Search by property

From BASAbaliWiki

This page provides a simple browsing interface for finding entities described by a property and a named value. Other available search interfaces include the page property search, and the ask query builder.

Search by property

A list of all pages that have property "Biography text id" with value "Aksara Bali dalam Gunungan Wayang". Since there have been only a few results, also nearby values are displayed.

Showing below up to 26 results starting with #1.

View (previous 50 | next 50) (20 | 50 | 100 | 250 | 500)


    

List of results

  • PASAR NAPI TPA  + (-)
  • Luu-Liu Sing Rungu  + (-)
  • Ni Nyoman uli Widya Kusuma wardani  + (.)
  • James Danandjaja  + (13 April 1934 - 21 October 2013. James Da13 April 1934 - 21 October 2013.</br></br>James Danandjaja gelar sarjana Antropologi diperolehnya pada tahun 1963 dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Gelar doktor dalam bidang Antropologi Psikologi diperolehnya juga dari Universitas Indonesia pada tahun 1977. Untuk penulisan karya ilmiahnya ia mengadakan penelitian selama kurang lebih setahun di daerah Trunyan Bali, dan menghasilkan buku Kebudayaan Petani Desa Trunyan di Bali, yang diterbitkan pada tahun 1980. James Danandjaja yang mempunyai nama asli James Tan, dengan panggilan akrab Jimmy, diangkat menjadi Guru Besar Universitas Indonesia pada tahun 1983.</br></br>Ia merupakan ahli folklor Indonesia yang pertama, mulai menekuni ilmu itu sejak ia belajar di Universitas California, Berkeley, pada tahun 1969. Pembimbingnya waktu itu Alan Dundes, seorang ahli folklor terkemuka dari Amerika Serikat. Dengan karya tulis berjudul An Annotated Bibliography of Javanese Folklore, yang kemudian dijadikan buku, ia memperoleh gelar master dalam bidang folklor dari universitas itu pada tahun 1971.</br></br>Sekembalinya ke Indonesia, 1972, ia mengajarkan ilmu tersebut di Jurusan Antropologi FISIP Universitas Indonesia. Menurut dia, folklor yang merupakan bagian budaya berupa bahasa rakyat, ungkapan tradisional, teka teki, legenda, dongeng, lelucon, nyanyian rakyat, seni rupa, dsb, sangat erat kaitannya dengan kebudayaan suatu masyarakat. Untuk itu, ia menugaskan para mahasiswanya untuk mengumpulkan berbagai folklor yang ada di tanah air. Bahan-bahan tulisan tersebut kemudian dijadikannya buku dengan judul Folklor Indonesia (1984). Selain itu, ia juga menulis beberapa buku lain yang berhubungan dengan folklor, seperti Penuntun Cara Pengumpulan Folklore bagi Pengarsipan (1972), dan Beberapa Masalah Folklor (1980).972), dan Beberapa Masalah Folklor (1980).)
  • Anak Agung Made Djelantik  + (1919-2007: Seorang pangeran dari Karangasa1919-2007: Seorang pangeran dari Karangasam yang belajar di Belanda selama Perang Dunia Kedua sebelum kembali ke Indonesia sebagai dokter. Setelah kembali ke Indonesia, ia dikirim ke berbagai daerah di Indonesia Timur, yang seringkali terlalu jauh untuk membantu masyarakatnya. Dia dan istrinya terjangkit malaria selama tinggal di sana, tetapi dia juga menjadi dokter yang menangani malaria. Dr. Djelantik bekerja untuk Organisasi Kesehatan Dunia, yang mengirimnya ke Irak, Somalia, dan Afghanistan, dan ini terbukti sangat bermanfaat. Setelah itu, ia menjabat sebagai kepala perguruan tinggi utama Bali di Sanglah dan membantu mendirikan Fakultas Kedokteran di Universitas Udayan di Denpasar.</br></br>Dr Djelantik bermain biola saat masih kecil. (foto: Bulantrisna Djelantik)</br>Dr Djelantik adalah seorang tokoh Renaisans yang juga aktif di bidang kebudayaan Bali, baik mempelajari maupun mempromosikannya. Dia adalah ketua Walter Spies Society dengan Festival Walter Spies yang berfokus pada musik dan tari. Bersama Fredrik de Boer, Hildred Geertz, dan Heidi Hinzler ia mendirikan Perhimpunan Studi Bali atau Lembaga Penkajian Kebudayaan Bali pada tahun 1985. Lembaga ini mengadakan konferensi tahunan di Bali dan juga di luar negeri dan menurut Adrian Vickers Dr Djelantik adalah pemimpin alami organisasi tersebut. . Melalui organisasi tersebut ia mempromosikan budaya Bali dan juga kajiannya. Dr Djelantik menulis makalah tentang budaya Bali dan buku tentang lukisan Bali yang mencakup sejarah seni Bali serta estetika Bali. Kemudian mengajar Estetika di Akademi Seni Rupa Bali atau Akademi Seni Bali. Ia juga menulis otobiografi berjudul “Tanda Lahir, Memoar Seorang Pangeran Bali”.anda Lahir, Memoar Seorang Pangeran Bali”.)
  • A A Ngurah Paramartha  + (A A Ngurah Paramartha, lahir di Denpasar,1A A Ngurah Paramartha, lahir di Denpasar,14 Oktober 1974. Ia menamatkan pendidikan seni rupa di ISI Denpasar. Sejak 1995 ia aktif menampilkan karya-karyanya dalam berbagai pameran bersama, seperti pameran “Kamasra” di Bali Cliff Resort Jimbaran (1996), “Colour Wheel” Indonesian artist di Galeri Lukisan Dublin Irlandia (2009), “Ulu-Teben”, kelompok MilitantArt di Bentara Budaya Denpasar (2015), dll. Pameran tunggalnya antara lain “Hasrat Rahasia” di Hide Out Fine Art Ubud (2003), “Eksplorasi kehidupan” di Ten Fine Art, Sanur (2011). Karya-karyanya cenderung figuratif dengan menampilkan sosok-sosok imajiner yang multitafsir.kan sosok-sosok imajiner yang multitafsir.)
  • A.A. Rai Kalam  + (A.A. Rai Kalam, lahir di Klungkung, Bali, A.A. Rai Kalam, lahir di Klungkung, Bali, 24 September 1939. Ia adalah seniman drama gong legendaris. Di Bali, kesenian drama gong mulai dikenal pada era 1960-an, kemudian makin populer di era 1980-an. Rai Kalam pernah memerankan tokoh raja muda, namun namanya melambung berkat tokoh Patih Agung. Ia juga piawai memainkan peran Patih Anom. Hingga kini, perannya sebagai Patih Anom nyaris tak tergantikan. Selain pemain drama gong, ia juga seorang penulis lakon serta sutradara drama gong. Tahun 2016, ia membina drama gong duta Klungkung dalam Pesta Kesenian Bali. Ia juga ikut bermain dalam drama gong bertajuk "Sing Taen Nduk" di Bali TV. Rai Kalam adalah seorang maestro drama gong. Ia meninggal pada tanggal 20 Desember 2021.a meninggal pada tanggal 20 Desember 2021.)
  • A.A. Raka Sidan  + (A.A. Raka Sidan bernama asli A.A. Gede RakA.A. Raka Sidan bernama asli A.A. Gede Raka Partana. Dia adalah seorang pencipta lagu dan penyanyi pop Bali kelahiran 27 Juni 1979. Dia menempuh pendidikan di UNHI Denpasar. Dia telah melahirkan sejumlah album, antara lain “Suud Memotoh” (2005), “Pada-pada Ngalih Makan” (2007), “Pak Boss” (2009), “Song Brerong” (2012), “Kenceng” (2015). Lagu-lagunya banyak mengandung pesan moral dan kritik sosial yang dibungkus dalam nuansa humor. sosial yang dibungkus dalam nuansa humor.)
