjana Agama Hindu serta sempat menjadi guru di PR Saraswati Gianyar. Beliau juga sempat menjadi Kepala SPG Saraswati Gianyar, Kepala SMA Saraswati Gianyar, Anggota Madya Kabupaten Gianyar, Tim Penyeleksi Penerimaan Penghargaan Wija Kusuma Kabupaten Gianyar, Tim Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Gianyar, Tim Pembina Utama Dharma Gita Kabupatén Gianyar, dan Tim Pembina Nyastra Kabupatén Gianyar. Selain itu, beliau juga terkenal sebagai pemain/penari Drama Gong. </br></br>Beliau mendapatkan hadiah Sastra Rancage tahun 2001 dengan karya yang berjudul “Gending Girang Sisi Pakerisan” dan atas jasanya dalam bidang sastra Bali Moderen tahun 2010. Pada tahun 2015 beliau kembali mendapatkan penghargaan Widya Pataka dari Gubernur Bali atas karya sandiwara berbahasa Bali yang berjudul “Bogolan”.ra berbahasa Bali yang berjudul “Bogolan”.)
  • Alit S. Rini  + (Alit S.Rini lahir dan tinggal di Denpasar Alit S.Rini lahir dan tinggal di Denpasar dengan nama Ida Ayu Putu Alit Susrini.Menulis puisi sejak th 1980 dan dipublikasi di koran Bali Post yang kemudian menjadi tempatnya bekerja sejak 1988, kemudian dipercaya memegang desk budaya, agama, pendidikan, opini dan tahun 1998 sebagai redaktur pelaksana, lalu terakhir memegang desk opini dan pensiun 2015. “Karena Aku Perempuan Bali” (2003) adalah kumpulan puisi tunggalnya. Puisi-puisinya juga terangkum dalam buku “Cinta Disucikan Kehidupan Dirayakan”, “Bali Living In Two World” (2002), “Dendang Denpasar Nyiur Sanur” (2016), “Klungkung: Tanah Tua Tanah Cinta” (2017). September 2017 lalu sekumpulan puisinya, Inferior, terbit duet dengan Nyoman Wirata berjudul “Pernikahan Puisi”.Nyoman Wirata berjudul “Pernikahan Puisi”.)
  • I Made Sanggra  + (Alm. I Made Sanggra merupakan sosok sastraAlm. I Made Sanggra merupakan sosok sastrawan hebat yang lahir pada Sabtu Pon Gumbreg, 01 mei 1926 di Banjar Gelulung Desa/kecamatan Sukawati (Gianyar) dan meninggal pada Jum'at Umanis Klawu, 20 Juni 1997. Ia merupakan sosok ayah dari sastrawan hebat I Made Suarsa. Bahkan tahun 1938 saat itu beliau sudah mampu mengawi/mengarang gending (Sastra Bali Purwa) yang saat itu beliau menempuh pendidikan di Vervolg School.</br></br>Buku terakhirnya yaitu Bir Bali (pupulan Cerpen dan Puisi Bali Anyar) yang pada tahun ini (2022) Bir Bali diterjemahkan ke dalam Bahsa Indonesia oleh Balai Bahasa Denpasar (sedang dalam proses). Beliau dikenal sebagai pelopor karya sastra modern dengan karyanya yaitu Cerpen Ketemu Ring Tampak Siring (2004) yang merupakan karya hebat dari beliau sewaktu hidup kemudian memperoleh penghargaan Sastra Rancage pada tahun 1988 dengan bukunya yang berjudul Kidung Republik (1997) dan masih banyak lagi penghargaan yang diterima beliau. </br></br>Selain menulis karya sastra modern beliau juga banyak menulis karya sastra Bali Purwa seperti Kidung dan Geguritan salah satunya Geguritan Pan Balang Tamak (1993). Beberapa karya beliau yang lain yaitu Hikayat Prabu Maya Denawa (karya pertama yang berupa Geguritan Sinom) dan yang sudah dibukukan yaitu, Geguritan I Gede Basur (1958), Babad Timbul/Sukawati (1971), Geguritan Pan Balang Tamak (1993), dan beberapa geguritan yang telah disumbangkan yaitu mengenai keluarga berencana, sapta usaha tama, pat sehat lima sempurna, dll. </br></br>Dalam karya Bali Purwa beliau yang terunik yaitu Geguritan Pan Balang Tamak (1993) yang menggunakan Bahasa Indonesia dalam penulisannya, dalam Geguritan Pan Balang Tamak memakai 7 Pupuh diantaranya: Pupuh Ginada, Pupuh Pangkur, Pupuh Mijil, Pupuh Durma, Pupuh Ginada, Pupuh Semarandana, dan Pupuh Sinom. Geguritan Pan Balang Tamak berasal dari kata "Walang" yang artinya menghalangi dan "Tamak" yaitu ketamakan jadi tokoh Balang Tamak sengaja dihadirkan untuk menghalangin/mencegah/menghilangkan sifat-sifat tamak dari raja/penguasa. Pesan moral yang disampaikan pun bagimana kita hidup di bali agar terhindar dari raja tamak itu, sehingga perlunya pencegahan.a tamak itu, sehingga perlunya pencegahan.)
