How to reduce waste at school canteen? Post your comments here or propose a question.

Literature Bagaimana sikap dan tanggung jawabmu jika ada pengungsi datang ke tempatmu karena konflik seperti yang terjadi di Ukraina?

20220516T060445632Z577136.jpg
0
Vote
Title (Other local language)
Photograph by
https://images.app.goo.gl/7XnS3T7myweHopVc8
Author(s)
Reference for photograph
https://images.app.goo.gl/7XnS3T7myweHopVc8
Subject(s)
    Reference
    Related Places
    Event
    Related scholarly work
    Reference
    Competition
    Pengungsi


    Add your comment
    BASAbaliWiki welcomes all comments. If you do not want to be anonymous, register or log in. It is free.

    What is your attitude and responsibility to refugees who come to your area because of a conflict such as what's happening in Ukraine?

    Description


    In English

    In Balinese

    In Indonesian

    Nama : Anak Agung Istri Trisna Ayu Prabaswari

    No : 05 Kelas : 8A SMPN 1 Semarapura

    Keputusan menerima pengungsi adalah langkah yang dilematis dan memiliki dua mata sisi pisau.Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Pengungsi, UNHCR, mengapresiasi sikap pemerintah Indonesia dalam menangani dan memenuhi hak-hak mendasar yang paling dibutuhkan para pengungsi dan pencari suaka internasional. Terkhusus, mereka yang masuk dalam kategori paling rentan. Apresiasi itu datang ketika situasi pengungsi internasional di Tanah Air, terkhusus yang di Ibu Kota, menjadi sorotan.Terjadi sebuah tren gelombang pengungsi global yang mengarus ke Indonesia sejak beberapa tahun terakhir. Mereka berpindah karena dipicu oleh perang, konflik dan persekusi menahun di negara asalnya.Menurut data UNHCR pada awal 2019, setidaknya 13.900 pengungsi internasional tengah berada di Indonesia, di mana mereka transit sementara. Angka itu relatif menurun jika dibandingkan pada tahun 2017 yang berjumlah 14.300 orang.Mereka berasal dari berbagai belahan dunia, seperti Afghanistan, Sudan, Suriah, Somalia, Ethiopia, Sri Lanka, Myanmar, dan lain-lain. Menyikapi situasi itu, pemerintah Indonesia telah mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri. Secara garis besar, Perpres 125 mengatur bagaimana pemerintah pusat dan pemerintah daerah bisa membantu pengungsi di areanya dan berkoordinasi dengan UNHCR untuk menemukan masalah dan mencari solusi bagi pengungsi.UNHCR mengapresiasi regulasi tersebut, meskipun Indonesia tidak meratifikasi Konvensi dan Protokol PBB Mengenai Status Pengungsi.Para pengungsi internasional di Indonesia yang terdata oleh UNHCR Jakarta berjumlah setidaknya 13.900 per-awal 2019. Semua meninggalkan tanah kelahiran masing-masing, demi menyelamatkan diri dari perang, konflik bersenjata dan persekusi menahun. Para pengungsi itu, yang terdaftar secara resmi di UNHCR, mengajukan permohonan suaka ke negara ketiga (resettlement countries), seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Selandia Baru dan beberapa negara Eropa. Namun, kebijakan negara resettlement yang mulai membatasi kuota serta memperketat syarat suaka, telah menimbulkan polemik global. Pada akhirnya, para pengungsi itu tertahan hingga bertahun-tahun di negara-negara transit, seperti: Turki, Yordania, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan beberapa lainnya.Australia misalnya, dilaporkan menurunkan kuota penerimaan pencari suaka dari Indonesia menjadi sekitar 85 orang pada rentang tahun 2017-2018. Pada 2010, angka penerimaan itu sempat mencapai sekitar 400 orang -- Al Jazeera melaporkan, mengutip data dari dewan pengungsi Australia yang dirilis untuk publik berdasarkan mandat Freedom of Information. Indonesia bukan negara resettlement berdasarkan mandat Konvensi dan Protokol PBB Mengenai Status Pengungsi. Namun, sejak 1970-an, Tanah Air telah menjadi negara transit bagi pengungsi serta pencari suaka internasional. Kala itu, Indonesia membuka pintu bagi arus pengungsi dari Indo-China yang terdampak Perang Vietnam.Pemerintah Indonesia terus mempertahankan tradisinya untuk menghargai prinsip kemanusiaan dan non-refoulement perihal pengungsi. Hal itu kemudian dipertegas dengan mengesahkan Peraturan Presiden No. 125 tahun 2016.

    Berdasarkan data UNHCR, ada sekitar 25,9 juta pengungsi global pada tahun 2018. Setiap harinya, 37.000 orang di penjuru dunia terpaksa mengungsi akibat krisis atau konflik di negara masing-masing.