UPGRADE IN PROCESS - PLEASE COME BACK MID JUNE

Literature Opini tentang pengungsi perang Ukraina

From BASAbaliWiki
Revision as of 10:02, 17 May 2022 by Made Ersa Mahatma Taraditya (talk | contribs) (Created page with "{{PageSponsor}} {{Literature |Page Title id=Opini tentang pengungsi perang Ukraina |Description text id=Nama: Made Ersa Mahatma Taraditya No: 23 Kelas: VII A Opini tentan...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Title (Other local language)
Photograph by
Author(s)
    Reference for photograph
    Subject(s)
      Reference
      Related Places
      Event
      Related scholarly work
      Reference


      Add your comment
      BASAbaliWiki welcomes all comments. If you do not want to be anonymous, register or log in. It is free.

      Description


      In English

      In Balinese

      In Indonesian

      Nama: Made Ersa Mahatma Taraditya

      No: 23 Kelas: VII A

      Opini tentang pengungsi perang Ukraina

        Om Swastiastuu
      

      Perang adalah bentuk paling purba dari cara menyelesaikan perbedaan dan ketidaksepakatan. Tetapi pada zaman yang sudah modern seperti sekarang ini, perang masih menjadi pilihan yang enggan dielakkan dan memicu gelombang pemilu. Ukraina merupakan negara yang berada di Eropa bagian Timur yang saat ini sedang mengalami perang dengan negara Rusia sehingga banyak warga Ukraina yang mengungsi ke negara-negara lain. Awal mula perang ini terjadi adalah karena presiden federasi rusia Vladimir Putin yang memerintahkan pasukannya menggempur negara ukraina dengan dalih melakukan demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina. Pertempuran terjadi hamper di seluruh wilayah Ukraina, sehingga sudah banyak korban yang terkena dampaknya baik dari kalangan militer maupun warga sipil. Karena konflik perang tersebut banyak pengungsi anak-anak yang terpisah dari orang tua dan tidak bisa mendapatkan akses pendidikan, serta menyebabkan kesedihan bagi anak-anak disana. Akibat gempuran yang dilancarkan oleh Rusia, sejumlah bangunan dan fasilitas publik di Ukraina rusak parah. Ukraina yang sebelumnya hidup tenang, aman, dan tentram kini tidak begitu lagi. Tidak sedikit dari mereka yang menjadi pengungsi dan warga- warga negara Indonesia yang berada disana juga terpaksa mengungsi. Selain dampak luar biasa perang yang merusak insfrastruktur kota, perang dimana pun mengakibatkan munculnya para pengungsi yang membutuhkan bantuan. Para penduduk laki-laki yang berusia 17-60 tahun di Ukraina telah diinstruksikan untuk tidak mengungsi dan menjadi bagian dari pasukan perang persiapan melawan Rusia. Sementara perempuan, anak-anak, dan warga lanjut usia terpaksa mengungsi untuk mencari perlindungan. Sampai saat ini Ukraina bukan hanya Ukraina yang masih dilanda perang contohnya Republik Kongo, Mozambik, Somalia, dll. Para tokoh dunia, presiden, selebritis telah banyak yang mengutuk pecahnya perang Rusia-Ukraina. Putin yang menjadi otak serangan, menjadi sosok yang paling banyak dicekam. Ratusan ribu warga Ukraina meninggalkan rumah mereka untuk mencari keselamatan dan perlindungan. Para pengungsi ini makin menambah panjang daftar jumlah pengungsi di dunia akibat perang. Di seluruh dunia pada tahun 2020 tercatat lebih dari 80 juta pengungsi . Setiap hari diperkirakan 37 ribu perpindahan baru penduduk akibat harus mengungsi. Beberapa situasi problematik yang biasanya dihadapi penduduk sipil akibat perang sebagai berikut: Ancaman kekerasan dan perlakuan yang tidak manusiawi, terutama dari pasukan musuh yang menyerbu wilayahnya. Tidak sedikit penduduk sipil yang menjadi korban kekerasan brutal, termasuk pemerkosaan dan pembunuhan. Bagi para penduduk sipil yang berhasil mengungsi, bukan berarti penderitaan mereka sudah berakhir . selama di kamp pengungsi mereka hidup serba kekurangan dan bahkan terisolasi dari dunia luar. Tidak adanya jaringan telepon, internet, listrik, dan bahan bakar sering menyebabkan mereka seolah-olah terputus komunikasinya dengan keluarga dan dunia. Berkaitan dengan terjadinya pandemic Covid-19, nasib pengungsi menjadi kian tidak menentu. Di puncak gelombang pertama pada April 2021 misalnya, 168 negara dilaporkan telah menutup pintu perbatasannya , baik penuh maupun sebagian. Bahkan 90 negara diantaranya sama sekali tidak mau memberikan pengecualian bagi kepada para pengungsi akibat perang yang mencari suaka. Lalu bagaimana sikap saya jika para ada para pengungsi perang yang datang ke daerah saya? Sikap saya hanya akan menerima mereka dengan baik dan menyediakan kamp pengungsi sebagai tempat mereka berlindung yang layak huni. Saya juga mungkin akan menyediakan fasilitas – fasilitas seadanya, memberikan beberapa sumbanngan, dan juga beberapa acara hiburan agar mereka terlepas dari beban pikiran tentang perang di tempat tinggal mereka.

      Sekian opini dari saya, Om Santhi, Shanti, Shanti Om…