Property:Place information text id

From BASAbaliWiki
Showing 20 pages using this property.
P
Pantai Suluban berlokasi di Desa Pecatu Kecamatan Kuta Selatan. Pantai Suluban ini memiliki karakteristik berupa pasir putih. Di kawasan Pantai Suluban atau lebih tepatnya di Desa Pecatu terdapat 12 buah hotel berbintang, 4 hotel melati, dan 138 pondok wisata. Sedangkan fasilitas makan dan minum seperti restoran berjumlah 11 buah dan 3 buah rumah makan.  +
Pantai Tanjung Benoa terletak di Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan. Berbagai atraksi wisata yang dapat dilakukan di Pantai Tanjung Benoa adalah berbagai jenis water sport seperti paraseling, snorkling, sewalker, bananaboat, flying bord, roling donut, flying fish, waker boarding, waterski, jetski, scuba diving, berenang dan berjemur. Selain memiliki atraksi wisata yang banyak Pantai Tanjung Benoa juga memiliki keindahan pantai pasir putih dan pantai yang bersih, wisatawan juga dapat menikmati pamandangan matahari terbit dari pinggir pantai. Dalam pengembangannya sebagai destinasi wisata Pantai Tanjung Benoa dikelola oleh perusahan hotel, restoran, dan water sport di sekitar Tanjung Benoa dengan tetap berkoordinasi dengan desa adat setempat. Jarak dari pusat Kabupaten Badung menuju Pantai Tanjung Benoa sekitar 31.3 km dan memerlukan waktu tempuh kurang lebih 1 jam 14 menit. Sedangkan jarak Pantai Tanjung Benoa dengan Bandara Internasional Ngurah Rai adalah sekitar 14.6 km yang dapat ditempuh dengan waktu kurang lebih 28 menit.  +
Pantai Tegal Wangi berada di Jl Tegal Wangi, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, Bali. Wisatawan harus melewati jalan setapak yang terjal dan menurun untuk bisa sampai sisir pantai.  +
Pasar Badung termasuk pasar tradisional di Bali. Pasar ini juga termasuk pasar terbesar di Bali. Aktivitas pasar terus berjalan selama 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu tanpa henti. Pasar ini berlokasi di Jl. Sulawesi No. 1, Dangin Puri Kangin, Dauh Puri Kangin, Kota Denpasar, Bali - Indonesia. Pasar Badung yang letaknya di Kawasan Pusaka Jl.Gajah Mada, merupakan kawasan pusat kota Denpasar sejak jaman kerajaan Jambe Ksatrya. Secara kosmologi sebuah kota, Pasar Badung memiliki peran penting dalam struktur ruang Kota Denpasar. Pasar Badung merupakan bagian dari konsep Catuspatha Kota Denpasar. Catuspatha diartikansebagai simpang empat (crossroads) yang disepadankan dengan pempatan agung yang memiliki nilai dan makna sakral dalam tradisi Bali. Catuspatha memiliki empat unsur yaitu: 1) Puri/keraton sebagai pusat pemerintahan, 2) Pasar tradisional sebagai pusat perekonomian; 3) Wantilan sebagai pusat budaya; 4) Alun-alun/ruang publik/RTH sebagai rekreasi. Catuspatha kota Denpasar berpusat di Patung Caturmuka di Jl. Gajah Mada, yang berjarak kurang lebih 400 meter sebelah timur Pasar Badung.  +
Pasar Seni Sukawati yang berada di Desa Sukawati Kabupaten Gianyar. Pasar ini menjadi tempat berjualan aneka produk kerajinan tangan khas pulau Bali.  +
Patung Bayi yang duduk bersila di simpang tiga Jalan Raya Sakah, Desa Batuan Kaler, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Patung yang sebagai simbolis Sang Hyang Siwa Budha itu ternyata disebut Sang Hyang Brahma Lelare. Ide untuk membangun patung itu berawal dari niat mantan Bupati Gianyar Cokorda Darana pada tahun 1989. Patung Brahma Lerare mengingatkan Kabupaten Gianyar sebagai daerah seni bahwa karya cipta seni diawali dengan karya cipta murni, mulai dari kecil kemudian besar dan berkembang.  +