  • Anak Agung Ayu Bulantrisna Djelantik  + (Anak Agung Ayu Bulantrisna Djelantik lahirAnak Agung Ayu Bulantrisna Djelantik lahir di Deventer, Belanda, 8 September 1947. Dia merupakan putri tertua dari Dr. dr. Anak Agung Made Jelantik (Dokter PBB). Dia mencintai seni tari sejak kanak-kanak. Dia adalah seorang maestro tari Legong. Selain dikenal sebagai penari, dia berprofesi sebagai dokter spesialis THT dan pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung. Bulantrisna adalah cucu dari Anak Agung Anglurah Djelantik yang merupakan raja terakhir dari Kerajaan Karangasem, Bali. Kakeknya mencarikan Bulantrisna guru tari yang terkenal pada masa itu, antara lain Bagus Bongkasa dan Gusti Made Sengog. Pada usia sepuluh tahun, Bulantrisna diundang oleh Presiden Soekarno ke Istana Presiden di Tampaksiring, Gianyar, Bali untuk menghibur para tamu Istana. Mentor utamanya adalah Anak Agung Mandera dan Gusti Made Sengog, penari Legong generasi pertama. Selain tari Legong, Bulan juga menguasai tari lain, seperti Oleg. Menari bagi Bulan adalah pelepasan emosi, kreativitas, kegembiraan, bergerak dengan penuh penjiwaan, dan sebagai sarana berdoa. Kecintaannya pada tari tak hanya sebatas gerak saja, tetapi ia juga mendirikan sanggar tari yang diberi nama "Ayu Bulan" pada tahun 1994. Salah satu kreasi tari ciptaan yang telah dibuatnya ialah tari Legong Asmarandana. Bulantrisna meninggal pada tanggal 24 Februari 2021 di RS Siloam, Semanggi, Jakarta karena kanker pankreas yang dideritanya.a karena kanker pankreas yang dideritanya.)
  • Anak Agung Ayu Puspa Aditya Karang  + (Anak Agung Ayu Puspa Aditya Karang alias DAnak Agung Ayu Puspa Aditya Karang alias Dita Karang, lahir di Yogyakarta, 25 Desember 1996. Ayahnya bernama Anak Agung Chandra Karang, berasal dari Karangasem, Bali. Ibunya bernama Mega Puspa Arifin, berasal dari Yogyakarta. Dita adalah seorang penyanyi yang berkarier di Korea Selatan. Ia dikenal karena menjadi anggota grup Secret Number, sekaligus sebagai perempuan Indonesia pertama yang memulai debutnya sebagai idola di industri K-pop. Ia menempati posisi sebagai penari utama dan vokalis di grup tersebut.</br></br>Dita bercita-cita menjadi idola K-pop sejak masa sekolah. Setelah lulus SMA, ia menimba ilmu di Akademi Drama dan Musik Amerika di New York, Amerika Serikat. Ia menyelesaikan kuliahnya pada tahun 2017. Setelah lulus kuliah, ia mengikuti audisi K-pop dan diterima. Sebelum debut, ia menjalani masa pelatihan (trainee) di Born Star Training Center di New York. Ia juga pernah bergabung dalam komunitas menari ternama di Korea Selatan, 1MILLION Dance Studio.</br> </br>Dita kemudian melakukan debutnya bersama Secret Number, grup idola wanita asal Korea Selatan yang berada di bawah agensi Vine Entertainment, pada tanggal 19 Mei 2020. Album & single yang telah dirilisnya: Who Dis? (2020), Got That Boom (2020), Fire Saturday (2021), DOOMCHITA (2022), TAP (2022). Selain menyanyi dan menari, ia juga bermain film. Salah satu film yang dibintanginya adalah DJS the Movie: Biarkan Aku Menari (2022) produksi SinemArt Pictures.</br></br>Pada akhir Agustus 2022, Dita dipilih oleh Duta Besar RI untuk Korea Selatan sebagai Duta Hubungan Bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan ke-50 yang dirayakan pada 2023. Korea Selatan ke-50 yang dirayakan pada 2023.)