  • I Made Mahendra Mangku  + (Abstrak menjadi bahasa rupa yang dipilih MAbstrak menjadi bahasa rupa yang dipilih Made Mahendra Mangku untuk berekspresi. Berbagai eksplorasi abstrak dihadirkannya, seperti permainan garis, warna, dan cipratan.</br></br>Sebagai seniman yang tumbuh di tubuh Sanggar Dewata Indonesia (SDI), karyanya cenderung berbeda dibanding dengan rekan-rekan Kelompok Sebelas; kelompok yang berisi sebelas anggota dari generasi 90-an SDI. Ia tidak memenuhi kanvasnya dengan sapuan cat yang bertubi-tubi, begitupun dengan ikon-ikon dan simbol Bali yang riuh, tampak absen di karya Mangku.</br></br>Dalam lukisannya, Mangku cenderung menggunakan satu warna sebagai dasar lalu mengisinya dengan beberapa warna dan garis. Kadang ia juga menabrakkan warna-warna yang kontras dengan komposisi tertentu yang tetap menenangkan.</br></br>Ia menghadirkan keheningan yang terasa sentimental, bak ruang-ruang kontemplasi di tengah kehidupan duniawi. Segelap apapun warna yang digunakannya, karya-karya Mangku tetaplah manis, menenangkan dan meditatif, bahkan ia sering disebut sebagai “Pelukis Puitis”.</br></br>Meski kini dikenal lewat karya abstraknya, Mangku sempat bereksplorasi dengan gaya realis dan figuratif saat masih di bangku kuliah. Bahkan di tahun pertamanya di ISI, ia sudah mendapat dua penghargaan sekaligus untuk sketsa terbaik dan lukisan cat air terbaik.</br></br>Sedangkan saat bersekolah di SMSR Denpasar, ia  lebih menekuni medium cat air dengan teknik percik yang membuatnya dipanggil Mangku (pendeta dalam adat Bali yang memercikkan air suci saat memberi berkat, red.). Pilihannya untuk menekuni abstrak dimulai sejak 1993, karena abstrak lebih memberi ruang untuk improvisasi dan eksplorasi.</br></br>Sejak lulus dari ISI Yogyakarta, Mangku kembali ke Sukawati dan aktif berkarya di studio pribadinya, De’carik Art Studio. Ia baru saja memamerkan 15 karya lukis dan cat air di Singapore International Artist Fair (SIAF) 2018 pada 10-13 Mei di Suntec City, Singapura. Rencananya, Mangku akan menyelenggarakan pameran tunggal pada Agustus 2018 di Art:1 Gallery, Jakarta dan Komaneka Art Gallery, Ubud.</br></br>Lahir di Sukawati, Bali, 30 Desember 1972</br></br>Pendidikan:</br></br>1988-1992 SMSR Denpasar</br></br>1992-1997 ISI Yogyakarta</br></br>Penghargaan:</br></br>1998 Penghargaan dari Menteri Seni dan Budaya Republik Indonesia1997 Karya Lukis Terbaik Dies Natalis ISI Yogyakarta1996 Finalis Philip Morris Indonesia Art Award1992 Lukisan Cat Air Terbaik ISI Yogyakarta1992 Sketsa Terbaik ISI Yogyakarta</br></br>Milestone:</br></br>1992 Pada tahun pertamanya kuliah, Mangku menerima dua penghargaan sekaligus untuk lukisan cat air terbaik dan sketsa terbaik ISI Yogyakarta</br></br>1998 Lulus kuliah, Mangku kembali dan menetap di Bali. Di tahun ini pula ia menggelar pameran duet dengan Toris Mahendra di Sika Gallery.</br></br>2000 Pameran tunggal pertamanya Between Two Side, Arisma Gallery, Ubud, Bali.</br></br>Pameran Penting:</br></br>Pameran I Made Mahendra “Mangku” dan Made Toris Mahendra, Sika Gallery, 1998.Pameran Tunggal Pertama: Between Two Side, Arisma Gallery, Ubud, Bali, 2000.Pameran Terakhir: Singapore International Artist Fair (SIAF), Suntec City, Singapura, 2018 Fair (SIAF), Suntec City, Singapura, 2018)
  • Abu Bakar  + (Abu Bakar, adalah seorang dramawan dan tokAbu Bakar, adalah seorang dramawan dan tokoh teater, kelahiran Kediri, Tabanan, Bali, 1 Januari 1944. Ayahnya berdarah Jawa dan ibunya asli Bali. Selain teater, dia juga menekuni sastra dan fotografi. Ada banyak naskah drama yang telah dia pentaskan dan sutradarai. Dia sempat mengunjungi beberapa negara untuk urusan berkesenian, antara lain, Perancis dan Amerika Serikat. </br></br>Di Amerika, Abu mementaskan hasil kolaborasinya dengan seniman Ikranegara berupa pertunjukan teater “Berani-Beraninya Menunggu Godot” (1990). Dia juga menyutradarai pementasan “Kereta Kencana” dan “Indonesia Luka” (keduanya pada 2012) dan “Malam Jahanam” (2013). Dalam bidang sastra, selain dimuat di beberapa koran, karya-karyanya juga dibukukan dalam “Tuhanku Kupu-kupu”, “Amerika di Luar Jendela” dan “Kunang-Kunang”. Ia juga menulis naskah monolog berjudul “Wanita Batu” (2006) dan drama televisi “Komedi Hitam”, “Bali Menangis (2004), dan sebagainya. </br></br>Abu adalah pendiri “Teater Poliklinik” dan “Teater Bumi”.iri “Teater Poliklinik” dan “Teater Bumi”.)
  • Achmad Obe Marzuki  + (Achmad Obe Marzuki lahir di Jakarta, 30 JAchmad Obe Marzuki lahir di Jakarta, 30 Juli 1975. Ia menetap di Bali sejak tahun 2002 dan aktif berkesenian, di antaranya bermain teater, menulis puisi, membaca puisi, fotografi, dan melukis. Ia memperdalam keterampilan menulisnya melalui kursus kewartawanan di Planet Senen Jakarta Pusat pada tahun 1995. Tergabung dalam Wadah Teater Jakarta dan Lembaga Dongeng Dinas Kebudayaan Jakarta Selatan (1995-1996). Membacakan puisi-puisinya dalam mimbar bebas panggung reformasi TIM 1998. Bergabung dengan Teater AGA (Anak Gudang Air) dan mendirikan Komunitas API (Anak Pasar Induk) pada tahun 2000. Mendirikan Pelangi Art Bengkel Handicraft 2001. Bersama Sanggar Poerbatjaraka ia terlibat dalam pementasan Layon (2008) dan Hong (2008) dalam Temu Teater Mahasiswa Nusantara VI di Surabaya. Kini ia bergabung dalam komunitas Jatijagat Kehidupan Puisi di Denpasar, Bali.tijagat Kehidupan Puisi di Denpasar, Bali.)
  • Adhy Ryadi  + (Adhy Ryadi lahir di Singaraja, 17 Januari Adhy Ryadi lahir di Singaraja, 17 Januari 1960. Menyelesaikan studi Sarjana Hukum di Undiknas Denpasar. Menulis puisi sejak 1981 dan dimuat di Bali Post, Pikiran Rakyat, Berita Buana, Suara Indonesia, serta terhimpun dalam buku puisi “Hram” (1988). Dia pernah bekerja sebagai jurnalis di Bali Post. Dia meninggal pada tahun 1995. Bali Post. Dia meninggal pada tahun 1995.)