Patung Catur Muka ini berdiri di perempatan jalan di pusat Kota Denpasar. Patung ini dibuat oleh Gusti Nyoman Lempad seorang seniman terkenal dan melegenda di Bali. Patung ini dibuat untuk penyebaran nilai-nilai filosofis dan konsepsi kepemimpinan, bukan untuk ritual pemujaan. Semula ditegaskan bahwa patung ini bernama Patung Empat Muka, sekarang lebih popular disebut Patung Catur Muka. Catur Muka berwajah empat Muka yang berdiri di atas bunga Teratai/Padma menghadap ke empat penjuru mata angin.  +
Berlokasi di perempatan jalan penghubung Tanjung Bungkak, Renon, dan Sanur. Patung ini selesai pada tanggal 20 November 1987. Penggambaran Letnan Ida Bagus Putu Djapa sebagai salah satu pahlawan Bali yang gugur sebagai kusuma bangsa. Dengan mengacungkan pistol ke arah atas dan memengang sebuah pedang yang mengangtung di pinggang sebagai bentuk komando rakyat untuk terus berjuang pantang menyerah.  +
Berlokasi di perempatan Ubung Denpasar sebagai salah satu titik jalan yang ramai. Patung yang terbuat dari perunggu ini selesai pada tanggal 4 Agustus 1994 ini menggambarkan sosok pahlawan I Gusti Bagus Sugianyar saat mempertahankan kedaulatan negara.  +
Berlokasi di perempatan Jalan Nangka dan Jalan Gatot Subroto. Patung ini dirancang oleh Nyoman Elim Mustapa dan selesai pada tanggal 31 Desember 1993. Mengambarkan sosok Tjok Agung Tresna sebagai salah satu pahlawan Bali saat memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaran Indonesia.  +
Patung yang terletak di sisi barat jembatan Tukad Bubuh, Banjarangkan Klungkung. Patung ini dirancang oleh seniman I Wayan Bawa pada tahun 1988. Mengandung makna untuk memacu warga Klungkung yang memiliki wilayah kecil namun harus memanfaatkan sumber daya dengan cerdas bagai pelanduk agar mampu bersaing dengan kemajuan daerah lain yang lebih besar. Patung ini sesungguhnya memanfaatkan dinding tebing yang sebenarnya menjadi tumpuan jembatan gantung Tukad Bubuh Klungkung.  +
Monumen Puputan Badung berlokasi di sebuah tanah lapang di pusat Kota Denpasar. Di sini juga menjadi lokasi tapal batas kota yang bertanda nol kilometer Denpasar. Patung ini dibangun pada 20 September 1979 dengan desain rancangan hasil sayembara yang diadakan oleh pemerintah pada masa itu. Patung ini menggabarkan figur seorang wanita, laki-laki, dan anak-anak yang sedang menghunuskan keris dan tombak sebagai simbol heroisme dalam perang Puputan Badung 1906. Monumen ini menjadi perhormatan sekaligus peringatan kepada rakyat Bali yang berperang habis-habisan (puputan) hingga titik darah terakhir melawan para penjajah.  +
Patung Satria Gatot Kaca terletak di antara Jalan Raya Tuban dan Jalan Raya Airport Ngurah Rai. Gatot Kaca merupakan salah satu tokoh pewayangan yang terkenal ksatria, gagah dan pemberani. Gatot Kaca merupakan anak dari Bimasena salah seorang dari Pandawa Lima. Gatot Kaca dikenal sebagai seorang ksatria yang sakti mandraguna dan ahli terbang untuk memberikan perlindungan kepada seganap rakyat di Kerajaan Pendawa. Gatot Kaca ialah personifikasi pahlawan tanpa tanding yang rela mengorbankan jiwa raganya demi menumpas kejahatan dan ketidakadilan. Patung Satria Gatot Kaca didirikan pada tahun 1993 dalam rangka usaha terus memperindah kawasan sekitar Bandar Udara Ngurah Rai.  +
