UPGRADE IN PROCESS - PLEASE COME BACK AT THE END OF MAY

Literature Keberanian tanpa pertimbangan seperti perang tanpa membawa amunisi

From BASAbaliWiki
20220518T075132139Z973213.jpg
0
Vote
Title (Other local language)
Photograph by
Ketut ayu mertasih
Author(s)
Reference for photograph
Memberikan bantuan pendidikan yang layak kepada para pengungsi merupakan tanggungjawab dan sikap kita
Subject(s)
  • pengungsi akibat dari peran
Reference
Related Places
Event
Related scholarly work
Reference
Competition
Pengungsi


Add your comment
BASAbaliWiki welcomes all comments. If you do not want to be anonymous, register or log in. It is free.

What is your attitude and responsibility to refugees who come to your area because of a conflict such as what's happening in Ukraine?

Description


In English

In Balinese

In Indonesian

Menurut saya sendiri ada beberapa factor yang mengakibatkan para Pengungsi melarikan diri ke indonesia. Factor-faktor ini meliputi kurangnya perlindungan hukum, lamanya masa tunggu untuk proses penempatan ke negara ketiga secara permanen, terbatasnya bantuan kebutuhan dasar (hak atas tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan) dan kondisi Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) yang tidak manusiawi. Selain resiko berat yang muncul akibat perjalanan menuju Australia dengan menggunakan perahu penyelundup manusia, situasi sekitar yang dihadapi oleh para Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia seringkali memaksa mereka mengambil keputusan yang berbahaya.