  • Adrien-Jean Le Mayeur de Merpres  + (Adrien-Jean Le Mayeur de Merpres adalah seAdrien-Jean Le Mayeur de Merpres adalah seorang pelukis asal Belgia yang menetap di Bali dan menghibahkan rumahnya di Sanur sebagai museum. Dia lahir di Brusel, Belgia, 9 Februari 1880. Pelukis beraliran impresionis tersebut tiba di Bali tahun 1932 dan menyewa sebuah rumah di Banjar Kelandis, Denpasar. Di Kelandis pula dia berkenalan dengan Ni Nyoman Pollok, penari Legong yang berusia 15 tahun saat itu, dan kemudian menjadi model lukisan-lukisannya.</br></br>Sejumlah karya Le Mayeur yang menggunakan Ni Pollok sebagai model dipamerkan di Singapura untuk pertama kalinya pada tahun 1933 dan terjual habis. Kemudian Le Mayeur membeli sebidang tanah di tepi Pantai Sanur yang dipakainya sebagai studio dan rumah. Di tempat itulah setiap hari Le Mayeur melukis dengan Ni Pollok sebagai model utamanya. Pada tahun 1935, Le Mayeur menikah dengan Ni Pollok. </br></br>Tahun 1956, Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Bahder Djohan, berkunjung ke rumah Le Mayeur dan terpesona dengan karya-karya yang penuh kelembutan tersebut. Bahder kemudian menyarankan kepada Le Mayeur agar kelak rumahnya dipakai sebagai museum. Le Mayeur setuju dan bekerja lebih keras lagi untuk meningkatkan kualitas dan menambah koleksi lukisannya.</br></br>Pada tanggal 28 Agustus 1957, Le Mayeur menandatangani testamen yang isinya Le Mayeur mewariskan semua miliknya termasuk tanah, rumah, dan seisinya kepada Ni Pollok sebagai hadiah. Di saat yang sama, Ni Pollok kemudian memindahkan semua yang diwarisi dari suaminya kepada Pemerintah Indonesia untuk digunakan sebagai museum.</br></br>Pada tahun 1958, Le Mayeur menderita kanker telinga. Ditemani Ni Pollok dia berobat di Belgia. Dua bulan kemudian, tepatnya tanggal 31 Mei 1958, Le Mayeur meninggal dunia dalam usia 78 tahun dan dimakamkan di Brusel. Ni Pollok kemudian pulang ke Bali untuk merawat rumahnya hingga kematiannya pada tanggal 18 Juli 1985 dalam usia 68 tahun. </br></br>Karya-karya Le Mayeur bisa dinikmati di Museum Le Mayeur yang berlokasi di tepi Pantai Sanur, Denpasar. berlokasi di tepi Pantai Sanur, Denpasar.)
  • AG Pramono  + (AG Pramono lahir di Negara, Bali, 23 MareAG Pramono lahir di Negara, Bali, 23 Maret 1973. Mengawali keterlibatan teater dan seni sastra sejak tahun 1990. Pernah mendirikan Sanggar Susur Jembrana tahun 1991.Tulisan berupa cerpen, puisi serta artikel budaya dimuat di beberapa media. Sejumlah puisinya, terhimpun dalam buku antologi Puisi 19 ( tahun 1995), Kidung Kawijayan (1996), Detak (1997), Antologi Puisi Indonesia (KSI) Jakarta tahun 1997, Serambi Hening (1998) dan Cerita Pendek Berhenti di Rumahmu (2014).. Sejak tahun 1993 aktif di Bali Eksperimental Teater serta tahun 1998 ikut dalam Komunitas Kertas Budaya. Kini bekerja sebagai jurnalis di salah satu koran lokal di Bali dan sekarang tinggal di rumAh kecil Serambi Hening, Loloan Timur , Jembrana.l Serambi Hening, Loloan Timur , Jembrana.)
  • Kemacetan ring Daerah Pariwisata  + (Agar kemacetan dapat dikurangi saya menawaAgar kemacetan dapat dikurangi saya menawarkan solusi untuk mengatur lalu lintas dan lebih memperketat aturan parkir bagi masyarakat ataupun wisatawan, agar lalu lintas tidak tersedak perlu diberlakukan aturan parkir bagi masyarakat dan wisatawan agar mereka tidak parkir dipinggir jalan sehingga dapat mengganggu lalu lintas.</br>Dengan begitu kemacetan saya kira dapat dikurangi.egitu kemacetan saya kira dapat dikurangi.)
  • Agoes Andika  + (Agoes Andika dilahirkan di Banjar BaleagunAgoes Andika dilahirkan di Banjar Baleagung, Buleleng, 5 Maret 1963. Pada tahun 1981 menetap di Mataram, Lombok. Dia banyak belajar menulis pada Putu Arya Tirtawirya dan Umbu Landu Paranggi di Bali Post. Tahun 1985 berkesempatan diundang ke Taman Ismail Marzuki Jakarta dengan beberapa penyair Bali serta penyair tanah air lainnya membaca puisi. </br>Karya puisi pernah dimuat di Bali Post, Karya Bhakti, Nusa Tenggara, Simponi, Swadesi, Nova, Berita Buana, Suara Karya, Suara Nusa, Horizon, dan beberapa buletin sastra di mataram, pontianak. Sekarang menetap di Singaraja. pontianak. Sekarang menetap di Singaraja.)
  • Agung Bawantara  + (Agung Bawantara lahir di Klungkung, 30 JanAgung Bawantara lahir di Klungkung, 30 Januari 1968. Lulusan Fakultas Peternakan, Universitas Mataram, NTB. Menulis puisi sejak 1980-an di Bali Post, Karya Bakti, Nova, Berita Buana, Swadesi, Media Indonesia, dll. Puisinya juga terkumpul dalam buku Sahayun (1994), Klungkung: Tanah Tua, Tanah Cinta (2016). Dia adalah penggagas Denpasar Film Festival. Dia juga menulis cerpen, cerita anak, dongeng, dan novel.s cerpen, cerita anak, dongeng, dan novel.)
  • Agung Wiyat S. Ardhi  + (Agung Wiyat S. Ardhi lahir di Puri Anyar KAgung Wiyat S. Ardhi lahir di Puri Anyar Keramas Gianyar, pada 3 Februari 1946. Beliau menamatkan diri untuk gelar sarjana muda di ASTI dan sarjana Agama Hindu serta sempat menjadi guru di PR Saraswati Gianyar. Beliau juga sempat menjadi Kepala SPG Saraswati Gianyar, Kepala SMA Saraswati Gianyar, Anggota Madya Kabupaten Gianyar, Tim Penyeleksi Penerimaan Penghargaan Wija Kusuma Kabupaten Gianyar, Tim Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Gianyar, Tim Pembina Utama Dharma Gita Kabupatén Gianyar, dan Tim Pembina Nyastra Kabupatén Gianyar. Selain itu, beliau juga terkenal sebagai pemain/penari Drama Gong. </br></br>Beliau mendapatkan hadiah Sastra Rancage tahun 2001 dengan karya yang berjudul “Gending Girang Sisi Pakerisan” dan atas jasanya dalam bidang sastra Bali Moderen tahun 2010. Pada tahun 2015 beliau kembali mendapatkan penghargaan Widya Pataka dari Gubernur Bali atas karya sandiwara berbahasa Bali yang berjudul “Bogolan”.ra berbahasa Bali yang berjudul “Bogolan”.)
  • Agus Vrisaba  + (Agus Vrisaba adalah sastrawan kelahiran KlAgus Vrisaba adalah sastrawan kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 15 Mei 1941. Pada era 1970-an dia menetap di Bali dan bergaul dekat dengan banyak seniman Bali. Pada akhir 1980-an dia pindah ke Tawangmangu, Jawa Tengah. Dia meninggal pada 17 Februari 1992. Agus adalah penulis cerpen yang sangat produktif. Karya-karyanya diterbitkan oleh Kompas, Sinar Harapan. Belakangan juga di Suara Pembaharuan, Vista, Jawa Pos, Bali Post, Intisari, Surabaya Post, Suara Indonesia, Zaman, dan juga berbagai koran daerah lainnya. Penerbit Buku Kompas (PBK) berupaya menghadirkan kembali karya-karyanya dan menyuntingnya dalam sebuah buku kumpulan cerpen tunggalnya yang pertama berjudul “Dari Bui Sampai Nun” yang tahun 2004. Agus sendiri hingga akhir hayatnya belum sempat membukukan karya-karyanya. Hanya ada satu cerpennya yaitu “Sodom dan Gomorah” yang diikutsertakan dalam antologi “Dua Kelamin bagi Midin”, yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2003.erbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2003.)
