Property:Place information text id

From BASAbaliWiki
Showing 20 pages using this property.
P
Pura Bukit Kursi berada di atas bukit, dengan ketinggian 800 meter dari atas permukaan air laut. Pura Batu Kursi, yang berlokasi di bukit perbatasan Banjar Kembang Sari dan Banjar Pala Sari, Desa Pakraman Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. Sebelum naik tangga menuju Pura Batu Kursi, pamadek lebih dulu harus tangkil ke Pura Pemuteran.  +
Lokasi pura di Banjar Kangin, desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kab. Badung. Lokasinya sendiri berada pada sebuah tebing di goa, goa tersebut berada pada ketinggian 10 meter, sehingga perlu menaiki tangga. Perlu diketahui juga di kawasan ini banyak monyet yang berkeliaran. Pura Dalem Batu Pageh berjarak sekitar 50 menit berkendara dari arah Denpasar, di bawah pura terdapat objek wisata bernama pantai Batu Pageh atau pantai Green Bowl pantai tersebut juga bernama pantai Bali Cliff, yang merupakan salah satu tempat wisata pantai di kawasan pariwisata Bali Selatan.  +
Dari buku Bali Atlas Kebudajaan terbit tahun 1953 oleh pemerintah Republik Indonesia  +
Berdasarkan lontar Dwijendra Tattwa, yakni kisah sejarah Dang Hyang Nirartha, yang dalam penuturan masyarakat Bali disebutkan pura-pura Dang Kahyangan yang dibangun atas petunjuk Dang Hyang Nirartha atau dibangunkan oleh para putra, cucu, cicit, atau masyarakat luas untuk menghormati dan mengenang dharmayatra (perjalanan suci siar keagamaan) Dang Hyang Nirartha disebutkan sejumlah 34 buah. Salah satunya Pura Batulepang atau Pura Penataran Batu Lepang di Kamasan, Klungkung.  +
Pura Beji terletak di Desa Sangsit, Kecamatan Sawan dengan jarak Sekitar 8 Km dari kota Singaraja ke arah timur. Objek ini sudah menjadi salah satu objek wisata budaya untuk kawasan Buleleng Timur dan dapat dicapai dengan kendaraan bermotor yang memakan waktu sekitar 10 menit dari kota Singaraja. Pura Beji memiliki areal seluas 2500 M² dengan perhitungan 100 M panjang dan 25 M lebar.Lokasi pura ini datar dan tidak jauh dari pantai dan lingkungan sekitarnya berupa persawahan sehingga menambah keindahan dan kesejukan objek ini.Bangunan Pura Beji dengan arsitektur khas Buleleng menghadap ke barat. Secara historis memang agak sulit ditentukan kapan Pura Beji mulai dikenal dan dimulai dibangun, mengingat peninggalan sejarah baik berupa benda-benda purbakala maupun keterangan tertulis (prasasti) tidak ada. Tetapi setelah ditelusuri sesuai dengan nama dan keadaannya, maka “Beji” sama artinya dengan “permandian” atau sumur yang merupakan sumber kesuburan. Kenyataan di areal sebelah timur Pura Beji sendiri terdapat bekas sumber mata air yang dahulu pernah berfungsi sebagai kolam.Rupanya para petani yang sangat memerlukan air untuk pengairan persawahan sangat memuliakan sumber mata air, yang kemudian mengatur pengairan melalui subak.Subak merupakan organisasi pengairan yang sudah dikenal sejak zaman pemerintahan marakata pada tahun 1074 Masehi atau abad ke-11. Untuk itu didirikan Pura Subak Beji. Sebutan Pura Subak Beji inilah yang dikenal oleh masyarakat luas sampai sekarang. Pencerminan lambang kesuburannya dapat dilihat pada salah satu bangunan pada Pura Beji, yakni di Gedong Simpen di atas atap terdapat patung wanita Dwi Sri, yang dikenal sebagai lambang kesuburan. Dengan demikian Pura Beji yang dikenal sekarang ini, tidak lain adalah merupakan perkembangan lebih lanjut dari Pura Subak ( Pura Ulun Suwi/Pura Bedugul) yang ada di Desa Sangsit, dan telah beberapa kali mengalami perbaikan sejak dibangunnya yang diperkirakan pada abad XV.  +
