- Nama lengkap
- Muda Wijaya
- Nama Pena
- Kardanis Mudawi Jaya
- Photograph by
- Link to Photograph
- Website for biography
- Tempat
- Karangasem
- Related Music
- Related Books
- Related Scholars Articles
Biodata
In English
He was active in the Got Denpasar Theater and was involved in a number of performances in several places in Bali. Together with the Satu Kosong Elapan group, they played the script Death of A Salesman (2004) at Taman Ismail Marzuki in the Indonesian Realist Theater Stage. One of his poems was included in the Ten Best Poetry Writing Contest in Bali (2002) which was held at Udayana University Orok Theater.
Winner of a poetry and short story writing competition at Balai Bahasa in Bali (2004). A number of his poems have been published in local and national mass media, including: Media Indonesia, Bali Post. Warta Bali, Cultural Traces Magazine (Banyuwangi), GM – Independent. His poetry has also been included in the poetry anthology with God of the Sky So Empty (Denpasar Language Center – 2004), short story nomination in the Tower anthology book (Denpasar Language Center – 2004), the anthology with Maha Duka Aceh published by PDS. HB. Jassin (2005), anthology of poetry from the Spirit of the Poets of Bali – West Java (Bukupop 2005), Jogja 5.9 Rithcer Scale (Bentang – 2006), Herbarium Poetry Anthology 4 Cities (Pustaka Pujangga – 2007).
He has performed as a single performance art in the Gigir Manuk Multicultural Camp (2002) in KubuAddan, Buleleng, Bali. And was involved in a collaboration with William Miranda from Canada in the Eidepus Dance Drama which was played at the 2006 Bali Arts Festival.
His book of poetry is entitled "Kalimah". Now he is active in Jatijagat Poetry Village, Bali.In Balinese
In Indonesian
Pernah aktif dalam Teater Got Denpasar dan terlibat dalam sejumlah pementasan di beberapa tempat di Bali. Bersama kelompok SatuKosongDelapan memainkan naskah Death of A Salesman (2004) di Taman Ismail Marzuki dalam acara Panggung Teater Realis Indonesia. Sebuah puisinya masuk dalam Sepuluh Terbaik Lomba Penulisan Puisi se-Bali (2002) yang di gelar Teater Orok Universitas Udayana.
Pemenang sayembara penulisan puisi dan cerpen Balai Bahasa se-Bali (2004). Sejumlah puisinya telah dimuat media massa lokal dan nasional, antara lain: Media Indonesia, Bali Post. Warta Bali, Majalah Budaya Jejak (Banyuwangi), GM – Independen. Puisinya juga masuk dalam antologi puisi bersama Tuhan Langit Begitu Kosong (Balai Bahasa Denpasar – 2004), nominasi cerpen dalam buku antologi Tower (Balai Bahasa Denpasar – 2004), antologi bersama Maha Duka Aceh diterbitkan PDS. HB. Jassin (2005), antologi puisi Roh dari Para Penyair Bali – Jawa Barat (Bukupop 2005), Jogja 5,9 Skala Rithcer (Bentang – 2006) , Herbarium Antologi Puisi 4 Kota (Pustaka Pujangga – 2007).
Pernah tampil tunggal performance art dalam Gigir Manuk Multicultural Camp (2002) di Kubutambahan, Buleleng, Bali. Dan pernah terlibat kolaborasi bersama William Miranda dari Kanada dalam Drama Tari Eidepus yang dimainkan dalam Pesta Kesenian Bali 2006.
Buku puisinya bertajuk “Kalimah”. Kini dia bergiat di Jatijagat Kampung Puisi, Bali.Contoh karya
Lewat namamu
ruang itu telah lama kukenal
di atas sunyi mimpi dalam diam yang gugup kau temukan benih hayati bersidekap hangat
merasuk tulang sumsum.
Aku datang sebagai anak yang sesat mengalir di kedalaman mata kelopak
kering tak kenal kelahiran.
Di pinggir bibir matahari kemarau sunyikan kemiskinan hati
yang rebah di pesarean.
Kejap wangi mimpi dari pedih diri yang mengigau di hulu sisa jalan untuk anak anakmu untuk sesatku
punguti sari dari wajah saraswati.
Aku sesat lewat namamu dari bingkai buku itu Tuhan tak pernah berpaling
pada rupa halamanmu.
Ini anak yang kau timbun dengan pohon kalam dalam rindu berkalang, merebut
membenamkan jarak sepasang biji mata.
Begitu rupa kalimah lekat menjerat jantung siasati gelagat jagat menggugat nyawa;
ruhku ruhmu
mengajak membuka kabar
basahi sisa episode yang hilang.
– percintaan diniku, melepas sepasang iga
rebahkan ruang bersajak di tanah lapang
Di atas sunyi mimpi tapak tanganmu menujum keningku menghitung hitam rambutku yang bercabang
dapati genggam gelisah diami waktu usang.
Di belahan biji mata paling hitam ciumi tapak punggungmu waktu berbaring di pangkumu menunggu fajar manis lidah ini tak habis mengkikis mengirim pada Tuhan menyebut namamu
senantiasa untuk kembali.
Aktifkan pemuatan ulang komentar otomatis