  • Dinor Gen  + (Ahli foto dari Bali)
  • Kepadatan Penduduk di Bali  + (Akhir akhir ini banyak orang luar Bali yanAkhir akhir ini banyak orang luar Bali yang menetap di Bali ,dalam hal itu Bali jadi semakin banyak penduduk dan terlihat dominan orang luar Bali ,bagaimana menurut anda dalam hal ini? </br></br>Kota kota besar di Bali sudah terlihat sangat macet , jika di lihat Bali sudah padat penduduk,dan juga banyak di lihat orang tawuran di jalan(tidak tahu ini orang lokal atau luar pulau) tapi saya harap penjagaan di jalan dan sekitar nya lebih di pantau.</br></br>Di sini saya menyampaikan tentang cara mengatasi penduduk luar pulau yang menetap di Bali dan ke amanan di jalan, bagaimana mereka yang ingin menetap di Bali makin bertambah dan banyak warga asli Bali jadi kurang tempat tinggal atau semacam nya?</br>Terimakasih atas perhatiannyasemacam nya? Terimakasih atas perhatiannya)
  • Aldwin Yusgiantoro  + (Aldwin bekerja sebagai senior analyst untuAldwin bekerja sebagai senior analyst untuk AkarAsia. Ia baru lulus dengan gelar master dalam Studi Pembangunan Internasional di Elliott School of International Affairs Universitas George Washington, yang berspesialisasi dalam pengembangan sektor swasta. Dia menerima gelar S.IP dalam Hubungan Internasional dari Universitas Colorado di Boulder, dengan fokus pada politik dan ekonomi Asia Tenggara.us pada politik dan ekonomi Asia Tenggara.)
  • Alit S. Rini  + (Alit S.Rini lahir dan tinggal di Denpasar Alit S.Rini lahir dan tinggal di Denpasar dengan nama Ida Ayu Putu Alit Susrini.Menulis puisi sejak th 1980 dan dipublikasi di koran Bali Post yang kemudian menjadi tempatnya bekerja sejak 1988, kemudian dipercaya memegang desk budaya, agama, pendidikan, opini dan tahun 1998 sebagai redaktur pelaksana, lalu terakhir memegang desk opini dan pensiun 2015. “Karena Aku Perempuan Bali” (2003) adalah kumpulan puisi tunggalnya. Puisi-puisinya juga terangkum dalam buku “Cinta Disucikan Kehidupan Dirayakan”, “Bali Living In Two World” (2002), “Dendang Denpasar Nyiur Sanur” (2016), “Klungkung: Tanah Tua Tanah Cinta” (2017). September 2017 lalu sekumpulan puisinya, Inferior, terbit duet dengan Nyoman Wirata berjudul “Pernikahan Puisi”.Nyoman Wirata berjudul “Pernikahan Puisi”.)
  • I Made Sanggra  + (Alm. I Made Sanggra merupakan sosok sastraAlm. I Made Sanggra merupakan sosok sastrawan hebat yang lahir pada Sabtu Pon Gumbreg, 01 mei 1926 di Banjar Gelulung Desa/kecamatan Sukawati (Gianyar) dan meninggal pada Jum'at Umanis Klawu, 20 Juni 1997. Ia merupakan sosok ayah dari sastrawan hebat I Made Suarsa. Bahkan tahun 1938 saat itu beliau sudah mampu mengawi/mengarang gending (Sastra Bali Purwa) yang saat itu beliau menempuh pendidikan di Vervolg School.</br></br>Buku terakhirnya yaitu Bir Bali (pupulan Cerpen dan Puisi Bali Anyar) yang pada tahun ini (2022) Bir Bali diterjemahkan ke dalam Bahsa Indonesia oleh Balai Bahasa Denpasar (sedang dalam proses). Beliau dikenal sebagai pelopor karya sastra modern dengan karyanya yaitu Cerpen Ketemu Ring Tampak Siring (2004) yang merupakan karya hebat dari beliau sewaktu hidup kemudian memperoleh penghargaan Sastra Rancage pada tahun 1988 dengan bukunya yang berjudul Kidung Republik (1997) dan masih banyak lagi penghargaan yang diterima beliau. </br></br>Selain menulis karya sastra modern beliau juga banyak menulis karya sastra Bali Purwa seperti Kidung dan Geguritan salah satunya Geguritan Pan Balang Tamak (1993). Beberapa karya beliau yang lain yaitu Hikayat Prabu Maya Denawa (karya pertama yang berupa Geguritan Sinom) dan yang sudah dibukukan yaitu, Geguritan I Gede Basur (1958), Babad Timbul/Sukawati (1971), Geguritan Pan Balang Tamak (1993), dan beberapa geguritan yang telah disumbangkan yaitu mengenai keluarga berencana, sapta usaha tama, pat sehat lima sempurna, dll. </br></br>Dalam karya Bali Purwa beliau yang terunik yaitu Geguritan Pan Balang Tamak (1993) yang menggunakan Bahasa Indonesia dalam penulisannya, dalam Geguritan Pan Balang Tamak memakai 7 Pupuh diantaranya: Pupuh Ginada, Pupuh Pangkur, Pupuh Mijil, Pupuh Durma, Pupuh Ginada, Pupuh Semarandana, dan Pupuh Sinom. Geguritan Pan Balang Tamak berasal dari kata "Walang" yang artinya menghalangi dan "Tamak" yaitu ketamakan jadi tokoh Balang Tamak sengaja dihadirkan untuk menghalangin/mencegah/menghilangkan sifat-sifat tamak dari raja/penguasa. Pesan moral yang disampaikan pun bagimana kita hidup di bali agar terhindar dari raja tamak itu, sehingga perlunya pencegahan.a tamak itu, sehingga perlunya pencegahan.)
  • Anak Agung Ayu Bulantrisna Djelantik  + (Anak Agung Ayu Bulantrisna Djelantik lahirAnak Agung Ayu Bulantrisna Djelantik lahir di Deventer, Belanda, 8 September 1947. Dia merupakan putri tertua dari Dr. dr. Anak Agung Made Jelantik (Dokter PBB). Dia mencintai seni tari sejak kanak-kanak. Dia adalah seorang maestro tari Legong. Selain dikenal sebagai penari, dia berprofesi sebagai dokter spesialis THT dan pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung. Bulantrisna adalah cucu dari Anak Agung Anglurah Djelantik yang merupakan raja terakhir dari Kerajaan Karangasem, Bali. Kakeknya mencarikan Bulantrisna guru tari yang terkenal pada masa itu, antara lain Bagus Bongkasa dan Gusti Made Sengog. Pada usia sepuluh tahun, Bulantrisna diundang oleh Presiden Soekarno ke Istana Presiden di Tampaksiring, Gianyar, Bali untuk menghibur para tamu Istana. Mentor utamanya adalah Anak Agung Mandera dan Gusti Made Sengog, penari Legong generasi pertama. Selain tari Legong, Bulan juga menguasai tari lain, seperti Oleg. Menari bagi Bulan adalah pelepasan emosi, kreativitas, kegembiraan, bergerak dengan penuh penjiwaan, dan sebagai sarana berdoa. Kecintaannya pada tari tak hanya sebatas gerak saja, tetapi ia juga mendirikan sanggar tari yang diberi nama "Ayu Bulan" pada tahun 1994. Salah satu kreasi tari ciptaan yang telah dibuatnya ialah tari Legong Asmarandana. Bulantrisna meninggal pada tanggal 24 Februari 2021 di RS Siloam, Semanggi, Jakarta karena kanker pankreas yang dideritanya.a karena kanker pankreas yang dideritanya.)