  • Anak Agung Bagus Sutedja  + (Anak Agung Bagus Sutedja (lahir 1923 – hilAnak Agung Bagus Sutedja (lahir 1923 – hilang 27 Juli 1966) adalah Gubernur Bali yang pernah dua kali memimpin Bali. Ia pertama kali menjabat pada tahun 1950 sampai 1958, diangkat berdasarkan keputusan Dewan Pemerintahan Daerah sebagai pemimpin badan eksekutif Bali, sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara (DPRDS) menggantikan wewenang Paruman Agung yang terdiri dari wakil-wakil delapan kerajaan di Bali sebagai badan legislatif. Setelah diselingi oleh I Gusti Bagus Oka sebagai Pejabat Sementara Kepala Daerah Bali pada tahun 1958 sampai 1959, ia kembali terpilih pada bulan Desember 1959 sebagai Gubernur Bali. Masa jabatannya yang kedua berakhir beberapa bulan setelah terjadinya G30S/PKI tahun 1965. Selanjutnya ia digantikan oleh I Gusti Putu Martha. Ia “hilang” pada tanggal 29 Juli 1966 di Jakarta, diperkirakan menjadi korban penculikan politik yang terjadi pada masa itu.ulikan politik yang terjadi pada masa itu.)
  • Anak Agung Gde Rai  + (Anak Agung Gde Rai atau biasa dipanggil AgAnak Agung Gde Rai atau biasa dipanggil Agung Rai, lahir di Peliatan, Ubud, 17 Juli 1955. Dia adalah budayawan dan tokoh seni yang berjasa besar melestarikan dan mempromosikan karya-karya seni Indonesia (khususnya Bali). Dia adalah pendiri ARMA (Agung Rai Museum of Art). Kemiskinan di masa kanak memotivasi Agung Rai untuk mengubah kehidupan keluarganya menjadi lebih baik dengan terus menerus bekerja keras. Ketika masih muda, dia pernah menjadi “pedagang acung” (pedagang asongan) benda-benda seni untuk turis yang berkunjung ke Bali.</br></br>Agung Rai bercita-cita menjadi guru, namun kandas karena tidak ada biaya sekolah. Kemudian dia belajar melukis. Namun dia menyadari bakatnya tak cukup sebagai pelukis. Akhirnya dia kursus bahasa Inggris dan menjadi pemandu wisata. Dari interaksinya dengan para turis, naluri bisnisnya muncul untuk mencoba peruntungan sebagai penjual benda-benda seni yang dibikin orang-orang di kampungnya. Sejak itulah dia menjadi pedagang acung di wilayah Sanur, Kuta, hingga Padangbai. Sebagai pedagang acung, naluri bisnis dan seninya terus berkembang. Dia kemudian bergaul dengan banyak kolektor seni. Dan, pada akhirnya dia pun ikut menjadi kolektor seni karya para maestro. Dari kolektor dia menjadi kurator pameran benda-benda seni. Misalnya, tahun 1989, Agung Rai berangkat ke Jepang memboyong seratus lukisan karya lima puluh pelukis yang tergabung dalam Sanggar Seniman Agung Rai. Lukisan-lukisan itu dipamerkan di Jepang selama dua bulan. </br></br>Rasa cemas dan kahwatir akan kelesatarian budaya negerinya terutama di bidang kesenian membuat Agung Rai terobsesi mendirikan museum dan galeri seni. Maka, dengan perjuangan sangat luar biasa, pada tanggal 9 Juni 1996, ARMA Museum diresmikan oleh Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. ARMA merupakan salah satu museum dengan koleksi terlengkap di Indonesia. Mulai dari lukisan-lukisan klasik hingga kontemporer, baik karya seniman lokal maupun manca negara. Selain itu, ARMA juga secara berkali menggelar pameran seni rupa.