Difference between revisions of "Biography of Caesilia Nina Yanuariani Reina Caesilia"
From BASAbaliWiki
Line 6: | Line 6: | ||
|Biography text="Reina Caesilia" was the pen name given to Caesilia Nina Yanuariani by Umbu Landu Paranggi. This reclusive poet was born in Surakarta on January 29, 1965. She grew up in Singaraja, Bali and attended school at SMAN 1 in Singaraja and then studied in the Faculty of Literature at Udayana University. She worked as a journalist with both Bali Post and Nusa. She wrote poetry since she was a teenager and has been published in the Bali Post, and her poetry has been included in a number of anthologies, such as, Pedas Lada Pasir Kuarsa (2009), Dendang Denpasar Nyiur Sanur (2012), Negeri Poci 6: Laut Negeri (2015), Klungkung: Tanah Tua, Tanah Cinta (2016), and Saron (2018). Her poem entitled "Women Who Become Sailors" was nominated for an award in the national poetry writing competition held by the Leon Agusta Institute in 2014. She went into a coma after falling off her motorcycle and died on April 2, 2019 due to a severe cerebral haemorrhage. | |Biography text="Reina Caesilia" was the pen name given to Caesilia Nina Yanuariani by Umbu Landu Paranggi. This reclusive poet was born in Surakarta on January 29, 1965. She grew up in Singaraja, Bali and attended school at SMAN 1 in Singaraja and then studied in the Faculty of Literature at Udayana University. She worked as a journalist with both Bali Post and Nusa. She wrote poetry since she was a teenager and has been published in the Bali Post, and her poetry has been included in a number of anthologies, such as, Pedas Lada Pasir Kuarsa (2009), Dendang Denpasar Nyiur Sanur (2012), Negeri Poci 6: Laut Negeri (2015), Klungkung: Tanah Tua, Tanah Cinta (2016), and Saron (2018). Her poem entitled "Women Who Become Sailors" was nominated for an award in the national poetry writing competition held by the Leon Agusta Institute in 2014. She went into a coma after falling off her motorcycle and died on April 2, 2019 due to a severe cerebral haemorrhage. | ||
|Biography text id=“Reina Caesilia” adalah nama pena pemberian Umbu Landu Paranggi untuk “Caesilia Nina Yanuariani”. Penyair pendiam ini lahir di Surakarta, 29 Januari 1965. Dia dibesarkan di Singaraja dan bersekolah di SMAN 1 Singaraja, Bali. Dia kemudian kuliah di Fakultas Sastra, Universitas Udayana. Pernah menjadi wartawan Bali Post dan Nusa. Dia menulis puisi sejak remaja dan banyak dimuat di Bali Post, selain itu juga terhimpun dalam sejumlah buku bersama, seperti Pedas Lada Pasir Kuarsa (2009), Dendang Denpasar Nyiur Sanur (2012), Negeri Poci 6: Negeri Laut (2015), Klungkung: Tanah Tua, Tanah Cinta (2016), Saron (2018). Puisinya yang berjudul “Perempuan yang Menjadi Pelaut” masuk dalam nominasi lomba cipta puisi nasional yang digelar oleh Leon Agusta Institute pada tahun 2014. Setelah sempat mengalami koma akibat terjatuh dari sepeda motornya, Reina meninggal pada tanggal 2 April 2019 karena pendarahan otak yang parah. | |Biography text id=“Reina Caesilia” adalah nama pena pemberian Umbu Landu Paranggi untuk “Caesilia Nina Yanuariani”. Penyair pendiam ini lahir di Surakarta, 29 Januari 1965. Dia dibesarkan di Singaraja dan bersekolah di SMAN 1 Singaraja, Bali. Dia kemudian kuliah di Fakultas Sastra, Universitas Udayana. Pernah menjadi wartawan Bali Post dan Nusa. Dia menulis puisi sejak remaja dan banyak dimuat di Bali Post, selain itu juga terhimpun dalam sejumlah buku bersama, seperti Pedas Lada Pasir Kuarsa (2009), Dendang Denpasar Nyiur Sanur (2012), Negeri Poci 6: Negeri Laut (2015), Klungkung: Tanah Tua, Tanah Cinta (2016), Saron (2018). Puisinya yang berjudul “Perempuan yang Menjadi Pelaut” masuk dalam nominasi lomba cipta puisi nasional yang digelar oleh Leon Agusta Institute pada tahun 2014. Setelah sempat mengalami koma akibat terjatuh dari sepeda motornya, Reina meninggal pada tanggal 2 April 2019 karena pendarahan otak yang parah. | ||
− | |Examples of work={{Biography/Example | + | |Examples of work= |
+ | {{Biography/Example | ||
|Title of work=Rumah Hening | |Title of work=Rumah Hening | ||
− | |Description of work id= | + | |Description of work id= |
− | |||
dalam kabut waktu | dalam kabut waktu | ||
orang-orang singgah | orang-orang singgah | ||
− | meninggakan zaman | + | meninggakan zaman |
kepada siapa ia menitipkan | kepada siapa ia menitipkan | ||
Line 41: | Line 41: | ||
kelak perjalanan ini selalu merindukan petang | kelak perjalanan ini selalu merindukan petang | ||
menimang-nimang kesepian | menimang-nimang kesepian | ||
− | |||
(BPM 10 Oktober 2010) | (BPM 10 Oktober 2010) | ||
− | }}{{Biography/Example | + | }} |
+ | {{Biography/Example | ||
|Title of work=Drama | |Title of work=Drama | ||
− | |Description of work id= | + | |Description of work id= |
− | |||
Bawa imaji ke dalam lubuk batinmu, menjadikan | Bawa imaji ke dalam lubuk batinmu, menjadikan | ||
gelap menjadi terang. Ibarat cahaya api di matamu | gelap menjadi terang. Ibarat cahaya api di matamu | ||
Line 76: | Line 75: | ||
seekor tikus, seekor anjing bercengkerama dalam senda | seekor tikus, seekor anjing bercengkerama dalam senda | ||
gurau yang riang. | gurau yang riang. | ||
− | |||
(Bali Post Minggu, 17 Juli 2016) | (Bali Post Minggu, 17 Juli 2016) | ||
− | }}{{Biography/Example | + | }} |
+ | {{Biography/Example | ||
|Title of work=Lingkaran Ibu | |Title of work=Lingkaran Ibu | ||
− | |Description of work id= | + | |Description of work id= |
− | |||
Di sebuah poster | Di sebuah poster | ||
aku melihat wajah ibu | aku melihat wajah ibu | ||
Line 110: | Line 108: | ||
Bertumbuh menjadi bahtera | Bertumbuh menjadi bahtera | ||
Akankah ia menjadi batu padas? | Akankah ia menjadi batu padas? | ||
− | |||
(Bali Post Minggu, 17 Juli 2016) | (Bali Post Minggu, 17 Juli 2016) | ||
}} | }} | ||
}} | }} |
Enable comment auto-refresher