  • Anak Agung Ayu Puspa Aditya Karang  + (Anak Agung Ayu Puspa Aditya Karang alias DAnak Agung Ayu Puspa Aditya Karang alias Dita Karang, lahir di Yogyakarta, 25 Desember 1996. Ayahnya bernama Anak Agung Chandra Karang, berasal dari Karangasem, Bali. Ibunya bernama Mega Puspa Arifin, berasal dari Yogyakarta. Dita adalah seorang penyanyi yang berkarier di Korea Selatan. Ia dikenal karena menjadi anggota grup Secret Number, sekaligus sebagai perempuan Indonesia pertama yang memulai debutnya sebagai idola di industri K-pop. Ia menempati posisi sebagai penari utama dan vokalis di grup tersebut.</br></br>Dita bercita-cita menjadi idola K-pop sejak masa sekolah. Setelah lulus SMA, ia menimba ilmu di Akademi Drama dan Musik Amerika di New York, Amerika Serikat. Ia menyelesaikan kuliahnya pada tahun 2017. Setelah lulus kuliah, ia mengikuti audisi K-pop dan diterima. Sebelum debut, ia menjalani masa pelatihan (trainee) di Born Star Training Center di New York. Ia juga pernah bergabung dalam komunitas menari ternama di Korea Selatan, 1MILLION Dance Studio.</br> </br>Dita kemudian melakukan debutnya bersama Secret Number, grup idola wanita asal Korea Selatan yang berada di bawah agensi Vine Entertainment, pada tanggal 19 Mei 2020. Album & single yang telah dirilisnya: Who Dis? (2020), Got That Boom (2020), Fire Saturday (2021), DOOMCHITA (2022), TAP (2022). Selain menyanyi dan menari, ia juga bermain film. Salah satu film yang dibintanginya adalah DJS the Movie: Biarkan Aku Menari (2022) produksi SinemArt Pictures.</br></br>Pada akhir Agustus 2022, Dita dipilih oleh Duta Besar RI untuk Korea Selatan sebagai Duta Hubungan Bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan ke-50 yang dirayakan pada 2023. Korea Selatan ke-50 yang dirayakan pada 2023.)
  • Anak Agung Bagus Sutedja  + (Anak Agung Bagus Sutedja (lahir 1923 – hilAnak Agung Bagus Sutedja (lahir 1923 – hilang 27 Juli 1966) adalah Gubernur Bali yang pernah dua kali memimpin Bali. Ia pertama kali menjabat pada tahun 1950 sampai 1958, diangkat berdasarkan keputusan Dewan Pemerintahan Daerah sebagai pemimpin badan eksekutif Bali, sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara (DPRDS) menggantikan wewenang Paruman Agung yang terdiri dari wakil-wakil delapan kerajaan di Bali sebagai badan legislatif. Setelah diselingi oleh I Gusti Bagus Oka sebagai Pejabat Sementara Kepala Daerah Bali pada tahun 1958 sampai 1959, ia kembali terpilih pada bulan Desember 1959 sebagai Gubernur Bali. Masa jabatannya yang kedua berakhir beberapa bulan setelah terjadinya G30S/PKI tahun 1965. Selanjutnya ia digantikan oleh I Gusti Putu Martha. Ia “hilang” pada tanggal 29 Juli 1966 di Jakarta, diperkirakan menjadi korban penculikan politik yang terjadi pada masa itu.ulikan politik yang terjadi pada masa itu.)
  • Anak Agung Gde Mandera Erawan  + (Anak Agung Gde Mandera Erawan (Agung BanglAnak Agung Gde Mandera Erawan (Agung Bangli), maestro tari asal Puri Kaleran Peliatan, Ubud. Besar dengan garis darah keluarga seniman, putra dari Gung Kak Mandera, maestro tabuh pendiri Kelompok Musik dan Tari Gunung Sari dan seorang ibu yang juga penari. Gung Kak Mandera adalah salah satu dari beberapa seniman Bali yang berkeliling Eropa dan melakukan pertunjukan di Paris pada tahun 1930an. </br></br>Hampir seluruh penjuru dunia sudah Gung Aji datangi untuk mempertunjukkan Tari Bali kepada dunia. Bisa dibilang seluruh hidupnya didedikasikan kepada seni tari dan musik Bali. Menjaga dan melestarikan supaya budaya ini terus ada. </br></br>Beliau meneruskan peran mendiang ayahnya memimpin grup Gunung Sari Peliatan, yang setiap minggu mengadakan pertunjukan di Balerung Peliatan. Legong Nandira, yaitu Tari Legong dengan penari pria adalah salah satu sendratari ciptaannya.a adalah salah satu sendratari ciptaannya.)
  • Anak Agung Gde Rai  + (Anak Agung Gde Rai atau biasa dipanggil AgAnak Agung Gde Rai atau biasa dipanggil Agung Rai, lahir di Peliatan, Ubud, 17 Juli 1955. Dia adalah budayawan dan tokoh seni yang berjasa besar melestarikan dan mempromosikan karya-karya seni Indonesia (khususnya Bali). Dia adalah pendiri ARMA (Agung Rai Museum of Art). Kemiskinan di masa kanak memotivasi Agung Rai untuk mengubah kehidupan keluarganya menjadi lebih baik dengan terus menerus bekerja keras. Ketika masih muda, dia pernah menjadi “pedagang acung” (pedagang asongan) benda-benda seni untuk turis yang berkunjung ke Bali.</br></br>Agung Rai bercita-cita menjadi guru, namun kandas karena tidak ada biaya sekolah. Kemudian dia belajar melukis. Namun dia menyadari bakatnya tak cukup sebagai pelukis. Akhirnya dia kursus bahasa Inggris dan menjadi pemandu wisata. Dari interaksinya dengan para turis, naluri bisnisnya muncul untuk mencoba peruntungan sebagai penjual benda-benda seni yang dibikin orang-orang di kampungnya. Sejak itulah dia menjadi pedagang acung di wilayah Sanur, Kuta, hingga Padangbai. Sebagai pedagang acung, naluri bisnis dan seninya terus berkembang. Dia kemudian bergaul dengan banyak kolektor seni. Dan, pada akhirnya dia pun ikut menjadi kolektor seni karya para maestro. Dari kolektor dia menjadi kurator pameran benda-benda seni. Misalnya, tahun 1989, Agung Rai berangkat ke Jepang memboyong seratus lukisan karya lima puluh pelukis yang tergabung dalam Sanggar Seniman Agung Rai. Lukisan-lukisan itu dipamerkan di Jepang selama dua bulan. </br></br>Rasa cemas dan kahwatir akan kelesatarian budaya negerinya terutama di bidang kesenian membuat Agung Rai terobsesi mendirikan museum dan galeri seni. Maka, dengan perjuangan sangat luar biasa, pada tanggal 9 Juni 1996, ARMA Museum diresmikan oleh Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. ARMA merupakan salah satu museum dengan koleksi terlengkap di Indonesia. Mulai dari lukisan-lukisan klasik hingga kontemporer, baik karya seniman lokal maupun manca negara. Selain itu, ARMA juga secara berkali menggelar pameran seni rupa.</br></br>Popularitas ARMA melejit cepat karena juga sering menghelat berbagai kegiatan seni budaya seperti pertunjukan musik, teater, menyediakan ruang baca dengan koleksi aneka buku bagi para pengunjung, menyelenggarakan seminar tentang budaya dan seni. Kegiatan-kegiatan di ARMA sebagian besar berskala internasional dan tak jarang diselenggarakan dengan berbagai pekerja seni dan budaya dari berbagai negara. Dengan berbagai rangkaian kegiatan berskla internasional tersebut, ARMA mendapat predikat sebagai museum terpopuler dan terbaik di Indonesia menurut para wisatawan sebagaimana dihimpun oleh situs traveling dunia, TripAdvisor.</br></br>Berkat perjuangannya untuk melestarikan kesenian, Agung Rai dianugerahi sejumlah penghargaan. Antara lain, tahun 2000 dia dianugerahi penghargaan oleh Pemerintah Indonesia sebagai “Pelopor Memajukan Seni Rupa”. Tahun 2012 dia terpilih sebagai ketua Himusba (Himpunan Museum Bali) 2012-2017. Tahun 2016 “TripAdvisor” menobatkan ARMA sebagai museum terbaik Indonesia. Pilihan ditentukan oleh para wisatawan yang telah mengunjungi berbagai museum di Indonesia.</br></br>Buku-buku tentang Agung Rai dan ARMA bisa dibaca dalam “Gung Rai, Kisah Sebuah Museum” (KPG, 2013), “Saraswati in Bali: A Temple, A Museum and A Mas” ( BAB Publishing Indonesia, 2015), “Agung Rai, Sang Mumpuni” (Lestari Kiranatama, 2017). Sang Mumpuni” (Lestari Kiranatama, 2017).)
  • Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga  + (Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga lahir di Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga lahir di Denpasar, 7 Juli 1965. Ia menamatkan S-1 di Universitas Ngurah Rai, Denpasar, pada tahun 1991. Ia adalah Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Indonesia pada Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo. Ia menjabat dari 2014 hingga 2019. </br></br>Sebelum menjadi menteri, ia pernah menjabat sebagai Wali Kota Denpasar dua periode, yakni 1999-2004 dan 2005-2010. Pada periode kedua, di tengah jalan, ia terpilih menjadi Wakil Gubernur Bali periode 2008-2013.adi Wakil Gubernur Bali periode 2008-2013.)
  • Anak Agung Gede Raka Payadnya  + (Anak Agung Gede Raka Payadnya, lahir di AbAnak Agung Gede Raka Payadnya, lahir di Abianbase, Gianyar, 14 Agustus 1944. Ia menempuh pendidikan di Konservatori Karawitan (Kokar) pada tahun 1965 dan sempat kuliah di Fakultas Teknik Jurusan Seni Rupa Unud. Ia adalah perintis seni drama gong dengan mendirikan sekaa/kelompok drama gong “Wijaya Kusuma” Abianbase pada tahun 1966. Dalam pementasan drama gong ia populer dengan perannya sebagai raja muda. Atas dedikasinya di bidang seni drama gong, ia dianugerahi penghargaan Dharma Kusuma 2004 oleh Pemda Propinsi Bali. Ia meninggal pada tanggal 22 September 2022. meninggal pada tanggal 22 September 2022.)
  • Anak Agung Made Cakra  + (Anak Agung Made Cakra, lahir di Denpasar, Anak Agung Made Cakra, lahir di Denpasar, 11 November 1928. Ia adalah seorang musisi dan pencipta lagu pop Bali yang sangat popular pada zamannya. Ia belajar seni musik secara otodidak sejak usia tujuh tahun. Tahun 1943, ketika masih SR (Sekolah Rakyat), ia ikut lomba lagu Jepang di Singaraja, dan berhasil memikat perhatian seorang pemusik Jepang yang hadir saat itu. Pemusik Jepang itu kemudian mengajarinya bermain musik yang benar. Setamat SR, ia dipekerjakan oleh Jepang dan dilatih bermain musik.</br></br>Tahun 1950 ia mengumpulkan pecinta musik di Denpasar dan membentuk grup orchestra dan tahun 1953 grup itu pentas di seputar Denpasar. Ia juga bergabung dengan grup orkes keroncong Puspa Teruna pimpinan Ida Made Rai. Lalu bergabung dengan orkes keroncong Melati Kusuma pimpinan Merta Suteja, grup orkes keroncong Merta Kota dan orkes keroncong Cendrawasih. Ia juga terlibat kegiatan rutin bermusik di RRI Stasiun Denpasar. Kemudian ia membentuk dan memimpin grup orkes keroncong Fajar Baru. </br></br>Selain bermusik, Gung Cakra juga menciptakan lagu dan komposisi musik. Salah satu lagunya yang paling terkenal berjudul “Kusir Dokar”. Pada 1963, lagu itu sering dimainkan oleh grup band Putra Dewata yang didirikan Gung Cakra dan rekannya. Alat-alat musik grup band itu dibuat sendiri oleh Gung Cakra dengan bahan-bahan yang mudah didapatkan. Tahun 1976, Gung Cakra mulai masuk dapur rekaman lewat Bali Record. Selain “Kusir Dokar”, lagu ciptaaannya yang popular hingga kini adalah “Bungan Sandat” dan “Ada Kene Ada Keto”.h “Bungan Sandat” dan “Ada Kene Ada Keto”.)
  • Anak Agung Pandji Tisna  + (Anak Agung Pandji Tisna (11 Februari 1908 Anak Agung Pandji Tisna (11 Februari 1908 - 2 Juni 1978), juga dikenal sebagai Anak Agung Nyoman Pandji Tisna, I Gusti Nyoman Pandji Tisna, atau hanya Pandji Tisna, adalah keturunan ke-11 dari dinasti Pandji Sakti Buleleng, Singaraja, yang merupakan di bagian utara Bali, Indonesia. Ia menggantikan ayahnya, Anak Agung Putu Djelantik, pada tahun 1944.</br></br>Pada halaman terakhir buku Pandji Tisna, I Made Widiadi, yang ditulis pada tahun 1955, ia menulis kisah hidupnya dalam urutan kronologis. Dia adalah seorang penulis dan novelis. Dia menolak menjadi raja Buleleng, tetapi sebagai putra tertua, pasukan penjajah Jepang memaksanya untuk menjadi "syucho" setelah kematian ayahnya pada tahun 1944.</br></br>Selama masa pemerintahannya, ia menjadi pemimpin Dewan Raja di seluruh Bali dari tahun 1946 hingga 1947 (Paruman Agung) dan Bupati Buleleng. Pada tahun 1947, karena kepercayaan Kristennya yang unik tidak cocok dengan agama Hindu yang dominan, Pandji Tisna menyerahkan tahta kepada adiknya, Anak Agung Ngurah Ketut Djelantik atau I Gusti Ketut Djelantik, juga dikenal sebagai Meester Djelantik, hingga 1949.</br></br>Dia meninggal 2 Juni 1978 dan dimakamkan di kuburan di sisi timur tanahnya dekat kapel yang dibangunnya bertahun-tahun sebelumnya.</br></br>Ada sebuah museum di Lovina yang didedikasikan untuk AA Pandji Tisna dan keluarganya: https://www.facebook.com/pg/The-Little-Museum-Anak-Agung-Panji-Tanji-Tisna-KM-0-Lovina-Bali-1402058299856241/tentang/KM-0-Lovina-Bali-1402058299856241/tentang/)
  • Anthok Sudarwanto  + (Anthok Sudarwanto lahir di Denpasar, 18 ApAnthok Sudarwanto lahir di Denpasar, 18 April. Dia menamatkan pendidikan seni rupa di ISI Denpasar. Sejak 1996 dia rajin menggelar pameran bersama. Di antaranya adalah pameran Pameran Festival Kesenian Indonesia di Jogjakarta (1999), Kelompok HitamPutih di Museum Bali (2000), The Name of Identity di Tanah Tho Gallery, Ubud (2011), "Retrospektif" bersama Kelompok Galang Kangin di Bentara Bundaya Bali (2018). Tahun 2010 dia menggelar pameran tunggal “Transformation” di Hitam-Putih Artspace, Sangeh, Bali. Dia juga terlibat dalam Kelompok Militanarts. Karya-karyanya cenderung realis dengan tema-tema sosial dan kehidupan.lis dengan tema-tema sosial dan kehidupan.)
  • Antonio Maria Blanco  + (Antonio Blanco lahir pada tanggal 15 SepteAntonio Blanco lahir pada tanggal 15 September 1911 di Manila, ibu kota Filipina. Kedua orangtuanya berasal dari spanyol, oleh karena itu Blanco meyakini bahwa ia terhubung secara geografis dan spiritual pada Miro and Salvador Dali. Ayahnya menetap di Manila selama perang Spanyol - Amerika, bertugas sebagai dokter. Blanco sekolah di American Central School di Manila. Semasa sekolahnya ia sangat senang kelas-kelas kesenian, literatur dan bahasa tapi kesulitan mengukuti kelas sains. Tidak heran beliau dapat berbicara enam bahasa - Spanyol, Perancis, Ingris, Tagalog, Indonesia, dan sedikit Bahasa Bali. Selulus SMA di Manila, Blanco melanjutkan pendidikannya di National Academy of Art di New York, dibawah Sidney Dickinson. Pada masa-masa awal pembentukannya tersebut, Blanco berkonsentrasi pada bentuk tubuh manusia, terutama pada bentuk tubuh wanita. Sebagai kelanjutan pendidikannya, sekaligus memenihu hasrat berkelananya, ia menjelajah keliling dunia hingga akhirnya menginjakkan kaki di Bali pada tahun 1952. Raja Ubud memberi sepetak tanah kepada Blanco untuk mendirikan rumah dan studionya di Campuan, Ubud, pada pertemuan dua sungai suci. Blanco dan istrinya, seorang penari Bali terkenal bernama Ni Ronji, tinggal di rumah tersebut. Setelah perjalanan singkatnya ke Amerika, dimana Blanco mendapat banyak kontak kolektor baru, ia dan istrinya tidak pernah meninggalkan Bali lagi.</br></br>Hidup di rumah asri dengan pemandangan indah bersama empat anak mereka, Tjempaka, Mario, Orchid dan Maha Devi, Bali menjadi inti dari Blanco. Ia amat mengagumi pulau ini dan terperangkap oleh kharismanya.</br></br>Blanco hidup dan berkarya di rumah atas bukitnya hingga ia meninggal pada tahun 1999, menuangkan berbagai lukisan fantasi wanita cantik pada kanvas. Dikelilingi kebun bersemi, sawah dan pohon beringin merindangi pura keluarganya, Antonia blanco menciptakan realita baru untuk dirinya. Tuangan artistiknya didalam lingkungannya yang terisolir tersebut membuahkan karya-karya yang sangat dicari dan dihargai oleh pecinta seni, kolektor, dan promotor. Dalam waktu beberapa tahun, Blanco menjadi artis asing paling terkenal yang bertempat tinggal di Bali. Ia dikenal tidak hanya di Indonesia tapi juga seluruh dunia, mendapat berbagai pernghargaan, dan lukisannya dibeli dengan harga tinggi pada lelang-lelang internasional. </br></br>Mendekati akhir hidupnya, Blanco mulai mendirikan museum lukisan di studio seninya di Campuan. Kematiannya dramatis tidak lama sebelum pembukaan museumnya. Upacara kremasi ngaben yang cukup besar menandai kepergian beliau. Anak Blanco, Mario, memenuhi mimpi Blanco membuka museum dan melajutkan darah pelukisnya melanjutkan jejak kaki Sang Maestro. Museum Renaissance Blanco kini dibuka untuk umum, menampilkan karya-karya Sang Maestro dan Mario.pilkan karya-karya Sang Maestro dan Mario.)
