Property:Folktale information text id

Showing 1 page using this property.
I
Ada suatu cerita, penjudi adu ayam bernama I Pudak. Dia sangat jago berjudi, dan bagusnya dimana-mana menang kadang kadang kalah. Awalnya ia hanya memiliki dua ayam aduan. Sekarang semenjak ia menang terus judi ayam, ayam aduannya bertambah banyak. Lama- kelamaan ayamnya terus bertambah sampai ratusan ia memiliki ayam aduan. Istrinya ikut kebingunngan merawat ayamnya, bergadang memberi makan. Apalagi istrinya sedang hamil besar, untuk menyapu kotorannya setiap hari saja sulit. Ayamnya saja dimandikan sampai tiga kali sehari, makanannya pagi jagung, siang godem, sore gabah dan badannya selalu di kepal - kepal. Setiap hari dikeluarkan agar terkena sinar matahari pagi. Sampai - sampai sehari I Pudak tidak sempat mandi karena merawat ayamnya itu. Diceritakan I Pudak akan pergi ke utara gunung, berpesanlah dia kepada istrinya, “Wayan, Wayan besok aku akan pergi jauh, ini kamu hamil besar, aku belum tahu berapa lama perginya, pasti sebelum aku datang kamu sudah melahirkan, Kalau anaknya lahir laki - laki dijaga dengan baik, kalau lahirnya perempuan dibunuh saja, dicincang dibagikan pada ayam aduannya sedikit-sedikit. "Saya sangat tidak suka punya anak perempuan, kita hanya lelah membesarkan saja bergadang siang malam, setelah dewasa tetangga yang diurusnya". Begitulah pesan I Pudak kepada istrinya, maulah yang perempuan menuruti. Keesokan harinya berangkatlah I Pudak. Sudah ada tiga hari I Pudak pergi ke Denbukit, lalu istrinya melahirkan anak perempuan, istrinya merasa kebingungan. “Dibagaimanakan sekarang anak ini, disuruh mencincang sama bapaknya, lalu dibagikan pada ayam. Kalau keinginan bapaknya dituruti, membunuh anak ini, orang gila. Ini bagaimana sekarang mengakalinya”. Begitulah kata ibu dari anak kecil itu menggerutu sendirian. lama terdiam, lalu ibu anak kecil itu ada akal, “Ah, ari-arinya saja dicincang dan bagikan pada ayam sedikit-sedikit”. Diceritakan hanya ari-arinya saja dicincang, lalu itu dibagikan sedikit- sedikit pada ayam. Lalu anaknya diberi nama Ni Tuwung Kuning. Setelah itu, anak kecil itu diajak ke rumah ibunya. Sesampainya di sana, terkejutlah neneknya “Kapan kamu melahirkan anak?” “Baru Buk”, “Kenapa baru lahir anakmu sudah diajak ke sini?” “Begini buk, dulu bapaknya berpesan. kalau anaknya perempuan disuruh cincang, dan diberikan pada ayam. Itu yang membuat anakku dibawa kesini. Ibu yang mengajak anak ini ya?”. aku takut mengajak tinggal di rumah nanti bapaknya datang, nanti aku dipukul, dia sangat kasar dan pemarah. Nanti kalau dia datang akan aku bilang anaknya sudah meninggal ”. Ibunya menjawab “Iya kalau begitu, disini saja titip anaknya ibu yang mengajak. Ingat ditengok ke sini diberikan air susu” “Iya, Bu ambil anak ini dong, aku pulang dulu, takut bapaknya datang”. Diambilah anak itu oleh ibunya. Lalu ibu dari anak itu segera pulang. Diceritakan, setiap hari ditengoknya anak itu oleh ibunya hanya memberi air susu saja, setelah itu cepat-cepat pulang. Dikira sebentarnya bapaknya akan pulang, namun tidak ada juga. Lagi satu bulannya tidak juga datang. Sampai bertahun-tahun suaminya pergi. Diceritakan sekarang I Tuwung Kuning sudah semakin besar dan rajin bekerja. Entahlah sudah berapa tahun I Pudak pergi judi ayam, diceritakan sekarang dia sudah pulang uangnya habis kalah berjudi, tidak ada tersisa sedikitpun. Sesampainya di rumah dia menanyakan anaknya. istrinya memberitahu bahwa anaknya perempuan dan sudah dicincang dibagikan pada ayam. Ayamnya berkokok, memberitahu bahwa anaknya dititipkan di rumah neneknya, dan ari-arinya saja dicincang dibagikan ke ayam. Ayamnya berkokok seperti itu saja, lalu istrinya dipanggil dan disuruh mencari anaknya ke rumah neneknya, dicarilah Ni Tuwung Kuning dan diajak pulang. Sesampainya di rumah lalu diajak ke hutan. Di tengah hutan Ni Tuwung Kuning mau dibunuh. Lalu datang bidadari langsung mengambil Ni Tuwung Kuning. Ni Tuwung Kuning ditukar dengan batang pisang. Batang pisang yang dicincang I Pudak, di bawa pulang. Sesampainya di rumah diberikan ayam. orang tuanya sangat sedih mendengar I Pudak mencincang anaknya dipakai makanan ayam, namun I Pudak sama sekali tidak mendengar perkataan orang tuanya tersebut. Lama kelamaan I Pudak sudah semakin tua, berjalan saja sudah tidak bisa. Semua penyakitnya yang ada, masuk ke dalam tubuhnya, karena dia tidak memiliki anak, tidak ada yang mengurusnya, disaat dia mau makan, tidak ada yang mengambilkannya, lalu disanalah I Pudak merasa menyesal. itulah karma orang yang suka berjudi, tidak bisa menjaga anak, istri tidak sayang, orang tua semua menjauh, begitu juga Tuhan menjauh dengan kita.