I Wayan Suartha

Dari BASAbaliWiki
Lompat ke:navigasi, cari
Suartha--.jpg
Nama lengkap
I Wayan Suartha
Nama Pena
Photograph by
Link to Photograph
Website for biography
Tempat
Klungklung
Related Music
Related Books
Related Scholars Articles


Tambahkan komentar
BASAbaliWiki menerima segala komentar. Jika Anda tidak ingin menjadi seorang anonim, silakan daftar atau masuk log. Gratis.

Biodata


In English

I Wayan Suartha was born in Klungkung in 1957. Retired as a teacher for ASN (State Civil Apparatus) at SMA Wisata-PGRI Dawan, Klungkung. After retiring in 2017, he was assigned as the head of literacy at the same school. Suartha wrote poetry since junior high school, but it was only published in 1977 in a number of mass media, such as Bali Post, Karya Bakti, Student News, Nusa Tenggara, Hai Magazine, and Merdeka. In addition to writing poetry, Suartha is also active in writing short stories, drama scripts, as well as small notes on literary and theater appreciation. Dozens of fragments have been played on TVRI Denpasar Station.

His poems have been published in a number of anthologies with other poets, including Pintu Ilalang, Spektrum, The Ginseng, Shades of Inner Coloring, the Balinese anthology Pupute Tan Sida Puput, and Klungkung Tanah Tua Tanah Cinta. His literary historical work entitled Lebur Ring Klungkung in the form of an illustrated story was written with Ida Bagus Gde Parwita, guided by the history of the Puputan Klungkung incident. In 2005, together with I.B.G Parwita, he was invited to read his poems at the Ubud Wirters and Readers Festival. A collection of scripts for his drama chain Putus was published in 2012 which won him the Widya Pataka award from the Bali Provincial Government.

Suartha now lives in Banjar Pekandelan Kelod, Semarapura, Klungkung.

In Balinese

In Indonesian

I Wayan Suartha lahir di Klungkung tahun 1957. Pensiun sebagai guru ASN ( Aparatur Sipil Negara ) di SMA Pariwisata-PGRI Dawan, Klungkung. Setelah pensiun tahun 2017, ditugasi sebagai ketua bidang literasi di sekolah yang sama. Suartha menulis sajak sejak SMP, tetapi baru dipublikasikan tahun 1977 di sejumlah Media Massa, seperti Bali Post, Karya Bakti, Warta Mahasiswa, Nusa Tenggara, Majalah Hai, dan Merdeka. Di samping menulis sajak, Suartha juga aktif menulis cerpen, naskah drama, serta catatan kecil apresiasi sastra dan teater. Puluhan fragmennya pernah dimainkan di TVRI Stasiun Denpasar. Sajak-sajaknya dimuat dalam sejumlah antologi bersama penyair lain, antara lain Pintu Ilalang, Spektrum, The Ginseng, Nuansa Tata Warna Batin, Antologi berbahasa Bali Pupute Tan Sida Puput, serta Klungkung Tanah Tua Tanah Cinta. Karya Sastra Sejarah berjudul Lebur Ring Klungkung dalam bentuk cerita bergambar ditulisnya bersama Ida Bagus Gde Parwita, dengan berpedoman pada Sejarah Peristiwa Puputan Klungkung. Tahun 2005 bersama I.B.G Parwita diundang membacakan sajaknya dalam Ubud Wirters and Readers Festival. Kumpulan naskah Dramanya rantai Putus terbit tahun 2012 yang mengantarkannya meraih penghargaan Widya Pataka dari Pemerintah Provinsi Bali. Suartha kini tinggal di Banjar Pekandelan Kelod, Semarapura, Klungkung.

Contoh karya

Puisi 1
DONGENGAN SANG LELAKI

Bulan mulai mengapung dalam isyaratmu padahal aku baru tiba di puncak rindu mencari yang datang tak pernah bersatu

maka kubangun dan menutupkan pintu pintu rumahku tua dimana anak-anakku tertidur telanjang memainkan diamnya yang kokoh mesranya baying tak pasti

kemudian satu satu bintang menggeser dudukku dari embun dan pandan layu sebelum terbit, Aku

Binduana, Klungkung ‘83
puisi 2
RUMAH KLUNGKUNG

Mata itu matahari seluruh mata dari hulu kali yang jauh dusun dusun ketakjuban mengalir aksara ning aksara semesta kecil semesta agung hanyut-hanyut ke dasar getaran tumpah lewat matamata pisau sepanjang asal usul

    pantai yang segar

melayangkan asmara pemberontakan pernah tertulis tragedi ketulusan belapati kakawin tarian langit mengisi angkasa jiwaraya dihembus angin tanah ini masuklah mata itu matahari seluruh mata dusun dusun ketakjuban rasakan jiwanya mandikan kemesraan aksara ning aksara biarkanlah anak anak yang lahir

    bercakap di balai kambang

merunduk menggemakan puputan sambil tengadah ke luas langit betapa segar

asahan nurani masuk di rumah sendiri
puisi 3
DONGENG BURUNG BURUNG

Dingin masih mengalir terdengar suara burung burung mencari deru gelombang laut malam kemana perginya burung burung itu sampai malam larut tak ada suara terbang terbanglah menyambung luka yang lelap berbagi kasih pada anak anak

bekas goresan perjalanan panjang sampai jauh masih terdengar suara burung burung sehelai demi sehelai bulu sayapnya terlepas melayang layang menumpuk rindu begitu lama ia pelihara kemana perginya burung burung itu jelang pagi belum juga ada suara terbang terbanglah mendekat matahari dengan suara bahasanya anak anaknya terdiam

dongeng burung burung aku terhenyak masa lalu aku tak pernah melihat wajah ibu wajah burung burung tampak bercermin menunggu bulan menyapa dengan pelan kuraba dadaku bekas bekas luka masa lalu hilang ibu telah mengambilnya

Binduana, Klungkung 86-20