Kurangnya Perlindungan Hukum yang Memadai di Indonesia Sifat dasar kerangka hukum nasional Indonesia berkaitan dengan Pencari Suaka dan Pengungsi menunjukkan bahwa Pengungsi, Pencari Suaka dan orang-orang tanpa kewarganegaraan diperlakukan sebagai imigran gelap, dan terancam untuk dimasukkan ke dalam Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) serta secara legal terancam untuk dideportasi. Ini membawa kepada situasi yang membahayakan karena tinggal di Indonesia memiliki resiko untuk ditangkap dan dikembalikan ke negara di mana mereka mengalami ketakutan akan adanya penganiayaan (refoulement). Karena Indonesia bukanlah penandatangan Konvensi Pengungsi tahun 1951, pemerintah telah mengizinkan dua lembaga internasional untuk mengurusi para Pencari Suaka: Karena Indonesia bukanlah penandatangan Konvensi Pengungsi tahun 1951, pemerintah telah mengizinkan dua lembaga internasional untuk mengurusi para Pencari Suaka: Kantor United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) yang mengawasi proses penentuan status sebagai Pengungsi, penempatan ke negara ketiga, dan repatriasi International Organisation for Migration (IOM) bertanggung jawab untuk memberikan bantuan sehari-hari, meliputi penyediaan makanan, akomodasi, dan perawatan kesehatan; Pencari Suaka dan Pengungsi menjadi tanggung jawab IOM sampai mereka ditempatkan ke negara ketiga atau secara sukarela kembali ke negara asal. Baik UNHCR Indonesia maupun IOM Indonesia sangat kekurangan sumber daya dan memiliki beban kerja yang tinggi. Penentuan Status sebagai Pengungsi UNHCR beroperasi di Indonesia dengan persetujuan dari Pemerintah Republik Indonesia. Direktur Jendral Keimigrasian Indonesia mengeluarkan Instruksi pada tahun 2010 (No:IMI-1489.UM.08.05) yang menyatakan bahwa orang-orang yang mencari suaka atau status pengungsi harus dirujuk kepada UNHCR untuk mengikuti proses penentuan status sebagai Pengungsi dan bahwa “status dan kehadiran orang asing yang memegang Attestation Letters atau kartu identitas yang dikeluarkan oleh UNHCR sebagai Pencari Suaka, Pengungsi atau orang yang dilayani oleh UNHCR, harus dihormati”. Orang-orang yang tak memiliki dokumen-dokumen tersebut akan terancam untuk dimasukkan ke dalam Rumah Detensi Imigrasi, terkena denda, dan/atau dideportasi. Walaupun UNHCR beroperasi di Indonesia dengan izin dari pemerintah Indonesia, kapasitasnya sangat terbatas oleh karena meningkatnya jumlah Pencari Suaka yang mencari bantuan di Indonesia. UNHCR memiliki 60 staff di Indonesia. Para Pencari Suaka yang telah terdaftar dapat mengajukan Pengakuan Status sebagai Pengungsi yang dinilai oleh UNHCR melalui proses yang disebut prosedur Penentuan Status sebagai Pengungsi (Refugee Status Determination/RSD). Para Pencari Suaka diwawancarai oleh petugas RSD yang dibantu oleh seorang penerjemah berkaitan dengan pengajuan mereka untuk mendapatkan perlindungan. Ketika pengajuan untuk mendapatkan perlindungan ditolak, prosedur RSD masih memberikan satu kesempatan lagi untuk mengajukan banding atas keputusan negatif itu. Pada umumnya, bantuan dan nasihat hukum tidak disediakan, sehingga banyak keputusan negatif itu merupakan akibat dari Pencari Suaka yang tidak memahami proses yang harus mereka patuhi, akibat dari kendala bahasa, ketakutan untuk berbicara kepada pihak yang berwenang, dan karena mereka tidak mengetahui hak dan tanggung jawab mereka sebagai orang yang mengajukan status sebagai Pengungsi. Dalam praktiknya, hak untuk mendapatkan Penasihat Hukum bagi para Pencari Suaka dan Pengungsi juga belum sepenuhnya diakui oleh UNHCR dan pemerintah. Hal ini membahayakan integritas proses RSD karena Pencari Suaka tidak sepenuhnya menyadari hak-hak dan tanggung jawab mereka, maupun proses yang melibatkan mereka. Penelitian yang dilakukan oleh para akademisi dari Australia menunjukkan bahwa terdapat beberapa aspek hukum dari kebutuhan perlindungan bagi par Pencari Suaka di Indonesia yang harus diperhatikan. Salah satu solusi yang diajukan adalah menyediakan bantuan hukum mandiri karena “sebagian besar Pencari Suaka dan Pengungsi yang diwawancarai itu tampaknya memiliki sedikit pemahaman tentang substansi hukum dari kasus mereka atau tentang prosedur Penentuan Status sebagai Pengungsi yang dilakukan oleh UNHCR di Indonesia” (Taylor and Rafferty-Brown, 2010). Penempatan ke Negara Ketiga Bagi mereka yang terbukti perlu mendapatkan perlindungan internasional, UNHCR mencoba menawarkan satu dari tiga kemungkinan solusi berdayatahan ini: Penempatan ke Negara ketiga Pemulangan kembali secara sukarela (apabila konflik di negara asal orang tersebut telah selesai) dan Penyatuan dengan masyarakat setempat Penyatuan dengan masyarakat local tidak mungkin menjadi pilihan di Indonesia karena pemerintah Indonesia tidak mengizinkan para Pengungsi yang sudah mendapatkan pengakuan UNHCR sebagai pengungsi untuk tinggal di negara ini. Pada tahun 2013, 898 orang telah meninggalkan Indonesia untuk ditempatkan di negara ketiga.Ini merupakan jumlah penempatan tertinggi dari Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir. Sampai dengan 31 Desember 2013, 88 orang pengungsi yang lain telah diterima untuk ditempatkan ke negara ketiga dan sedang menunggu keberangkatan, sementara 966 kasus yang lain telah diajukan oleh UNHCR untuk dipertimbangan penempatannya, dan masih menunggu keputusan dari negara yang bersangkutan. Namun, 2.152 pengungsi yang lain masih menunggu pengajuan atau pengajuan kembali kasus mereka oleh UNHCR kepada negara-negara ketiga.

Jadi menurut saya jika ada pengungsi yang melarikan diri ketempat kita, kita wajib memberikan suatu perlindungan ataupun sikap toleransi antar sesame umat manusia. Hal ini dapat kita tunjukan dalam hal saling membantu dan memberikan tempat tinggal sementara.