Putu Sudjana

Dari BASAbaliWiki
Lompat ke:navigasi, cari
2--putu sudjana-.jpg
Nama lengkap
Putu Sudjana
Nama Pena
-
Photograph by
Link to Photograph
Website for biography
Tempat
Related Music
Related Books
Related Scholars Articles


Tambahkan komentar
BASAbaliWiki menerima segala komentar. Jika Anda tidak ingin menjadi seorang anonim, silakan daftar atau masuk log. Gratis.

Biodata


In English

Putu Sudjana started writing poetry in the 1970s and only published it in the Bali Post in the 1980s. In addition, he also writes short stories, essays, drama scripts / plays. Often wins in poetry and drama script writing competitions. He performed many of his drama scripts at the Banjar Hall and TVRI Denpasar. He used to work at the Bali Regional Office for Transmigration. His solo book of poetry is entitled "Sajak-sajak Kecil dari Langit" (1985). His poetry is also summarized in the book "Lukisan Magis Tanah Bali (2000)

In Balinese

In Indonesian

Putu Sudjana mulai menulis puisi sejak 1970-an dan baru dipublikasikannya di Bali Post tahun 1980-an. Selain itu dia juga menulis cerpen, cerbung, esai, naskah drama/sandiwara. Sering menjuarai lomba penulisan puisi dan naskah drama. Dia banyak mementaskan naskah dramanya di balai banjar dan TVRI Denpasar. Dia pernah bekerja di Kanwil Transmigrasi Bali. Buku puisi tunggalnya berjudul “Sajak-sajak Kecil dari Langit” (1985). Puisinya juga terangkum dalam buku Lukisan Magis Tanah Bali (2000)

Contoh karya

Puisi Tanah Bali
Puisi Tanah Bali


(1) kita bangun mimpi dari khayal anak anak lahir di pantai meski kelam terasa buih ombak teresap ke balik pasir

roda kereta kala terus bergerak memanjat langit, menyusur lembah batang batang pohon tua kulit berselimut lumut cuaca basah aku mencatat perjalanan panjang memilah kesiasiaan

mengapa setiap membangun cinta mesti memperoleh kenikmatan padahal kerinduan karena kelahiran yang mempesona

di tubuh januari tahun anjing masih terdengar gemuruh hujan desember angin dingin membeku nanah luka ah, senyum seorang ibu dan lambaian tangan kanakkanak adalah pengantar petualangan tapi penyair akan pulang pada kata kata entah di awal gerimis pada ruang yang terus menyempit bersama para petani menyiangi tanaman pijakan kaki di lumpur tanah garapan melengkingkan kebisuan lebih gemuruh dari risau sebuah pabrik menggema sampai istana para raja masa silam entah di awal kemarau bersama anak anak ayam mengorek sisa sia sia

(2) dari berjuta pagi kutemukan satu yang telah silam satu lagi silau di mata dan kita merasa bangga sebagai manusia tiap malam menyimpan kenangan dalam almari kadang mengadu pada cermin menata wajah sebab khawatir menjadi tua

ini abad kembang kertas membangun mimpi dari khayal orang orang hutan menuju rumah matahari bagi sebuah pesta pesta pesta pesta sorak sorai slogan duniawi

keindahan sunyi sudah lama terkubur ibarat laut kering dan seekor anjing melongok neteskan liur ikan ikan tinggal kerangka sedang seseorang sangat asing tersenyum bangga bagi lukisan abstrak paling istimewa

(3) ketika layar sandyakala terbentang seorang lelaki berdiri sendiri di sudut bale banjar nampak ragu memukul kentongan kematian karena matahari biasa pulang di kaki langit ufuk barat tiada nampak awan hitam pekat apa bukan karena gerhana? mencoba genggam hati nurani sebab esok masih ada upacara kelahiran

di halaman pemerajan seorang kakek membimbing cucu cucunya sujud menghadap matahari pagi menabur bunga putih kuning harum asap dupa dan bau kemenyam dibakar menembus hari depan keris pusaka ditancapkan di tanah leluhur tanah leluhur adalah sebuah keyakinan tak boleh dinistakan sebab para peladang masih mencintai desanya meski gerimis hari ini menjadi kemarau kemudian

ketika membangun mimpi dari khayal bidadari tersenyum ramah di kanvas seorang pelukis mengapa dibiarkan tertutup jamur?


Denpasar, 1993-1994