Memiliki 11 buah pancuran (pancoran solas) tingginya masing-masing sekitar 1 meter yang aliran airnya keluar dari pancuran berbentuk mulut naga, 6 buah pancuran menghadap ke arah Selatan dan 5 buah pancuran menghadap ke arah Barat. Pura Beji Saraswati terletak di Banjar Babakan, Desa adat Gulingan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Jika hendak melakukan pemujaan dan melukat setidaknya membawa dua buah pejati dan sejumlah canang sari. Pertama membersihkan diri di jaba pura dekat aliran sungai, di sini terdapat dua buah pancuran, selanjutnya menuju ke madya mandala untuk melakukan persembahyangan dan melakukan penglukatan di Pancoran Solas (11 pancuran) Beji Saraswati. Persembahyangan terakhir di utama mandala pura.  +
Blanjong berasal dari kata “Belahan” yang artinya pecahan dan “Ngenjung” yang artinya kapal nelayan. Pura Blanjong berlokasi di Jalan Danau Poso, Sanur, Kota Denpasar. Di tempat tersebut juga terdapat sebuah prasasti yang bernama serupa peninggalan raja Sri Kesari Warmadewa dan dikukuhkan pada tahun 835 Saka.Prasasti dengan tinggi 195 cm dan diameter 60 cm ini mengisahkan ekspansi Sri Kesari Warmadewa ke Gurun dan Suwal. Tugu ini berbentuk silinder dengan memakai bahasa Bali Kuno dengan ditulis huruf Pra-Negari dan Bahasa Sansekerta yang ditulis dengan huruf Kawi. Di Pura ini juga terdapat Arca Ganesha, dua buah lingga yang ditemukan dengan wujud sempurna, terdapat pula sebuah candi yang terdiri dari tiga bagian, yakni kaki, badan, dan puncak. Candi ini di susun dengan batu bata dan batu padas, dan arca lembu/Nandini.  +
Pura Campuhan Windhu Segara terletak di pinggir pantai, karena campuhan sendiri berarti juga campuran dan dalam hal ini adalah campuran atau pertemuan antara air laut dan sungai. Pura Campuhan Windhu Segara tergolong cukup baru, pura ini berawal dari kisah dari seorang pemangku yang bernama Jro Mangku Gede Alit Adnyana. Pura Campuhan Windhu Segara berdiri pada 7 Juli 2005 oleh Mahaguru Altreya Narayana sekaligus sebagai pengawit, dan diresmikan tanggal 9 September 2016 oleh Gubernur Bali I Made Mangku Pastika dan diketahui juga oleh Ida Dalem Semaraputra sebagai wakil dari Puri Klungkung. Ada beberapa sarana yang diperlukan saat anda ingin bersembahyang dan melukat di Pura Campuhan Windhu Segara, pertama adalah banten pejati, minimal satu buah pejati di tempat penglukatan Ida Bhatara Wisnu dan satu buah bungkak (kelapa gading), kalau bawa banten pejati lebih (setidaknya canangsari) untuk di tempat melukat berikutnya yaitu di Pura Beji dan penataran utama pura. Untuk mengakses tempat ini juga cukup mudah, dari perempatan by pass Ngurah Rai Sanur – Waribang, anda menuju jalan pantai Padang Galak (bekas Taman Bali Festival), sampai di ujung jalan maka ketemu pantai Padang Galak Sanur, yang masih merupakan wilayah desa Kesiman, Denpasar Timur, dari pantai inilah belok kiri sekitar 300 meter anda akan tiba di lokasi. Di kawasan ini setidaknya ada 3 buah komplek pura, yang pertama adalah pura Pura Segara Taman Ayung, Pura Campuhan Windhu Segara dan Pelinggih Ratu Niang di sebelah Barat.  +