  • Apang jalan sing putus, silih malu satus  + (Apa kabar semeton? Sudah sempat liburan keApa kabar semeton?</br>Sudah sempat liburan kemana saja, pergi bekerja, atau pulang ke kampung halaman untuk menyambut hari raya? Bagaimana perjalanannya, apakah aman semulus salju atau membuat kepala pusing? Beberapa yang mengatakan bahwa jalan di Bali sudah baik dan aman digunakan, namun tidak sedikit pula yang mengatakan banyak jalan di Bali masih rusak dan tidak aman untuk dilewati. </br>Denpasar sebagai ibukota Bali saja masih sering ditemukan beberapa jalan yang rusak dan sulit untuk dilewati. Lantas bagaimana dengan jalan yang terletak di desa-desa yang ada di beberapa kabupaten di Bali. Banyak beberapa wilayah di perdesaan yang jalannya ambruk, berlubang, bahkan tidak jarang yang jebol. Pemeliharaan dan perbaikan jalan memang sudah dilakukan namun harus lebih merata agar tidak cenderung melakukan perbaikan di beberapa jalan utama saja. Banyak daerah terpencil yang rusak dan sulit untuk dilewati hingga bertahun-tahun namun belum mendapatkan bala bantuan. </br>Beberapa artikel dan media sosial sering mengabarkan kemacetan, kecelakaan, pengiriman barang yang terhambat, namun jarang diketahui salah faktor utama penyebabnya adalah kerusakan jalan. Jalan yang rusak cenderung akan membuat masyarakat tidak bisa melewatinya sehingga beberapa pekerjaan, pengiriman barang dan aktivitas perdagangan sekitar jalan tersebut akan terganggu yang tentu akan mengganggu ekonomi dari masyarakat.</br>Dengan pemilu 2024 ini tentu saja menjadi harapan masyarakat agar terjadi revitalisasi pemerintah yang baru dalam perbaikan dan pengembangan masyarakat yang dapat dimulai dari masalah utama yaitu jalan. Pemerintah harus dapat mengalokasikan dana yang ada sebaik-baiknya untuk pembangunan jalan yang merata di seluruh Bali, karena walaupun memiliki dana yang sangat banyak namun tidak dialokasikan dengan benar hasilnya akan percuma dan tidak akan terjadi pemerataan yang total. Jalan menjadi sisi penting dalam setiap kegiatan yang kita lakukan, terlebih lagi Bali sebagai destinasi wisata yang dikunjungi banyak wisatawan luar. Oleh karena itu, mari lakukan perbaikan awal dengan memulai perbaikan jalan.aikan awal dengan memulai perbaikan jalan.)
  • Pariwisata Matangi, Pariwisata Pait  + (Apakah kamu sudah tau, banyak sekali tamu Apakah kamu sudah tau, banyak sekali tamu bersikap aneh-aneh di Bali. Apa ini yang namanya efek pariwisata Bali bangkit?</br></br>Jika tidak ada tamu, pariwisata Bali tidak mau hidup. Jika sudah ramai selalu berkelahi, bertingkah dan bersikap aneh-aneh. </br></br>Kalau menurut kamu, bagaimana caranya membuat agar pariwisata Bali tetap hidup namun tamu-tamu yang berkunjung tetap tertib?</br></br>Ayo tulis pendapatmu di komentar!tertib? Ayo tulis pendapatmu di komentar!)
  • Ni Putu Apriani  + (April Artison adalah nama pena dari Ni PutApril Artison adalah nama pena dari Ni Putu Apriani. Lahir di Tuban, Badung, Bali, 12 April 1991. Lulusan komunikasi dan Penerangan Agama IHDN Denpasar. Sejak remaja aktif dalam senin sastra dan teater. Tahun 2016, dia diundang membaca puisi dalam Temu Penyair 5 Negara Asean di Singapura. Puisinya dimuat dalam buku Klungkung: Tanah Tua, Tanah Cinta (2016). Klungkung: Tanah Tua, Tanah Cinta (2016).)
  • Arie Smit  + (Arie Smit (Adianus Wilhelmus Smit) lahir dArie Smit (Adianus Wilhelmus Smit) lahir di Zaandam, Belanda pada tanggal 15 April 1916. Meninggal 23 Maret 2016 di Ubud. Dia pertama kali belajar melukis pada sebuah akademi seni di Amsterdam. Tahun 1938 di datang ke Batavia (Jakarta) sebagai seorang tentara dan bekerja pada landscape divisi. Dia memperoleh kewarganegaraan Indonesia pada tahun 1951. Tahun 1956 dia berkunjung ke Bali untuk pertama kalinya, dan akhirnya menetap di Bali. </br></br>Dia mendirikan aliran Young artist di Penestanan, Ubud , Bali sekitar tahun 1960 an. Sampai umurnya 80 tahun yaitu tahun 1996, dia telah pindah tempat lebih dari 30 kali dari satu tempat ke tempat yang lain di Bali. Arie Smit merupakan sosok seniman yang selalu mencari ketenangan dan kejernihan dalam hidup, dan ia menyukai tempat yang sunyi. Sikap personal ini sangat bertolak belakang dengan karya-karyanya yang hampir semuanya kaya dengan warna yang terang dan cerah. Tema dari karya-karyanya mengikuti alur jalan. Orang Bali menyebutnya "dari kaja ke Kelod" (dari Gunung menuju laut). Atas jasa-jasanya bagi perkembangan seni di Bali, Arie Smit menerima penghargaan Dharma kusuma dari Gubernur Propinsi Bali pada tahun 1992.ri Gubernur Propinsi Bali pada tahun 1992.)
  • Arif Bagus Prasetyo  + (Arif Bagus Prasetyo dilahirkan pada 30 SepArif Bagus Prasetyo dilahirkan pada 30 September 1971, tinggal di Denpasar sejak 1997. Dikenal sebagai penyair, kritikus sastra, kurator seni rupa, dan penerjemah buku. Alumnus International Writing Program, University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Menerima sejumlah penghargaan bidang penulisan, antara lain: Hadiah Kritik Sastra Dewan Kesenian Jakarta, Hadiah Kritik Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta, dan Anugerah Widya Pataka Pemerintah Provinsi Bali. Bukunya: Saksi Kata: 18 Esai Sastra (segera terbit), Memento: Poems (2015), Memento: Buku Puisi (2009), Epifenomenon: Telaah Sastra Terpilih (2005), Stephan Spicher: Eternal Line on Paper (2005), Melampaui Rupa: Sebingkai Wajah Seni Lukis Indonesia Mutakhir (2001), Mangu Putra: Nature, Culture, Tension (2000), dan Mahasukka: Buku Puisi (2000). (2000), dan Mahasukka: Buku Puisi (2000).)