</br></br>Popularitas ARMA melejit cepat karena juga sering menghelat berbagai kegiatan seni budaya seperti pertunjukan musik, teater, menyediakan ruang baca dengan koleksi aneka buku bagi para pengunjung, menyelenggarakan seminar tentang budaya dan seni. Kegiatan-kegiatan di ARMA sebagian besar berskala internasional dan tak jarang diselenggarakan dengan berbagai pekerja seni dan budaya dari berbagai negara. Dengan berbagai rangkaian kegiatan berskla internasional tersebut, ARMA mendapat predikat sebagai museum terpopuler dan terbaik di Indonesia menurut para wisatawan sebagaimana dihimpun oleh situs traveling dunia, TripAdvisor.</br></br>Berkat perjuangannya untuk melestarikan kesenian, Agung Rai dianugerahi sejumlah penghargaan. Antara lain, tahun 2000 dia dianugerahi penghargaan oleh Pemerintah Indonesia sebagai “Pelopor Memajukan Seni Rupa”. Tahun 2012 dia terpilih sebagai ketua Himusba (Himpunan Museum Bali) 2012-2017. Tahun 2016 “TripAdvisor” menobatkan ARMA sebagai museum terbaik Indonesia. Pilihan ditentukan oleh para wisatawan yang telah mengunjungi berbagai museum di Indonesia.</br></br>Buku-buku tentang Agung Rai dan ARMA bisa dibaca dalam “Gung Rai, Kisah Sebuah Museum” (KPG, 2013), “Saraswati in Bali: A Temple, A Museum and A Mas” ( BAB Publishing Indonesia, 2015), “Agung Rai, Sang Mumpuni” (Lestari Kiranatama, 2017). Sang Mumpuni” (Lestari Kiranatama, 2017).)
  • Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga  + (Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga lahir di Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga lahir di Denpasar, 7 Juli 1965. Ia menamatkan S-1 di Universitas Ngurah Rai, Denpasar, pada tahun 1991. Ia adalah Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Indonesia pada Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo. Ia menjabat dari 2014 hingga 2019. </br></br>Sebelum menjadi menteri, ia pernah menjabat sebagai Wali Kota Denpasar dua periode, yakni 1999-2004 dan 2005-2010. Pada periode kedua, di tengah jalan, ia terpilih menjadi Wakil Gubernur Bali periode 2008-2013.adi Wakil Gubernur Bali periode 2008-2013.)
  • Anak Agung Gede Raka Payadnya  + (Anak Agung Gede Raka Payadnya, lahir di AbAnak Agung Gede Raka Payadnya, lahir di Abianbase, Gianyar, 14 Agustus 1944. Ia menempuh pendidikan di Konservatori Karawitan (Kokar) pada tahun 1965 dan sempat kuliah di Fakultas Teknik Jurusan Seni Rupa Unud. Ia adalah perintis seni drama gong dengan mendirikan sekaa/kelompok drama gong “Wijaya Kusuma” Abianbase pada tahun 1966. Dalam pementasan drama gong ia populer dengan perannya sebagai raja muda. Atas dedikasinya di bidang seni drama gong, ia dianugerahi penghargaan Dharma Kusuma 2004 oleh Pemda Propinsi Bali. Ia meninggal pada tanggal 22 September 2022. meninggal pada tanggal 22 September 2022.)