Pura Dalem Balingkang yang berada di Desa Pinggan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Pura ini dapat dicapai dengan menelusuri jalan raya jurusan Bangli-Singaraja, setelah sampai di Pura Penulisan, Desa Sukawana, di Sebelah timur Pura Penulisan terdapat jalan yang menuju Desa Pinggan, setelah menempuh jarak kurang lebih 10 km. Dalam legenda disebutkan, bahwa Situs Pura Dalem Balingkang, merupakan sebuah istana kerajaan pada masa pemerintahan Raja Jayapangus dengan pusat istana kerajaan berada di Desa Sukawana yaitu di sekitar bukit Panerajon (Penulisan).  +
Pura Dalem Pengembak berlokasi di Jalan Pengembak, Pantai Mertasari, Sanur, tetapi lebih mudah diakses dari Jalan Bypass I Gusti Ngurah Rai. Selain sebagai tempat melukat dan penyembuhan non medis, tempat ini juga diyakini sebagai tempat untuk memohon kelancaran bisnis.  +
Pura Dalem Pingit Sebatu terletak di Banjar Sebatu, Desa Sebatu, Kecamatan Tegallalang, Gianyar, Bali. Di tempat ini terdapat air terjun suci yang disebut Pasiraman Sebatu. Tempat ini pertama kali ditemukan pada 19 November 2007 oleh tamu asing yang bermaksud menikmati keindahan alam yang tersembunyi di Desa Sebatu. Bersama guide-nya, ia tiba di sebuah air terjun yang tidak seberapa tinggi dengan aliran air yang begitu jernih dan menyegarkan. Jarak tempat ini dari Denpasar sekitar 45 menit. Udara yang sejuk dan pemandangan tebing, sawah, hutan serta pegunungan menambah sakral suasana di sekitarnya. Air terjun di kompleks pura ini dipercaya dapat melebur ilmu sihir yang masuk ke dalam tubuh seseorang. Untuk mencapai air terjun ini, orang-orang harus menuruni tangga menuju ke arah dasar tebing di mana sungai mengalir.  +
Pura Dalem umumnya dikaitkan dengan tempat memuja Dewa Siwa. Kata 'Dalem' secara harafiah berarti jauh atau sulit dicapai. Mengenai Denah dari Pura Dalem pada garis besarnya dapat dibagi atas dua bagian yaitu: Jabaan (halaman pertama) dan Jeroan (halaman kedua).  +
Pura ini disebut dengan nama Pura Desa karena pura ini lazim ditempatkan di pusat desa yaitu pada salah satu sudut dari catuspata (perempatan agung). Pura Desa menjadi tempat pusat kegiatan pelaksanaan upacara untuk kepentingan desa seperti upacara Ngusaba Desa, pasamuhan batara setelah upacara melis yang dilaksanakan sebelum upacara Panyepian. Pada beberapa daerah di Bali, Pura Desa disebut pula dengan nama Pura Bale Agung. Nama ini kemungkinan diambil dari nama bangunan Bale Agung yang terdapat pada bagian halaman pertama dari pura tersebut.  +
Pura Erjeruk disebut sebagai Pura Dang Kahyangan karena di pura ini terdapat Manjangan Saluwang sebagai pemujaan orang suci Mpu Kuturan dan juga Meru Tumpang Tiga sebagai pumujaan Dang Hyang Nirartha.  +
Pura Gaduh merupakan bagian dari Pura Kahyangan Jagat. Pura ini merupakan bagian dari satu kesatuan dari beberapa pura yang ada di lingkungan tersebut. Ada beberapa pura lainnya yang mendampingi diantaranya Gedong Puseh, Kuru Baya dan juga Pura Batur Sari. Letak Pura Gaduh sendiri berada di halaman barat Pura Puseh dan sebelah timurnya Kuru Bayu.  +
Tempat melukat yang terletak di Jimbaran Bali ini dikenal dengan nama Pura Tunjung Mekar atau Goa Peteng Alam, seperti namanya untuk menuju tempat melukat memasuki sebuah goa menuruni puluhan anak tangga untuk menuju dasar goa, sehingga tempat tersebut memang benar-benar gelap, walaupun anda datang pada siang hari, sehingga lampu penerangan wajib anda bawa. Di balik pura ini terdapat dua goa. Pertama goa yang menuju arah utara dengan kedalaman 250 meter. Kedua adalah goa yang menuju arah selatan dengan kedalaman 300 meter. Sedangkan yang digunakan untuk melukat hanya goa yang menuju arah utara. Melukat (meruwat) di Pura Goa Peteng sendiri dipecaya dan diyakini warga bisa menyembuhkan penyakit atau hal-hal negatif pada tubuh manusia. Urutan melaksanakan panglukatan di Pura Goa Peteng Tunjung Mekar dimulai dari menghaturkan canang di pererepan suci pemangku yang berada di rumahnya. Selanjutnya menuju pura untuk melaksanakan matur piuning. Setelah itu dilanjutkan dengan melukat di Goa yang berada di arah utara dengan terlebih dahulu menghaturkan canang dan mengucap keinginan serta harapan.  +