  • Reinventing Bali Tourism - A Vision of Creativity, Education and Entrepreneurship  + (Artikel asli dicetat di BALI!NOW RebrandiArtikel asli dicetat di BALI!NOW</br></br>Rebranding dan rekonfigurasi industri pariwisata Bali dari "Desa Wisata" ke "Desa Kreatif" sangat penting. Produk pariwisata beralih dari aktivitas hiburan ke pengalaman pembelajaran dan inovasi yang meningkatkan keterampilan orang-orang sebagai wirausahawan dalam ekonomi kreatif global abad ke-21.</br></br>Bonus Demografi yang telah berubah dari generasi baby boomer yang berfokus pada rekreasi menjadi generasi X, Y, Z, dan milenial yang cenderung berorientasi pada petualangan kreatif dan kewirausahaan. Pasar berkembang dari internasional ke audiens domestik dan internasional. Penekanannya berubah dari "perdagangan" menjadi sebuah pengetahuan inovatif dan kewirausahaan...</br></br>Rebranding pariwisata mengubah Bali menjadi pusat inovasi dan pembelajaran global. Desa Kreatif dengan mempertahankan model desa gotong-royong dam rasa tanggung jawab bersama. Lingkungan dan infrastruktur yang terdesentralisasi, terdistribusi sepenuhnya, dan terpadu yang memberikan kesempatan yang sama dan diversifikasi yang ditingkatkan. Ekosistem yang berkelanjutan menghilangkan persaingan, diberdayakan oleh filosofi kelimpahan dan semangat kewirausahaan. Semangat baru akan nilai-nilai bersama dan rasa memiliki memotivasi para pemangku kepentingan untuk berkolaborasi untuk melayani kepentingan terbaik keseluruhan.</br></br>Lihat keseluruhannya di https://bit.ly/3pD43p9, aslinya diterbitkan di SEKARANG! Bali, 1 April 2021 oleh Richard Horstman. Bali, 1 April 2021 oleh Richard Horstman.)
  • Dewi Dian Reich  + (Artis dan penulis. Dewi Dian adalah pendirArtis dan penulis. Dewi Dian adalah pendiri Sawidji Gallery & Co.</br>Dewi Dian Reich lahir di Australia dari orang tua campuran Indonesia dan Eropa. Dewi memiliki kecintaan yang mendalam terhadap Alam, seni, sejarah, dan tradisi warisan Indonesia. Dia menyebut Bali sebagai rumahnya selama hampir 20 tahun.</br>Dian adalah lulusan Australian National Art School in Fine Arts jurusan Fotografi dan disiplin seni lukis dengan penekanan pada sejarah dan teori seni. Melakukan studi pasca sarjana di Media Digital, Linguistik dan Studi Asia.</br>Dian fokus pada pengembangan Galeri dan Studio Sawidji yang sedang berjalan. Perubahan ekonomi yang disebabkan oleh Pandemi Covid di Bali menjadi katalisnya. Sudah ada kebutuhan untuk menilai kembali kondisi yang mempengaruhi integritas Seni Rupa di Bali. Yang tidak pernah lepas dari seluk-beluk kebudayaan itu sendiri. Sawidji mungkin mengeksplorasi tema-tema tersebut. Namun, kami hanya ingin merayakan talenta, komunitas, dan Alam dimana kita beruntung menjadi bagiannya. Alam dimana kita beruntung menjadi bagiannya.)
  • Aryadimas Ngurah Hendratno  + (Aryadimas Ngurah Hendratno lahir di DenpasAryadimas Ngurah Hendratno lahir di Denpasar, 13 September 1975. Menulis puisi sejak remaja, pernah bergabung dalam Teater Angin (SMAN 1 Denpasar), dan bersentuhan dengan Sanggar Minum Kopi. Sejumlah puisinya dimuat di Bali Post dan buku antologi Ensiklopedi Pejalan Sunyi (2015), Klungkung: Tanah Tua, Tanah Cinta (2016). Dia adalah “lurah” Jatijagat Kampung Puisi, mengajar sastra dan teater di Teater Tahkta SMK Saraswati 1 Denpasar, serta mengelola Rumah Belajar Seni di Denpasar. mengelola Rumah Belajar Seni di Denpasar.)
  • AS Kurnia  + (AS Kurnia, lahir di Semarang, Jawa Tengah,AS Kurnia, lahir di Semarang, Jawa Tengah, 31 Juli 1960. Sejak 1990 ia bermukim di Bali. Beberapa kali pameran tunggal dan banyak terlibat dalam pameran bersama. Pernah meraih Penghargaan Pertama "Kompetisi Pelukis Muda Indonesia" tahun 1989 yang diselenggarakan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) bekerja sama dengan Alliance Francaise. </br></br>Selain pameran bersama di dalam dan luar negeri, ia menggelar pameran tunggal di beberapa tempat. Pameran tunggalnya, antara lain Galeri Milenium, Jakarta, (2002), Bali 3000, Ubud, (2001), Genesha Gallery, Four Seasons Resort, Bali, (1996), Cemeti Contemporary Art Gallery, Yogyakarta, (1996), Balai Budaya, Jakarta, (1995), Gelar Seni Ulun Ubud, Bali, (1995), Kurnia Atelier, Ubud, (1993), Kurnia Modern Art Studio, Ubud, (1992), Cemeti Contemporary Art Gallery, Yogyakarta, (1991), Cemeti Contemporary Art Gallery, Yogyakarta, (1989).</br></br>Pameran bersamanya, antara lain Festival Hujan, Bentara Budaya Bali, (2010), Indonesia – Asean Art Awards, Jakarta, (2003), Ilustrasi Cerpen Kompas 2002</br>Bentara Budaya Jakarta, The Gate : Pre-Discourse", Indonesia – China The 7th Nude Croquis Exhibitions, Seoul, Korea (2002), Jakarta Biennale 2006, Jakarta, Ilustrasi Cerpen Kompas 2007, Jakarta - Yogya - Surabaya – Bandung. YSRI - Philip Morris Indonesian Art Awards 1999, Jakarta, Indonesia, Group Exhibitions, Lorin & Kristy Fine Art Gallery in TRESORS, The International Fine Art Fair, Singapore (1998), dll.</br></br>Selain melukis, ia juga menulis esai, artikel seni rupa yang dimuat di koran Jayakarta, Dharma, Kartika Minggu, Suara Merdeka, Jawa Pos, dan Tribun Bali. </br></br>Ia meninggal di Bali pada 4 April 2023.ali. Ia meninggal di Bali pada 4 April 2023.)
  • Augusta de Wit  + (Augusta de Wit (25 November 1864 – 9 Februari 1939) adalah seorang penulis Belanda, lahir di Hindia Belanda dan terkenal karena menulis tentang Jawa dan Bali.)
  • Ayu Diah Cempaka  + (Ayu Diah Cempaka lahir di Gianyar, 18 JuliAyu Diah Cempaka lahir di Gianyar, 18 Juli 1993. Ia lulusan Sastra Perancis, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Selain menulis sastra (puisi), ia adalah penulis & programmer festival film. Menjadi programmer di Festival Film Dokumenter (FFD) Yogyakarta (2015-2019) dan Balinale – Bali Internasional Film Festival (2022). Sempat menjadi Asian short film selection committee (2022) dan juri komunitas (2017) pada Jogja NETPAC Asian Film Festival (JAFF), tim juri pada Festival Film Indonesia (FFI) 2018, serta Pengajar tamu ‘Estetika Film’ Jurusan Film & Televisi Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar 2021. Ulasan filmnya dimuat di beberapa media seperti Cinema Poetica, Film Criticism Collective – Yamagata Internasional Film Festival, Goethe Institut Indonesien, Jurnal Ruang, Bali Post, dan Balebengong. Pada 2016 – sekarang menjadi Cultural & communication officer di Alliance Francaise Bali.amp; communication officer di Alliance Francaise Bali.)