Dedet - Pendahulan
Perwujudan Bhatara Serasa masih dalam mimpi, seperti ada sura petir dalam gelap gulita. Malam ini tidak seperti malam kemarin. Mendengar gunung sudah berstatus awas. Dengan rasa was-was ibu berteriak memanggil saya, membangunkan saya di kamar. Lari terbirit, sampai kaki terkilir tak terasa. Memasukkan barang-barang yang bisa dimasukkan. Air mata berderai tanpa isak tangis lagi. Berjalan cepat menuju Kamulan, mengambil sejumput tanah . "Hamba menuntunMu untuk ikut memberi hamba anugrah di pengungsian," Di pengungsian Sangat ramai, seperti sebuah pasar hanya saja tidak ada yang berdagang. Ibu wayan utara rumah, ibu tua di barat jalan dan ibu made di selatan jalan terisak menangis. Berselimut duka dipojok tempat pengungsian. Duduk berdampingan, menyesali keadaan yang tidak pernah mereka bayangkan. Melihat hal itu, saya merasa sangat bahagia. Bak dipercikkan tirta sanjiwani kebahagian yang saya rasakan. "Kenapa kamu bahagia, semua dalam keadaan menangis," hardik ibu. Saya bahagia melihat semua rukun. Ibu made yang digosipkan sakti, tidak berani seorangpun mendekat. Sekarang duduk berdampingan ngobrol bersama. Ibu tua dan ibu wayan yang tidak pernah akur karena saling iri harta benda sekarang duduk bersama. Senang saya sangat bahagia melihat semua manusia saling menyayangi. Inilah perwujudan bhatara yang nyata, memberikan anugrah seperti "hikmah di balik bencana," (Terjemahan)