Sejarah Desa Ped tergolong sangat unik. Dalam penulisan sejarah Desa Ped ini, penulis hanya menggunakan sumber lisan, artefak dan selebihnya dari berbagai media. Hal ini disebabkan karena penulis tidak menemukan sumber tertulis yang bisa dijadikan sumber. Artefak yang dimaksud di sini adalah adanya tiga buah tapel yang sekarang di’linggih’kan di Pura Dalem Ped. Seperti uraian di atas, dengan adanya tiga buah tapel ini melahirkan sebuah nama “Ped”, yang pada awalnya dari kesaktian tiga buah tapel yang sangat populer ke pelosok Bali pada saat itu dan sampai didengar oleh seorang Pedanda yaitu Ida Pedanda Abiansemal, sehingga Ida Pedanda Abiansemal bersama pepatih dan pengikutnya secara beriringan (mapeed) datang ke Nusa dengan maksud menyaksikan langsung kebenaran informasi atas keberadaan tiga tapel yang sakti di Pura Dalem Nusa. Dulu bernama Pura Dalem Nusa tetapi sudah ada pergantian nama setelah Ida Pedanda Abiansemal beriringan (mapeed) ke Pura Dalem Nusa kemudian digantikan oleh seorang tokoh Puri Klungkung pada zaman I Dewa Agung menjadi Pura Dalem Ped. Informasi tentang keberadaan Pura Dalem Ped atau Pura Penataran Ped pada awalnya masih sangat simpang siur. Hal ini disebabkan karena dalam penggalian sumber untuk mencari informasi tentang keberadaan pura ini, sumber-sumber yang ada sangat minim. Dengan demikian hal ini memicu timbulnya perdebatan yang cukup lama di antara beberapa tokoh-tokoh spiritual. Perdebatan yang timbul yakni mengenai nama pura. Kelompok Puri Klungkung, Puri Gelgel dan Mangku Rumodja Mangku Lingsir, menyebutkan pura itu bernama Pura Pentaran Ped. Yang lainnya, khususnya para balian di Bali, menyebut Pura Dalem Ped. Menurut Dewa Ketut Soma seorang penekun spiritual dan penulis buku asal Desa Satra, Klungkung, dalam tulisannya berjudul “Selayang Pandang Pura Ped” berpendapat, kedua sebutan dari dua versi yang berbeda itu benar adanya. Menurutnya, yang dimaksudkan adalah Pura Dalem Penataran Ped, Jadi, satu pihak menonjolkan “penataran”-nya, satu pihak lainnya lebih menonjolkan “dalem”-nya. Kembali pada tiga buah tapel. Saking saktinya, tapel-tapel itu bahkan mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit, baik yang diderita manusia maupun tumbuh-tumbuhan. Sebelumnya, Ida Pedanda Abiansemal kehilangan ‘ tiga buah tapel. Begitu menyaksikan tiga tapel yang ada di Pura Dalem Nusa itu, ternyata tapel tersebut adalah miliknya yang hilang dari kediamannya. Namun, Ida Pedanda tidak mengambil kembali tapel-tapel itu dengan catatan warga Nusa menjaga dengan baik dan secara terus-menerus melakukan upacara-upacara sebagaimana mestinya. Kesaktian tiga tapel itu bukan saja masuk ke telinga Ida Pedanda, tetapi ke seluruh pelosok Bali, termasuk pada waktu itu warga Subak Sampalan yang saat itu menghadapi serangan hama tanaman seperti tikus, walang sangit dan lainnya. Ketika mendengar kesaktian tiga tapel itu, seorang klian subak diutus untuk menyaksikan tapel tersebut di Pura Dalem Nusa. Sesampainya di sana, klian subak memohon anugerah agar Subak Sampalan terhindar dari berbagai penyakit yang menyerang tanaman mereka, Permohonan itu terkabul. Tak lama berselang, penyakit tanaman itu pergi jauh dari Subak Sampalan. Hasil panenpun menjadi berlimpah. Kemudian warga menggelar upacara mapeed. Langkah itu diikuti subak-subak lain di sekitar Sampalan. Kabar tentang pelaksanaan upacara mapeed itu terdengar hingga seluruh pelosok Nusa. Sejak saat itulah I Dewa Agung Klungkung mengganti nama Pura Dalem Nusa dengan Pura Dalem Peed (Ped). Meski pun ada kata “dalem”, namun bukan berarti pura tersebut mempakan bagian dari Tri Kahyangan. Yang dimaksudkan “dalem” di sini adalah merujuk sebutan raja yang berkuasa di Nusa Penida pada zaman itu. Dalem atau raja dimaksud adalah penguasa sakti Ratu Gede Nusa atau Ratu Gede Mecaling. Ada lima lokasi pura yang bersatu pada areal Pura Penataran Agung Ped. Persembahyangan pertama yakni Pura Segara, sebagai tempat berstananya Bhatara Baruna, yang terletak pada bagian paling utara dekat dengan bibir pantai lautan Selat Nusa. Persembahyangan kedua yakni Pura Taman yang terletak di sebelah selatan Pura Segara dengan kolam mengitari pelinggih yang ada di dalamnya yang berfungsi sebagai tempat penyucian. Kemudian persembahyangan ketiga yakni ke baratnya lagi, ada pura utama yakni Penataran Ratu Gede Mecaling sebagai simbol kesaktian penguasa Nusa pada zamannya. Persembahyangan terakhir yakni di sebelah timurnya ada Ratu Mas. Terakhir di jaba tengah ada Bale Agung yang merupakan linggih Bhatara-bhatara pada waktu ngusaba. Masing-masing pura dilengkapi pelinggih, bale perantenan dan bangunan-bangunan lain sesuai fungsi pura masing-masing. Selain itu, di posisi jaba ada sebuah wantilan yang sudah berbentuk bangunan balai banjar model daerah Badung yang biasa dipergunakan untuk pertunjukan kesenian. Seluruh bangunan yang ada di Pura Penataran Agung Ped sudah mengalami perbaikan atau pemugaran, kecuali benda-benda yang dikeramatkan. Contohnya, dua area yakni Area Ratu Gede Mecaling yang ada di Pura Ratu Gede dan Area Ratu Mas yang ada di Pelebaan Ratu Mas. Kedua area itu tidak ada yang berani menyentuhnya. Begitu juga bangunan-bangunan keramat lainnya. Kalaupun ada upaya untuk memperbaiki, hal itu dilakukan dengan membuat bangunan serupa di sebelah bangunan yang dikeramatkan tersebut.  
Wilayah Kelurahan Pedungan yang sekarang ini dahulu merupakan daerah perbatasan (tepi siring) dari Kerajaan Badung dengan Daerah Kekuasaan Kerajaan Mengwi di sebelah selatan. Pedungan berasal dari kata "duung" berarti senjata. Mendapatkan awalan pe- dan akhiran -an sehingga menjadi Pedungan yang berarti tempat pengadaan dan penyimpanan perlengkapan senjata.  +
Membicarakan tentang sejarah Peguyangan Kangin, hal lain tak akan lepas dan daerah Peguyangan secara keseluruhan, karena Peguyangan Kangin adalah merupakan bagian pecahan dari Peguyangan induk (Kelurahan Peguyangan sekarang) namun sejarah terbentuknya Desa Peguyangan Kangin, Desa Peguyangan Kaja dan Kelurahan Peguyangan adalah amat erat hubungannya. Untuk hal ini kami akan mencoba untuk mengemukakan berdasarkan data baik yang tertulis maupun dan cerita/babad yang kami dapati dan penuturan orang tua sebagai berikut: 1. Prasasti yang ada di Pura Batan Celagi Banjar Belusung Desa Peguyangan Kaja. Di sana ada catatan yang berbunyi “Sam Sat Set Kahyangan” secara umum artinya Pemuka yang memelihara Parhyangan dan para pengemong diharapkan setia untuk memeliharanya. Dari Parhyangan ini diperkirakan timbul nama Peguyangan. 2. Prasasti yang kita jumpai di Pura Batur Bantas. Yang terdiri dan 1 lembar perunggu yang berbahasa Bali Kuno yang telah pernah dibaca oleh Bapak Ketut Ginama seorang yang ahli archeologi dimana lempengan prasasti tersebut hurufnya banyak yang rusak dan diperkirakan prasasti tersebut merupakan lembar yang ke empat dan diperkirakan dibuat pada abad 11. Disana hanya berisikan penghargaan dan pembebasan kepada pengemongnya dan peraturan-peraturan raja, dan tidak ditemui asal nama Peguyangan. 