  • Anak Agung Made Cakra  + (Anak Agung Made Cakra, lahir di Denpasar, Anak Agung Made Cakra, lahir di Denpasar, 11 November 1928. Ia adalah seorang musisi dan pencipta lagu pop Bali yang sangat popular pada zamannya. Ia belajar seni musik secara otodidak sejak usia tujuh tahun. Tahun 1943, ketika masih SR (Sekolah Rakyat), ia ikut lomba lagu Jepang di Singaraja, dan berhasil memikat perhatian seorang pemusik Jepang yang hadir saat itu. Pemusik Jepang itu kemudian mengajarinya bermain musik yang benar. Setamat SR, ia dipekerjakan oleh Jepang dan dilatih bermain musik.</br></br>Tahun 1950 ia mengumpulkan pecinta musik di Denpasar dan membentuk grup orchestra dan tahun 1953 grup itu pentas di seputar Denpasar. Ia juga bergabung dengan grup orkes keroncong Puspa Teruna pimpinan Ida Made Rai. Lalu bergabung dengan orkes keroncong Melati Kusuma pimpinan Merta Suteja, grup orkes keroncong Merta Kota dan orkes keroncong Cendrawasih. Ia juga terlibat kegiatan rutin bermusik di RRI Stasiun Denpasar. Kemudian ia membentuk dan memimpin grup orkes keroncong Fajar Baru. </br></br>Selain bermusik, Gung Cakra juga menciptakan lagu dan komposisi musik. Salah satu lagunya yang paling terkenal berjudul “Kusir Dokar”. Pada 1963, lagu itu sering dimainkan oleh grup band Putra Dewata yang didirikan Gung Cakra dan rekannya. Alat-alat musik grup band itu dibuat sendiri oleh Gung Cakra dengan bahan-bahan yang mudah didapatkan. Tahun 1976, Gung Cakra mulai masuk dapur rekaman lewat Bali Record. Selain “Kusir Dokar”, lagu ciptaaannya yang popular hingga kini adalah “Bungan Sandat” dan “Ada Kene Ada Keto”.h “Bungan Sandat” dan “Ada Kene Ada Keto”.)
  • Anak Agung Pandji Tisna  + (Anak Agung Pandji Tisna (11 Februari 1908 Anak Agung Pandji Tisna (11 Februari 1908 - 2 Juni 1978), juga dikenal sebagai Anak Agung Nyoman Pandji Tisna, I Gusti Nyoman Pandji Tisna, atau hanya Pandji Tisna, adalah keturunan ke-11 dari dinasti Pandji Sakti Buleleng, Singaraja, yang merupakan di bagian utara Bali, Indonesia. Ia menggantikan ayahnya, Anak Agung Putu Djelantik, pada tahun 1944.</br></br>Pada halaman terakhir buku Pandji Tisna, I Made Widiadi, yang ditulis pada tahun 1955, ia menulis kisah hidupnya dalam urutan kronologis. Dia adalah seorang penulis dan novelis. Dia menolak menjadi raja Buleleng, tetapi sebagai putra tertua, pasukan penjajah Jepang memaksanya untuk menjadi "syucho" setelah kematian ayahnya pada tahun 1944.</br></br>Selama masa pemerintahannya, ia menjadi pemimpin Dewan Raja di seluruh Bali dari tahun 1946 hingga 1947 (Paruman Agung) dan Bupati Buleleng. Pada tahun 1947, karena kepercayaan Kristennya yang unik tidak cocok dengan agama Hindu yang dominan, Pandji Tisna menyerahkan tahta kepada adiknya, Anak Agung Ngurah Ketut Djelantik atau I Gusti Ketut Djelantik, juga dikenal sebagai Meester Djelantik, hingga 1949.</br></br>Dia meninggal 2 Juni 1978 dan dimakamkan di kuburan di sisi timur tanahnya dekat kapel yang dibangunnya bertahun-tahun sebelumnya.</br></br>Ada sebuah museum di Lovina yang didedikasikan untuk AA Pandji Tisna dan keluarganya: https://www.facebook.com/pg/The-Little-Museum-Anak-Agung-Panji-Tanji-Tisna-KM-0-Lovina-Bali-1402058299856241/tentang/KM-0-Lovina-Bali-1402058299856241/tentang/)