Pura Goa Raja, yang terletak di Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng. Pura yang berada di kedalaman 177 meter, tepatnya di dasar jurang dijaga oleh tiga ekor Naga, yakni Naga Basuki, Naga Taksaka dan Naga Ananta Bhoga. Dengan menyusuri jalan menuju arah Desa Bayad, Pura ini terletak di sebelah timur Pura Bukit Sinunggal. Pemedek yang nangkil harus menuruni ribuan anak tangga dengan kedalaman 177 meter dari jalan raya. Sebelum dilukat, para pemedek terlebih dahulu menghaturkan banten pejati atau canang sari yang dibawa. Namun sebelum persembahyangan dimulai, para pemedek wajib dilukat terlebih dahulu dengan menggunakan sumber air di dalam goa. Sehingga setelah bersih, barulah bisa melakukan persembahyangan di depan areal Pura Goa Raja. Selesai melukat di Pura Goa Raja bisa sekalian melakukan persembahyangan di Pura Dasar Bhuana (Pura Siwa Budha). Setelahnya mendaki sekitar 20 menit menuju Pura Bukit Sinunggal.  +
Pura ini berdiri di puncak sebuah bukit yang disebut dengan Bukit Gumang atau Bukit Juru. Pura Bukit Gumang secara turun temurun diempon oleh lima desa pekraman yakni Desa Bugbug, Bebandem, Datah, Jasri, dan Ngis.  +
Bagi kalangan warga Hindu, makam Jayaprana tidak asing lagi, karena tempat ini sebagai salah satu objek wisata sejarah di Bali dengan kisah percintaan yang berakhir tragis pasangan Nyoman Jayaprana dan Ni Layonsari. Kisah romantis yang melegenda ini seperti kisah Romeo - Juliet di Eropa dan Sampek - Engthai di Negeri China. Makam Jayaprana ini dibuatkan sebuah pura, berada di atas bukit. Lokasi kuburan atau makam Jayaprana berada pada kawasan hutan Teluk Terima, Desa Sumber Klampok, Kec. Gerokgak, Kab. Buleleng sekitar 67 km sebelah barat Kota Singaraja.  +
Seperti namanya pura Kereban Langit atau dikenal juga dengan Keraban Langit, berasal dari kata “kereb” yang artinya atap, sehingga diartikan sebagai pura beratapkan langit, bagaimana bisa sebuah goa beratapkan langit, nah di sini keunikan lainnya, sehingga tergolong berbeda dibandingkan tempat lainnya, karena di tengah goa tempat pura berada pada bagian atasnya terdapat lubang besar tembus menghadap ke langit. Di kawasan Pura Kereban Langit juga terdapat tempat melukat, pada bagian bawah sebelah Selatan pura terdapat sebuah beji dengan 5 buah pancuran, air jernih berasal dari mata air alami, sebelum memulai persembahyangan maka mereka yang pedek tangkil (bersembahyang) di areal utama pura, akan membersihkan diri dan menyucikan diri pada pancuran tersebut. Ring desa adat sading puniki, wenten mase tongos olahraga sane becik pisan. Jogging track ini berlokasi di Kawasan Perumahan Multi Permai II. Kalau di pagi hari pemandangan sunrisenya sangat cantik , begitu juga pada sore hari. Warna sunset nya bisa ditonton dengan indah dari sini. Hamparan persawahan dan para petani yang ramah membuat tempat ini jadi begitu nyaman dikunjungi untuk berolahrga atau di sekedar merileksasikan diri. Simak videonya yuk!  +