3. Menurut penuturan orang-orang tua yang belum kami temui sumber tertulisnya. Mengatakan bahwa Peguyangan itu berasal dan kata Maguyang (makipu). Dimana waktu itu raja Panji Sakti menaiki kuda (asti) dari Denpasar/Badung menuju utara. Mengwi. Dimana setelah sampai di daerah perbatasan dengan kerajaan Mengwi, menemui daerah becek kuda beliau lalu makipu atau meguyang. Hingga daerah tersebut, daerah Pakipuan atau daerah Paguyangan lama kelamaan menjadi Peguyangan. 4. Peguyangan dalam kerajaan Bali Kuno. Penemuan berupa candi-candi kecil yang kita jumpai di Pura Desa Peguyangan yang disebut “Pacung Gumi” atau “Cakra Wiwa” yang dibuat oleh Kebo Iwa yang kira-kira berarti “Kekuatan daerah atau cakra yang artinya memutar (menguasai) daerah atau yang memegang tampuk pemerintahan di daerah ini. Candi Kecil dan prasasti yang ada berasal dan pemerintahan Sri Jayapangus ±1170 Masehi. Melihat dari hal tersebut dapatlah disimpulkan bahwa pada jaman itu sudah ada pemerintahan kecil di Peguyangan ini. 5. Peguyangan Pada Jaman Penjajahan Belanda. Mengenai pemerintahan raja kecil yang berkuasa di Peguyangan yang berada dibawah kerajaan Badung tidak banyak kami ketahui karena belum diketemukan data-data yang otentik/pasti. Pada tahun 1906 setelah Belanda menginjakkan kakinya di Badung, Raja Badung menyambut dengan senjata (perang). Dalam peperangan ini juga rakyat serta raja Peguyangan yang merupakan bagian kerajaan Badung turut mempertahankan hingga darah penghabisan. Setelahnya Badung kalah maka daerah ini juga menjadi jajahan Belanda.  
Desa Pejukutan adalah salah satu dari 16 (enam belas) desa yang ada di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Desa ini termasuk kawasan perbukitan.  +
Pelestarian Penyu Deluang Sari terletak di Kelurahan Tanjung Benoa Kecamatan Kuta Selatan merupakan salah satu tempat penangkaran serta konservasi penyu di Pulau Bali. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh wisatawan di lokasi wisata diantaranya adalah menyaksikan proses penangkaran penyu, berfoto bersama penyu, dan menyaksikan pertunjukan tari yang ditampilkan oleh masyarakat setempat. Untuk mencapai lokasi penangkaran penyu tersebut, apabila dalam kondisi laut pasang maka wisatawan dapat mencapai lokasi dengan menggunkan perahu dengan waktu tempuh sekitar 15 menit, sedangkan apabila laut dalam kondisi surut wisatawan dapat mencapai lokasi wisata dengan berjalan kaki. Dalam pengembangannya pengelolaan penyu dikelola oleh kelompok nelayan Deluang Sari. Jarak dari pusat Kabupaten Badung menuju Pelestarian Penyu Deluang Sari sekitar 32 km dan memerlukan waktu tempuh kurang lebih 1 jam 30 menit. Sedangkan jarak Pelestarian Penyu Deluang Sari dengan Bandara Internasional Ngurah Rai adalah sekitar 13 km yang dapat ditempuh dengan waktu kurang lebih 25 menit. Alamat: Tj. Benoa, Kec. Kuta Sel., Kabupaten Badung, Bali  +
Peliatan merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar. Desa ini dilihat dari kata “peliatan” memang layak memakai logo atau lambang yang ada mata manusianya, karena barangkali berhubungan dengan terkenalnya desa ini sebagai tenpat untuk menyaksikan /”melihat” berbagai pementasan seni budaya. Peliatan mempunyai potensi seni tari, khususnya legong. Peliatan juga terletak di kawasan utama pariwisata Ubud.  +
Pempatan merupakan sebuah desa yang terletak di kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem.  +